• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Ikan Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus somniosus) Sebagai Sumber Taurin dan Steroid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Ikan Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus somniosus) Sebagai Sumber Taurin dan Steroid"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI IKAN GINDARA (Lepidocybium flavobrunneum) DAN

LOBSTER GAJAH (Linuparus somniosus) SEBAGAI SUMBER

TAURIN DAN STEROID

R. ROZA TIRTA FARADILA PERMATA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Potensi Ikan Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus somniosus) Sebagai Sumber Taurin dan Steroid adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

R. Roza Tirta Faradila Permata

NRP C351114021

(3)

flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus somniosus) Sebagai Sumber Taurin dan Steroid. Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan AGOES MARDIONO JACOEB.

Ikan gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus) merupakan jenis ikan dan lobster laut dalam non ekonomis penting, yang dikonsumsi oleh masyarakat pesisir Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Ikan gindara dan lobster gajah biasanya dikonsumsi pada musim tertentu, dan dipercaya dapat memperbaiki fungsi fisiologis tubuh, serta meningkatkan vitalitas. Ikan gindara dan lobster gajah diduga mengandung taurin dan steroid, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai potensi ikan gindara dan lobster gajah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menentukan rendemen, komposisi kimia, sumber taurin dan steroid dari ikan gindara dan lobster gajah, (2) menentukan kandungan taurin dari perlakuan perebusan dan pengukusan, serta sifat produk bubuk kering beku taurin ikan gindara, dan (3) menentukan kandungan steroid dari suhu rendah dan tinggi dengan waktu ekstraksi berbeda, serta sifat produk bubuk kering beku steroid lobster gajah.

Rendemen daging dan jeroan ikan gindara masing-masing sebesar 82,35 dan 5,88%. Rendemen daging dan jeroan lobster gajah masing-masing sebesar 25,96 dan 6,03%. Komposisi kimia daging dan jeroan ikan gindara mengandung kadar protein 16,40 dan 12,11%, kadar air 63,38 dan 76,78%, kadar abu 0,59 dan 2,52%, serta kadar lemak 18,34 dan 7,51%. Daging dan jeroan lobster gajah mengandung kadar protein 12,29 dan 13,89%, kadar air 83,45 dan 75,37%, kadar abu 1,05 dan 1,42%, serta kadar lemak 0,51 dan 7,05%. Kandungan taurin daging dan jeroan ikan gindara masing-masing sebesar 44,20 mg/100 gram dan 43,91 mg/100 gram. Kandungan asam amino tertinggi adalah asam glutamat sebesar 2,62% pada bagian jeroan ikan gindara. Hasil analisis secara kualitatif lobster gajah mengandung steroid yang cenderung lebih banyak dibandingkan ikan gindara. Kandungan asam lemak tertinggi adalah asam oleat sebesar 12,40% pada bagian jeroan lobster gajah.

Kandungan taurin tertinggi terdapat pada jeroan yang dikukus, yaitu 128,91 mg/100 gram (basis kering). Kandungan asam amino pada bubuk kering beku daging ikan gindara tertinggi adalah asam glutamat 2,67%.

Hasil analisis secara kualitatif menunjukkan ekstrak jeroan lobster gajah pada suhu 60 °C mengandung steroid, sedangkan hasil analisis secara kuantitatif menunjukkan steroid golongan testosteron tidak teridentifikasi. Kandungan asam lemak bubuk kering beku jeroan lobster gajah didominasi oleh asam oleat sebesar 8,65%.

(4)

R. ROZA TIRTA FARADILA PERMATA. Potency of Escolar (Lepidocybium flavobrunneum) and African Spear Lobster (Linuparus somniosus) as a Source of Taurine and Steroid. Supervised by SUGENG HERI SUSENO and AGOES MARDIONO JACOEB.

Escolar (L. flavobrunneum) and african spear lobster (L. somniosus) are deep sea fish and lobster species non economic. It were consumed by coastal society Pelabuhan Ratu, Sukabumi in certain season and it can be repair physiological functions of the body, improve the vitality too. Furthermore, it can be expected contains taurine and steroid. Therefore, the aim of this study is explore the potential of escolar and african spear lobster.

The aim of this research as follows: (1) to determine the yield, chemical properties, taurine and steroid source of escolar and african spear lobster, (2) to determine taurine content from boiling and steaming treatment, as well as the properties of freeze dried taurine powder of escolar, and (3) to determine steroid content from low and high temperature with different extraction time, as well as the properties of freeze dried steroid powder of african spear lobster.

The yield of escolar’s flesh and viscera were 82.3 and 5.88%, respectively. The yield of african spear lobster’s flesh and viscera were 25.96 and 6.03%, respectively. The proximate analysis showed that escolar’s flesh and viscera contained 16.40 and 12.11% of protein, 63.38 and 76.78% of moisture, 0.59 and 2.52% of ash, and also 18.34 and 7.51% of fat. African spear lobster’s flesh and viscera contained 12.29 and 13.89% of protein, 83.45 and 75.37% of moisture, 1.05 and 1.42% of ash, and also 0.51 and 7.05% of fat. Escolar’s flesh and viscera contained 44.20 mg/100 gram and 43.91 mg/100 gram taurine, respectively. The highest amino acid content of escolar’s viscera was glutamic acid 2.62%. The result of qualitative analysis showed that african spear lobster contained more steroids than escolar. The highest fatty acid content of african spear lobster’s viscera was oleic acid 12.40%.

The highest concentration of taurine obtained by steaming treatment on escolar viscera’s 128.91 mg/100 gram. The highest content of amino acid escolar’s flesh freeze dried taurine powder was glutamic acid 2.67%.

The results of qualitative analysis showed that viscera extracted at 60 °C contained steroid compounds, the result of quantitative analysis showed that steroid contents of testosterone group was not detected. The dominant fatty acid content of african spear lobster’s viscera freeze dried powder was oleic acid 8.65%.

(5)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

TAURIN DAN STEROID

R. ROZA TIRTA FARADILA PERMATA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Nama : NIM :

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 19 Mei 2014 Tanggal Lulus: R. Roza Tirta Faradila Permata

C351114021

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi Ketua

Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol Anggota

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

(9)

rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Potensi Ikan Gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan Lobster Gajah (Linuparus somniosus) Sebagai Sumber Taurin dan Steroid”ini dapat diselesaikan.

Keberhasilan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl-Biol sebagai anggota komisi pembimbing atas kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi selaku dosen penguji atas segala saran dan kritik yang diberikan kepada penulis untuk menyempurnakan tesis.

3. Dr Eng Uju, SPi MSi selaku perwakilan komisi akademik Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4. Ibu Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan.

5. Ayahanda R. Kamarulzaman, SE, ibunda Lastuti, Adik R. Riza Amanda Putri, S.Par dan R. Danial Kamarullah, kanda Nugraha PM dan sahabat atas motivasi, doa, dan semangat selama penulis menempuh studi.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi, dan laboran Program Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu dan kerjasama yang baik selama penulis menempuh studi.

7. Teman-teman S2 THP 2010, 2011, 2012, dan 2013 atas dorongan semangat dan kerjasama yang baik selama studi.

8. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

Bogor, Mei 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 PENENTUAN SIFAT IKAN GINDARA (L. flavobrunneum) DAN LOBSTER GAJAH (L. somniosus)

Latar Belakang 4

Bahan dan Metode 5

Hasil dan Pembahasan 9

Simpulan 19

3 EKSTRAKSI DAN SIFAT PRODUK BUBUK KERING BEKU TAURIN IKAN GINDARA (L. flavobrunneum)

Latar Belakang 20

Bahan dan Metode 21

Hasil dan Pembahasan 24

Simpulan 26

4 EKSTRAKSI DAN SIFAT PRODUK BUBUK KERING BEKU STEROID LOBSTER GAJAH (L. somniosus)

Latar Belakang 27

Bahan dan Metode 28

Hasil dan Pembahasan 31

Simpulan 37

5 PEMBAHASAN UMUM 38

6 SIMPULAN DAN SARAN 40

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 49

(11)

DAFTAR TABEL

Kandungan taurin ikan gindara, ikan tuna, dan lobster gajah Hasil uji steroid

Hasil uji steroid beberapa ikan laut dalam

15 16 17 9 Kandungan asam lemak lobster gajah 18 10 Hasil analisis kualitatif ekstrak lobster gajah 32 11 Kandungan asam lemak bubuk kering beku jeroan lobster gajah 36

DAFTAR GAMBAR

1 Ikan gindara (L. flavobrunneum) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan 10 2 Lobster gajah (L. somniosus) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan 11 3 Kandungan asam amino ikan gindara 16

4 Hasil uji steroid 17

5 Diagram alir alir penentuan kandungan taurin, asam amino dan

rendemen (Liu dan District 2006 yang dimodifikasi) 22 6 Produk bubuk kering beku taurin ikan gindara 24

7 8 9

Kandungan asam amino bubuk kering beku daging ikan gindara Diagram alir penentuan kandungan steroid, asam lemak dan rendemen(Mangallo et al. 2004 danYee 2007 yang dimodifikasi) Hasil uji warna ekstrak jeroan pada suhu 60 °C

Produk bubuk kering beku steroid lobster gajah

Hasil pengujian testosteron bubuk kering beku menggunakan GCMS Biosintesis pembentukan testosteron dari kolesterol

32 33 35

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan negara Jepang melakukan penelitian yang berkaitan dengan ikan laut dalam dengan ekspedisi kapal riset Baruna Jaya IV tahun 2004-2005 di Samudra Hindia, dengan wilayah penelitian sekitar selatan laut Jawa hingga barat Sumatera. Penelitian tersebut menghasilkan penemuan berbagai spesies ikan laut dalam yang menghasilkan data 529 spesies diantaranya baru diidentifikasi dan belum memiliki nama taksonomi yang terdiri atas 415 jenis ikan, 68 jenis udang atau kepiting, dan 46 cumi-cumi (BRKP 2005).

Perairan laut dalam merupakan habitat yang paling besar, namun sampai saat ini informasi mengenai keanekaragaman hayati dan potensi laut dalam sangat sedikit. Aspek yang paling menarik dari ikan laut dalam adalah kandungan zat gizi daging ikan misalnya protein, lemak, dan komponen lainnya yang perlu dianalisis lebih lanjut dan penelitian farmakologis ikan laut dalam, sehingga eksploitasi sumberdaya ikan laut dalam menjadi lebih terarah untuk mendapatkan manfaatnya (Badrudin et al. 2006).

Beberapa kajian mengenai ikan laut dalam telah dilakukan diantaranya, Suman dan Badrudin (2010) mengenai kebijakan penangkapan dan pemanfaatan sumber daya ikan laut dalam di Indonesia, dan Damayanti (2005) mengenai kajian awal pemanfaatan beberapa ikan laut dalam di perairan barat Sumatera sebagai sumber pangan dan obat-obatan. Suseno et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan gizi ikan laut dalam meliputi kadar air sebesar 64,38-86,10%, kadar abu 0,17-3,92%, kadar lemak 0,01-13,30%, dan kadar protein sebesar 11,18-24,80%. Beberapa spesies ikan laut dalam hasil penelitian Suseno et al. (2008) mengandung taurin diantaranya, Antagonia capros,

Diretmoides pauciradiatus, Neoscopelus microchir, dan Zenopsis conchifer.

Beberapa spesies ikan laut dalam hasil penelitian Suseno et al. (2013) mengandung senyawa steroid dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan aprodisiaka alami, antara lain Bajacalifornia eromoensis, Antigonia rubencens, Setarches guentheri, Tydermania navigatoris, Roulenia guentheri, Caelorinchus divergens, Synagrops japonicus, dan Alepocephalus bicolor.

Ikan gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan lobster gajah (Linuparus somniosus) merupakan jenis ikan dan lobster laut dalam non ekonomis penting, yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pesisir Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Selama ini masyarakat setempat mengolah ikan gindara dan lobster gajah dengan cara direbus atau dikukus. Ikan gindara dan lobster gajah biasanya dikonsumsi saat musim tertentu, dan dipercaya dapat memperbaiki fungsi fisiologis tubuh, serta meningkatkan vitalitas. Ikan gindara dan lobster gajah diduga mengandung taurin dan steroid. Hal tersebut merupakan pengalaman empiris yang perlu diteliti dan dibuktikan secara ilmiah.

Taurin banyak terdapat pada hewan, terutama telur, daging dan seafood

(13)

telah digunakan secara klinis dalam pencegahan penyakit kardiovaskular (Oudit et al. 2004; Xu et al. 2008), hiperkolesterolemia (El Idrissi et al. 2003), penyakit Alzheimer (Louzada et al. 2004; Santa-Maria et al. 2007), dan gangguan hati (Gupta 2006).

Steroid memiliki nilai ekonomis penting dalam industri farmasi sebagai aprodisiaka (penambah vitalitas) (Triajie 2010). Produk steroid yang telah dikomersialkan banyak ditemui dalam berbagai bentuk, yaitu kapsul, tablet, cair, dan gel (Dewi 2008). Produk steroid sintetis yang paling banyak digunakan yaitu zeranol, melengestrol acetate, trenbolone (Andersson dan Skakkebæk 1999),

diethylstilbestrol (DES), etynil estradiol, dienestrol, dan fosfestrol (Holland 2002). Efek samping dari konsumsi steroid sintetis yaitu, timbulnya

penyakit kardiovaskular, endokrinologi, dan psikologis (Yavari 2009), kanker payudara, stroke, penggumpalan darah, dan penyakit jantung pada wanita setelah menopause (Fajariyah et al. 2010).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan pengalaman empiris masyarakat perlu dilakukan penelitian mengenai potensi ikan laut dalam khususnya, ikan gindara (Lepidocybium flavobrunneum) dan lobster gajah (Linuparus somniosus).

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1 Menentukan rendemen dan komposisi kimia dari ikan gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus).

2 Menentukan sumber taurin dan steroid.

3 Menentukan kandungan taurin dari perlakuan perebusan dan pengukusan, serta sifat produk bubuk kering beku taurin ikan gindara (L. flavobrunneum). 4 Menentukan kandungan steroid dari suhu rendah dan tinggi dengan waktu

ekstraksi berbeda, serta sifat produk bubuk kering beku steroid lobster gajah (L. somniosus).

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1 Mendapatkan rendemen dan komposisi kimia dari ikan gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus).

2 Mendapatkan taurin dan kandungan asam amino dari ikan gindara (L. flavobrunneum), serta steroid dan kandungan asam lemak dari lobster

gajah (L. somniosus).

3 Mendapatkan kandungan taurin terpilih dan sifat produk bubuk kering beku taurin ikan gindara (L. flavobrunneum).

(14)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1 Sumber taurin diduga terdapat pada ikan gindara (L. flavobrunneum) dan steroid pada lobster gajah (L. somniosus).

2 Pengukusan dan perebusan diduga mempengaruhi kandungan taurin dan asam amino ikan gindara (L. flavobrunneum).

3 Penggunaan suhu rendah dan tinggi dengan waktu ekstraksi yang berbeda diduga mempengaruhi kandungan steroid dan asam lemak lobster gajah (L. somniosus).

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1 Diperolehnya informasi tentang rendemen dan komposisi kimia dari ikan gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus).

2 Diperolehnya informasi tentang sumber taurin dan steroid.

3 Diperolehnya informasi tentang metode ekstraksi taurin dan steroid.

4 Diperolehnya informasi tentang sifat produk bubuk kering beku taurin ikan gindara (L. flavobrunneum) dan steroid lobster gajah (L. somniosus).

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1 Penentuan perhitungan rendemen dan komposisi kimia dari ikan gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus).

2 Penentuan sumber taurin dan steroid.

3 Ekstraksi taurin dengan perlakuan perebusan dan pengukusan.

4 Ekstraksi steroid menggunakan suhu rendah (30, 40, 50, 60, dan 70 °C) dan suhu tinggi (80, 90, dan 100 °C) dengan waktu ekstraksi yang berbeda (30, 60, 90, dan 120 menit).

(15)

2 PENENTUAN SIFAT-SIFAT IKAN GINDARA (L. flavobrunneum) DAN LOBSTER GAJAH (L. somniosus)

Pendahuluan

Latar Belakang

Sumberdaya ikan tersebar mulai dari perairan dangkal sampai perairan laut dalam, namun sampai saat ini pemanfaatan komersial masih terbatas pada sumberdaya ikan yang hidup diperairan kurang dari 200 m. Sumberdaya ikan di perairan Indonesia dengan kedalaman lebih dari 200 m belum dimanfaatkan secara optimal dan belum dieksploitasi secara komersial. Kegiatan penangkapan, pemanfaatan dan pemasaran ikan laut dalam di Australia dan beberapa negara

maju telah berkembang dan termasuk kedalam ekonomis penting (Linting dan Raharjo 1994). Eksploitasi sumberdaya ikan laut dalam bertujuan

untuk mendapatkan manfaat dari keanekaragaman sumberdaya ikannya dan zat bioaktif ikan laut dalam (Badrudin et al. 2006).

Escolar (Lepidocybium flavobrunneum) atau Aburasokomutsu (dalam bahasa Jepang) adalah ikan dari famili Gempylidae yang disebut juga ikan berlemak tinggi, namun kurang dimanfaatkan dan distribusinya secara luas terdapat di laut tropis dan subtropis (Nakamura dan Parin 1993). Escolar sering tertangkap tuna longline atau pancing, namun ikan ini sering dibuang (Milessi dan Defeo 2002). Pada tahun 2003, penangkapan escolar menyumbang 16.501 ton dari total spesies bycatch (Lynch 2004). Saat ini, escolar merupakan salah satu ikan laut dalam yang berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi di Jepang (Pattaravivat et al. 2008).

African spear lobster (Linuparus somniosus) atau nama lokalnya adalah lobster gajah terdapat di perairan selatan Jawa, Indonesia. Lobster dari genus

Panulirus yang juga terdapat di Indonesia, salah satunya adalah L. trigonus

(Wowor 1999). Dua spesies lobster laut dalam yang dikenal di Asia Tenggara, yaitu L. trigonus dari Vietnam dan Laut Arafura, dan L. somniosus dari selat Malaka (Chan 1997; Ng 1992). L. somniosus terdapat pada substrat berpasir dan berlumpur dengan kedalaman 216-375 m (Holthuis 1991). Di Indonesia, spesies ini tidak dianggap melimpah secara lokal, namun terdapat dalam jumlah yang cukup untuk dijual di pasar lokal (Wowor 1999).

(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen dan komposisi kimia dari ikan gindara (L. flavobrunneum) dan lobster gajah (L. somniosus), mendapatkan taurin dan kandungan asam amino dari ikan gindara, serta mendapatkan steroid dan kandungan asam lemak dari lobster gajah.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan November 2013 bertempat di Labarotorium Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Terpadu, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Pascapanen Cimanggu.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gindara dan lobster gajah yang diambil dari Perairan Selatan Jawa, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah akuades, H2SO4,selenium,

NaOH 40%, H3BO3 2%, indikator methyl red-brom cresol green, HCl 0,1 N,

heksan, HCl 6 N, asetonitril, buffer natrium asetat 1 M, NaOH 0,5 N, metanol, BF3 16 %, larutan standar internal asam lemak, Na2SO4 anhidrat, NaCl jenuh,

akuabides, buffer karbonat, DMSO (dimethyl sulfoxide), DNFB Acros

(2,4-dinitrofluorobenzene), buffer phospat, etanol, dietil eter, dan CH3COOH anhidrat.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer 250 mL dan 125 mL, pipet tetes, sudip, gelas ukur, beaker glass, kertas saring, plastik, saringan jaring, alumunium foil, baskom, nampan, waterbath shaker, kertas label, sendok, timbangan digital, timbangan analitik, freezer, kompor listrik, tabung reaksi, rak tabung, labu kjeldahl 100 mL, oven, cawan porselen, labu soxhlet,

rotary evaporator, GC Shimadzu 2010, dan HPLC Varian 940.

Metode

(17)

Preparasi sampel

Sampel ikan gindara dan lobster gajah diambil dari Perairan Selatan Jawa, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Sampel ikan gindara dan lobster gajah dikirim dalam keadaan beku ke Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor, kemudian disimpan di dalam freezer. Ikan gindara dan lobster gajah dithawing, dan ditimbang beratnya menggunakan timbangan digital serta diukur morfometriknya menggunakan penggaris. Selanjutnya sampel dipreparasi dengan cara membuang kulit atau cangkang, kemudian diambil daging dan jeroannya. Sampel yang sudah dipreparasi berupa daging dan jeroan, baik ikan gindara maupun lobster, dihaluskan menggunakan

blender, kemudian dihitung rendemen daging dan jeroannya, analisis proksimat, analisis taurin, analisis steroid uji Liebermann-Burchard, analisis asam lemak, dan analisis asam amino.

Rendemen

Penghitungan rendemen ikan gindara dan lobster gajah menggunakan rumus berikut:

Rendemen (%) = (Bobot daging/jeroan (gram) / Bobot total (gram)) x 100%

Analisis proksimat (AOAC 1980) Kadar air

Sampel sebanyak 1 gram ditimbang dalam cawan. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 °C selama 8 jam, lalu ditimbang kadar air sampel. Rumus yang digunakan untuk penghitungan kadar air adalah:

% Kadar air =

Kadar protein

Sampel ditimbang seberat 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL dan ditambah 0,25 gram selenium serta 3 mL H2SO4.

Selanjutnya didestruksi selama 1 jam sampai larutan menjadi jernih, setelah larutan dingin lalu ditambah 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 mL H3BO3 2% dan 2 tetes indikator methyl red-brom cresol green berwarna

merah muda. Selanjutnya, setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 mL dan berwarna hijau kebiruan destilasi dihentikan, lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar nitrogen total dalam bahan dihitung dengan rumus:

% Nitrogen =

% Kadar protein = % nitrogen x faktor konversi (6,25) Keterangan: S = volume titran sampel (mL)

(18)

Kadar lemak

Sampel sebanyak 2 gram disebar di atas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Selanjutnya diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut berupa heksan sebanyak 150 mL. Lemak yang terekstrak, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 °C selama 1 jam. Kadar lemak ditentukan dengan rumus:

% Kadar lemak =

Kadar abu

Sampel sebanyak 1 gram ditempatkan dalam cawan porselen, lalu dibakar sampai tidak berasap. Selanjutnya diabukan dalam tanur pada suhu 600 °C selama 6 jam, kemudian ditimbang. Rumus yang digunakan untuk penghitungan kadar abu adalah:

% Kadar abu =

Analisis asam amino (AOAC 1995)

Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas empat tahap, yaitu tahap pembuatan hidrolisat protein, pengeringan, derivatisasi, dan injeksi serta analisis asam amino.

1. Tahap pembuatan hidrolisat protein

Sampel ditimbang sebanyak 0,15 gram dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan dan mempercepat reaksi hidrolisis. 2.Tahap pengeringan

Sampel yang telah dioven disaring menggunakan gelas masir dan dikeringkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 85 °C selama 30 menit. 3. Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi sebanyak 30 µ L ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat, dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Langkah selanjutnya, dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 20 mL asetonitril atau buffer natrium asetat 1 M, kemudian didiamkan selama 20 menit, dan disaring menggunakan kertas saring Whatman. 4.Injeksi ke HPLC

Hasil saringan sebanyak 20 µ L diinjeksikan ke dalam HPLC. Pemisahan semua asam amino ditunggu sampai selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:

(19)

Keterangan:

C = Konsentrasi standar asam amino (0,5 µmol/mL) Fp = Faktor pengenceran (5 mL)

BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (gram/mol)

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino sebagai berikut:

a) Temperatur : 27 °C (suhu ruang)

b)Jenis kolom HPLC : Ultra techspere (Coloum C-18) c) Kecepatan alir eluen : 1 mL/menit

d)Tekanan : 3000 psi dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Selanjutnya 2 mL BF3 16 % dan

5 mg/mL standar internal ditambahkan dan dipanaskan lagi selama 20 menit, kemudian didinginkan dan ditambah 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL heksana, lalu dikocok dengan baik. Lapisan heksana dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat, dan dibiarkan selama

15 menit. Fase cair dipisahkan, selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas. Kondisi alat GC saat berlangsungnya analisis asam lemak sebagai berikut: a) Kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column)

b)Dimensi kolom : p = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, ketebalan film = 0,25 m c) Laju alir N2 : 20 mL/menit

d)Laju alir H2 : 30 mL/menit

e) Laju alir udara : 200-250 mL/menit f) Suhu injektor : 200 ºC

g)Suhu detektor : 230 ºC

h)Suhu kolom : Program temperatur

i) Kolom temperatur : Awal 190 oC diam 15 menit Akhir 230 oC diam 20 menit Rate 10 oC/ menit

j) Ratio : 1:8 k)Volume injeksi : 1 L l) Linier velocity : 20 cm/sec

Analisis taurin (McConn 2012 yang dimodifikasi)

(20)

Larutan di-shaker selama 30 detik pada suhu ruang dan diekstraksi dalam

waterbath pada suhu 40°C selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan ditambah 6,5 mL buffer phospat, disaring menggunakan kertas saring milipore dan diinjeksikan ke HPLC.

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis taurin sebagai berikut: a) Kolom : C18

Uji Liebermann-Burchard (Harborne 1987)

Uji kualitatif senyawa steroid menggunakan uji Liebermann-Burchard. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah etanol panas, lalu disaring. Hasil penyaringan (filtrat) dipanaskan hingga kering dan ditambah 1 mL dietil eter, kemudian dihomogenkan dan ditambah satu tetes H2SO4 pekat dan satu tetes CH3COOH anhidrat. Timbulnya warna hijau

menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung steroid.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dibahas secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Penentuan Sifat Biologis dan Fisik Ikan Gindara dan Lobster Gajah

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan gindara dan lobster gajah yang berasal dari wilayah perairan selatan Jawa yang didaratkan di Pelabuhan ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Klasifikasi dan deskripsi ikan gindara dan lobster gajah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ikan Gindara

Ikan gindara atau escolar (L. flavobrunneum) adalah ikan dari keluarga Gempylidae yang disebut juga ikan berlemak tinggi dan tersebar secara luas di daerah beriklim tropis dan subtropis (Nakamura dan Parin 1993). Klasifikasi ikan gindara menurut Zipcodezoo (2012) adalah sebagai berikut:

(21)

Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan gindara memiliki mata besar, kulit berwarna coklat kehitaman dan permukaan tubuh ikan halus tanpa sisik. Ikan gindara memiliki bentuk mulut terminal yaitu terletak di ujung hidung dan memiliki gigi yang runcing. Ikan gindara memiliki daging berwarna putih dengan tekstur lunak dan berminyak. Morfologi ikan gindara disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Ikan gindara (L. flavobrunneum) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan Ikan gindara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil tangkapan samping (bycatch) para nelayan Pelabuhan Ratu. Ikan gindara ditangkap menggunakan tuna longline atau alat pancing dengan kedalaman kurang dari 50 meter. Levesque (2010) dan Brendtro et al. (2008) menyatakan bahwa di Amerika Serikat, escolar merupakan salah satu contoh spesies bycatch. Milessi dan Defeo (2002) dan Kerstetter et al. (2008) menyatakan bahwa escolar ditangkap menggunakan tuna longline atau alat pancing pada kedalaman kurang dari 50 m pada malam hari. Hal ini berkaitan dengan habitat ikan gindara. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada malam hari, ikan-ikan mesopelagis terutama ikan pemakan plankton dan ikan predator melakukan migrasi vertikal untuk mencari makan. Makanan ikan gindara adalah cumi-cumi, ikan (bramids, coryphaenids, scombrid, trachipterids), dan krustasea.

Lobster Gajah

Lobster gajah (L. somniosus) atau yang dikenal dengan nama african spear lobster merupakan lobster laut dalam yang biasanya terdapat di Indonesia (Jawa, Sumatera), Kenya, Malaysia (Peninsular Malaysia), Mozambique, Afrika Selatan (KwaZulu-Natal), Tanzania, dan Thailand (Chan 2011). Klasifikasi lobster gajah menurut Berry dan George (1972) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda

Subordo : Macrura Reptantia Superfamily : Palinuroidea Family : Palinuridae Genus : Linuparus

Spesies : Linuparus somniosus

Lobster gajah dalam penelitian ini berwarna oranye kehitaman, antena keras, memiliki 5 pasang kaki jalan, dan karapas terdapat banyak duri. Lobster gajah memiliki daging berwarna putih kemerahan atau oranye dengan tekstur kenyal dan jeroan berwarna coklat. Morfologi lobster gajah disajikan pada Gambar 2.

(22)

Gambar 2 Lobster gajah (L. somniosus) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan Lobster gajah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil tangkapan samping (bycatch) para nelayan Pelabuhan Ratu. Lobster gajah ditangkap menggunakan jaring bubu. Rusdi (2010) menyatakan bahwa biota perairan yang biasanya dijadikan target penangkapan bubu adalah ikan dasar, udang, kepiting, keong, lindung, belut laut, cumi-cumi atau gurita, baik yang hidup di perairan pantai, lepas pantai maupun yang hidup di perairan laut dalam (yang mempunyai kedalaman lebih dari 200 m). Lobster gajah hasil tangkapan nelayan biasanya tertangkap pada kedalaman kurang dari 200 m pada malam hari. Holthuis (1991) menyatakan bahwa african spear lobster (L. somniosus) terdapat pada substrat berpasir dan berlumpur dengan kedalaman 216-375 m. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada malam hari, ikan-ikan mesopelagis melakukan migrasi vertikal untuk mencari makan.

Morfometrik Ikan Gindara dan Lobster Gajah

Morfometrik ikan gindara yang digunakan dalam penelitian ini memiliki panjang rata-rata 66,2 cm, tinggi 11,5 cm, lebar 7,75 cm, dan berat 2040 gram. Hasil pengukuran morfometrik lobster gajah yang memiliki rata-rata berat 372,08 gram, panjang karapas 11,18 cm, panjang total 47,66 cm, panjang kepala 5,5 cm, panjang dada 5,12 cm, panjang abdomen 10,82 cm, panjang telson 4,44 cm dan lebar rostrum 1,05 cm. Hasil pengukuran morfometrik ikan gindara dan lobster gajah disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Morfometrik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total, panjang baku, panjang cagak, dan sebagainya. Ukuran dalam morfometrik adalah jarak antara satu bagian tubuh ke bagian lainnya, misalnya jarak antara ujung kepala sampai dengan pelipatan batang ekor (panjang baku). Ukuran ini disebut dengan ukuran mutlak yang biasanya dinyatakan dalam satuan milimeter atau centimeter (Affandi et al. 1992).

Tabel 1 Morfometrik ikan gindara Parameter Ikan gindara Panjang total (cm) 66,20±0,42 Tinggi (cm) 11,50±1,41 Lebar (cm) 7,75±0,35 Berat (gram) 2040±438,40

(23)

Tabel 2 Morfometrik lobster gajah Parameter Lobster gajah Panjang karapas (CL) (cm) 11,18±1,31 Panjang total (PT) (cm) 47,66±3,78 Panjang kepala (PK) (cm) 5,50±0,72 Panjang dada (PD) (cm) 5,12±0,48 Panjang abdomen (PAb) (cm) 10,82±1,00 Panjang telson (PTl) (cm) 4,44±0,43 Lebar rostrum (LR) (cm) 1,05±0,10 Berat (gram) 372,08±94,67

Perbedaan ukuran dan berat organisme dipengaruhi oleh pertumbuhan. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat, panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sukar untuk dikontrol, contohnya genetik. Faktor luar merupakan faktor yang dapat dikontrol, diantaranya adalah makanan dan suhu. Bahan makanan digunakan oleh tubuh ikan sebagai metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, dan mengganti sel-sel yang tidak terpakai (Effendie 1997).

Rendemen Ikan Gindara dan Lobster Gajah

Hasil penghitungan rendemen daging dan jeroan ikan gindara sebesar 82,35% dan 5,88%, sedangkan hasil penghitungan rendemen daging dan jeroan lobster gajah sebesar 25,96% dan 6,03%. Hasil perhitungan rendemen ikan gindara dan lobster gajah disajikan pada Tabel 3. Rendemen ikan gindara dan lobster gajah kemudian dibandingkan dengan rendemen beberapa ikan laut dalam hasil penelitian Jayanti (2008) yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3 Rendemen ikan gindara dan lobster gajah Sampel Rendemen (%)

Daging Jeroan Ikan gindara 82,35±0,22 5,88±0,26 Lobster gajah 25,96±3,32 6,03±2,29

Tabel 4 Rendemen dagingikan laut dalam Spesies ikan laut dalam Rendemen (%)

(24)

Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa rendemen dari ikan gindara lebih besar jika dibandingkan dengan lobster gajah dan ikan laut dalam lainnya. Rendemen suatu spesies dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, tingkat kematangan gonad, suhu, salinitas, dan makanan (Effendie 1997).

Komposisi Kimia Ikan Gindara dan Lobster Gajah

Komposisi kimia ikan gindara dan lobster gajah dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat. Komposisi kimia ikan gindara dan lobster gajah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi kimia ikan gindara dan lobster gajah Komposisi Kadar protein 16,40±0,62 12,11±0,65 12,29 13,89 Kadar lemak 18,34±0,90 7,51±0,04 0,51 7,05

Kadar abu

Kadar abu ikan gindara dan lobster gajah dalam penelitian ini memiliki kisaran serupa dengan beberapa hasil studi, yaitu Pattaravivat et al. (2008) sebesar 0,8%, Karl dan Rehbein (2004) 0,8-0,9%, dan Suseno et al. (2006) sebesar 0,43-3,93%.

Suatu organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi logam berdasarkan cara makan suatu organisme, hal ini nantinya akan mempengaruhi kadar abu dalam bahan (Charles et al. 2005). Organisme memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi berbagai zat tersuspensi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi lingkungan, ukuran organisme, spesies, pH, dan kondisi kelaparan dari organisme tersebut

total berat tubuhnya, dan Pattaravivat et al. (2008) sebesar 63,20%.

Perbedaan kadar air dapat disebabkan oleh jenis, umur biota, perbedaan

kondisi lingkungan hidup, dan tingkat kesegaran organisme tersebut (Ayas dan Ozugul 2011). Karakteristik laut dalam memiliki salinitas tinggi

(25)

kandungan air dalam tubuh ikan, sehingga menyebabkan kadar air pada tubuh ikan laut dalam lebih rendah dari pada ikan pelagis (Nybakken 1992).

Kadar protein

Kadar protein ikan gindara dan lobster gajah dalam penelitian ini memiliki kisaran serupa dengan beberapa hasil studi, yaitu Pattaravivat et al. (2008) sebesar 16,8%, Karl dan Rehbein (2004) sebesar 16-18%, dan Suseno et al. (2006) yang menunjukkan kadar protein ikan laut dalam sebesar 11,13-18,21%.

Ikan yang memiliki protein lebih dari 15% termasuk dalam kategori ikan berprotein tinggi (Santoso 1998). Kadar protein suatu organisme perairan dipengaruhi oleh kedalaman perairan tempat organisme tersebut hidup, semakin dalam perairan cenderung semakin sedikit pakan yang tersedia. Sedikitnya jumlah makanan yang tersedia menyebabkan berkurangnya asupan makan bagi ikan laut dalam sehingga kandungan gizi, khususnya protein menjadi relatif lebih rendah (Nybakken 1992). Kadar protein ikan baik dalam basis basah maupun basis kering dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya (Selcuk et al. 2010).

Kadar lemak

Kadar lemak ikan gindara dan lobster gajah dalam penelitian ini memiliki kisaran serupa dengan beberapa hasil studi, yaitu Pattaravivat et al. (2008) yang menunjukkan kadar lemak ikan gindara sebesar 22,08%, dan Suseno et al. (2006) menunjukkan bahwa kadar lemak ikan laut dalam sebesar 1,03-7,72%. Perbedaan kadar lemak dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad, jenis spesies, habitat dan umur suatu spesies.

Kandungan lemak setiap spesies berbeda karena beberapa faktor misalnya jenis kelamin, umur spesies, wilayah geografis ikan ditangkap dan ukuran spesies (Osibona 2011). Suatu spesies yang sudah matang gonadnya akan mengalami peningkatan kadar lemak dalam tubuhnya (Majewska et al. 2009). Kondisi suhu lingkungan ikan laut dalam pada zona mesopelagis sekitar 15-5 °C sehingga mengakibatkan ikan-ikan laut dalam menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungannya (Nybakken 1992). Suhu tubuh yang rendah pada organisme laut dalam ditunjang dengan lambatnya proses metabolisme, sehingga mengakibatkan timbunan lemak yang terdapat pada organisme laut dalam lama terdegradasi (Pattaravivat et al. 2008).

Kandungan Taurin

Kandungan taurin tertinggi terdapat pada ikan gindara yaitu sebesar 44,20 mg/100 gram pada bagian daging dan 43,91 mg/100 gram pada bagian

(26)

Tabel 6 Kandungan taurin ikan gindara, ikan tuna, dan lobster gajah Sampel Kandungan taurin (mg/100 gram)

Daging Jeroan

Taurin (nama IUPAC: asam 2-aminoethanesulfonik) merupakan asam amino non-esensial karena dapat disintesis dari sistein dan metionin (Welborn dan Manahan 1995). Yulfitrin (2003) menyatakan bahwa taurin banyak ditemukan dalam beberapa organ tubuh mamalia dan hewan laut. Hewan laut yang sering dikonsumsi manusia yaitu kerang, remis, siput, ikan, cumi, dan tiram lebih banyak mengandung taurin dibandingkan mamalia.

Karakteristik perairan ikan gindara yang merupakan laut dalam memiliki salinitas tinggi sekitar 35-34,5‰ dengan kelarutan garam anorganik yang tinggi, sehingga dapat mengakibatkan peristiwa hipotonik pada ikan. Kondisi ekstrim laut dalam memungkinkan ikan gindara melakukan adaptasi dengan cara menghasilkan taurin untuk keseimbangan proses osmoregulasi (Nybakken 1992). Taurin diimplikasikan sebagai osmoregulator pada beberapa jaringan ikan (Palefsky 1981). Akumulasi taurin pada organisme laut merupakan fungsi utama osmoefektor selular sebagai bentuk adaptasi osmoregulasi (Shiau et al. 1997). Peranan taurin adalah sebagai stabilisasi membran, osmoregulasi, antioksidan, pengembangan sistem saraf pusat dan retina (O’Flaherty et al. 1997; Schaffer et al. 2000).

Kandungan taurin ikan gindara lebih tinggi jika dibandingkan dengan beberapa spesies ikan laut dalam diantaranya, Antagonia capros sebesar 29,70 mg/100 gram, Diretmoides pauciradiatus sebesar 31,51 mg/100 gram, Neoscopelus microchir sebesar 25,40 mg/100 gram, dan Zenopsis conchifer

sebesar 34,54 mg/100 gram (Suseno et al. 2008). Kandungan taurin ikan gindara masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan taurin pada daging keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) segar sebesar 164,17 mg/100 gram (Purwaningsih et al. 2013). Hal ini menunjukkan bahwa selain habitat, kandungan taurin juga dipengaruhi oleh jenis spesies, umur spesies, makanan, dan ukuran spesies.

Kandungan Asam Amino Ikan Gindara

(27)

Gambar 3 Kandungan asam amino ikan gindara (Keterangan *: asam amino esensial) Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya

terletak pada atom C tepat sebelah gugus karboksil (atau atom C alfa) (Sudarmadji et al. 2007). Asam amino esensial untuk orang dewasa terdiri dari lisin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin, fenilalanin, dan triptofan, sedangkan asam amino esensial bagi anak-anak adalah arginin dan histidin. Asam amino non-esensial terdiri dari asam aspartat, asam glutamat, alanin, asparigin, sistein, glisin, prolin, tirosin, serin, dan glutamin (Selcuk et al. 2010).

Asam glutamat dan asam aspartat merupakan dua asam amino yang mendominasi pada ikan laut dalam. Hal ini yang menyebabkan ikan laut dalam mempunyai aroma gurih dan manis (Suseno et al. 2006). Asam glutamat dan asam aspartat penting karena menciptakan karakteristik aroma dan rasa pada makanan (Oladapa et al. 1984). Kandungan asam amino pada masing-masing spesies berbeda-beda. Perbedaan kandungan asam amino dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesies, musim, ukuran tubuh, suhu lingkungan, tahap kedewasaan, dan ketersediaan bahan makanan (Sudhakar et al. 2009).

Kandungan Steroid

Hasil analisis steroid pada lobster gajah dan ikan gindara secara kualitatif dengan uji Liebermann-Burchard menunjukkan hasil positif dengan adanya warna hijau pada hasil uji. Hasil uji warna disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.

Tabel 7 Hasil uji steroid

Keterangan: *Jumlah tanda (+) menunjukkan intensitas warna hijau

(28)

(a) (b) (c) (d) mengandung steroid yang lebih banyak dibandingkan dengan steroid pada daging dan jeroan ikan gindara. Penelitian Suseno et al. (2013) mengenai uji steroid secara kualitatif pada beberapa ikan laut dalam disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil uji steroid beberapa ikan laut dalam Jenis ikan Hasil uji

(29)

alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Kepekatan warna hasil uji ditentukan oleh kadar steroid yang terkandung dalam ekstrak sampel tersebut.

Kandungan Asam Lemak Lobster Gajah

Hasil analisis asam lemak lobster gajah menunjukkan bahwa komposisi asam lemak tertinggi terdapat pada asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA). Kandungan MUFA didominasi oleh asam oleat (C18:1), yaitu sebesar 5,72% pada bagian daging dan 12,40% pada bagian jeroan. Kandungan asam lemak lobster gajah disajikan selengkapnya pada Tabel 9.

Tabel 9 Kandungan asam lemak lobster gajah

Asam lemak (% w/w) Lobster gajah

Asam tridekanoat (C13:0) ttd 0,05

Asam miristat (C14:0) 0,64 1,81

Asam pentadekanoat (C15:0) 0,24 0,55

Asam palmitat (C16:0) 5,06 12,02

Asam heptadekanoat (C17:0) 0,41 0,79

Asam stearat (C18:0) 1,83 4,31

Asam miristoleat (C14:1) ttd 0,04

Asam palmitoleat (C16:1) 4,04 8,50

Asam oleat (C18:1n9c) 5,72 12,40

Asam elaidat (C18:1n9t) 0,17 0,69

Asam cis-11-eikosenoat (C20:1) 0,24 1,34

Asam nervonat (C24:1) ttd 0,01

ƸMUFA 10,17 22,98

Asam linoleat (C18:2n6c) 0,72 1,09

Asam linolenat (C18:3n3) 0,90 ttd

Asam γ-linolenat (C18:3n6) ttd 0,04

Asam cis-11,14-eikosedienoat (C20:2) 0,18 0,48

Asam cis-11,14,17-eikosetrienoat (C20:3n3) ttd 0,07

Asam cis-8,11,14-eikosetrienoat (C20:3n6) 0,27 1,04

Asam arakhidonat (C20:4n6) 3,29 1,78

Asam cis-5,8,11,14,17-eikosapentaenoat (C20:5n3)

Asam cis-13,16-dokosadienoat (C22:2) ttd 0,03

Asam cis-4,7,10,13,16,19-dokosaheksaenoat (C22:6n3) 3,18 2,66

ƸPUFA 11,83 8,91

Total teridentifikasi 31,32 52,63

(30)

Persentase MUFA yang mendominasi dapat disebabkan oleh jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan laut dalam, jenis spesies, dan habitat laut dalam. Kandungan MUFA yang tinggi didapatkan ikan laut dalam dari mekanisme rantai makanan. Ikan-ikan demersal/dasar cenderung memiliki kandungan MUFA tinggi dan PUFA rendah, sedangkan ikan-ikan pelagis memiliki kandungan PUFA tinggi dan MUFA rendah (Kusumo 1997). Kandungan asam lemak bervariasi antar spesies disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah umur, jenis kelamin, ukuran, dan wilayah geografis ikan tertangkap (Osibona 2011). Distribusi asam lemak dipengaruhi oleh spesies ikan, musim, suhu, dan kebiasaan makan (Tanakol et al. 1999). Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) jika dikonsumsi dapat menurunkan kadar kolesterol LDL dan tanpa mempengaruhi kadar kolesterol HDL (Mishra dan Manchanda 2012).

Simpulan

(31)

3 EKSTRAKSI DAN SIFAT PRODUK BUBUK KERING BEKU TAURIN IKAN GINDARA (L.flavobrunneum)

Pendahuluan

Latar Belakang

Konsumsi soft drink dan makanan cepat saji merupakan salah satu gaya hidup di negara-negara maju maupun negara berkembang, yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit misalnya obesitas, hipertensi, dan diabetes (Story et al. 2008; Cerchietti et al. 2007). Seafood merupakan hasil perikanan yang dapat meringankan krisis pangan di beberapa negara berkembang, sebagai suplemen dan makanan bergizi, sehingga beberapa tahun terakhir tingkat konsumsi seafood meningkat di seluruh dunia (FAO 2010). Organisme laut mengandung komponen asam lemak esensial, protein, taurin, serat, sterol, dan pigmen. Nutrisi dan komponen bioaktif ini dapat dijadikan sebagai bahan makanan fungsional dan farmakologis yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh (Hosomi et al. 2012).

Taurin (asam 2-aminoethanesulfonat) adalah asam amino nonesensial (Huxtable 1992) dan banyak terdapat pada hewan, terutama telur, daging dan

seafood (Abebe dan Mozaffari 2011). Konsentrasi taurin paling banyak terdapat pada otot, jeroan, dan otak (Spitze et al. 2003). Taurin memiliki peranan penting dalam beberapa proses biologis, misalnya modulasi kalsium, konjugasi asam

empedu, antioksidan, stabilisasi membran, dan imun tubuh (Schuller-Levis dan Park 2004; Huxtable 1992). Suseno et al. (2008) menyatakan

bahwa beberapa ikan laut dalam mengandung senyawa taurin. Spesies ikan laut dalam yang mengandung senyawa taurin diantaranya, Antagonia capros, Diretmoides pauciradiatus, Neoscopelus microchir, dan Zenopsis conchifer.

Escolar (L. flavobrunneum) termasuk dalam famili Gempylidae merupakan jenis ikan yang banyak dikonsumsi di beberapa negara Eropa dan tersebar di perairan tropis dan subtropis (EFSA 2004). Escolar mengandung minyak yang cukup tinggi ±14-25% per berat basah dan wax ester >90% (Nichols et al. 2001). Pada umumnya, ikan dapat dimakan mentah maupun dimasak dengan cara yang berbeda sebelum dikonsumsi. Pemanasan merupakan salah satu metode umum yang biasa digunakan dalam pengolahan makanan

dengan tujuan untuk meningkatkan rasa dan umur simpan (Garcia-Arias et al. 2003). Belum tersedianya data mengenai kandungan taurin

ikan gindara (L. flavobrunneum) dengan proses pengolahan perebusan dan pengukusan, sehingga menjadikan penelitian ini sangat penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian

(32)

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2013 bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Terpadu, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Pascapanen Cimanggu.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gindara yang diambil dari Perairan Selatan Jawa, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah akuades, HCl 6 N, asetonitril, buffer natrium asetat 1 M, trietilamin, metanol, akuabides, buffer karbonat, DMSO (dimethyl sulfoxide), DNFB Acros (2,4-dinitrofluorobenzene), dan buffer phospat.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer 250 mL dan 125 mL, pipet tetes, sudip, kompor gas, gelas ukur, beaker glass, kertas saring, plastik, saringan jaring, alumunium foil, baskom, nampan, waterbath shaker, kertas label, sendok, shaker, timbangan digital, timbangan analitik,

freezer, kompor listrik, tabung reaksi, rak tabung, labu kjeldahl 100 mL, oven,

rotary evaporator, dan HPLC.

Metode

Pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi taurin dari daging dan jeroan ikan gindara, dan penentuan sifat-sifat produk bubuk kering beku taurin. Pada daging dan jeroan ikan gindara yang positif mengandung taurin, selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan perlakuan pengukusan dan perebusan.

(33)

Gambar 5 Diagram alir penentuan kandungan taurin, asam amino, dan rendemen (Liu dan District 2006 yang dimodifikasi)

Analisis taurin (McConn 2012 yang dimodifikasi)

Pemisahan dan penentuan kadar taurin dari sampel bubuk kering beku menggunakan HPLC sesuai metode McConn (2012) dengan sedikit modifikasi. Sampel sebanyak 1 gram dituangkan ke dalam 25 mL akuabides dan ekstraksi menggunakan ultrasonic selama 30 menit lalu disaring. Prosedur derivatisasi untuk standar dan sampel sama. Sampel 1 mL dipipet dan dimasukkan ke dalam 50 mL tabung reaksi, kemudian ditambah 2 mL buffer karbonat, 0,5 mL DMSO (dimethyl sulfoxide), dan 0,1 mL DNFB, Acros (2,4-dinitrofluorobenzene).

Penyaringan

Pengeringan beku Filtrat/fase air

Bubuk kering beku

- Analisis taurin

- Analisis asam amino

- Rendemen

Daging dan jeroan ikan gindara

Penimbangan

Penghalusan

Penambahan akuades (1:1)

Ekstraksi

(34)

Larutan di-shaker selama 30 detik pada suhu ruang dan diekstraksi dalam

waterbath pada suhu 40°C selama 15 menit. Setelah 15 menit, larutan ditambah 6,5 mL buffer phospat, disaring menggunakan kertas saring milipore dan diinjeksikan ke HPLC.

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis taurin sebagai berikut: a) Kolom : C18

Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas empat tahap, yaitu tahap pembuatan hidrolisat protein, pengeringan, derivatisasi, dan injeksi serta analisis asam amino.

1. Tahap pembuatan hidrolisat protein

Sampel ditimbang sebanyak 0,15 gram dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan dan mempercepat reaksi hidrolisis. 2.Tahap pengeringan

Sampel yang telah dioven disaring menggunakan gelas masir dan dikeringkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 85 °C selama 30 menit. 3. Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi sebanyak 30 µ L ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat, dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Langkah selanjutnya, dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 20 mL asetonitril atau buffer natrium asetat 1 M, kemudian didiamkan selama 20 menit, dan disaring menggunakan kertas saring Whatman. 4.Injeksi ke HPLC

Hasil saringan sebanyak 20 µ L diinjeksikan ke dalam HPLC. Pemisahan semua asam amino ditunggu sampai selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:

% Asam amino = Keterangan:

C = Konsentrasi standar asam amino (0,5 µmol/mL) Fp = Faktor pengenceran (5 mL)

(35)

Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino sebagai berikut:

a) Temperatur : 27 °C (suhu ruang)

b)Jenis kolom HPLC : Ultra techspere (Coloum C-18) c) Kecepatan alir eluen : 1 mL/menit

d)Tekanan : 3000 psi

e) Fase gerak : Buffer Na-asetat dan metanol 95% f) Detektor : Fluoresensi

g)Panjang gelombang : 350 nm-450 nm

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dibahas secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Produk Bubuk Kering Beku Taurin Ikan Gindara

Hasil ekstraksi taurin daging dan jeroan ikan gindara dalam penelitian ini berupa filtrat. Filtrat hasil ekstraksi selanjutnya dikeringkan menggunakan metode pengeringan beku (freeze drying). Produk bubuk kering beku taurin ikan gindara disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Produk bubuk kering beku taurin ikan gindara

Gambar 6 menunjukkan bahwa produk bubuk kering beku taurin ikan gindara hasil pengeringan beku berwarna coklat dengan tekstur renyah, rasa gurih, dan beraroma sedikit menyengat. Aroma produk bubuk kering beku taurin sedikit menyengat mengingat filtrat hasil ekstraksi bahan baku berupa jeroan ikan. Rasa gurih dari produk berasal dari kandungan asam amino berupa asam amino glutamat dan aspartat. Asam glutamat dan aspartat adalah asam amino bebas yang dapat memberikan rasa gurih dan manis (Okuzumi dan Fujii 2000).

(36)

menghambat aktivitas mikroba dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Sifat produk yang dikeringkan dengan metode pengeringan beku menghasilkan produk bersifat crunchy (renyah) (Nofrianti 2013).

Kandungan Taurin Bubuk Kering Beku Ikan Gindara

Taurin (asam 2-aminoethanesulfonat) merupakan asam amino bebas dan sebagian besar konsentrasi tertinggi terdapat pada hewan (Huxtable 1992), sedangkan pada kacang-kacangan, biji-bijian, buah-buahan dan sayur-sayuran konsentrasi taurin sangat sedikit (Eilertsen et al. 2012).

Kandungan taurin bubuk kering beku ikan gindara tertinggi terdapat pada jeroan yang dikukus sebesar 128,91 mg/100 gram (basis kering). Selanjutnya diikuti dengan daging kukus 112,20 mg/100 gram, jeroan rebus 105,23 mg/100 gram, dan daging rebus 103,32 mg/100 gram. Kandungan taurin jeroan kukus meningkat bila dibandingkan dengan jeroan ikan gindara segar adalah 43,91 mg/100 gram. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan taurin ikan gindara pada bagian jeroan maupun daging segar dalam penelitian ini meningkat setelah diberi perlakuan pengukusan dan perebusan, yang dilanjutkan dengan proses pengeringan beku.

Purwaningsih et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan taurin pada daging keong segar adalah 164,17 mg/100 gram dan pada daging keong kukus (metode pengolahan terbaik) adalah 149,62 mg/100 gram. Penurunan kandungan taurin disebabkan oleh pengukusan menggunakan suhu tinggi selama periode waktu tertentu menimbulkan adanya uap air yang dapat melarutkan taurin di dalam bahan pangan.

Konsentrasi kandungan taurin tertinggi terdapat pada seafood. Kandungan

taurin tergantung pada cara pengolahan bahan pangan tersebut (Spitze et al. 2003). Keuntungan dari mengolah makanan dengan menggunakan

panas adalah dapat membunuh bakteri patogen, menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan kandungan nutrisi, peningkatan kecernaan dan bioavailabilitas (Finley et al. 2006). Kandungan taurin dapat bervariasi karena beberapa faktor misalnya, bagian-bagian sampel yang digunakan dan wilayah diperolehnya sampel (Larsen et al. 2007). Rosa dan Nunes (2003) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan taurin secara biologis (jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad), dan lingkungan (musim dan kedalaman).

Kandungan Asam Amino Bubuk Kering Beku Ikan Gindara

(37)

Gambar 7 Kandungan asam amino bubuk kering beku daging ikan gindara (Keterangan *: asam amino esensial)

Asam glutamat merupakan salah satu asam amino non esensial yang berperan sebagai sumber energi pada ikan selama migrasi dan banyak terdapat pada hati, daging putih, ginjal, dan usus (Li et al. 2008). Kandungan asam amino ikan laut dalam mempunyai jenis asam amino yang hampir sama dan kandungan asam glutamat yang tidak jauh berbeda dengan ikan pelagis misalnya tuna. Kandungan asam glutamat ikan laut dalam pada sampel segar sebesar 0,51-0,78%. Banyaknya kandungan asam glutamat pada ikan laut dalam menyebabkan daging ikan laut dalam beraroma gurih dan manis (Suseno et al. 2006). Kandungan asam glutamat pada keong ipong-ipong segar sebesar 2,24% mengalami penurunan setelah dikukus maupun direbus, yaitu menjadi 2,16% dan 1,67% (Purwaningsih et al. 2013). Penurunan kandungan asam amino pada daging yang dikukus lebih kecil dibandingkan dengan metode pengolahan lainnya.

Tapotubun et al. (2008) menyatakan bahwa keluarnya air dari bahan pangan

menyebabkan protein lebih terkonsentrasi, sehingga kandungan asam aminonya lebih baik dibandingkan dengan metode pengolahan lain.

Rendemen Bubuk Kering Beku Taurin Ikan Gindara

Rendemen bubuk kering beku taurin ikan gindara sebesar 6,12%±0,12. Hayati (2014) menyatakan bahwa rata-rata rendemen produk crude taurine powder sebesar 5,7%±1,87. Persentase rendemen produk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyusutan kadar air, cara pengolahan, dan jenis bahan baku/spesies.

Simpulan

Kandungan taurin tertinggi terdapat pada jeroan yang dikukus, yaitu 128,91 mg/100 gram (basis kering). Kandungan asam amino bubuk kering beku taurin tertinggi adalah asam glutamat 2,67% pada bagian daging ikan gindara.

(38)

4 EKSTRAKSI DAN SIFAT PRODUK BUBUK KERING BEKU STEROID LOBSTER GAJAH (L. somniosus)

Pendahuluan

Latar Belakang

Hormon merupakan senyawa biologis aktif yang dihasilkan oleh bagian kelenjar, jaringan atau organ tertentu dari hewan dan manusia, bekerja pada konsentrasi kecil dan mempunyai cara kerja yang spesifik. Hormon mempunyai peranan dalam pengaturan fisiologi dan pada umumnya hormon bekerja sebagai aktivator spesifik atau inhibitor dari enzim (Murray et al. 2002).

Hormon steroid merupakan kelompok senyawa biologis aktif yang disintesis dari kolesterol dan memiliki struktur inti berupa cincin siklopentanaperhydrophenanthrena. Pada manusia dan hewan, steroid alami

disekresikan oleh korteks adrenalis, testis, ovarium, dan plasenta (Ying et al. 2002).

Kolesterol merupakan metabolit penting yang diperlukan dalam fungsi biologis utama dan berperan sebagai prekursor hormon steroid, asam empedu, dan vitamin D (Valenzuela et al. 2003). Senyawa steroid di alam terdapat pada hewan, tanaman tingkat tinggi dan pada beberapa tanaman tingkat rendah, misalnya jamur (fungi). Pada hewan dapat dijumpai antara lain hormon korteks adrenal, asam empedu, dan hormon kelamin (contohnya testosteron, estrogen, dan progesteron) (Harbone 1987). Testosteron merupakan salah satu hormon seks utama yang diproduksi oleh tubuh yang terdapat pada pria maupun wanita. Pada pria, testosterone diproduksi oleh sel-sel Leydig testis, sedangkan pada wanita diproduksi oleh ovarium dan plasenta (Mazur dan Booth 1998). Testosteron memiliki peran dalam pengembangan seksual sekunder, misalnya meningkatkan otot, massa tulang, dan rambut pada pria. Testosteron juga berperan dalam perilaku sosio-emosional dan ekonomi. Hormon ini dapat mempengaruhi otak dalam situasi archetypical, misalnya perkelahian, perkawinan, pencarian, dan perjuangan status (Eisenegger et al. 2011). Salah satu penyebab rendahnya kadar testosteron pada pria adalah obesitas (Pelusi dan Pasquali 2012).

(39)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan steroid dari suhu rendah dan tinggi dengan lama ekstraksi berbeda, serta sifat produk bubuk kering beku steroid lobster gajah (L. somniosus).

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Maret 2014 bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Terpadu, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah lobster gajah yang diambil dari Perairan Selatan Jawa, Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah akuades, NaOH 0,5 N, metanol, BF3 16 %, larutan standar

internal asam lemak, Na2SO4 anhidrat, NaCl jenuh, heksan, etanol, dietil eter,

CH3COOH anhidrat, TBME, air, dan ISTD methyltestosterone.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer 250 mL dan 125 mL, pipet tetes, sudip, gelas ukur, beaker glass, kertas saring, plastik, saringan jaring, alumunium foil, baskom, nampan, waterbath shaker, kompor gas, kertas label, sendok, timbangan digital, timbangan analitik, freezer, kompor listrik, tabung reaksi, rak tabung, GC Shimadzu 2010, dan GCMS (Agilent Technologies 7890A dan Agilent Technogies 5975C Inert MSD dengan Triple-Axis Detector).

Metode

Pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi steroid dari daging dan jeroan lobster gajah, dan penentuan sifat-sifat produk bubuk kering beku steroid. Pada daging dan jeroan lobster gajah menunjukkan hasil positif mengandung steroid sehingga dilanjutkan proses ekstraksi. Ekstraksi steroid dilakukan dengan menggunakan perlakuan suhu rendah dan suhu tinggi.

Sampel daging dan jeroan lobster gajah diekstraksi menggunakan

(40)

menggunakan kain blacu dan kertas saring sehingga diperoleh filtrat, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi steroid secara kualitatif. Hasil identifikasi steroid terpilih, kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh bubuk dan dilanjutkan dengan penentuan sifat produk, yang meliputi penghitungan rendemen, analisis steroid, dan asam lemak produk. Diagram alir penentuan kandungan steroid, asam lemak dan rendemen disajikan pada Gambar 8.

Penyaringan

Pengeringan beku Filtrat

Bubuk kering beku

- Analisis steroid

- Analisis asam lemak

- Rendemen

Daging dan jeroan lobster gajah

Penimbangan Penghalusan

Penambahan aquades (1:2) Ekstraksi

Suhu rendah (30,40,50,60,70 °C)

Waktu 30’, 60’, 90’ dan 120’

Suhu tinggi (80, 90, dan 100 °C)

Waktu 30’, 60’, 90’ dan 120’

Analisis Liebermann-Burchard

Steroid terpilih

(41)

Analisis asam lemak (AOAC 1984)

Sampel lemak atau minyak sebanyak 20-30 mg ditimbang dalam tabung bertutup teflon, kemudian ditambah 1 mL NaOH 0,5 N dalam metanol, lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Selanjutnya 2 mL BF3 16 % dan

5 mg/mL standar internal ditambahkan dan dipanaskan lagi selama 20 menit, kemudian didinginkan dan ditambah 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL heksana, lalu dikocok dengan baik. Lapisan heksana dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat, dan dibiarkan selama

15 menit. Fase cair dipisahkan, selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas. Kondisi alat GC saat berlangsungnya analisis asam lemak sebagai berikut: a) Kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column)

b)Dimensi kolom : p = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, ketebalan film = 0,25 m c) Laju alir N2 : 20 mL/menit

d)Laju alir H2 : 30 mL/menit

e) Laju alir udara : 200-250 mL/menit f) Suhu injektor : 200 ºC

g)Suhu detektor : 230 ºC

h)Suhu kolom : Program temperatur

i) Kolom temperatur : Awal 190 oC diam 15 menit Akhir 230 oC diam 20 menit Rate 10 oC/ menit

j) Ratio : 1:8 k)Volume injeksi : 1 L l) Linier velocity : 20 cm/sec

Analisis steroid

Uji Liebermann-Burchard (Harborne 1987)

Uji kualitatif senyawa steroid menggunakan uji Liebermann-Burchard. Sampel 1 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah etanol panas, lalu disaring. Hasil penyaringan (filtrat) dipanaskan hingga kering dan ditambah 1 mL dietil eter, kemudian dihomogenkan dan ditambah satu tetes H2SO4 pekat

dan satu tetes CH3COOH anhidrat. Timbulnya warna hijau menunjukkan bahwa

ekstrak tersebut mengandung steroid.

Analisis steroid (Schänzer et al. 2005)

Sampel sebanyak 1 gram ditimbang dan ditambah 5 mL air serta ISTD d3-testosteron 100 L dari 10 ppm. Selanjutnya divortex selama 30 detik dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20 ºC, kemudian ditambah TBME 10 mL, di shaker selama 1 jam dan disentrifus 5 menit. TBME fase organik diambil dan dikeringkan dengan gas N2. Residu dilarutkan dengan metanol:air (40:60)

sebanyak 3 mL. Sep-Pak C-18 dilewatkan yang sebelumnya sudah dikondisikan, kemudian larutan A (metanol:air) ditampung dan dielusi dengan metanol sebanyak 3 mL sebagai larutan B. Selanjutnya larutan A dan larutan B ditambah ISTD methyltestosterone 100 L dari 10 ppm, lalu dikeringkan dengan gas N2

Gambar

Gambar 1 Ikan gindara (L. flavobrunneum) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan  Ikan  gindara  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  merupakan  hasil  tangkapan  samping  (bycatch)  para  nelayan  Pelabuhan  Ratu
Gambar 2 Lobster gajah (L. somniosus) (a) utuh, (b) daging, dan (c) jeroan  Lobster  gajah  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  merupakan  hasil  tangkapan  samping  (bycatch)  para  nelayan  Pelabuhan  Ratu
Tabel 2 Morfometrik lobster gajah  Parameter  Lobster gajah  Panjang karapas (CL) (cm)  11,18±1,31  Panjang total (PT) (cm)  47,66±3,78  Panjang kepala (PK) (cm)  5,50±0,72  Panjang dada (PD) (cm)  5,12±0,48  Panjang abdomen (PAb) (cm)  10,82±1,00  Panjang
Tabel 6 Kandungan taurin ikan gindara, ikan tuna, dan lobster gajah  Sampel  Kandungan taurin (mg/100 gram)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun secara kuantitatif (berat ikan) menunjukkan perbedaan yang nyata sehingga kebiasaan konsumsi ikan yang tinggi juga diiringi dengan kualitas ikan yang baik dari segi

11 Persentase kelangsungan hidup ikan gurame perlakuan kontrol negatif, pengobatan dan pengendalian secara signifikan (P<0,05) paling tinggi dibandingkan

Penelitian ini juga digunakan untuk mengetahui jumlah eritrosit, jumlah leukosit dan kadar hematokrit pada ikan nila lebih tinggi atau lebih rendah

Potensi daerah penangkapan ikan pada musim barat tinggi hal ini terjadi diduga karena distribusi konsentrasi klorofil-a yang meningkat, peningkatan ini cenderung diakibatkan

Pertumbuhan berat ikan Koi selama penelitian didapati nilai pertumbuhan berat yang tinggi, dimana pertumbuhan berat yang tertinggi terdapat pada perlakuan P1

Walaupun ikan nila merupakan jenis ikan yang memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan perairan, namun kualitas air dalam wadah budidaya harus tetap

Pemberian sari umbi bawang merah ( Allium cepa L.) berpengaruh secara nyata terhadap total mikrobia (Angka Lempeng Total), derajat keasaman (pH) dan kadar histamin

Dengan demikian, pengeluaran keluarga untuk pembelian ikan (Rp/kapita/bulan) di wilayah pesisir yang secara nyata lebih tinggi di- bandingkan wilayah pedalaman menunjukkan