• Tidak ada hasil yang ditemukan

G ambaran Tema

A. Masuknya Jepang dan Jatuhnya Hindia Belanda

1. Ekspansi Jepang dan Perang Asia Timur Raya

Apakah kalian tahu bahwa usaha Jepang menguasai Asia Timur Raya sudah dirintis jauh sebelum Perang Dunia II berlangsung? Mengapa Jepang ingin meluaskan kekuasaannya? Untuk memahami hal ini, kita perlu menengok perkembangan sejarah di Kawasan Asia Timur.

Sejak Restorasi Meiji pada abad ke-19, Jepang mengalami kemajuan yang pesat di bidang ekonomi, terutama industri. Jepang memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Taiwan, Tiongkok, dan Korea. Pada tahun 1905 Jepang bahkan berhasil mengalahkan Rusia. Peristiwa ini menambah kepercayaan diri bangsa Jepang yang merasa dirinya lebih unggul dari bangsa Asia lainnya. Untuk memahami lebih jauh tentang motivasi Jepang melakukan ekspansi, kerjakanlah Aktivitas 2 berikut.

Aktivitas 2

Ekspansi Menuju Selatan

Pada pertengahan 1920-an setelah Perang Dunia Pertama, industri-industri semakin berkembang sejalan dengan kemajuan ekonomi yang diperoleh Jepang. Industri ini terutama adalah perkapalan dan tekstil. Hal ini menimbulkan munculnya para Zaibatsu (klan atau keluarga pengusaha besar seperti Mitsubishi, Sumimoto, Mitsui) yang menginginkan ruang lingkup yang lebih besar lagi dalam pemasaran.

Ditambah lagi dengan negara Jepang sendiri yang sudah penuh sesak dengan pabrik dan industri yang bermunculan, sehingga mereka melakukan tekanan kepada pemerintah untuk dapat melakukan perluasan wilayah secepat-cepatnya.

Hal ini kemudian didukung dan diamini oleh beberapa kalangan militer yang berpandangan nasionalis chauvinis yang berkeinginan untuk melakukan ekspansi terhadap daerah-daerah yang dianggap memberikan sumber daya yang cukup bagi perkembangan ekonomi dan industri Jepang.

Sumber: Padiatra, A.M. (2020). Jejak Sakura di Nusantara: Pasang Surut Hubungan Jepang – Indonesia Tahun 1800-an-1974. Sasdaya: Gadjah Mada Journal of Humanities, 4 (1), 1 – 12, https://doi.org/10.22146/

sasdayajournal.54570

Mengapa Jepang Menjajah?

Untuk mengetahuinya, kita harus memahami situasi masyarakat Jepang pada 1920-an. Masa antara Perang Dunia I dan II sangat krusial terhadap perkembangan sejarah selanjutnya. Dilihat dari situasi politik dalam negeri Jepang, tahun 1920-an adalah zaman Taisho Democracy.

Pada masa ini demokrasi parlementer mulai berkembang. Namun, keadaan ekonomi buruk karena produksi pertanian turun. Kemiskinan membelit seluruh desa di Jepang. Akibatnya, sosialisme mulai menguat dan timbul banyak konflik antara tuan tanah dan petani atau antara pengusaha dan buruh.

Pada zaman itu dunia berada di bawah Versailles Settlement. Salah satu isu yang penting dalam perjanjian ini adalah usaha memperkecil kekuatan militer setiap negara besar, pada khususnya membatasi tonase kapal perang masing-masing negara. Dalam Perjanjian Washington tahun 1922, Jepang didesak menerima rasio 10:10:6 antara Inggris, Amerika, dan Jepang. Angkatan Laut Jepang menerima keputusan ini dengan sangat kecewa dan tidak puas.

Di antara sebagian opsir muda tentara Jepang muncul rasa tidak puas terhadap pemerintah sipil sekaligus khawatir akan situasi politik internasional. Di bawah pengaruh pemimpin ultranasionalis seperti Okawa Shumei dan Kita Ikki, mereka mulai bersikap fasis.

Sumber: Kurasawa, A. (2016). Masyarakat & Perang Asia Timur Raya: Sejarah dengan Foto yang Tak Terceritakan.

Jakarta: Komunitas Bambu, halaman 2.

Tugas:

• Berdasarkan bacaan di atas, identifikasilah berbagai alasan Jepang melakukan ekspansi ke wilayah Asia Timur Raya!

• Menurut kalian, alasan manakah yang lebih kuat dalam mendorong ekspansi Jepang? Mengapa demikian?

Petunjuk Kerja:

• Kerjakanlah secara mandiri (individu) di buku tulis kalian!

• Diskusikan temuan kalian di kelas!

• Kalian dapat menggunakan sumber lain untuk mengerjakan tugas ini!

Pada saat yang sama, sebagian wilayah Asia Timur juga sudah dikuasai oleh bangsa Barat, seperti Inggris dan Amerika Serikat yang memiliki konsesi wilayah di Tiongkok. Bagaimanakah reaksi bangsa Barat atas ekspansi Jepang? Bagaimanakah sikap bangsa Asia terhadap apa yang dilakukan Jepang?

Sejarah mencatat reaksi yang beragam. Bangsa Barat yang memiliki kepentingan kolonial tentu saja tidak senang dengan langkah Jepang memperluas kekuasaannya, terutama ke Tiongkok, Korea, dan Taiwan,

begitu pula dengan bangsa-bangsa yang dijajah Jepang. Namun di lain pihak, kemenangan Jepang dalam berbagai perang dan ekspansinya seperti membawa harapan baru bagi sebagian bangsa Asia lainnya.

Bangsa Asia ternyata juga bisa maju dan mengalahkan bangsa Barat.

Kurasawa (2016) mencatat beberapa pemimpin nasionalis Asia seperti Phan Boi Chau (Vietnam), Rikarte (Filipina) dan U Ottama (Birma) datang ke Jepang dan mengharapkan bantuan Jepang dalam membebaskan wilayahnya dari penjajahan bangsa Barat.

Perkembangan ini tentu saja mengkhawatirkan bagi kolonialis Barat.

Mereka berusaha membendung laju ekspansi Jepang dengan berbagai upaya, misalnya Amerika Serikat menghentikan ekspor minyak ke Jepang sejak 1 Agustus 1941. Peristiwa inilah yang justru mendorong Jepang melakukan ekspansinya ke Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda.

Belanda pada awalnya tidak terlibat konflik secara langsung dengan Jepang. Namun, sejak tahun 1930-an, Pemerintah Hindia Belanda sudah mengawasi dengan ketat aktivitas orang Jepang di wilayahnya.

Selain itu, penguasa kolonial juga menerapkan kontrol yang lebih ketat terhadap pergerakan kebangsaan di Indonesia. Kebangkitan Jepang sebagai salah satu kekuatan Asia turut memberikan inspirasi dan kepercayaan diri kepada tokoh nasionalis Indonesia. Slogan dan ideologi Asia untuk orang Asia juga semakin menyebar.

Beberapa tokoh pergerakan menunjukkan simpatinya terhadap Jepang, misalnya E.F.E. Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi) pada 1936 menulis buku Sejarah Dunia yang lebih mengedepankan peran orang Asia dalam sejarah. Namun, sebelum sempat terbit, buku ini sudah disita dan dilarang beredar oleh pemerintah kolonial karena dianggap pro Jepang dan anti Belanda (Surjomiharjo, 1995). Selain itu, ada pula M.H. Thamrin yang dalam sidang Volksraad (Dewan Rakyat) tahun 1934 menunjukkan simpatinya kepada Jepang (Gonggong, 1995). Sikap para tokoh ini perlu dipahami dalam konteks sejarah di masa itu. Pada tahun 1930-an, mereka belum mengetahui bahwa Jepang ternyata tidak kalah eksploitatif dari Belanda saat menjajah.