• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspektasi artinya harapan. Harapan adalah mohon, minta, hendaklah, keinginan supaya sesuatu teijadi (Suharso, 2005: 163). Yang dimaksud ekspektasi di sini adalah harapan para sivitas akademika terhadap kampus STAIN Salatiga dikatakan sebagai kampus religius.

Harapan sebagian responden terhadap kampus STAIN Salatiga adalah lebih ditingkatkan suasana religiusnya yaitu sivitas akademikanya mampu berakhlak dan berfikir secara Islami (Wawancara XXII, Anas). Sehingga nilai- nilai Islam bisa lebih terasa. Menurut isni dan nafis (wawancara V dan VI)

keislaman sehingga diharapkan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Harapan sivitas akademika menurut april dalam wawancara II yaitu STAIN Salatiga memperluas wawasan dan memajukan mutu pendidikannya. Sedangkan menurut Ana wawancara III harapannya terhadap kampus STAIN Salatiga adalah banyak diadakan kajian-kajian Islami dan diwajibkan bagi seluruh sivitas akademika.

Salah satu kajian yang sering dilakukan di kampus yaitu Kajian Intensif Mahasiswa (KISMIS), Kajian antar kost (KAOST), dan Kajian Rutin Muslimah (KARIMAH) yang diselenggarakan oleh salah satu UKM yaitu Lembaga Dakwah Kampus (LDK) ’’Darul Amal”. KISMIS mengkaji tentang kontemporer dan ruhiyah yang diisi oleh para ustadz/dosen dan boleh diikuti oleh semua mahasiswa, KARIMAH mengkaji tentang keakhwatan dan dikhususkan bagi perempuan. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari jum ’at ketika laki-laki sedang melaksanakan shalat jum ’at. Sedangkan tujuan dari KAOST adalah untuk mempererat tali ukhuwah antar kost para mahasiswa STAIN Salatiga.

Gambar 3.7 Kegiatan KISMIS

Gambar 3.8 Kegiatan KARIMAH

Mahasiswa adalah sosok seorang guru yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa.

’’Sesuai dengan jurusan yang diambil di STAIN Salatiga yaitu jurusan tarbiyah yaitu menjadi sosok seorang guru. Sosok seorang guru adalah orang yang yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa”.

Dari keterangan alya (Wawancara XXIII) dapat disimpulkan bahwa mahasiswa harus paham perannya sebagai calon pendidik. Sehingga mampu

memberikan yang terbaik untuk calon anak didiknya. Sedangkan harapan pak maemun (Wawancara VIII) terhadap mahasiswa kampus STAIN Salatiga adalah dalam berpenampilan dan berbusana jangan terlalu berlebihan. Karena mahasiswa STAIN Salatiga adalah calon guru agama dan ahli agama. Diberlakukannya sangsi terhadap mahasiswi yang keluar rumah tidak memakai jilbab.

Harapan untuk menjadi perguruan tinggi yang berkualitas dalam mewujudkan keseimbangan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual (Buku Pedoman, 2009: 9) merupakan visi STAIN Salatiga. Dengan terwujudnya visi STAIN Salatiga maka kampus ini akan lebih bernuansa Islam (Wawancara XVIII, Ulfa) dan bisa menjadi sebuah universitas (Wawancara XIX, Bilal).

Menurut pak miftah (Wawancara VII) bahwa STAIN Salatiga bisa dijadikan sebagai pusat unggulan peradaban Islam di Kota Salatiga khususnya dan memunculkan para ilmuwan-ilmuwan agama Islam yang berakhlak mulia dan nantinya bisa dijadikan sebagi teladan dilingkungannya.

“Kampus STAIN Salatiga menjadi lebih religius sehingga menjadi pusat unggulan peradaban Islam dan memunculkan para ilmuwan- ilmuwan agama sehingga STAIN Salatiga harus menyiapkannya mulai dari sekarang yaitu salah satunya dengan penegasan tentang berpakaian dan dalam bertingkah laku”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa STAIN Salatiga harus lebih mempertegas peraturan. Seperti yang disampaikan pak bahroni (Wawancara IX) bahwa STAIN Salatiga harus mempertegas peraturan, yaitu dijadikan seperti pesantren dengan penataan keilmuan yang jelas terutama

keteladanan. Menurut ayuk (wawancara XI) harapan terhadap STAIN Salatiga adalah tidak hanya peraturan saja yang dipertegas tetapi pelayanan administrasinya juga harus dibenahi sehingga menjadi lebih baik dari sekarang (Wawancara XX, Rukan).

Dalam perwujudan menuju kampus religius, STAIN Salatiga harus mempunyai sikap yang tegas dengan aturan-aturan yang jelas dalam menyikapi mahasiswa yang kurang tertib baik dalam tingkah laku maupun cara berpakaiannya (Wawancara XXI, Agus). Sehingga diharapkan ciri Religius yang selama ini melekat pada kampus STAIN Salatiga bisa terlihat dengan jelas (Wawancara XVII, Bashor).

Harapan dari ibu asdiqoh (Wawancara IV) terhadap STAIN Salatiga adalah:

1. Mempunyai masj id sendiri

2. Dosen lebih disiplin dengan pengisian form evaluasi 3. Adanya laboratorium micro theacing

4. STAIN Salatiga lebih luas dengan jejaring diluar kampus

5. Kerjasama antar mahasiswa dalam membantu mewujudkan kampus yang religius, karena mahasiswa adalah cerminan utama.

6. UKM LDK bisa lebih mensyiarkan nilai-nilai Islam di lingkungan kampus 7. Dikampus prestasi akademik bisa dipelajari sedangkan moral harus

ditanamkan pada setiap sivitas akademika khususnya mahasiswa. Sedangkan harapan dari pak imam sutomo (Wawancara X) adalah : 1. UKM adalah simbol dari mahasiswa

2. Suasana religius tidak hanya di LDK tetapi di UKM yang lainnya juga 3. Pencintraan Religius tidak hanya dilihat dari aspek ibadah saja tetapi

bersih, indah, nyaman di lingkungan sehingga butuh keijasama dari mahasiswa.

4. UKM tidak kotor 5. Dilarang merokok

6. Saling keijasama antar sivitas akademika STAIN Salatiga

7. Diadakannya kerjabakti untuk kebersihan lingkungan STAIN Salatiga. Harapan dari Ani s (Wawancara XXIV) tentang kampus religius adalah diadakannya mentoring. Mentoring adalah kegiatan yang dilakukan sepekan sekali yang diikuti oleh beberapa orang dan secara berkesinambungan. Didalam mentoring ini tidak hanya fokus bagaimana orang memberi nasihat tetapi bagaimana orang mau mendengarkan nasihat. Yang dibahas dalam mentoring adalah materi keislaman yang kadang tidak diperoleh dibangku kuliah. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menguatkan ruhiyah sivitas akademika dalam perwujudan kampus religius.

E. Upaya Sivitas Akademika Dalam Perwujudan Kampus Yang Religius.

Dalam perwujudan kampus religius dibutuhkan keijasama dari semua pihak baik itu dari dosen, karyawan maupun mahasiswa. Salah satu upaya yang dilakukan menurut responden (wawancara tanggal 28 oktober 2009) adalah banyak diadakan kajian-kajian Islami untuk seluruh sivitas akademika. Salah satu kajian yang sudah dilakukan secara rutin adalah Jam a’ah Tahtimul Qur’an (JTQ) yang dilaksanakan setiap selapan hari sekali atau 40 hari sekali.

“Keharusan untuk shalat beijamaah, pengajian selapanan yaitu kegiatan JTQ, lebih diarahkan untuk lebih dekat dengan Al-Qur’an, adanya rancangan etika kampus dan dosen yang harus selalu menekankan kepada mahasiswa ketika perkuliahan berlangsung”.

Kegiatan JTQ dilaksanakan di kampus 1 dan kampus 2, dimulai dari shalat maghrib beijamaah dilanjutkan dengah kajian Islami yang diisi oleh ustadz/dosen dan diakhiri dengan shalat isya’ beijamaah.

Gambar 3.10 Pelaksanaan Jama’ah Tahtimul Qur’an

Tujuan dari acara ini menurut bapak imam sutomo selaku Ketua STAIN Salatiga adalah sebagai pengingat memori kolektif para dosen dan

agar merasakan kebersamaan antara sivitas akademika di kampus. Tujuan yang lain menurut pak miftah selaku Pembantu Ketua (PUKET) III adalah:

1. Sebagai sarana silaturahim sivitas akademika agar persaudaraan tetap erat. 2. Upaya peningkatan dan pendekatan spiritual yaitu dengan membaca Al-

Qur’an secara bersama-sama.

3. Harapannya acara ini dapat dilaksanakan secara rutin dengan jumlah peserta 200 orang.

Selain JTQ menurut pak imam wawancara X yaitu diadakan kegiatan Emotional Spiritual Inteligent Quotient (ESIQ) yang tujuanya untuk memperbaiki moral para sivitas akademika khususnya mahasiswa.

Gambar 3.11 Kegiatan Emotional Spiritual Inteligent Quotient (ESIQ) Sebagian dari responden hasil wawancara menyatakan bahwa salah satu upaya untuk mewujudkan kampus religius adalah introspeksi diri dengan dilandasi nilai-nilai Islam dan dimulai dari diri sendiri. Misalnya bagi mahasiswa tetap memakai jilbab dimanapun berada, belajar dengan sungguh-sungguh, bertingkah laku yang baik, dan mentaati peraturan.

Bahkan menurut sari wawancara XVI yaitu dengan menjadi teladan yang baik dan mengajak teman-teman yang lain.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan menurut anis (wawancara XXIV) adalah lebih ditekankan tentang tata tertib dan pemahaman visi dan misi STAIN Salatiga terhadap seluruh sivitas akademika. Upaya yang dapat dilakukan menurut bu asdiqoh (wawancara IV) adalah dengan dosen menyampaikan nilai-nilai moral ketika perkuliahan. Sedangkan menurut pak millah (wawancara VII) adalah:

1. Diadakan jama’ah dhuhur yang diwajibkan untuk seluruh sivitas akademika

2. Kegiatan jama’ah tahtimul Qur’an (JTQ) setiap selapan sekali 3. Pengajian periodik yang diikuti oleh dosen dan karyawan 4. Peringatan hari-hari besar

5. Membiasakan berkomunikasi secara Islami

6. Himbauan kepada mahasiswa untuk mengikuti kegiatan-kegiatan Islami.

Kegiatan yang pernah dilakukan oleh karyawan STAIN Salatiga dalam upaya perwujudan kampus yang religius adalah diadakannya outbond dengan tujuan untuk meningkatkan rasa kekeluargaan dan kepedulian dilingkungan kampus (Wawancara VIII, Pak Maemun). Sedangkan dari pihak akademik adalah dibentuknya dewan etik yang beranggotakan para dosen. Yaitu berupa pemberian sangsi, sangsi ringan berupa teguran, sangsi sedang berupa teguran secara tertulis, sedangkan

sangsi berat dengan diangkat/diserahkan kepada dewan etik. Kalau belum berbasil maka akan dilakukan home visit.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah diadakan training yang diikuti oleh sivitas akademika (Wawancara U, April) dan banyak diadakan kegiatan dakwah dilingkungan kampus (Wawancara XX dan XXIII, Rukan dan Alya). Menurut hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa salah satu upaya mereka dalam mendukung perwujudan kampus religius adalah aktif di salah satu UKM yaitu Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang mempunyai visi sama dengan STAIN Salatiga.

Menurut Al Munawar (2005: 3-4) upaya yang bisa dilakukan dalam perbaikan moral adalah dilakukan pendidikan Islam. Pendidikan Islam dapat dijadikan sebagai pilihan utama yaitu dengan pencerdasan qalbu dan pencerdasan akal sehingga diharapkan dapat menjadi generasi yang cerdas intelektualnya dan cerdas qalbunya.

BAB IV PEMBAHASAN

A. Persepsi Sivitas Akademika tentang Kampus Religius

Sebuah kampus bisa dikatakan sebagai kampus religius jika dilihat dari lingkungannya sudah tersebar nilai-nilai agama Islam. Pada diri sivitas akademika tertanam nilai-nilai kebaikan yang merupakan akhlak yang mulia. Sehingga tercipta individu yang muslim yang dapat mewujudkan kampus yang Islami.

Sebagai individu yang Islami Al-Qur’an dijadikan dasar hidupnya dan merupakan kewajiban untuk menyebarkan nilai-nilai Al-Qur’an dimanapun berada. Karena tanpa aktualisasi kitab suci ini, umat Islam akan menghadapi kendala dalam internalisasi nilai-nilai Al-Qur’an sebagai upaya pembentukan pribadi umat yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, maju, dan mandiri. Dengan nilai-nilai Al-Qur’an ini maka kampus religius dapat diwujudkan dengan keijasama dari berbagai pihak.

Dalam menyebarkan nilai-nilai Al-Qur’an harus tertanam individu seorang muslim. Menurut Abdillah (2008: 43-44) individu seorang muslim yang diharapkan adalah individu yang memiliki karakter sebagai berikut:

1. Selamat aqidahnya 2. Benar ibadahnya 3. Mulia akhlaknya 4. Kuat fisiknya

5. Luas pemikirannya 6. Giat berusaha 7. Pejuang sejati

8. Disiplin membagi waktu 9. Teratur dalam berusaha

10. Senantiasa bermanfaat untuk orang lain, menjaga tata krama, mampu membimbing anggota keluarga dan masyarakat disekitamya kepada Islam.

Selain itu juga individu yang mau menyebarkan dan membimbing masyarakat kepada jalan kebenaran, yang siap memerangi salah satu bentuk kemungkaran, mendukung segala bentuk kebaikan dan amar ma’ruf nahi mungkar, bersegera melakukan amal kebaikan, berusaha membangun opini umum yang mendukung Islam, dan berusaha untuk mewujudkan kampus yang Islami.

Didalam kampus yang Islami merupakan suatu kewajiban bagi mahasiswi untuk memakai jilbab. Kewajiban memakai jilbab ini terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59:

0& Of Oy & klbUJj J 3 i p '

i x / i ' *<.1

Artinya:

“H ai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak wanitamu dan isteri- isteri orang-orang beriman : “ Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. ’’Yang demmikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ”

Agama Islam melarang kaum wanita mengenakan pakaian tipis yang tembus pandang, atau tidak tembus pandang tapi kelihatan lekuk-lekuk tubuhnya. Untuk itu setiap muslimah hendaklah mengenakan busana muslimah yang longgar, agar tidak mengundang fitnah. Dengan mahasiswinya memakai pakaian yang sesuai ketentuan Islam maka citra STAIN Salatiga sebagai kampus yang Islami akan menjadi lebih baik.

Krisis moral yang teijadi saat ini adalah salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh STAIN Salatiga. Karena teijadi krisis moral maka akhlakpun akan terpengaruh. Secara umum penyebab timbulnya krisis akhlak adalah:

1. Longgarnya pegangan agama yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam (self control)

2. Pembinaan moral yang dilakukan orang tua, sekolah, dan masyarakat kurang efektif.

3. Derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan sekuleristik. 4. Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari Lembaga.

Dengan teijadinya krisis moral pembinaan akhlak mulia merupakan keharusan mutlak, dan tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi. Keharusan mutlak ini harus menjadi kepedulian semua pihak, sebab akhlak mulia menjadi pilar tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk terus hidup dan berkembang (survive) ditentukan oleh kualitas akhlaknya (Al Munawar, 2005: 35-37).

B. Ekspektasi Sivitas Akademika tentang Kampus Religius

Pada era globalisasi di bidang pendidikan Islam dibutuhkan sebuah pendidikan unggulan dalam menyikapi arus perkembangan zaman tersebut. Menyikapi hal itu STAIN Salatiga sebagai lembaga pendidikan lanjutan dari jenjang lembaga pendidikan Islam. Madrasah, dan pesantren dipandang perlu mewujudkan cita-cita itu.

STAIN Salatiga sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam merupakan salah satu institusi pendidikan nasional yang memiliki ciri khas keislaman, yang membedakannya dari perguruan tinggi umum lain. Ciri keislamannya tidak hanya menjadikan Islam sebagai obyek kajian ilmiah, melainkan lebih dari itu, diharapkan sivitas akademikanya juga mencerminkan kualitas akhlak dan perilaku Islami.

Sebagaimana diketahui bahwa STAIN tumbuh dan dibesarkan dari lingkunga masyarakat santri, dirancang sebagai lembaga pendidikan yang bertujuan melahirkan sarjana muslim. Namun untuk selanjutnya STAIN berkembang sebagaimana perguruan tinggi pada umumnya, dan kajiannya di fokuskan pada ilmu keislaman (Al-Munawar, 2005: 57-58).

Sebagai institusi pendidikan tinggi agama, keberadaan Sekolah Tinggi Agama Islam mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengembangan kajian keislaman khususnya di Salatiga. Karena itu STAIN Salatiga harus berbenah diri untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin dahsyat. Bagi masyarakat Islam Salatiga, STAIN Salatiga merupakan tempat untuk kajian memperoleh ilmu keagamaan dan

sekaligus dimaknai sebagai lembaga dakwah Islam yang bertanggung jawab terhadap syiar agama di masyarakat (Al- Munawar, 2005:91).

STAIN perlu mengembangkan visi dan pemikiran yang berwawasan kebangsaan berdasarkan nilai-nilai sosio religius. Hal ini disebabkan karena kecenderungan ilmu sosial di Indonesia akan semakin memerlukan kajian keislaman. Dalam hal ini, STAIN diharapkan mampu melahirkan pemikir- pemikir agama tetapi juga dalam bidang ilmu lainya (Al-Munawar, 2005: 231).

Mahasiswa sebagai calon pendidik harus bisa dijadikan anutan dalam kata dan perilaku. Menyadari bahwa sosok pribadinya menjadi pusat pandang bagi anak maupun peserta didik, hingga tidak pantas kalau pendidik memerintahkan berbuat kebajikan sedangkan dia sendiri tidak melakukannya. Sikap seperti itu telah ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an Surat As-Shaf ayat 2-3:

U Ol dap 111. jfr£=s>

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allahbahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. ”

Ayat di atas mengingatkan kepada seorang pendidik agar senantiasa mampu memberikan keteladanan kepada lingkungan di mana dia berada. Seorang guru juga harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang

Sebuah harapan besar dalam upaya perwujudan kampus yang religius adalah STAIN Salatiga mempunyai masjid sendiri sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga dimasjid tersebut bisa dijadikan selain tempat ibadah, bisa dijadikan sebagai tempat penyebaran nilai-nilai- Islami. Salah satunya yaitu kegiatan mentoring yang kebanyakan kegiatan ini dilakukan oleh anak-anak LDK dengan tujuan agar ruhiyahnya tetap selalu teijaga dalam mengemban amanah dakwah di kampus STAIN Salatiga.

Selain itu dapat juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya para pembelajar dalam mengkaji ilmu Allah. Sebagai kader dakwah Lembaga Dakwah Kampus harus mampu mensyiarkan nilai-nilai Islam disemua kalangan tidak hanya dikalangan sendiri, tetapi mampu masuk ke UKM-UKM yang lain sehingga suasana religius yang diharapkan mampu muncul disemua UKM tidak hanya LDK sendiri. Karena UKM merupakan simbol dari mahasiswa itu sendiri.

Seorang mahasiswa diharapkan tidak hanya cerdas intelektualnya saja tetapi spiritualnya pun harus kuat. Salah satu cara menjaga manusia agar tetap dalam nuansa spiritual adalah dengan memperhatikan ibadah-ibadah harian yaitu membaca Al-Qur’an, zikir setiap pagi dan petang.

Harapan untuk menjadi kampus yag religius adalah sangat besar maka diperlukan sebuah peraturan yang tegas untuk mendukungnya. Salah satunya adalah peraturan dalam berbusana ketika mengikuti perkuliahan dan tingkah lakunya dalam lingkungan kampus. Bahkan ada yang berharap lingkungan kampus dijadikan seperti pesantren sehingga mahasiswa tidak seenaknya

dalam bertingkah laku di kampus. Terkait dengan keilmuan yang diberikan oleh mahasiswa pun harus tertanam nilai-nilai agama Islam.

C. Upaya yang Dilakukan dalam Perwujudan Kampus Religius

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam perwujudan kampus yang religius adalah banyak dilakukan kegiatan dakwah di kampus. Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab, da’a-yad’u-da’watan, yang berarti ajakan atau seruan. Secara terminologis, dakwah adalah mengajak atau menyeru, baik kepada diri sendiri, keluarga, maupun orang lain, untuk menjalankan semua perintah dan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (Najamuddin, 2008:1-2).

Sebagai seorang kader dakwah dalam membantu perwujudan kampus yang religius ada tiga kunci pokok yang harus dimiliki dalam melakukan mobilitas vertikal maupun horizontal. Ketiga kunci itu adalah kredibilitas moral, kredibilitas sosial, dan kredibilitas professional. Jika kapasitas ini dimiliki oleh kader dakwah maka insya Allah dakwah akan diterima dimanapun dan kapanpun kita berada.

Untuk mencapai kredibilitas moral menurut Abdillah (2008:70) seorang aktifis dakwah harus memenuhi muwashofat kader dakwah yaitu:

salimul aqidah (akidah yang lurus), shahihul ibadah (ibadah yang benar),

matinul khuluq (akhlak yang kokoh), qawiyyul jism (tubuh yang kuat),

mutsaqqaful fik ri (berwawasan luas), munazhamun f i syu 'unihi (tertata dalam segala urusannya), qadirun ‘ala khasbi (mampu menghidupi dirinya),

mujahidun linafsihi (bersungguh-sungguh atas dirinya), n a fi’un lighoirihi

(bermanfaat bagi orang lain).

Tujuan dari dakwah kampus adalah membentuk Sivitas akademika yang bercirikan intelektualitas dan profesionalitas, memiliki komitmen yang kokoh terhadap Islam, dan mengoptimalkan peran kampus dalam upaya mencapai kebangkitan Islam (Kamal, 2004: 25).

Melalui dakwah kampus diharapkan lahir intelektual-intelektual muda yang profesional dalam bidang yang digelutinya dan tetap memiliki ikatan dan keberpihakan yang tinggi terhadap Islam. Merekalah pembaharu-pembaharu yang dapat melakukan perubahan-perubahan kondisi masyarakat menuju kehidupan Islami hingga akhirnya terwujud cita-cita kebangkitan Islam.

Salah satu sasaran adanya da’wah kampus adalah meningkatkan islah

(perbaikan) dan terkikisnya kebiasaan, kegiatan dan pemikiran yang tidak Islami di lingkungan kampus (jurusan) serta memenangkan ide dan kebiasaan yang Islami, sehingga akan terbentuk lingkungan kampus yang kondusif bagi kehidupan Islami.

Banyak mahasiswa yang masuk kedalam Lembaga Dakwah Kampus (LDK) sebagai tempat untuk berdakwah sehingga dapat membantu STAIN Salatiga dalam mewujudkan kampus yang religius. Sebagai kader dakwah penguatan moral merupakan benteng yang harus selalu dikuatkan oleh para aktivis dakwah kampus. Karena masyarakat memandang bahwa kekuatan mahasiswa adalah kekuatan moral.

Berkaitan dengan kekuatan moral ini, ada dua hal yang perlu dijaga dan dipegang teguh agar benteng moral aktivis tidak hilang yaitu yang pertama penjagaan terhadap tarbiyah Islam iyah Jangan sampai terlewatkan

satu pertemuan pun dari tarbiyah yang kita lakukan. Jaga jangan sampai teijadi hadrur ruh “kekeringan jiwa”. Yang kedua adalah biasakan hidup

beijama’ah. Ketika kita beijama’ah dengan orang saleh, maka paling tidak ketika kita melakukan kesalahan akan ada yang mengingatkan dan kita termotivasi kembali untuk senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan (Budi wiyamo, 2003:10).

Dalam memberikan masukan-masukan untuk mahasiswa, dosen bisa memasukkan nilai-nilai moral ketika perkuliahan berlangsung dan dapat disampaikan pesan-pesan yang religius. Dalam perwujudan kampus yang religius ini diperlukan komitmen yang sama antar sivitas akademika baik di dalam perkuliahan maupun dilingkungan kampus sendiri.

Upaya STAIN Salatiga dalam perwujudan kampus religius adalah banyak diadakan kajian-kajian yang Islami, shalat beijama’ah, training­ training yang dapat menumbuhkan wawasan bagi mahasiswa, kegiatan ESIQ yang tujuannya adalah untuk memperbaiki moral dan diharapkan dapat terbentuk tim ESIQ sendiri yang mampu menebarkan nilai-nilai Islam dan memperbaiki moral di lingkungan kampus STAIN Salatiga. Sedangkan dari kalangan Dosen ataupun karyawan pernah diadakan kegiatan outbond untuk menumbuhkan kembali semangat yang kadang melemah.

B A BY PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan dengan judul skripsi “PERSEPSI DAN EKSPEKTASI SIVITAS AKADEMIKA STAIN SALATIGA TENTANG KAMPUS RELIGIUS” (Studi pada Kampus STAIN Salatiga Tahun 2009), maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:

1. Persepsi sivitas akademika STAIN Salatiga tentang kampus religius yaitu ada sebagian yang mengatakan kampus STAIN Salatiga sudah bisa dikatakan sebagai kampus religius tetapi ada sebagian yang mengatakan sudah menjadi kampus religius.

2. Ekspektasi sivitas akademika STAIN Salatiga tentang kampus religius adalah:

a. Peraturan lebih dipertegas lagi b. Mempunyai masjid sendiri

c. Dosen lebih disiplin dalam pengisian form evaluasi d. STAIN Salatiga lebih luas dengan jejaring diluar kampus

e. Keijasama antar mahasiswa dalam membantu mewujudkan kampus yang religius, karena mahasiswa adalah cerminan utama

f. UKM LDK dan UKM-UKM yang lain bisa lebih mensyiarkan nilai- nilai Islam di lingkungan kampus

g. STAIN Salatiga bisa dijadikan sebagai pusat unggulan peradaban Islam di Kota Salatiga

3. Upaya sivitas akademika STAIN Salatiga dalam mewujudkan kampus

Dokumen terkait