PERSEPSI DAN EKSPEKTASI SIVITAS AKADEMIKA
STAIN SALATIGA TENTANG KAMPUS RELIGIUS
(Studi pada Sivitas Akademika STAIN Salatiga Tahun 2009)
SKRIPSI
Diajukan UntukM emperoleh Gelar
Sarjana Pendididkan Islam
Nim: 121 07 012
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM A ISLAM
•SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI (STAIN)
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara:
Nama : Sutriyana
NIM : 12107012
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi
Judul
: Pendidikan Agama Islam
: PERSEPSI DAN EKSPEKTASI SIVITAS AKADEMIKA
STAIN SALATIGA TENTANG KAMPUS RELIGIUS
(STUDI KASUS PADA SIVITAS AKADEMIKA STAIN
SALATIGA TAHUN 2009).
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 2 Januari 2010
Pemhkffl5jji|
/ \ /
KEMENTERIAN AGAMA
SE K O L A H T IN G G I A G A M A ISLA M N E G E R I (STAIN) SA LA TIG A
JL Tentara Pelajar 02 Telp.(0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 http://www.stm nsalatiga.ac.id E m ail: akademik@ stainsalatiga.ac.id
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi saudari SUTRIYANA dengan Nomor Induk Mahasiswa 12107012 yang
berjudul PERSEPSI DAN EKSPEKTASI SIVITAS AKADEMIKA STAIN
SALATIGA TENTANG KAMPUS RELIGIUS (STUDI PADA SIVITAS
AKADEMIKA STAIN SALATIGA TAHUN 2009) telah dimunaqosahkan
dalam Sidang Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga pada Sabtu, 13 Maret 2010 dan telah diterima sebagai bagian
dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Saijana Pendidikan Islam (S.Pd.I).
Panitia Ujian
Salatiga, 1 April 2010 M 27 Rabiul Awall431 H
Ketua Si Sekretaris Sidang
Dr. Muh. Sadrozi. M. Ag. NIP. 19660215 199103 1 001
NIP. 19680613 199403 1 004
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sutriyana
NIM : 12107012
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, 2 Januari 2010
M OTTO
t i j j ^
l i j i ^
I^O
i
^
u o l
I! £_• £)J ^
£ • £)|S
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras
(untuk urusan yang lain) dan hanya kepada Tuhan-mulah engkau berharap.
(Q.S. Al-Insyiroh 5-8)
“L aisal fa ta a , m an ya q u u l kaana abiy W alakinal fa ta a ,
m an ya q u u l haa ana dza
artinya,
uPem uda bukanlah m ereka ya n g bangga dengan karya bapak m oyangnya
Pem uda adalah m ereka ya n g tam pil m enunjukkan, m em perlihatkan
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan:
1. Untuk Bapak/Ibu yang pertama kali mengajarkan saya ilmu, atas kasih sayang
pengorbanan dan doa tulus yang selalu tercurah.
2. Kakakku tercinta yang telah memberi motifasi dalam penulisan ini.
3. Keluarga besar Pesma Walisongo : Pesma Safira (Ana Mufidah, Ana Latifah,
Imami, Aprilia, Narsi, Faizah, Faiqotun, Lala, Prince, Titik, Khofif, Nur, Ana
Zaid) dan Pesma Zamrud (Nila, Umi, Sani, Niswa, Resti) yang telah menemani
peijuangan selama ini
4. Teman-teman LQ (Riza, Etik, Tari, Asri, Sani, Sari, Umi, Narsi, Dispan) yang
memotivasi selama ini.
5. Teman-teman Tutor di LAZiS cabang Salatiga (Aliyah dan Tofa).
6. Ustadz/ustadzah TPQ “Darul Amal” (Aniq, Bilal, Fayi\ Nur, Ana)
7. Teman sejawat PAI-Transfer Angkatan 2007 yang tidak dapat penulis
KATAPENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Sang Penguasa alam Allah SWT,
atas segala limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya. Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Tak henti-hentinya sholawat serta salam
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, yang membawa
umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh barokah.
Berkat anugerah dari Allah SWT, penulisan skripsi ini bertujuan untuk
memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh gelar saijana dalam Pendidikan
Agama Islam Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
Juga tak lupa penulis sampaikan ucapan j azakumulloh khoiran katsiron serta
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Imam Sutomo, M. Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga
2. Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah
3. Drs. Bahroni, M.Pd. selaku pembimbing skripsi yang dengan tulus
meluangkan waktu dan sabar untuk membimbing dan mengarahkan dalam
penulisan skripsi ini.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen STAIN Salatiga
5. Seluruh Sivitas Akademika STAIN Salatiga
6. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendoakan langkah peijuangan selama ini
7. Ibu Titik Anggraeni yang telah membina dalam tarbiyah selama ini
8. Keluarga besar Pesantren Mahasiswa Walisongo khususnya Pesma Safira
9. Teman-teman sepeijuangan di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang memotivasi
perjuangan dijalan dakwah selama ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulisan skripsi ini.
Semoga amal serta kebaikan yang telah dicurahkan pada penulis diterima
oleh Allah SWT sebagai amal ibadah yang mendapat balasan pahala yang berlipat
ganda.
Semoga skripsi yang sederhana ini bisa memberikan manfaat, dan sebagai
manusia biasa penulis menyadari akan banyaknya kekurangan, maka kritik dan
saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan
skripsi ini.
Akhirnya, In tanshurullaha yanshurkum w ayutsabbit aqdamakum.
Fastabiqul khoirat.
Salatiga, 2 Januari 2010
ABSTRAK
Sutriyana. 2009. Persepsi dan Ekspektasi Sivitas Akademika STAIN Salatiga tentang Kampus Religius (Studi pada Sivitas Akademika STAIN Salatiga tahun 2009). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Bahroni M. Pd
K ata kunci: Persepsi, Ekspektasi, Religius
Kampus adalah tempat berkumpulnya para pemuda untuk mengkaji ilmu dalam waktu yang cukup lama. Kampus terdiri dari sivitas akademika yang meliputi Dosen, Karyawan, dan Mahasiswa. Sesuai dengan visi STAIN Salatiga yaitu mewujudkan kampus yang religius, peran sivitas akademika sangat diperlukan. Tetapi pada kenyataannya, dari sivitas akademika ada yang belum paham akan visi dan misi STAIN Salatiga khususnya dalam perwujudan kampus yang religius. Seperti masih banyak kegiatan kampus yang belum bernilai Islam.
Harapan untuk mewujudkan kampus yang religius butuh sebuah proses. Kampus religius adalah kampus yang didalamnya banyak diadakan kajian rutin untuk mengkaji nilai-nilai Al-Qur’an, banyak kegiatan dakwah, dan pemahaman sivitas akademika tentang peraturan yang ada di STAIN Salatiga dalam perwujudan kampus religius.
STAIN Salatiga harus mampu menonjolkan nilai-nilai keislamannya yang menjadi ciri khas kampus religius. Dalam penelitian tersebut dilakukan wawancara dengan sivitas akademika, pengumpulan data serta observasi langsung di STAIN Salatiga.
1. Pengertian Kampus... 15
2. Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Kampus... 17
3. Budaya Kampus... 19
B. Religius... 21
1. Pengertian Religius... 21
2. Karakteristik Religius... 23
C. Kampus Religius... 24
1. Pengertian Kampus Religius... 24
2. Karakteristik Kampus Religius... 25
3. Citra Ideal Kampus Religius... 27
BAB HI PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum STAIN Salatiga... 31
1. Sejarah Berdirinya... 31
2. Letak Geografis... 34
3. Kurikulum dan Pembelajaran... 35
4. Fasilitas Sarana dan Prasarana... 37
B. Keadaan Sivitas Akademika... 39
L Jumlah Sivitas Akademika... 39
2. Latar Belakang Sivitas Akademika... 40
C. Persepsi Sivitas Akademika Tentang Kampus Religius.... 41
D. Ekspektasi Sivitas Akademika Tentang Kampus Religius 43 E. Upaya Sivitas Akademika dalam Perwujudan Kampus yang Religius... 49
B. Ekspektasi Sivitas Akademika Tentang Kampus Religius 56
C. Upaya Sivitas Akademika dalam Perwujudan Kampus yang
Religius... 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... 62
B. Saran... 63
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kampus 1 STAIN Salatiga... 35
Gambar 3.2 Kampus 2 STAIN Salatiga... 35
Gambar 3.3 Perpustakaan STAIN Salatiga... 38
Gambar 3.4 Ruang Internet... 38
Gambar 3.5 Kegiatan Pengembangan B akat... 39
Gambar 3.6 Kegiatan UKM Racana... 39
Gambar 3.7 Kegiatan KISMIS... 45
Gambar 3.8 Kegiatan KARIMAH... 45
Gambar 3.9 Kegiatan Mentoring... 48
Gambar 3.10 Pelaksanaan Jama’ah Tahtimul Qur’a n ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Data Registrasi Mahasiswa STAIN Salatiga Semester Ganjil Tahun
Lampiran II
Lampiran III
Lampiran IV
Lampiran V
Lampiran VI
Akademik 2009/2010
Daftar Dosen STAIN Salatitga
Daftar N am a Karyawan STAIN Salatiga
Pedoman Wawancara
Hasil Wawancara
B A B I
PENDAHULUAN
A. L atar Belakang Masalah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) adalah lembaga
pendidikan Islam yang sejak awal kelahirannya telah mengkhususkan diri
untuk menjadi lembaga pendidikan tinggi yang mengembangkan ilmu-ilmu
ke Islaman. Kehadiran lembaga pendidikan tinggi tersebut adalah salah satu
jawaban terhadap kebutuhan masyarakat untuk merealisasikan kehidupan
beragama di tanah air ini. Sesuai dengan sila pertama dari pancasila yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa yang mendudukkan betapa urgennya kedudukan
agama.
Lembaga pendidikan tinggi tidak hanya mencetak manusia yang
unggul dalam pengetahuan dan ketrampilan tetapi mempunyai peran
strategis, yaitu membangun dan mengembangkan karakter pribadi yang baik.
Karena kenyataan di lapangan banyak pendidikan tinggi hanya mengejar
kuantitas mahasiswa tidak melihat kualitasnya. Saat ini sudah waktunya
STAIN menjadi sebuah institusi yang bisa mencerahkan bangsa yang sedang
terpuruk dalam budaya materi dan hanya melahirkan sikap serakah,
hedonistik, dan permisif (Anwar, 2008: 72). Dalam hal ini, Anwar (2008:
73) menyatakan bahwa STAIN harus yakin bisa melakukan perubahan.
Orang tidak bisa melangkah dengan benar kecuali dengan keyakinan yang
kita mengikuti petunjuk-Nya. Dengan keyakinan yang kuat dan visi yang
jelas perubahan akan mudah dilakukan.
Dituliskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 38 :
Artinya:
Kami berfirman: ” Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jik a datang Ku kepadamu. Maka barang siapa yang menikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih h a ti”.
Sesuai dengan visi STAIN Salatiga yaitu menjadi perguruan tinggi
yang berkualitas dalam mewujudkan keseimbangan kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual (Buku Pedoman, 2009: 9).
Dengan visi tersebut, maka misi yang diemban lembaga diuraikan sebagai
berikut:
1. Mengantarkan mahasisiwa memiliki kemantapan aqidah, kedalaman
spiritual, keluhuran akhlak, dan keluasan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan layanan kepada sivitas akademika dan masyarakat dalam
menggali ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
3. Mengembangkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat melalui kinerja internal dan eksternal
4. Mengembangkan college based management dengan melibatkan stake
5. Mewujudkan tempat rujukan dalam keteladanan nilai-nilai Islam dan
budaya bangsa.
Salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh perguruan tinggi di
masa depan adalah bagaimana perguruan tinggi tersebut dapat menjawab
berbagai problema yang muncul di masyarakat akibat kemajuan ilmu
pengetahuan, antara lain tantangan persaingan global, tantangan relevansi
pendidikan tinggi dengan kemajuan zaman, serta penanaman nilai-nilai
moral atau akhlak mulia. Bertolak dari tantangan-tantangan tersebut, salah
satu yang harus dilakukan oleh STAIN Salatiga adalah berani melakukan
perubahan untuk menegakkan nilai-nilai Islam di kampus.
Kampus merupakan tempat para pemimpin masa depan yaitu
mahasiswa. Menurut Kusumah (2007:18) mahasiswa memiliki peran
sebagai berikut:
1. Intelektual akademisi
Mahasiswa adalah intelektual-intelektual muda yang merupakan
aset bangsa yang paling berharga. Mereka beraktifitas dalam sebuah
kampus yang merupakan simbol keilmuan.
2. Cadangan masa depan (iron stock)
Mahasiswa adalah calon-calon pemimpin di masa yang akan
datang. Baik buruknya sebuah bangsa tergantung kepada baik buruknya
3. Agen perubah (agent o f change)
Mahasiswa seringkali menjadi pemicu dan pemacu perubahan-
perubahan dalam masyarakat. Perubahan-perubahan yang di lakukan
oleh mahasiswa teijadi dalam bentuk teoritis maupun praktis.
Kampus bukan masyarakat sesungguhnya (real society),
melainkan ia merupakan masyarakat semu (virtual society) dengan segala
kemiripan kompleksitas permasalahan serta struktur sosial dengan
masyarakat sebenarnya. Oleh karena itu, mahasiswa bisa menjadikan
kampus sebagai tempat simulasi yang akan menjadi bekal sebenarnya ketika
mereka betul-betul terlibat dan terjun ke masyarakat yang sesungguhnya.
Melihat kenyataan yang teijadi di kampus saat ini bertolak
belakang dengan apa yang diharapkan dari visi dan misi STAIN Salatiga.
Misalnya masih banyak di kalangan sivitas akademika yang merokok, tidak
segera melaksanakan ibadah salat ketika tiba waktunya, dan berbusana tidak
sesuai dengan ketentuan Islam. Menurut Direktur Jendral Pendidikan Islam
(No.DJ.1/255/2007) BAB IV Pasal 5 ayat 1 bahwa Mahasiswa PTAI di
larang memakai kaos oblong, celana/baju,yang sobek, sarung dan sandal,
topi, rambut panjang dan/atau bercat, anting-anting, kalung, gelang dan tato
dalam mengikuti kegiatan akademik, layanan administrasi, dan kegiatan
kampus. Khusus bagi mahasiswa di larang memakai baju dan/atau celana
ketat, tembus pandang, dan tanpa beijilbab dalam mengikuti kegiatan di
Kampus adalah tempat berbagai macam karakter mahasiswa yang
sama-sama sedang mencari jatidiri mereka. Ada beberapa mahasiswa yang
tidak bisa menemukan jawaban apa yang dicari, sehingga mereka teijerumus
pada narkoba, kenakalan remaja atau pergaulan bebas (Agustian, 2001 :v)
STAIN Salatiga harus mempertahankan ciri khas perguruan tinggi
Islam dan berperan lebih luas dalam pembangunan bangsa yaitu
mengembangkan diri dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perubahan yang akan dilakukan oleh STAIN Salatiga merupakan
sebuah cita-cita besar yang menjadi sebuah harapan bagi kemajuan STAIN
Salatiga sendiri. Dalam mewujudkan sebuah cita-cita dengan tetap
mempetahankan ciri khasnya yaitu kampus religius maka harus diketahui
bagaiman keadaan kampus STAIN Salatiga baik dari sivitas akademika
maupun lingkungannya. Salah satu cara untuk mengetahui hal tersebut
adalah dengan penelitian langsung di kampus STAIN Salatiga. Yaitu
mengetahui bagaimana persepsi dan ekspektasi sivitas akademika tentang
kampus religius serta upaya mereka dalam perwujudan kampus religius.
Berdasarkan latar belakang itulah, penulis terdorong untuk
melakukan penelitian dengan mengangkat judul ’’PERSEPSI DAN
EKSPEKTASI SIVITAS AKADEMIKA STAIN SALATIGA TENTANG
KAMPUS RELIGIUS (Studi pada Sivitas Akademika STAIN Salatiga
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah di atas dapat
dikemukakan beberapa fokus penelitian yang akan diteliti yaitu:
1. Bagaimanakah persepsi sivitas akademika STAIN Salatiga tentang
kampus religius tahun 2009 ?
2. Bagaimanakah ekspektasi sivitas akademika STAIN Salatiga tentang
kampus religius tahun 2009 ?
3. Bagaimana upaya sivitas akademika STAEN Salatiga dalam
mewujudkan kampus religius tahun 2009 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui persepsi sivitas akademika STAIN Salatiga tentang kampus
religius.
2. Mengetahui ekspektasi sivitas akademika STAIN Salatiga tentang
kampus religius.
3. Mengetahui upaya sivitas akademika STAIN Salatiga dalam
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritik, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan pendidikan pada umumnya. Khususnya dapat
memperkaya khasanah dunia pendidikan Islam, yaitu pendidikan
akhlak/budi pekerti yang diperoleh dari penelitian lapangan.
2. Manfaat praktis penelitian ini adalah:
a. Memberikan pemahaman untuk lembaga, agar lebih
mengembangkan lagi ilmu-ilmu keislaman, membentuk dan
menciptakan guru lebih khusus lagi guru agama Islam.
b. Untuk lebih mengembangkan kemampuan sivitas akademika dalam
mewujudkan kepribadian yang Islami, sehingga langsung
berpengaruh dalam upaya mewujudkan lingkungan kampus yang
religius seperti adanya musholla dalam kampus (masjid kampus),
peringatan-peringatan hari besar Islam, peraturan dalam pergaulan
dan berpakaian, larangan merokok, dan adanya salat beijamaah.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap pengertian kata-
kata dalam judul skripsi ini, maka perlu ditegaskan sebagai berikut:
1. Persepsi
Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu
(Suharso, 2005: 376). Yang dimaksud disini adalah tanggapan para
2. Ekspektasi
Ekspektasi artinya harapan. Harapan adalah mohon, minta,
hendaklah, keinginan supaya sesuatu teijadi (Suharso, 2005: 165). Yang
dimaksud disini adalah harapan para sivitas akademika STAIN Salatiga
tentang kampus religius.
3. Sivitas Akademika
Sivitas akademika adalah keseluruhan orang yang terlibat dalam
kegiatan kampus. Baik itu dari dosen, karyawan, maupun mahasiswa.
4. Kampus Religius
Kampus adalah daerah lingkungan bangunan utama perguruan
tinggi tempat semua kegiatan belajar-mengajar dan administrasi
berlangsung (Suharso, 2005: 218). Religius adalah bersifat religi atau
keagamaan (Suharso, 2005: 418). Yang dimaksud kampus religius
adalah sebuah lingkungan dimana keadaan atau kondisi kampus
bernuansa Islam (religi) dan sivitas akademikanya memiliki budi
pekerti yang baik, sopan santun, dan berakhlak mulia dalam bertingkah
laku.
Dengan demikian diharapkan lingkungan kampus sebagai permulaan
kehidupan beragama akan berkembang sesuai dengan citra sebagai
Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi dan ekspektasi sivitas
akademika STAIN Salatiga tentang kampus religius adalah pendapat dan
harapan dari masyarakat kampus tentang kampus yang bernuansa Islam.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan atau
metode deskriptif. Metode deskriptif adalah sebuah penelitian suatu
kelompok manusia atau suatu objek, set, kondisi, sistem pemikiran
ataupun suatu kelas istimewa pada masa sekarang (Nazir, 1985: 27)
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, factual, dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang
diselidiki (Nazir, 1985: 27).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif mengungkapkan gejala secara menyeluruh melalui
pengumpulan data.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan.
Peran peneliti dalam penelitian ini sebagai partisipan penuh, yaitu
peneliti secara langsung dapat mengumpulkan informasi dan
subjek baik yang dapat berkomunikasi secara verbal maupun tidak
dapat berkomunikasi secara verbal (Nazir, 1988: 213).
Menurut Nazir kehadiran peneliti dalam penelitian diketahui
statusnya oleh subjek atau informan. Karena akan mempertinggi
kemungkinan memperoleh keterangan yang diinginkan (Nazir,
1988:219).
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di kampus 1 jalan Tentara Pelajar
Nomor 2 Salatiga 50721 Jawa tengah dan kampus 2 Jalan Nakula
Sadewa 5 Nomor 9 Rt 3/5 Kembang Arum Dukuh Salatiga
Alasan peneliti memilih lokasi ini karena peneliti ingin
mengetahui bagaimana persepsi dan ekspektasi para sivitas akademika
tentang kampus religius serta upaya yang telah dilakukan dalam
perwujudan kampus yang religius sesuai dengan visi dan misi STAIN
Salatiga.
4. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah
sivitas akademika yang terdiri dari dosen, karyawan, dan mahasiswa.
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan berupa hasil-hasil observasi
pada tempat penelitian, hasil wawancara (interview) terhadap
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan terutama oleh peneliti
sendiri secara pribadi dengan memasuki lapangan (Nasution, 2003: 54).
Dalam hal ini penulis menggunakan observasi partisipatif yaitu peneliti
ikut ambil bagian lapangan yang diteliti, untuk memperoleh data yang
diperoleh secara langsung dengan pengamat langsung (Arikunto, 2002:
128). Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Wawancara (interview)
Wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan
oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.
Wawancara yang dilakukan berupa pertanyaan-pertanyaan tentang
persepsi dan ekspektasi sivitas akademika tentang kampus religius
dan upaya-upaya yang dilakukan sivitas akademika untuk
mewujudkan kampus yang religius.
b. Observasi
Observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap
sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Observasi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: Observasi non-sistematis,
yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan
instrumen pengamatan dan observasi sistematis, yang dilakukan
oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen
Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah mengamati dan
mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan sivitas akademika di
lingkungan kampus kemudian diambil kesimpulan,
c. Dokumentasi
Dokumen yang diperoleh berupa dokumen resmi dan foto-
foto. Dokumen resmi yang diperoleh adalah data mahasiswa,
karyawan, dan dosen tahun akademik 2009/2010. Sedangkan foto-
foto yang diperoleh adalah foto kegiatan-kegiatan sivitas
akademika di kampus.
6. Analisis Data
Secara umum, penelitian dengan metode kualitatif merupakan
penelitian non hipotesis. Sehingga tidak perlu merumuskan hipotesis.
Maka proses analisis datanya seperti yang dikemukakan Moleong
(2002: 103) adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan susunan uraian dasar. Sehingga dapat
menemukan hipotesis kerja yang disarankan oleh data.
Secara prosedural data yang diperoleh dengan mengoptimalkan
metode penelitian yang digunakan, direduksi, disajikan, disimpulkan,
dan diverifikasi. Hasil reduksi data tersebut kemudian diverbalkan dan
dipilah-pilah menurut kategori datanya. Sebelumnya dipersiapkan
antisipasi terhadap kemungkinan reduksi data serta merumuskan
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam mengecek keabsahan temuan ini penulis langsung
mengamati di tempat penelitian dengan bertindak sebagai pengamat
partisipan. Data yang diperoleh dari beberapa sumber dan
menggunakan beberapa penelitian.
8. Tahap-tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai dari mengamati dan ikut sebagai
partisipan dalam lapangan, kemudian mencatat hasil yang diperoleh.
Untuk mempermudah memperoleh data peneliti menggunakan beberapa
metode yang sudah direncanakan sebelumnya. Setelah data-data sudah
terkumpul kemudian dilakukan penulisan laporan.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk lebih mempermudah dalam mengkaji penulisan ini, maka
penulis menyusun sistematika penulisan ini yaitu:
BAB I: Dalam bab ini berisi tentang pendahuluan, yang terdiri
dari latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, penegasan istilah, metode penelitian yang meliput: pendekatan
dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data,
prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data,
BAB II: Dalam bab ini diuraikan tentang kajian pustaka yang
terdiri: pertama, Kampus meliputi: pengertian kampus, sistem pendidikan
dan pengajaran dikampus, dan budaya kampus. Kedua, Religius meliputi:
pengertian religius dan karakteristik religius. Ketiga, Kampus religius
meliputi: pengertian kampus religius, karakteristik kampus religius, dan
citra ideal kampus religius.
BAB IB: Dalam bab ini membahas tentang paparan data dan
temuan penelitian, yang terdiri pertama, Gambaran umum STAIN Salatiga,
yang berisi tentang: Sejarah berdirinya, letak geografis, kurikulum dan
pembelajaran, dan fasilitas sarana prasarana. Kedua, Keadaan sivitas
akademika yang berisikan tentang: jumlah sivitas akademika, dan latar
belakang sivitas akademika. Ketiga, Persepsi sivitas akademika tentang
kampus religius. Keempat, Ekspektasi sivitas akademika tentang kampus
religius. Kelima, Upaya sivitas akademika dalam perwujudan kampus
religius.
BAB IV: Dalam bab ini berisi tentang pembahasan yang terdiri
tentang persepsi sivitas akademika tentang kampus religius, Ekspektasi
ivitas akademika tentang kampus religius serta upaya yang dilakukan dalam
perwujudan kampus religius.
BAB V: Dalam bab ini berisi tentang penutup yang terdiri dari
BAB
n
KAJIAN PUSTAKA
A. Kampus
1. Pengetian Kampus
Kampus menurut Suharso dan Ana Retnoningsih (2005:218)
adalah lingkungan perguruan tinggi (universitas, akademika) tempat
semua kegiatan belajar mengajar dan administrasi berlangsung. Kampus
merupakan tempat mahasiswa menuntut ilmu misalnya di STAIN Salatiga,
yaitu belajar tentang pemahaman aqidah, ketaatan beribadah, dan
memperdalam wawasan ke Islam an serta menjunjung tinggi akhlakul
karimah (Buku Pedoman, 2008:95)
Menurut Thahan (2002:65) kampus adalah tempat berkumpulnya
para pemuda untuk waktu yang cukup lama baik didalam maupun di luar
ruang kuliah dimana mereka saling berdiskusi/berdialog, berinteraksi, dan
tukar pengalaman. Kampus adalah lingkungan yang terbuka, tempat
mahasiswa mempelajari nilai-nilai dan melatih diri seperti menghargai
pendapat orang lain dan rasa tanggung jawab.
Mahasiswa sebagai generasi muda memiliki peran strategis dalam
merencanakan dan menentukan perkembangan masa depan. Peran strategis
tersebut tidak hanya terjadi di masa-masa sekarang saja, tetapi sudah
Menurut Wiyamo (2003:10-11) sejak dulu hingga sekarang
pemuda selalu menjadi ciri dan pilar kebangkitan. Dalam setiap
kebangkitan pemuda merupakan kekuatannya, dan dalam setiap fikrah
pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Para pemuda itu adalah
mahasiswa, mereka merupakan harapan masa depan serta pengemban
harapan ummat di masa depan.
Mahasiswa adalah generasi masa depan, maka jika perhatian,
pendidikan, dan pembentukan kepribadian mereka berlangsung dengan
baik pasti akan terbentuk generasi yang sholih dan membawa masa depan
ummat kepada kemuliaan (Thahan, 2002:65-66). Kemuliaan tidak mudah
diwujudkan diperlukan sebuah perjuangan, salah satu faktor
pendukungnya adalah dilakukan dakwah di kalangan kampus. Menurut
Sandhiyudha (2006:xvii-xviii) secara kauniyah ada beberapa hal kenapa
dakwah perlu diadakan di wilayah kampus:
a. Pemuda yang menjadi mayoritas dari warga kampus merupakan
potensi kebaikan yang luar biasa.
b. Pemuda dan ilmu sebagai dua unsur utama kampus.
c. Mahasiswa merupakan stake holder yang berperan penting dalam
memainkan fungsi kontrol terhadap roda pemerintahan.
d. Kampus sebagai basis utama supplier SDM untuk mengisi pos
kepemimpinan masa depan.
e. Kampus adalah wilayah semu di mana sebagian besar warganya hanya
Dakwah di kampus tidak mudah dilakukan, dibutuhkan sebuah
sarana untuk mendukungnya. Dalam hal ini wiyamo (2003:9)
mengedepankan sebuah gagasan tentang penyatuan kampus dan masjid.
Fungsi masjid kampus sebagai pusat kajian dan informasi Islam menurut
Ibawi (1986:20) diharapkan dapat membina masyarakat kampus dalam
penciptaan lingkungan kampus yang religius. Menurut Thahan (2002:167)
masjid adalah lembaga keagamaan pertama di masyarakat yang
memberikan kontribusi nilai keagamaan paling besar kepada masyarakat,
mendekatkan sivitas akademika dengan akhlak mulia dan menjauhkan
mereka dari akhlak tercela.
2. Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Kampus
Pengertian sistem biasa diberikan terhadap sesuatu perangkat atau
mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian dimana satu sama lain saling
berhubungan dan saling memperkuat (Harun, 2006:38). Dengan demikian
sistem adalah suatu sarana untuk mencapai tujuan (Arifm, 1991:157).
Dalam suatu kampus atau pergguruan tinggi tentunya memiliki
sistem-sistem tersendiri dalam menyelenggarakan suatu pendidikan dan
pengajaran. Sistem pendidikan dan pengajaran di kampus STAIN adalah
salah satu cara untuk menyampaikan ilmu kepada para mahasiswanya
yang nantinya akan menjadi bekal dalam kehidupan masyarakat.
Dalam sistem pengajaran di STAIN akan mengalami perubahan
baik dari kurikulum, metode maupun dalam penempatan alokasi waktu.
pendidikan umum juga. Pendidikan Islam yang diajarkan tidak berupa
materi semata, namun apabila kita ketahui lebih jauh pendidikan Islam
akan mengeseimbangkan antara dunia dan akhirat. Disamping itu tidak
hanya berperan meneruskan intelektual semata, melainkan akhlakul
karimah menjadi tolak ukur keberhasilan dalam suatu pendidikan.
Menurut keputusan Direktur jenderal Pendidikan Islam Nomor:
Dj.I/255/2007 Bab III tentang kewajiban dan hak mahasiswa pasal 4 ayat 1
yang berbunyi bahwa setiap mahasiswa perguruan tinggi agama Islam
berhak memperoleh pendidikan, pengajaran, bimbingan, dan pengarahan
dari pimpinan dan dosen dalam pengkajian dan pengembangan ilmu
pengetahuan sesuai dengan kaidah keilmuan, keislaman, etika, susila, tata
tertib, dan ketentuan lain yang berlaku.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan dan
pengajaran dalam Islam adalah mewujudkan seluruh manusia sebagai abdi
atau hamba Allah SWT (Harun, 2006:40). Dalam hal ini, Arief (2002:16)
menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah merupakan sebuah
proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang
seutuhnya, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu
mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi yang
berdasarkan kepada ajaran Al Qur’an dan sunnah. Dengan demikian,
tujuan Pendidikan Islam berarti terciptanya insan kamil setelah proses
Sistem pengajaran yang dilakukan di STAIN Salatiga mengikuti
Sistem Kredit Semester (SKS). SKS adalah suatu sistem penyelenggaraan
pendidikan di mana beban studi mahasiswa, beban kerja dosen, dan beban
penyelenggaraan lembaga pendidikan dinyatakan dalam satuan kredit
semester (Buku Pedoman, 2009:590). Metode-metode yang digunakan
dalam pengajaran adalah metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan
resitasi.
3. Budaya Kampus
Budaya menurut Suharso dan Ana Retnoningsih (2005:94) adalah
pikiran dan akal budi. Sedangkan kampus adalah lingkungan perguruan
tinggi (universitas, akademika) tempat semua kegiatan belajar mengajar
dan administrasi berlangsung. Budaya yang diciptakan di kampus akan
sangat berpegaruh pada kehidupan sivitas akademika.
Kehidupan kampus yang terkesan indah dan nyaman di kalangan
sivitas akademika membuat mereka betah di kampus. Bahkan bagi
mahasiswa yang aktif di organisasi kemahasiswaan, kampus bisa dijadikan
tempat tinggal keduanya.
Setiap anggota bergabung ke dalam organisasi dengan tujuan untuk
mencari ajang aktualisasi diri, ajang penyaluran minat atau bakat, tetapi
kenyataannya tidak sedikit mahasiswa yang mengikuti organisasi hanya
untuk mengisi waktu luang, iseng, atau hanya ikut-ikutan (Arkan, 2009).
ilmuwan-ilmuwan baru tetapi mampu membekali dengan ketrampilan atau
pengalaman yang dibutuhkan ketika nanti paska lulus.
Sesuai dengan keputusan Direktur Jendral Pendidikan Islam
Departemen Agama Republik Indonesia Nomor: Dj.1/253/2007 Bab II
tujuan organisasi pasal 3 ayat 1 yang berbunyi mendorong mahasiswa
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian yang
bernuansa Islami.
Mahasiswa mempunyai potensi lebih dalam kepemimpinan dan
intelektual. Menurut Mahfudz Siddiq dalam Sandhiyudha (2006:53) unsur-
unsur kekuatan mahasiswa yaitu idealisme, kecerdasan, sikap kritis,
kepekaan sosial, keberaniaan, dan pengorbanan. Dengan unsur-unsur
kekuatan tersebut diharapkan mahasiswa akan menjadi calon pemimpin
masa depan.
Dalam aktivitasnya di kampus, wiyamo (2003:36) mengungkapkan
mahasiswa memiliki kecenderungan orientasi yang beragam yaitu
mahasiswa aktivis, mahasiswa jenis study oriented, dan mahasiswa jenis
pragmatis. Mahasiswa kategori aktivis berpandangan bahwa kuliah
hanyalah salah satu pengembangan pendidikan, sedangkan pengetahuan-
pengetahuan non akademik (ekstrakurikuler) merupakan bentuk
pengembangan interaksi dan kepedulian terhadap lingkungan yang
Sedang mahasiswa tipe study oriented menjadikan pandangannya
bahwa studilah yang akan menjamin kehidupan masa depannya, sesuai
dengan bidang atau jurusannya. Sehingga menuntut mereka bahwa studi
mutlak sebagai bekal hidup. Sedangkan mahasiswa
pragmatisme/hedonisme adalah mahasiswa yang berpandangan bahwa
masa muda adalah masa yang harus dimanfaatkan untuk mencari
kesenangan.
B. Religius
1. Pengertian Religius
Religius menurut Suharso dan Ana Retnoningsih (2005:419)
adalah bersifat religi yang bersangkut-paut dengan keagamaan. Religius
dapat diwujudkan dalam bebagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas
beragama tidak hanya teijadi ketika seseorang melakukan perilaku
beribadah, tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain. Menurut Glock dan
Strak (1966) dalam Muhaimin (2001:293) menjelaskan bahwa agama
adalah sistem simbol, keyakinan, nilai, dan perilaku yang terpusat pada
persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi.
Keberagaman atau religiusitas, menurut Islam adalah
melaksanakan ajaran agama atau ber-Islam secara menyeluruh terdapat
Artinya:
“ Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. ”
Karena itu, setiap muslim baik dalam berpikir, bersikap maupun
bertindak, diperintahkan untuk ber-Islam. Dalam kaitannya upaya
penciptaan suasana religius dimulai dengan mengadakan berbagai kegiatan
keagamaan yang pelaksanaannya ditempatkan di lingkungan kampus
sendiri. Dalam penciptaan lingkungan religius dimulai dengan kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan secara terprogram dan bernapaskan Islam.
Masjid dijadikan sebagai salah satu faktor pendukung dalam
menciptakan suasana yang religius. Agama Islam mengajarkan bahwa
setiap umat Islam wajib mendakwahkan dan mendidikkan ajaran agama
Islam kepada yang lain. Sebagaimana dipahami dari firman Allah dalam
Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajar anyang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. ”
Karakteristik adalah ciri-ciri khusus, mempunyai sifat khas sesuai
dengan perwatakan tertentu (Harun, 2006:57). Religius menurut Suharso
dan Ana Retnoningsih (2005:419) adalah bersifaat religi yang bersangkut
paut dengan keagamaan. Karakteristik religius adalah kondisi lingkungan
kampus yang agamis. Dilingkungan tersebut bernuansa Islam baik dalam
kehidupan sehari-hari ketika melakukan ibadah atau yang lainnya.
Dalam mengemban dakwah Islam diperlukan adanya kelangsungan
aktivitas yang senantiasa berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
dengan kebulatan tekad, mengokohkan barisan, menyatukan gerak
langkah, dan mengikuti tuntunan-Nya
Mahasiswa adalah bagian integral dari masyarakat yang diharapkan
menjadi ujung tombak peijuangan Islam. Mahasiswa sebagai “Agent O f
Social Change" diharapkan memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap
lingkungan sosial masyarakat terkhusus dalam komunitas masyarakat
kampus. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan memiliki peran yang
maksimal dalam proses transformasi menuju tatanan masyarakat Islam
dengan menjadikan Islam ideologi sebagai asas pergerakannya. Aplikasi
perubahan yang diharapkan adalah terwujudnya suatu perubahan
paradigmatik pola berfikir, perasaan, dan sistem ke arah Islami dibawah
1. Pengertian Kampus Religius
Kampus religius adalah sebuah lingkungan dimana keadaan atau
kondisi disana bernuansa Islam (religi) dan sivitas akademiknya memiliki
budi pekerti yang baik, sopan santun, dan berakhlak mulia dalam
bertingkah laku. Dalam lingkunan kampus yang Islami adalah adanya
masyarakat muslim. Menurut Abdillah (2009:45) masyarakat muslim yang
kita kehendaki adalah masyarakat yang menyambut seruan-seruan
kebaikan, berserah diri kepada Allah, memerangi kemungkaran,
berkarakter Islam, dan berakhlak Rabbani. Manusia muslim yang shalih
diharapkan mampu mendistribusikan keshalihannya kepada yang lain.
Agar keshalihan individu bergerak secara kolektif berkembang
menjadi keshalihan sosial.. Maka harus dipastikan bahwa manusia muslim
tersebut terus berkontribusi optimal dalam dakwah. Harus dipahami bahwa
yang menjadi objek dalam dakwah kampus bukan hanya mahasiswa
semata, tetapi seluruh sivitas akademika dan bahkan masyarakat luas yang
ikut terlibat.
Menurut Imam Suprayogo (2009) untuk menuju ke masyarakat
yang Islami, kampus harus memformat sedemikian rupa agar melahirkan
kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat kampus itu
sendiri. Seluruh masyarakat kampus (sivitas akademika) STAIN Salatiga
harus menjadi uswatun hasanah bagi kehidupan masyarakat luar kampus
Sebagai kampus Islami yang mempunyai gedung, masjid, ma’had,
dosen, karyawan, mahasiswa serta segala penataan prasarana dan sarana
pendidikannya harus bersih, rapi, dan indah. Lingkungan kampus harus
mencerminkan nilai-nilai Islami, yaitu dapat dilihat dari sivitas
akademikanya yang beriman, berakhlakul karimah, dan suka beramal.
2. Karakteristik Kampus Religius
Karakter menurut Suharso dan Ana Retnoningsih (2005) adalah
ciri-ciri khusus, mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.
Dalam hal ini, Ardiabrata (2009) menyatakan bahwa kampus ketika ingin
menuju kampus religius harus mempunyai ciri-ciri meliputi:
1. Religius {Religious)
Artinya dimudahkannya akses peningkatan pemahaman akan
beragama dalam kampus tersebut. Kemudahan memperoleh wawasan
peningkatan ruhiyah melalui forum-forum kajian, konsultasi, dan
taujih bisa diperoleh dengan mudah dan menyeluruh terhadap sivitas
akademika di sebuah kampus.
Suasana religius bukan hanya tugas dari Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Kerohanian saja, namun semua warga kampus menyadari atas
urgensi kerohanian mereka sehinga terlaksana sebuah nuansa religious
dalam sebuah kampus. Misalnya ketika waktu shalat tiba berbondong-
bondonglah dosen, mahasiswa, dan karyawan kampus ke mushola-
2. Institusional (Institutional)
Dalam sebuah kampus diperlukan sebuah institusi-institusi kredibel
(proaktif, empatik, jujur, dan dialogis) dan profesional seebagai
penopang gerak dinamika kampus itu sendiri. Institusi-institusi ini
bisa berwujud institusi kemahasiswaan seperti Senat Mahasiswa
(SEMA), Dewan Mahasiswa (DEMA), dan Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ).
3. Konstitusional (Constitutional)
Kampus religius memiliki warga kampus yang memiliki aturan
yang lengkap yang disepakati oleh seluruh komponennya. Aturan
masyarakat dalam kampus religius lebih dikedepankan dibandingkan
pilihan-pilihan pribadi dan kelompok. Semua peraturan bersumber dan
terinspirasi dengan nilai-nilai Islam, dan Ijtihad yang dipilih menjadi
pilihan bersama.
4. Terdidik {Intellectual)
Kampus religius memiliki warga kampus yang bersemangat tinggi
(himmatul ‘aliyah) dalam menunutut ilmu {thalabul ‘ilmi),
mengamalkan amal {‘amal), dan menyebarluaskannya {dakwah)
menjadi warna dan cita rasa masyarakat kebanyakan.
5. Cinta Damai {Peaceful Oriented)
Kampus religius memiliki warga yang mencintai keharmonisan
antarkomponen. Ketika memasuki kampus, baik itu masyarakat lama
6. Egaliter (Egalitarian)
Kampus religius memiliki warga yang tidak membedakan
warganya atas simbol-simbol duniawi. Merdeka dari feodalisme dan
senioritas serta budaya lain yang dibangun atas pembedaan kasta, usia,
jabatan, atau pekeijaan.
7. Berkeadilan (Justice)
Kampus religius memiliki warga yang memiliki kesamaan etika
dalam menjaga hak agama, harta, akal, jiwa, dan keturunan.
8. Berorientasi pada teknologi (Technology Oriented)
Kampus religius adalah masyarakat yang berlayar diatas kemajuan
zaman. Warga kampusnya menguasai teknologi dan mengerahkan
segala kemampuan dan sarananya untuk dakwah Islam.
Untuk mewujudkan kampus religius adalah tidak sulit bagi para
pemuda dengan semangat intelektualnya. Dimulai dari diri sendiri, dari
hal-hal terkecil, dan mulai dari sekarang juga.
3. Citra Ideal Kampus Religius
Citra menurut Harun (2006:58) adalah rupa, wujud, gambaran yang
demikian pribadi setiap orang, harg diri. Sedangkan Ideal adalah sesuatu
yang diangan-angan, sesuatu dengan apa yang diinginkan dan dicita-
citakan.
Dalam wawasan almamater dinyatakan bahwa kampus harus
benar-benar nerupakan masyarakat ilmiah. Tentunya masyarakat ilmiah di
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang antara lain tegas menekankan
untuk meningkatkan ketakwaan pada Tuhan. Oleh sebab itu kampus
haruslah menggambarkan ciri kemasyarakatan yang lebih maju dalam
ketakwaan ini mengingat disana hidup suatu kelompok masyarakat yang
relatif tinggi tingkat intelektualitasnya yang lebih memahami banyak
aspek sunatullah. Tetapi, aspek ketakwaan ini sering tertinggal dalam
upaya-upaya meningkatkan kualitas kampus sehingga perlu lebih
ditekankan dengan predikat tambahan, yakni kampus religius.
Suatu kampus religius tidak bisa terlepas dari adanya masjid
kampus yang berperan mendorong sivitas akademika untuk senantiasa
berorientasi pada tuntunan Allah swt, sebagai perwujudan masyarakat
yang takwa. Disaat Rasulullah berhijrah ke Madinah untuk membangun
Negara Madinah yang Islami, yang pertama dilakukan adalah membentuk
dan mengembangkan masjid sebagai lembaga kemasyarakatan yang
membentuk dan mengarahkan jiwa Islami dalam masyarakat. Masjid
sebagaimana yang dicontohkan pada zaman Rasulullah berfungsi sebagai
pusat kegiatan ritual, pusat pengembangan mayarakat, dan pusat
pemerintahan. Dengan perkatan lain, kegiatan-kegiatan yang menyangkut
masalah ritual, pengembangan, dan pemerintahan banyak dilakukan di
masjid.
Fungsi masjid kampus dalam pengembangan sebagai pusat
interaksi konsep-konsep teoritis ilmu empiris dengan konsep-konsep
kajian dan informasi Islam” dimana diharapkan akan sangat besar artinya
untuk terbinanya masyarakat kampus yang tidak hanya bercitra ilmiah
tetapi juga religius (Husni, 1986)
Kampus diharapkan bisa membentuk masyarakat ilmiah yang
berperan positif dalam pengembangan negara dan bangsa yang sedang giat
membangun. Dengan citra kampus religius diharapkan akan ditumbuhkan
muslim intelek Islami yang mampu berperan aktif positif dalam
pengembangan nusa dan bangsanya. Masjid kampus amat diperlukan
untuk membentuk masyarakat ilmiah yang mempunyai kualitas positif
konstruktif.
Pembangunan suatu masyarakat pada hakikatnya adalah upaya
untuk mencapai kesejahteraan. Upaya tersebut perlu dilakukan secara
sistematis dan konsepsional. Suatu konsep yang dipakai perlu senantiasa
dimonitor pengaruhnya terhadap cita-cita akhir yakni kesejahteraan yang
utuh, jasmaniah-rohaniah, jiwa-raga, material-spiritual. Ciri konsep Islami
adalah konsep yang digali dari dua sumber pokok, yakni sumber wahyu
(Al-Qur’an dan Hadis) dan sumber sains. Seorang yang bertauhid akan
senantiasa menimbang-nimbang kedua sumber tersebut sebelum
menggariskan suatu konsepsi pembangunan di bidang apapun, karena
menyadari kedua sumber itu pada hakikatnya adalah pemberian Allah
SWT kepada manusia untuk keberuntungan masyarakatnya.
Konsep-konsep Islami akan berbeda dengan konsep non Islami,
dalam kehidupan bermasyarakatnya. Citra kampus religius berarti
beorientasi pada tumbuhnya cendekiawan muslim sejati, intelek muslim
yang islami, yang menggali konsep-konsepnya dari acuan standar Islam
BAB
m
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum STAIN Salatiga
1. Sejarah Berdirinya
Berdirinya STAIN Salatiga bermula dari cita-cita masyarakat Islam
Salatiga untuk memiliki Perguruan Tinggi Islam. Oleh karena itu
didirikanlah Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) “Nahdlatul Ulama” di Salatiga. Lembaga ini menempati
gedung milik yayasan “Pesantren Luhur”, yang berlokasi di Jalan
Diponegoro Nomor 64 Salatiga, lembaga ini berdiri berkat dukungan dari
berbagai pihak, khususnya para ulama dan pengurus Nahdlatul Ulama
Jawa Tengah.
Dalam rentang waktu kurang dari setahun, lembaga ini diubah
yang semula FIP IKIP menjadi Fakultas Tarbiyah. Maksud perubahan
tersebut adalah agar lembaga ini dapat dinegerikan bersamaan dengan
persiapan berdirinya Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Jawa
Tengah di Semarang. Guna memenuhi persyaratan formal, maka
dibentuklah panitia pendiri yang diketuai oleh K.H. Zubair dan sekaligus
diangkat sebagai dekannya.
Dalam waktu yang bersamaan dengan proses pendirian IAIN
Walisongo Jawa Tengah di Semarang, Fakultas Tarbiyah Salatiga
Yogyakarta. Setelah dilakukan peninjauan oleh Tim Peninjau yang
dibentuk IAIN Sunan Kalijaga, akhirnya pembinaan dan pengawasan
Fakultas Tarbiyah Salatiga diserahkan padanya, keputusan ini didasarkan
pada Surat Menteri Agama c.q. Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama Islam Nomor Dd/PTA/3/1364/69 tanggal 31 November 1969.
Ketika IAIN Walisongo Jawa Tengah di Semarang berdiri,
Fakultas Tarbiyah Salatiga mendapatkan status negeri, dan menjadi cabang
IAIN Walisongo. Penegerian Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo tersebut
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 30 tahun 1970
tanggal 16 April 1970.
Meskipun telah berstatus negeri dan menjadi cabang IAIN
Walisongo sebagai Fakultas Tarbiyah, namun kondisinya tidak berubah
dalam waktu singkat sehingga sejajar dengan Perguruan Tinggi Negeri
yang lain. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain:
a. Sarana dan prasarana yang belum memadai, utamanya belum
tersedianya gedung milik sendiri.
b. Tenaga profesional edukatif maupun administrasi yang masih kurang.
c. Animo mahasiswa yang masih sedikit.
Keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama, sehingga
kondisi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dapat dikatakan kurang layak
untuk disebut sebagai perguruan tinggi, terutama dilihat dari sarana dan
lembaga tersebut, maka para pengelola fakultas mencurahkan perhatian
mesti ditempuh adalah membeli area tanah kampus, sebab mengharapkan
wakaf dari masyarakat dan meminta kepada pemerintah daerah tidak
memungkinkan.
Suatu kebetulan ada seorang warga Muhammadiyah Salatiga
(H. Asrori Arif) yang menaruh perhatian terhadap keberadaan Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga. Beliau menawarkan tanah
pekarangannya seluas 0,75 ha, lengkap dengan bangunannya yang
letaknya cukup strategis untuk penyelenggaraan pendidikan. Berkat
Perhatian Menteri Agama (H. Alamsyah Ratu Prawiranegara) terhadap
perkembangan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga, maka beliau
berkenan mengabulkan usulan Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Salatiga Nomor 031/A-a/FT-WS/I/1979, tanggal 24 Januari 1979, tentang
maksud pembelian tanah tersebut (pada waktu itu dekan dijabat oleh Drs.
Achmadi).
Berdasarkan Surat Diijen Bimbaga Islam Nomor E/Dag/BI/2828.
Tanggal 10 Agustus 1982 maka dibelilah tanah sebagaimana ditawarkan di
atas dengan menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP) Pusat (tahun
anggaran 1980/1981 dan 1981/1982). Hal penting yang perlu dicatat
adalah bahwa pembelian tanah tersebut tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak terutama Bapak Muhammad Natsir (selaku Ketua Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia) yang juga telah lama menaruh perhatian terhadap
Tercatat mulai tahun 1982 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Salatiga hijrah dari kampus lama ke kampus baru milik sendiri, tepatnya
dijalan Caranggito 2 (sekarang berubah menjadi Tentara Pelajar 2).
Kampus baru dinilai sebagai jawaban tepat yang bersifat fisik atas
tantangan rencana rasionalisasi. Bahkan kampus baru tersebut dirasakan
mampu membangkitkan kembali optimisme dan antusiasme seluruh sivitas
akademikanya.
Sedikit demi sedikit sarana dan prasarana pendidikan bertambah.
Antara lain gedung kuliah, perpustakaan, dan kantor. Pemerintah Daerah
pun juga tidak mau ketinggalan untuk memberikan bantuan tambahan
tanah kampus seluas 3000 m2 dengan cara tukar guling yang waktunya
bersamaan dengan pembangunan masjid kampus bantuan Yayasan Amal
Bhakti Muslim Pancasila. Secara administrative masjid tersebut milik
PEMDA, tetapi secara fungsional menjadi tanggungjawab STAIN
Salatiga.
2. Letak Geografis
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga terdiri dari
2 kampus, kampus 1 berlokasi di Jalan Tentara Pelajar Nomor 2 Salatiga
sebelah alun-alun pancasila dan berada di pusat keramaian sedangkan
kampus 2 berlokasi di Jalan Nakula Sadewa 5 Nomor 9 Rt 3/5 Kembang
Gambar 3.1 Kampus 1 STAIN Salatiga
Gambar 3.2 Kampus 2 STAIN Salatiga
3. Kurikulum dan Pembelajaran
Jurusan yang dikembangkan oleh STAIN Salatiga pada Tahun
akademik 2008/2009 meliputi: Jurusan Tarbiyah berfungsi untuk
menyelenggarakan pendidikan akademik dan professional. Tujuannya
adalah untuk membentuk Saijana Pendidikan dan Pengajaran Islam
dengan keahlian khusus dalam bidang studi pendidikan Agama Islam,
Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Guru Madrasah Ibtidaiyah serta
Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Guru Madrasah Ibtidaiyah serta
berkewenangan menjadi guru atau mengajar dalam bidang studinya.
Jurusan Tarbiyah memiliki empat program studi yaitu:
a. Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
b. Progaram Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA)
c. Progaram Studi Tadris Bahasa Inggris (TBI)
d. Progaram Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGM!)
Jurusan Syariah berfungsi untuk menyelenggarakan Pendidikan
Akademik dan Profesional, yang bertujuan untuk membentuk Sarjana
Hukum Islam yang memiliki keahlian dalam bidang hukum Islam maupun
hukum positif dengan keahlian khusus dalam bidang Ahwal al-Syakh
Shiyyah (Peradilan Agama). Jurusan syariah memiliki dua program studi,
yaitu:
a. Program S-l, Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah (Peradilan
Agama)
b. Program D3, Program Studi Perbankan Syari’ah (PS)
Beban Studi Program SI antara 144 sks sampai dengan 160 sks
dengan masa studi sebanyak-banyaknya 14 semester. Sedangkan beban
studi D3 antara 110 sks sampai dengan 120 sks dengan masa studi
sebanyak-banyaknya 8 semester (Buku Pedoman, 2009:23).
Kurikulum STAIN Salatiga pada tahun ajaran 2009/2010 meliputi:
a. Mata kuliah pengembangan keislaman dan kepribadian, yaitu mata
b. Mata kuliah pengembangan akademik dan keprofesian, yaitu diberikan
pada jurusan yang bersangkutan.
c. Mata kuliah pendukung adalah mata kuliah yang ditawarkan pada
program studi untuk meningkatkan mutu akademis mahasiswa, jadi
tidak semua program studi memberikan penawaran yang sama.
Untuk mendukung program pendidikan bagi mahasiswa STAIN
Salatiga pada tahun akademik 2009/2010 dibuat ketentuan sebagai berikut
(Buku pedoman, 200949):
a. Membuka Ma’had di kampus 2 (kembang arum), untuk pembelajaran
ketrampilan berbahasa.
b. Sesuai dengan kapasitas, diberlakukan kepada para mahasiswa (laki-
laki dan perempuan) semester 1 program S-l.
Dengan dibangunnya ma’had di kembang arum maka hal ini
sebagai bagian dari perwujudan tanggung jawab lembaga dalam
menyelenggarakan pendidikan. Dengan terwujudnya program pendukung
ini, diharapkan alumni STAIN Salatiga memiliki kemampuan bahasa yang
dapat dihandalkan baik bahasa Arab maupun bahasa Inggris.
4. Fasilitas Sarana dan Prasarana
a. Asrama mahasiswa gratis selama satu tahun , untuk menjamin
intensitas pembelajaran agama dan bahasa asing (Arab dan Inggris)
yang diampu oleh Native Speaker (penutur asli).
b. Studi Intensif Bahasa Asing (SIBA) selama dua semester.
e. Laboratorium: Lab. IPA, Lab. Falak, Lab. Bahasa, Lab. Peradilan, Lab.
Microteaching, Lab. Perbankan dan Akuntasi, Lab. Komputer, dan
jaringan internet terpadu, hotspot area.
f. Fasilitas olahraga dan pengembangan bakat/minat lainnya.
Gambar 3.3 Perpustakaan STAIN Salatiga
Gambar 3.5 Kegiatan Pengembangan Bakat
Gambar 3.6 Kegiatan UKM Racana
B. Keadaan Sivitas Akademika
1. Jumlah Sivitas Akademika
Sivitas akademika terdiri dari Dosen, Mahasiswa, dan Karyawan
jumlah keseluruhan Sivitas Akademika kurang lebih 2.472 orang yang
terdiri dari 103 dosen, 51 karyawan, 2.301 mahasiswa, dan 17 satpam.
Dari kesemuanya sivitas akademika mempunyai tujuan dan tanggung
Tabel I
Data Mahasiswa Tahun Akademik 2009/2010
Jurusan Jumlah Mahasiswa
PAI 703
PBA 138
TBI 554
PGMI 223
AS 140
D3 112
PAI-Eks 431
JML 2301
2. Latar Belakang Sivitas Akademika
STAIN Salatiga terdiri dari 5 guru besar, 17 lektor kepala, 65
lektor, 6 asisten ahli, dan 10 calon dosen. Sedangkan karyawan terdiri dari
51 orang yang mempunyai tugas dihidangnya masing-masing.
Latar belakang mahasiswanya ada yang berasal dari SMA, MA,
SMK, dan MAK. Dari berbagai macam latar belakang yang berbeda
membuat keragaman di STAIN Salatiga. Tetapi dengan keragaman ini,
mempunyai satu visi yaitu menciptakan lingkungan kampus STAIN
C. Persepsi Sivitas Akademika tentang Kampus Religius
Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu
(Suharso, 2005: 376). Yang dimaksud dengan persepsi di sini adalah
tanggapan para sivitas akademika terhadap kampus STAIN Salatiga dikatakan
sebagai kampus religius. Sekitar tahun 1994 jurusan yang ada di STAIN
Salatiga hanya tarbiyah. Kebanyakan mereka berasal dari pondok/pesantren,
sehingga keadaan pada tahun itu masih mudah dikondisikan baik dari tingkah
laku maupun cara berpakaiannya (Wawancara IV, Bu Asdiqoh).
“ Keadaan STAIN Salatiga dulu masih biasa belum banyak terpengaruh dengan budaya-budaya modem dan jurusan yang ada hanya tarbiyah. Kebanyakan dari mahasiswa STAIN Salatiga berasal dari pondok pesantren, Sikap dan kehidupan mereka sudah terbiasa tertata sehingga suasana religius sudah terbawa sendiri. Jadi akhlak moral yang dimiliki mahasiswa mudah terkontrol, sedangkan sekarang jauh berbeda karena dengan banyaknya jurusan dan terdiri dari
berbagai macam karakter”.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dengan
bertambahnya jumsan yaitu syariah teijadi banyak perubahan dan terpengaruh
perkembangan budaya modem. Sangat sedikit mahasiswa yang berminat
untuk tinggal dipondok/pesantren dan lebih memilih tinggal di tempat kost
yang bisa dengan bebas bergaul dengan siapa saja.
Menurut wawancara IX dengan pak bahroni, bahwa pada tahun 1994
kampus STAIN Salatiga masih kecil dengan kondisi karyawan, dosen, dan
mahasiswa yang sedikit, sarana dan prasarana yang ada masih terbatas, dan
kondisi dari mahasiswanya lebih mudah tertata.
yaitu mempunyai jaringan keluar yang luas, sehingga mempermudah STAIN
Salatiga untuk melakukan keijasama.
Sivitas akademika STAIN Salatiga semua beragama Islam, menurut
ana wawancara III bahwa kampus STAIN Salatiga adalah kampus Islami
tetapi masih banyak dari mahasiswanya yang belum menerapkan sikap
keislamannya. Sedangkan menurut nafis (wawancara VI) kebanyakan sivitas
akademikma khususnya mahasiswa aqidahnya sudah tertanam tetapi
akhlaknya belum semua tertanam nilai-nilai Islam.
Menurut sebagian responden dari hasil wawancara bahwa kampus
STAIN Salatiga sudah bisa dikatakan sebagai kampus religius. Tetapi belum
bisa dipastikan prosentasinya (wawancara VIII, Pak Maemun) dan masih perlu
perbaikan agar lebih religius (Wawancara XXII dan XXIV, Alya dan Anis)
serta butuh proses untuk mewujudkannya (Wawancara X, Pak Imam).
Sedangkan menurut sebagian responden yang lain bahwa STAIN
Salatiga belum menjadi kampus yang religius. Karena dilihat dari sivitas
akademikanya yang belum memakai pakaian yang sesuai syar’i didalam
mengikuti perkuliahan. Bahkan menurut iin (Wawancara XII) banyak dari
mahasiswinya yang tidak beijilbab ketika keluar rumah dan masih banyak
mahasiswi yang berbusana ketat.
Kampus STAIN Salatiga belum bisa diukur berapa presentasinya
sebagai kampus religius dan belum ada instrument untuk mengukurnya.
Sehingga masih banyak yang harus diperbaiki baik dari segi akademik
“ Kampus ini bila dipresentasi sebagai kampus religius belum ada instrument untuk mengukurnya. Sekitar 2400 mahasiswa relatif Islami, tetapi ada beberapa yang perlu ditingkatkan lagi. Seperti cara berpakaian mahasiswa ketika mengikuti perkuliahan belum sesuai dengan yang diharapkan”.
Menurut hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
perwujudan kampus yang religius perlu keijasama dari seluruh sivitas
akademik.
Menurut wawancara IV dengan Ibu Asdiqoh bahwa saat ini sivitas
akademika sedang mengalami krisis moral sehingga teijadi penurunan
terhadap etika. Menurut beliau bahwa prestasi akademik bisa dipelajari tetapi
moral harus tertanam dalam diri setiap sivitas akademika. Nilai moral
dijadikan sebagai tolok ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai
aspek kehidupannya. Sumber etika dan nilai-nilai yang paling shahih adalah
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw (Al Munawar, 2005: 3-4).
D. Ekspektasi Sivitas Akademika Tentang Kampus Religius
Ekspektasi artinya harapan. Harapan adalah mohon, minta, hendaklah,
keinginan supaya sesuatu teijadi (Suharso, 2005: 163). Yang dimaksud
ekspektasi di sini adalah harapan para sivitas akademika terhadap kampus
STAIN Salatiga dikatakan sebagai kampus religius.
Harapan sebagian responden terhadap kampus STAIN Salatiga adalah
lebih ditingkatkan suasana religiusnya yaitu sivitas akademikanya mampu
berakhlak dan berfikir secara Islami (Wawancara XXII, Anas). Sehingga nilai-
keislaman sehingga diharapkan mampu menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Harapan sivitas akademika menurut april dalam wawancara II yaitu
STAIN Salatiga memperluas wawasan dan memajukan mutu pendidikannya.
Sedangkan menurut Ana wawancara III harapannya terhadap kampus STAIN
Salatiga adalah banyak diadakan kajian-kajian Islami dan diwajibkan bagi
seluruh sivitas akademika.
Salah satu kajian yang sering dilakukan di kampus yaitu Kajian
Intensif Mahasiswa (KISMIS), Kajian antar kost (KAOST), dan Kajian Rutin
Muslimah (KARIMAH) yang diselenggarakan oleh salah satu UKM yaitu
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) ’’Darul Amal”. KISMIS mengkaji tentang
kontemporer dan ruhiyah yang diisi oleh para ustadz/dosen dan boleh diikuti
oleh semua mahasiswa, KARIMAH mengkaji tentang keakhwatan dan
dikhususkan bagi perempuan. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari jum ’at
ketika laki-laki sedang melaksanakan shalat jum ’at. Sedangkan tujuan dari
KAOST adalah untuk mempererat tali ukhuwah antar kost para mahasiswa
Gambar 3.7 Kegiatan KISMIS
Gambar 3.8 Kegiatan KARIMAH
Mahasiswa adalah sosok seorang guru yang memiliki tugas dan
tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa.
’’Sesuai dengan jurusan yang diambil di STAIN Salatiga yaitu jurusan tarbiyah yaitu menjadi sosok seorang guru. Sosok seorang guru adalah orang yang yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa”.
Dari keterangan alya (Wawancara XXIII) dapat disimpulkan bahwa
memberikan yang terbaik untuk calon anak didiknya. Sedangkan harapan pak
maemun (Wawancara VIII) terhadap mahasiswa kampus STAIN Salatiga
adalah dalam berpenampilan dan berbusana jangan terlalu berlebihan. Karena
mahasiswa STAIN Salatiga adalah calon guru agama dan ahli agama.
Diberlakukannya sangsi terhadap mahasiswi yang keluar rumah tidak
memakai jilbab.
Harapan untuk menjadi perguruan tinggi yang berkualitas dalam
mewujudkan keseimbangan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual (Buku Pedoman, 2009: 9) merupakan visi STAIN
Salatiga. Dengan terwujudnya visi STAIN Salatiga maka kampus ini akan
lebih bernuansa Islam (Wawancara XVIII, Ulfa) dan bisa menjadi sebuah
universitas (Wawancara XIX, Bilal).
Menurut pak miftah (Wawancara VII) bahwa STAIN Salatiga bisa
dijadikan sebagai pusat unggulan peradaban Islam di Kota Salatiga khususnya
dan memunculkan para ilmuwan-ilmuwan agama Islam yang berakhlak mulia
dan nantinya bisa dijadikan sebagi teladan dilingkungannya.
“Kampus STAIN Salatiga menjadi lebih religius sehingga menjadi pusat unggulan peradaban Islam dan memunculkan para ilmuwan- ilmuwan agama sehingga STAIN Salatiga harus menyiapkannya mulai dari sekarang yaitu salah satunya dengan penegasan tentang berpakaian dan dalam bertingkah laku”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa STAIN Salatiga harus
lebih mempertegas peraturan. Seperti yang disampaikan pak bahroni
(Wawancara IX) bahwa STAIN Salatiga harus mempertegas peraturan, yaitu