• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 EKSTRAKSI DAN SIFAT PRODUK BUBUK KERING BEKU TAURIN IKAN GINDARA ( L flavobrunneum )

Pendahuluan

Latar Belakang

Konsumsi soft drink dan makanan cepat saji merupakan salah satu gaya hidup di negara-negara maju maupun negara berkembang, yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit misalnya obesitas, hipertensi, dan diabetes (Story et al. 2008; Cerchietti et al. 2007). Seafood merupakan hasil perikanan yang dapat meringankan krisis pangan di beberapa negara berkembang, sebagai suplemen dan makanan bergizi, sehingga beberapa tahun terakhir tingkat konsumsi seafood meningkat di seluruh dunia (FAO 2010). Organisme laut mengandung komponen asam lemak esensial, protein, taurin, serat, sterol, dan pigmen. Nutrisi dan komponen bioaktif ini dapat dijadikan sebagai bahan makanan fungsional dan farmakologis yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh (Hosomi et al. 2012).

Taurin (asam 2-aminoethanesulfonat) adalah asam amino nonesensial (Huxtable 1992) dan banyak terdapat pada hewan, terutama telur, daging dan

seafood (Abebe dan Mozaffari 2011). Konsentrasi taurin paling banyak terdapat pada otot, jeroan, dan otak (Spitze et al. 2003). Taurin memiliki peranan penting dalam beberapa proses biologis, misalnya modulasi kalsium, konjugasi asam

empedu, antioksidan, stabilisasi membran, dan imun tubuh (Schuller-Levis dan Park 2004; Huxtable 1992). Suseno et al. (2008) menyatakan

bahwa beberapa ikan laut dalam mengandung senyawa taurin. Spesies ikan laut dalam yang mengandung senyawa taurin diantaranya, Antagonia capros, Diretmoides pauciradiatus, Neoscopelus microchir, dan Zenopsis conchifer.

Escolar (L. flavobrunneum) termasuk dalam famili Gempylidae merupakan jenis ikan yang banyak dikonsumsi di beberapa negara Eropa dan tersebar di perairan tropis dan subtropis (EFSA 2004). Escolar mengandung minyak yang cukup tinggi ±14-25% per berat basah dan wax ester >90% (Nichols et al. 2001). Pada umumnya, ikan dapat dimakan mentah maupun dimasak dengan cara yang berbeda sebelum dikonsumsi. Pemanasan merupakan salah satu metode umum yang biasa digunakan dalam pengolahan makanan

dengan tujuan untuk meningkatkan rasa dan umur simpan (Garcia-Arias et al. 2003). Belum tersedianya data mengenai kandungan taurin

ikan gindara (L. flavobrunneum) dengan proses pengolahan perebusan dan pengukusan, sehingga menjadikan penelitian ini sangat penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan taurin dari perlakuan perebusan dan pengukusan, serta sifat produk bubuk kering beku taurin ikan gindara (L. flavobrunneum).

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2013 bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Terpadu, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Pascapanen Cimanggu.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gindara yang diambil dari Perairan Selatan Jawa, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah akuades, HCl 6 N, asetonitril, buffer natrium asetat 1 M, trietilamin, metanol, akuabides, buffer karbonat, DMSO (dimethyl sulfoxide), DNFB Acros (2,4-dinitrofluorobenzene), dan buffer phospat.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer 250 mL dan 125 mL, pipet tetes, sudip, kompor gas, gelas ukur, beaker glass, kertas saring, plastik, saringan jaring, alumunium foil, baskom, nampan, waterbath shaker, kertas label, sendok, shaker, timbangan digital, timbangan analitik,

freezer, kompor listrik, tabung reaksi, rak tabung, labu kjeldahl 100 mL, oven,

rotary evaporator, dan HPLC.

Metode

Pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi taurin dari daging dan jeroan ikan gindara, dan penentuan sifat-sifat produk bubuk kering beku taurin. Pada daging dan jeroan ikan gindara yang positif mengandung taurin, selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan perlakuan pengukusan dan perebusan.

Sampel daging dan jeroan ikan gindara diekstraksi menggunakan sumber panas yang berasal dari kompor gas. Proses ekstraksi taurin dilakukan menurut pengalaman empiris masyarakat dan Liu dan District (2006 yang dimodifikasi). Ekstraksi taurin dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu perebusan (100 °C, 75’) dan pengukusan (100 °C, 120’). Perbandingan antara sampel dengan aquades adalah 1:1. Hasil ekstraksi disaring menggunakan kain blacu dan kertas saring, dan filtrat yang diperoleh dari hasil penyaringan, kemudian dilakukan pemisahan fase air dengan minyak menggunakan corong pemisah. Fase air yang dihasilkan, kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer, sehingga diperoleh bubuk dan dilanjutkan dengan penentuan sifat produk, yang meliputi penghitungan rendemen, kandungan taurin, dan asam amino produk. Diagram alir penentuan kandungan taurin, asam amino dan rendemen dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir penentuan kandungan taurin, asam amino, dan rendemen (Liu dan District 2006 yang dimodifikasi)

Analisis taurin (McConn 2012 yang dimodifikasi)

Pemisahan dan penentuan kadar taurin dari sampel bubuk kering beku menggunakan HPLC sesuai metode McConn (2012) dengan sedikit modifikasi. Sampel sebanyak 1 gram dituangkan ke dalam 25 mL akuabides dan ekstraksi menggunakan ultrasonic selama 30 menit lalu disaring. Prosedur derivatisasi untuk standar dan sampel sama. Sampel 1 mL dipipet dan dimasukkan ke dalam 50 mL tabung reaksi, kemudian ditambah 2 mL buffer karbonat, 0,5 mL DMSO (dimethyl sulfoxide), dan 0,1 mL DNFB, Acros (2,4-dinitrofluorobenzene).

Penyaringan

Pengeringan beku Filtrat/fase air

Bubuk kering beku

- Analisis taurin

- Analisis asam amino

- Rendemen

Daging dan jeroan ikan gindara Penimbangan

Penghalusan

Penambahan akuades (1:1) Ekstraksi

Larutan di-shaker selama 30 detik pada suhu ruang dan diekstraksi dalam

waterbath pada suhu 40°C selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan ditambah 6,5 mL buffer phospat, disaring menggunakan kertas saring milipore dan diinjeksikan ke HPLC.

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis taurin sebagai berikut: a) Kolom : C18

b)Detektor : UV-Vis c) Panjang gelombang : 360 nm

d)Fase gerak : Buffer phospat : Acetonitril (80:20 v/v) e) Laju alir : 0,5 mL/menit

f) Volume injeksi : 20 µ L

Analisis asam amino (AOAC 1995)

Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas empat tahap, yaitu tahap pembuatan hidrolisat protein, pengeringan, derivatisasi, dan injeksi serta analisis asam amino.

1. Tahap pembuatan hidrolisat protein

Sampel ditimbang sebanyak 0,15 gram dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan dan mempercepat reaksi hidrolisis. 2.Tahap pengeringan

Sampel yang telah dioven disaring menggunakan gelas masir dan dikeringkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 85 °C selama 30 menit. 3. Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi sebanyak 30 µ L ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat, dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Langkah selanjutnya, dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 20 mL asetonitril atau buffer natrium asetat 1 M, kemudian didiamkan selama 20 menit, dan disaring menggunakan kertas saring Whatman. 4.Injeksi ke HPLC

Hasil saringan sebanyak 20 µ L diinjeksikan ke dalam HPLC. Pemisahan semua asam amino ditunggu sampai selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:

% Asam amino = Keterangan:

C = Konsentrasi standar asam amino (0,5 µmol/mL) Fp = Faktor pengenceran (5 mL)

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino sebagai berikut:

a) Temperatur : 27 °C (suhu ruang)

b)Jenis kolom HPLC : Ultra techspere (Coloum C-18) c) Kecepatan alir eluen : 1 mL/menit

d)Tekanan : 3000 psi

e) Fase gerak : Buffer Na-asetat dan metanol 95% f) Detektor : Fluoresensi

g)Panjang gelombang : 350 nm-450 nm

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dibahas secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Produk Bubuk Kering Beku Taurin Ikan Gindara

Hasil ekstraksi taurin daging dan jeroan ikan gindara dalam penelitian ini berupa filtrat. Filtrat hasil ekstraksi selanjutnya dikeringkan menggunakan metode pengeringan beku (freeze drying). Produk bubuk kering beku taurin ikan gindara disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Produk bubuk kering beku taurin ikan gindara

Gambar 6 menunjukkan bahwa produk bubuk kering beku taurin ikan gindara hasil pengeringan beku berwarna coklat dengan tekstur renyah, rasa gurih, dan beraroma sedikit menyengat. Aroma produk bubuk kering beku taurin sedikit menyengat mengingat filtrat hasil ekstraksi bahan baku berupa jeroan ikan. Rasa gurih dari produk berasal dari kandungan asam amino berupa asam amino glutamat dan aspartat. Asam glutamat dan aspartat adalah asam amino bebas yang dapat memberikan rasa gurih dan manis (Okuzumi dan Fujii 2000).

Proses pengeringan beku terjadi melalui mekanisme sublimasi yang terjadi pada suhu rendah sehingga dihasilkan produk yang kering dengan baik (tanpa kerak) tanpa mengalami proses gelatinisasi, karamelisasi, dan denaturasi (Hariyadi 2013). Pengeringan beku mempunyai beberapa keuntungan diantaranya, dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik), dapat mempertahankan stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan bentuk setelah pengeringan sangat kecil), dapat

menghambat aktivitas mikroba dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Sifat produk yang dikeringkan dengan metode pengeringan beku menghasilkan produk bersifat crunchy (renyah) (Nofrianti 2013).

Kandungan Taurin Bubuk Kering Beku Ikan Gindara

Taurin (asam 2-aminoethanesulfonat) merupakan asam amino bebas dan sebagian besar konsentrasi tertinggi terdapat pada hewan (Huxtable 1992), sedangkan pada kacang-kacangan, biji-bijian, buah-buahan dan sayur-sayuran konsentrasi taurin sangat sedikit (Eilertsen et al. 2012).

Kandungan taurin bubuk kering beku ikan gindara tertinggi terdapat pada jeroan yang dikukus sebesar 128,91 mg/100 gram (basis kering). Selanjutnya diikuti dengan daging kukus 112,20 mg/100 gram, jeroan rebus 105,23 mg/100 gram, dan daging rebus 103,32 mg/100 gram. Kandungan taurin jeroan kukus meningkat bila dibandingkan dengan jeroan ikan gindara segar adalah 43,91 mg/100 gram. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan taurin ikan gindara pada bagian jeroan maupun daging segar dalam penelitian ini meningkat setelah diberi perlakuan pengukusan dan perebusan, yang dilanjutkan dengan proses pengeringan beku.

Purwaningsih et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan taurin pada daging keong segar adalah 164,17 mg/100 gram dan pada daging keong kukus (metode pengolahan terbaik) adalah 149,62 mg/100 gram. Penurunan kandungan taurin disebabkan oleh pengukusan menggunakan suhu tinggi selama periode waktu tertentu menimbulkan adanya uap air yang dapat melarutkan taurin di dalam bahan pangan.

Konsentrasi kandungan taurin tertinggi terdapat pada seafood. Kandungan

taurin tergantung pada cara pengolahan bahan pangan tersebut (Spitze et al. 2003). Keuntungan dari mengolah makanan dengan menggunakan

panas adalah dapat membunuh bakteri patogen, menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan kandungan nutrisi, peningkatan kecernaan dan bioavailabilitas (Finley et al. 2006). Kandungan taurin dapat bervariasi karena beberapa faktor misalnya, bagian-bagian sampel yang digunakan dan wilayah diperolehnya sampel (Larsen et al. 2007). Rosa dan Nunes (2003) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan taurin secara biologis (jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad), dan lingkungan (musim dan kedalaman).

Kandungan Asam Amino Bubuk Kering Beku Ikan Gindara

Kandungan asam amino bubuk kering beku daging ikan gindara tertinggi adalah asam glutamat (2,67%). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan asam amino daging ikan gindara setelah diekstraksi dan dijadikan bubuk kering beku mengalami kenaikan dari sampel segar, khususnya pada asam glutamat sebesar 2,04%. Hutuely et al. (1988) menyatakan bahwa penurunan kadar air selama proses pengeringan menyebabkan konsentrasi abu dan protein produk semakin meningkat dari bahan baku awal. Kandungan asam amino bubuk kering beku daging ikan gindara disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Kandungan asam amino bubuk kering beku daging ikan gindara (Keterangan *: asam amino esensial)

Asam glutamat merupakan salah satu asam amino non esensial yang berperan sebagai sumber energi pada ikan selama migrasi dan banyak terdapat pada hati, daging putih, ginjal, dan usus (Li et al. 2008). Kandungan asam amino ikan laut dalam mempunyai jenis asam amino yang hampir sama dan kandungan asam glutamat yang tidak jauh berbeda dengan ikan pelagis misalnya tuna. Kandungan asam glutamat ikan laut dalam pada sampel segar sebesar 0,51-0,78%. Banyaknya kandungan asam glutamat pada ikan laut dalam menyebabkan daging ikan laut dalam beraroma gurih dan manis (Suseno et al. 2006). Kandungan asam glutamat pada keong ipong-ipong segar sebesar 2,24% mengalami penurunan setelah dikukus maupun direbus, yaitu menjadi 2,16% dan 1,67% (Purwaningsih et al. 2013). Penurunan kandungan asam amino pada daging yang dikukus lebih kecil dibandingkan dengan metode pengolahan lainnya.

Tapotubun et al. (2008) menyatakan bahwa keluarnya air dari bahan pangan

menyebabkan protein lebih terkonsentrasi, sehingga kandungan asam aminonya lebih baik dibandingkan dengan metode pengolahan lain.

Rendemen Bubuk Kering Beku Taurin Ikan Gindara

Rendemen bubuk kering beku taurin ikan gindara sebesar 6,12%±0,12. Hayati (2014) menyatakan bahwa rata-rata rendemen produk crude taurine powder sebesar 5,7%±1,87. Persentase rendemen produk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyusutan kadar air, cara pengolahan, dan jenis bahan baku/spesies.

Simpulan

Kandungan taurin tertinggi terdapat pada jeroan yang dikukus, yaitu 128,91 mg/100 gram (basis kering). Kandungan asam amino bubuk kering beku taurin tertinggi adalah asam glutamat 2,67% pada bagian daging ikan gindara.

1,63 0,74 2,67 0,76 0,43 1,04 0,62 0,811,06 0,220,42 0,91 0,28 1,32 0,75 1,47 0,80 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 K ad ar ( % ) Asam amino

4 EKSTRAKSI DAN SIFAT PRODUK BUBUK KERING BEKU STEROID

Dokumen terkait