• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Konsumsi Ikan Terhadap Tingkat Kecukupan Protein Pada Suku Sunda Dan Bugis Di Sekitar Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Konsumsi Ikan Terhadap Tingkat Kecukupan Protein Pada Suku Sunda Dan Bugis Di Sekitar Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI KONSUMSI IKAN TERHADAP TINGKAT KECUKUPAN

PROTEIN PADA SUKU SUNDA DAN BUGIS DI SEKITAR

WADUK CIRATA, KABUPATEN CIANJUR

EGA SURYADIANA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontribusi Konsumsi Ikan terhadap Tingkat Kecukupan Protein pada Suku Sunda dan Bugis di Sekitar Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

EGA SURYADIANA. Kontribusi Konsumsi Ikan terhadap Tingkat Kecukupan Protein pada Suku Sunda dan Bugis di Sekitar Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO, NAUFAL M. NURDIN

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kontribusi konsumsi ikan pada Suku Sunda dan Bugis di sekitar Waduk Cirata dan menganalisis hubungan kebiasaan konsumsi ikan terhadap tingkat kecukupan protein. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Contoh dalam penelitian ini diwakili oleh masyarakat dusun Sindanglaya, Waduk Cirata yang terdiri dari Suku Sunda dan Bugis yang berjumlah 60 orang. Cara pengambilan contoh menggunakan data populasi untuk Suku Bugis sedangkan Suku Sunda menyesuaikan jumlah contoh Bugis, dipilih secara acak dari data penelitian sebelumnya “Household and Livelihood Survey”. Hasil analisis deskriptif menunjukkan rata-rata kontribusi ikan terhadap Angka Kecukupan Protein (AKP) suku Bugis mencapai 67.9% dan Suku Sunda 25.8%. Menurut WNPG (1993) kontribusi ikan terhadap kecukupan protein dianggap memadai bila mencapai 16.4%, sehingga kontribusi ikan terhadap angka kecukupan protein pada kedua suku dianggap cukup. Sementara untuk kontribusi ikan terhadap angka kecukupan energi untuk Suku Sunda sebesar 7.2% sedangkan Suku Bugis sebesar 15.9%. Analisis statistik dengan uji beda (t-test) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kontribusi konsumsi ikan terhadap AKP (p<0.05) dan tingkat kecukupan protein (p<0.01) pada kedua suku. Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan pendidikan (p<0.05). Namun uji korelasi Spearman antara tingkat kecukupan protein dan kebiasaan makan ikan tidak menunjukkan adanya hubungan signifikan. Kata Kunci: ikan, kebiasaan makan, protein, tingkat kecukupan

ABSTRACT

EGA SURYADIANA. Contribution of Fish Consumption of Protein Adequacy Level Among Sundanese and Bugis Tribes at Cirata Basin, District Cianjur. Supervised by CLARA M. KUSHARTO, NAUFAL M. NURDIN

The aims of this research was to study contribution of fish consumption of protein adequacy level in relation to the eating habits of Sundanese and Bugis Tribes at Cirata basin. This study used a cross-sectional study design. Subject of this study were represent by the Sundanese and the Bugis tribes at Sindangjaya Village at Cirata basin with composed of 60 villagers. Sampling method used was purposive sampling for Bugis using population data, and Sundanese was compared it by random sampling from previous research data entitled “Household and Livelihood Survey”. The study showed that the contribution of fish consumption to protein adequacy for the Sundanese vs Bugis reached 25.8% vs 67.8%. It showed that contribution of fish consumption had reached the protein adequacy level of fish (suggested ≥16.4%) for both of the tribes. While, contribution of fish consumption to energy adequacy for the Sundanese vs Bugis reached 7.2% vs 15.9%. Statistical analysis by t-test showed there is significance differences exist between contribution of fish consumption to protein adequacy level (p<0.05) and protein adequacy level (p<0.01) for both of the tribes. By Spearman analysis showed significant correlation exist between protein adequacy level with educational level (p<0.05). However, no significant correlation between protein adequacy level with eating habits of fish.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

EGA SURYADIANA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

KONTRIBUSI KONSUMSI IKAN TERHADAP TINGKAT KECUKUPAN

PROTEIN PADA SUKU SUNDA DAN BUGIS DI SEKITAR

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Febuari 2014 ini ialah Protein Ikan, dengan judul Kontribusi Konsumsi Ikan terhadap Tingkat Kecukupan Protein pada Suku Sunda dan Bugis di Sekitar Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1 Ibu Prof Dr drh Clara M. Kusharto, MSc dan Bapak dr Naufal Muharam Nurdin, SKed, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, bimbingan dan masukannya dalam penyusunan karya ilmiah ini.

2 Bapak Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan koreksi demi perbaikan karya ilmiah ini.

3 Leader team dari Universitas Kochi di Jepang yang telah mengizinkan untuk menggunakan data primer studi “Household and Livelihood Survey” untuk karya ilmiah ini serta mengizinkan untuk menjadi enumerator dalam penelitian tersebut.

4 Keluarga tercinta: ayahanda (Hadi Pranggono), ibunda (Sri Rokhayat Pri Indrayati), dan kakak (Kembang Soca Paranggani) serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya.

5 Teman-teman pembahas seminar: Hayu Ning Dewi, Hernawan Prasetyo, Muhammad Taufik Hidayat dan Elok Nalurita yang telah memberikan saran selama seminar.

6 Arif Haidar Sanad Nur Sidqi atas motivasi, semangat, bantuan dan saran yang telah diberikan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

7 Teman-teman yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian: Rismayanti, Isna Afidudin, Santiara Pramesti, Tiffany Nisa Arviyani, Wahyu Dwi Kartika Sari, Sakinah Ulfiyanti dan Nur Susan Ibrahim.

8 Teman-teman terdekat: Farida Hanum, Elok Nalurita, Karera Aryatika, Tiffany Nisa dan Sakinah Ulfi yang banyak membantu dalam memberikan semangat kepada penulis.

9 Teman-teman terbaik: Alindya Sinta Aji, Erma Suryanti, Hayu Ning Dewi, dan Suhartini yang telah memberikan dukungan dan bantuannya selama penulisan skripsi serta kehangatan sebuah keluarga yang telah diberikan.

10 Teman-teman IMAPEKA: Iqoh, Vida, dan Icha yang bersedia hadir dalam seminar dan memberikan semangat dan doanya.

11 Teman–teman Gizi Masyarakat 47, 48 dan 49 serta kakak kelas 46 dan teman– teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala perhatian, dukungan, semangat dan motivasi kepada penulis.

Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 4

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 4

Teknik Penarikan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Keadaan Umum Wilayah 9

Karakteristik Individu 11

Status Gizi 13

Karakteristik Keluarga 13

Pengetahuan Gizi 14

Kebiasaan Makan Ikan 15

Kontribusi Konsumsi Ikan terhadap Kecukupan Protein 18 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Konsumsi Ikan dan Tingkat

Kecukupan Protein 19

SIMPULAN DAN SARAN 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

(12)

DAFTAR TABEL

1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

2. Cara pengkategorian variabel penelitian 7

3. Luas wilayah potensi alam Desa Sindangjaya 10

4. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan jenis suku 11 5. Sebaran contoh berdasarkan rata-rata karakteristik keluarga,

pengetahuan gizi dan status gizi 13

6. Sebaran contoh berdasarkan jenis ikan 15

7. Sebaran contoh berdasarkan cara pengolahan ikan menurut jenis suku 16 8. Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap ikan menurut jenis suku 17 9. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi ikan serta kecukupan energi dan

protein 18

10.Hasil Uji Korelasi Rank Spearman pada kedua suku 25 11.Hasil Uji Korelasi Rank Spearman pada Suku Sunda 25

12.Uji Korelasi Rank Spearman pada Suku Bugis 25

13.Hasil Uji Beda (Independent Sample T-test) pada kedua suku 25 14.Hasil Uji Beda Mann-Whitney pada kedua suku 26

DAFTAR GAMBAR

1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat konsumsi ikan 4

2 Dokumentasi Penelitian 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman ... 25

2 Hasil Uji Beda (Independent Sample T-test) ... 25

3 Hasil Uji Beda Mann-Whitney ... 26

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) V tahun 1993 menganjurkan konsumsi protein pangan hewani (dari produk perikanan dan peternakan) penduduk Indonesia adalah 15 g yang terdiri dari 6 g produk peternakan dan 9 g produk perikanan. Hal tersebut membuktikan bahwa kebiasaan konsumsi ikan menjadi hal yang penting dalam pemenuhan tingkat kecukupan protein. Secara umum protein dimanfaatkan untuk memelihara struktur dan fungsi tubuh setiap saat. Menurut Barasi (2007) dalam bukunya yang berjudul At Glance Ilmu Gizi disebutkan bahwa protein umumnya menyumbang 10-12% dari energi, kecuali jika makanan pokok yang dimakan mengandung hanya sedikit protein seperti ubi kayu. Anjuran protein menurut Departemen Kesehatan Inggris pada tahun 1991 sebesar 0.75 g/kg berat badan, untuk penetapan Referensi Asupan Gizi (RNI) protein. Angka ini setara dengan 56 g/hari untuk pria dewasa dan 45 g/hari untuk wanita dewasa.

Menurut Khumaidi (1989) kebiasaan makan meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan yang pada dasarnya dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu intrinsik (dari dalam diri manusia) dan ekstrinsik (dari luar diri manusia: lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan agama). Salah satu faktor budaya yaitu jenis suku dapat mempengaruhi konsumsi ikan. Hal ini dilihat dari masyarakat Sulawesi Selatan yang sebagian besar merupakan Suku Bugis, konsumsi ikannya mencapai 44 kg/kapita pada tahun 2013 (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulawesi Selatan 2014). Sementara itu masyarakat Jawa Barat yang sebagian besar merupakan Suku Sunda, rata-rata konsumsi ikannya hanya mencapai 28 kg/kapita pada tahun 2013 (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 2014).

(14)

2

Perumusan Masalah

Permasalahan yang menarik untuk dilakukan penelitian adalah

1 Apakah terdapat perbedaan antara kontribusi protein ikan pada Suku Sunda dan Bugis?

2 Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan kebiasaan konsumsi ikan contoh?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi konsumsi ikan terhadap tingkat kecukupan protein pada Suku Sunda dan Bugis di sekitar Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur.

Tujuan Khusus

1 Mengidentifikasi karakteristik individu (jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pengetahuan gizi) dan keluarga (besar keluarga dan pendapatan keluarga), 2 Mempelajari kebiasaan makan ikan (jenis ikan, konsumsi ikan, cara

pengolahan ikan, dan persepsi terhadap ikan),

3 Mengeanalisis kontribusi ikan terhadap angka kecukupan energi dan protein, 4 Menganalisis hubungan kebiasaan konsumsi ikan terhadap tingkat kecukupan

protein.

Hipotesis

1 Ada perbedaan antara kontribusi protein ikan pada Suku Sunda dengan Suku Bugis

2 Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi ikan dengan tingkat kecukupan protein contoh.

Manfaat Penelitian

(15)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Kultur Desa Sindangjaya sangat plural disebabkan latar belakang penduduknya yang sangat majemuk. Berdasarkan data kependudukan Desa Sindangjaya tahun 2007, dilihat dari segi etnis, terdapat 7 ragam suku pada masyarakat Sindangjaya yaitu Suku Sunda, Jawa, Batak, Madura, Manado, Ambon dan Bugis. Keberagaman suku dapat menyebabkan perbedaan kebiasaan makan, khususnya dalam hal konsumsi ikan. Menurut Khumaidi (1989) kebiasaan makan meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan yang pada dasarnya dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu intrinsik (dari dalam diri manusia) dan ekstrinsik (dari luar diri manusia: lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan agama). Diketahui bahwa Suku Bugis yang umumnya berasal dari wilayah Makassar, menempati angka yang cukup tinggi dalam hal konsumsi ikan bila dibandingkan dengan suku lainnya seperti di Pulau Jawa. Hal tersebut menunjukkan tingkat konsumsi ikan nasional belum merata.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ikan antara lain adalah tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, besar keluarga, pengetahuan gizi, paradigma masyarakat terhadap pangan ikan, harga ikan tersebut, harga barang subtitusi dan pengaruh lingkungan. Faktor budaya terkait dengan paradigma masyarakat yang masih beranggapan bahwa makan ikan dapat menyebabkan bodoh dapat mempengaruhi rendahnya tingkat konsumsi ikan. Anggapan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi masyarakat yang masih rendah.

Secara umum pengetahuan gizi seseorang berkaitan dengan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka diharapkan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan gizinya. Selain itu, menurut Soekarto (1987) tingkat pendapatan juga mempengaruhi konsumsi ikan. Beliau menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga, maka konsumsi ikan akan meningkat baik dalam bentuk ikan segar maupun ikan olahan. Menurut Suhardjo (1989) besar keluarga juga berpengaruh terhadap konsumsi ikan. Hal tersebut disebabkan oleh ukuran jumlah anggota keluarga, semakin banyak jumlah anggotanya maka akan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

(16)

4

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat konsumsi ikan

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian sebelumnya yang berjudul Household and Livelihood Survey. Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu, mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan konsumsi ikan. Penelitian dilakukan di Desa Sindangjaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive berdasarkan pertimbangan bahwa desa ini memiliki keberagaman yang tinggi dilihat dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan

Tingkat kecukupan protein contoh Tingkat pendidikan

Kebiasaan makan ikan contoh

Pengetahuan gizi

Pendapatan keluarga

Konsumsi non ikan contoh :

- Jumlah - jenis Faktor Budaya:

- Suku bangsa

- Persepsi masyarakat - Harga ikan

- Harga barang subtitusi Pengaruh lingkungan

- Sumber informasi

- Ketersediaan ikan di pasar

Konsumsi ikan contoh: - Jumlah

(17)

5 agama serta lokasi berdekatan dengan Waduk Cirata yang merupakan sentra produksi perikanan. Penelitian dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari 2014. Tahap kedua yaitu proses pengolahan, analisis dan interpretasi data dilaksanakan selama 4 bulan, antara bulan Maret hingga Juni 2014.

Teknik Penarikan Contoh

Penarikan contoh yang dilakukan dalam penelitian ini dengan metode simple random sampling. Teknik ini dipilih agar semua data contoh dapat mewakili populasi dan tidak terjadi bias. Populasi adalah seluruh masyarakat Dusun Sindanglaya, Desa Sindangjaya Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Responden adalah ibu rumah tangga atau kepala keluarga yang dapat mewakili pengumpulan informasi keluarga. Kriteria inklusi yang digunakan adalah masyarakat Desa Sindangjaya, merupakan Suku Sunda ataupun Suku Bugis, tinggal dan menetap di desa, tercatat di kantor kelurahan, sebagai ibu rumah tangga atau kepala keluarga yang dapat mewakili anggota keluarganya, dan bersedia dijadikan responden. Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan kriteria RW yang memiliki keberagaman suku yang tinggi khususnya Sunda dan Bugis serta lokasinya berada di sekitar Waduk Cirata, sehingga terpilih RW 08 di Dusun Sindanglaya. Pemilihan jenis suku untuk Suku Bugis didasarkan tingkat konsumsi ikan yang tinggi secara nasional serta kegemaran Suku Bugis terhadap konsumsi ikan. Sementara untuk Suku Sunda dipilih karena merupakan suku lokal di Desa Sindangjaya dan Suku Sunda juga memiliki kegemaran yang tinggi dalam konsumsi ikan.

Masing-masing kelompok berjumlah 30 orang, sehingga jumlah total sampel adalah 60 orang. Sejumlah contoh Suku Bugis diperoleh berdasarkandata populasi masyarakat Bugis di RW 08 sebanyak 30 kepala keluarga. Sementara untuk 30 contoh Suku Sunda menyesuaikan dengan Suku Bugis dipilih secara acak dari 90 contoh Suku Sunda yang masih dalam data penelitian sebelumnya yaitu Household and Livelihood Survey.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(18)

6

Tabel 1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

No Jenis data Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan 1. Data sekunder : kelurahan Desa Sindang Jaya

Entry file data primer penelitian Household and Livelihood Survey

2. Data primer :

Tingkat konsumsi ikan Jenis ikan yang dikonsumsi Frekuensi

Jumlah konsumsi ikan (g)

Wawancara dengan kuesioner Metode Semi kuantitatif FFQ

Karaktersitik individu Tingkat pendidikan Asal suku

Umur

Persepsi terhadap ikan Berat badan dan Tinggi badan

Wawancara dengan

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for Windows. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan analisis.

Konsumsi ikan diketahui dengan menghitung jumlah ikan (g) yang dikonsumsi dari hasil wawancara dengan metode FFQ semi kuantitatif dan metode recall 1x24 jam selama 2 hari yaitu hari libur dan hari kerja. Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel 2007. Konsumsi protein dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Berikut merupakan rumus yang digunakan dalam menghitung jumlah protein yang dikonsumsi.

Keterangan:

P : jumlah (g) protein yang dikonsumsi g : berat bahan makanan yang dikonsumsi (g) Gi : kandungan protein yang ada dalam bahan pangan BDD : persen bahan makanan yang dapat dimakan (% BDD)

(19)

7 Selanjutnya untuk perhitungan angka kecukupan protein dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

AKP : Angka Kecukupan Protein BBa : Berat Baadan Aktual (kg) BBs : Berat badan standar (kg)

AKP koreksi mutu :Angka Kecukupan Protein yang telah dikonversi dengan koreksi mutu yang terdapat pada AKG 2013

Setelah diketahui Angka kecukupan protein, dapat dihitung kontribusi konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kemudian untuk menghitung tingkat kecukupan protein secara keseluruhan menggunakan rumus sebagai berikut:

Tabel 2. Cara pengkategorian variabel penelitian

Peubah Kategori peubah

Umur

(Papalia & Old 1986)

a. < 20 th (remaja)

b. 20-40 th (dewasa awal) c. 41-65 th (dewasa tengah) d. >65 th (dewasa akhir) Tingkat pendidikan a. Tidak sekolah

b. SD c. SLTP d. SLTA e. PT Besar keluarga

(BKKBN 1998)

a. ≤ 4 orang (keluarga kecil) b. 5-7 orang (keluarga sedang) c. ≥ 8 orang (keluarga besar) Pendapatan perkapita keluarga

(Garis kemiskinan Jawa Barat, BPS 2013)

a. ≤ Rp. 268 251/kap/bl (miskin) b. ≥ Rp. 268 251/kap/bl (tidak miskin) Pengetahuan gizi

(Khomsan 2000)

a. < 60% (rendah) b. 60-80% (sedang) c. >80% (baik) x AKP koreksi mutu

Tingkat Kecukupan Protein =

(20)

8

Peubah

Frekuensi mengkonsumsi ikan (Suhardjo 1989)

a. Kategori peubah

a. < 1x seminggu (tidak pernah) b. 1-2 x seminggu (jarang) c. 3 x seminggu (kadang-kadang) d. 4-6 x seminggu (sering)

e. ≥ 7 x seminggu (selalu) Konsumsi ikan (g/kap/hari)

(Dahuri 2004)

a. <67.6 (konsumsi kurang) b. ≥ 67.6 (konsumsi cukup) Kontribusi protein ikan

(% WNPG V 1993)

Tingkat kecukupan energi dan protein (Depkes RI 1996)

Status gizi (Riskesdas 2013)

b. < 16.4 (konsumsi kurang) c. ≥ 16.4 (konsumsi cukup) a. ≥ 120% AKG (kelebihan) b. 90%-119% AKG (normal)

c. 80-89% AKG (defisit tingkat ringan) d. 70-79% AKG (defisit tingkat sedang) e. < 70% AKG (defisit tingkat berat) f. IMT < 18.5 (kurus)

g. IMT 18.5 - < 24.9 (normal) h. IMT 25.0 - < 27.0 (overweight) i. IMT 27.0 (obesitas)

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for Windows. Sebelum analisis data, dilakukan uji normalitas menggunakan K-S test (Kolmogorov-Smirnov). Uji statistik yang dilakukan, antara lain:

1 Analisis Deskriptif

a Sosial ekonomi keluarga: besar keluarga dan pendapatan per kapita

b Karakterisitk contoh: jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan

c Pengetahuan gizi contoh d Kebiasaan makan ikan e Konsumsi ikan

f Kontribusi ikan terhadap angka kecukupan protein g Tingkat kecukupan protein

2 Uji Beda Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan besar keluarga, tingkat pendapatan, kebiasaan konsumsi ikan dan pengetahuan gizi antara Suku Sunda dengan Suku Bugis

3 Uji Beda Independent Sample T-test digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan status gizi, jumlah konsumsi ikan, tingkat kecukupan protein dan kontribusi ikan terhadap angka kecukupan protein antara Suku Sunda dengan Suku Bugis

4 Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan besar keluarga, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pengetahuan gizi dan kebiasaan konsumsi ikan dengan tingkat kecukupan protein ikan.

(21)

9 Definisi Operasional

Besar keluarga adalah semua orang yang biasa tinggal bersama di suatu rumah dan berada pada saat pencacahan maupun tidak ada untuk sementara waktu

Jenis ikan adalah macam-macam ikan, baik ikan darat maupun ikan laut yang dikonsumsi contoh.

Jumlah ikan adalah banyaknya ikan (gram) yang dikonsumsi contoh pada saat recall 1x24 jam yang dilakukan selama 2 hari yaitu hari kerja dan hari libur.

Konsumsi ikan adalah informasi tentang jenis dan jumlah ikan yang dimakan contoh diketahui dari hasil recall 1x24 jam selama 2 hari

Kebiasaan makan ikan adalah frekuensi konsumsi ikan contoh yang diperoleh dari Food Frequency Questionnaire (FFQ) semi kuantitatif.

Target sasaran adalah masyarakat Dusun Sindanglaya yang memenuhi kriteria, yaitu tinggal dan menetap di wilayah desa Sindangjaya, di sekitar Waduk Cirata, merupakan Suku Sunda maupun Suku Bugis, tercatat di kantor kelurahan, wanita atau pria dewasa yang dapat mewakili anggota keluarganya, dan bersedia untuk diteliti.

Tingkat kecukupan protein adalah total asupan protein contoh dibandingkan dengan angka kecukupan protein yang dianjurkan dan dinyatakan dalam bentuk persen.

Pendapatan keluarga adalah penghasilan atau upah yang diterima dari semua anggota keluarga yang bekerja yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kapita per bulan.

Pengetahuan gizi adalah tingkat pemahaman contoh terhadap ikan dannilai gizinya yang didapat dari penilaian jawaban atas pertanyaan yang diberikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Letak Geografis

(22)

10

lebih 35oC sampai 37oC, sehingga udara di wilayah Desa Sindangjaya cukup panas ditambah dengan pengaruh genangan waduk Cirata.

Waduk Cirata berada di sebelah timur desa Sindangjaya. Waduk tersebut selain berfungsi sebagai pembangkit listrik juga berfungsi sebagai tempat wisata dan tempat budidaya ikan air tawar. Kawasan waduk Cirata terletak di dusun Sindanglaya. Di atas waduk Cirata terdapat rumah-rumah terapung dan jaring-jaring penangkaran ikan. Menurut DPPK (Dinas Perikanan, Peternakan dan Kelautan) Cianjur, aktivitas perikanan budidaya pembesaran ikan di Cirata menjadikan Cianjur sebagai lumbung ikan air tawar di Jawa Barat.

Karakteristik Umum Penduduk

Berdasarkan profil Desa Sindangjaya pada bulan Desember tahun 2012, jumlah penduduk Desa Sindangjaya secara keseluruhan berkisar 6484 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 3243 jiwa dan perempuan 3241 jiwa. Golongan penduduk Desa Sindangjaya terbagi kedalam kelompok bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia. Dilihat dari segi etnis, masyarakat Desa Sindangjaya juga cukup beragam. Terdapat 7 ragam etnis yang terdiri dari Suku Sunda, Jawa, Batak, Madura, Manado, Ambon, dan Bugis yang tersebar di wilayah desa Sindangjaya. Khusus Suku Bugis, sebagian besar tinggal di rumah-rumah apung sekitar waduk Cirata. Aktivitas harian Suku Bugis juga sebagian besar dilakukan di atas genangan Waduk Cirata. Secara umum laki-laki bekerja mengurus karamba jaring apung sedangkan perempuan sebagian besar tidak bekerja dan hanya mengurus keperluan rumah tangga. Sementara untuk Suku Sunda baik berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan sebagian besar bekerja sebagai buruh tani.

Potensi Desa Sindangjaya

Desa Sindangjaya yang mempunyai luas wilayah sebesar 379.654 Ha memiliki beberapa potensi alam yang dimanfaatkan dalam bidang pertanian, perkebunan dan perumahan (Tabel 3). Selain itu lahan pekarangan yang tersedia juga sebagian besar dimanfaatkan untuk menanam sayur-sayuran dan buah-buahan serta tanaman hias. Kemudian di sebelah timur Desa Sindangjaya terdapat Waduk Cirata yang dimanfaatkan dalam bidang perikanan dan pariwisata. Hal ini sesuai dengan hasil Studi Kelayakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Cianjur bahwa di wilayah Cianjur utara termasuk di kawasan Waduk Cirata lebih dimanfaatkan untuk budi daya ikan hias, pembenihan ikan, mina padi, kolam air deras dan keramba serta usaha jaring apung yang sekaligus merupakan salah satu obyek wisata yang mulai berkembang.

Tabel 3. Luas wilayah potensi alam Desa Sindangjaya

No Potensi Desa Luas wilayah 1 Pertanian ½ teknis 168,578 Ha

2 Perkebunan 15 Ha

3 Perumahan 45 Ha

4 Jalan Desa 13 Ha

5 Pekarangan 2,5 Ha

(23)

11 Berdasarkan data penelitian sebelumnya yang berjudul “Household and Livelihood Survey“ bahwa potensi alam Desa Sindangjaya di bidang pertanian sebagian besar berupa tanaman padi-padian. Selain itu di bidang perkebunan sebagian besar digunakan untuk penanaman jati, singkong dan bambu. Sementara untuk pemanfaatan lahan pekarangan sebagian besar ditanami sayur-sayuran seperti bayam, oyong, cabe serta buah-buahan seperti rambutan dan pisang. Sebagian kecil masyarakat Desa Sindangjaya juga memanfaatkan lahan pekarangannya untuk budidaya ikan air tawar, salah satunya ikan nila dengan cara membuat kolam budidaya ikan.

Karakteristik Individu Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan kecukupan protein. Hal ini dapat ditunjukkan pada ukuran angka kecukupan gizi yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin, usia, tinggi badan dan berat badan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Suku Sunda secara keseluruhan sebesar 30 orang berjenis kelamin wanita. Sementara untuk Suku Bugis, sebesar 2 orang berjenis kelamin laki-laki dan 28 orang berjenis kelaminperempuan. Hal tersebut menunjukkan adanya kecenderungan bahwa sampel yang berjenis kelamin perempuan pada Suku Sunda lebih besar dibandingkan pada Suku Bugis. Menurut Papalia dan Old (1986), wanita memegang peranan yang penting dalam penyusunan makanan untuk rumah tangga.

Umur

Umur contoh Suku Sunda berkisar antara 19 hingga 80 tahun. Sebagian besar (46.9%) kategori umur contoh menurut Papalia dan Old (1986) tergolong dewasa awal (20-40 tahun). Umur contoh Suku Bugis, berkisar antara 21 hingga 65 tahun (Tabel 4). Kategori umur terbesar (53.1%) termasuk golongan dewasa awal. Menurut Kusumawati (2006) masa dewasa awal adalah masa yang paling ideal dalam periode kehidupan manusia karena pada masa ini vitalitas dan daya tahan tubuh dinilai paling optimal. Rata-rata umur contoh secara keseluruhan berkisar 30 tahun. Sementara untuk Suku Sunda rata-rata usia contoh adalah 31 tahun sedangkan Suku Bugis adalah 30 tahun.

Tabel 4. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan jenis suku

Sosial Ekonomi Sunda Bugis Total

(24)

12

Tabel 4. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial ekonomi (lanjutan)

Tingkat Pendidikan

Menurut Atmarita (2004) tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam hal kesehatan gizi. Hal ini memungkinkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang maka semakin berkualitas dalam hal pemilihan makanan untuk keluarga termasuk kebiasaan konsumsi ikan.

Tingkat pendidikan contoh dari Suku Sunda (83%) dan Suku Bugis (66.7%) sebagian besar adalah tamatan sekolah dasar (Tabel 4). Selanjutnya untuk tamatan SMP, contoh dari Suku Sunda sebesar 13.3% sedangkan contoh dari Suku Bugis sebesar 33.3%. Sementara untuk contoh yang tidak sekolah dari Suku Bugis dan Suku Sunda hanya sebagian kecil (3.3%). Kemudian untuk tingkat SMA dan PT hanya diperoleh dari contoh Suku Bugis masing-masing sebesar 10% dan 3.3%. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan salah satu upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dominasi pekerjaan dilakukan oleh contoh yang berjenis kelamin laki-laki terkait dengan perannya sebagai kepala rumah tangga. Sebagian besar (70%) Suku Sunda tidak memiliki pekerjaan, sebesar 20% berprofesi sebagai buruh tani, sisanya sebesar 10% berwirausaha seperti memiliki warung kelontong dan jasa menjadi buruh cuci.

Sementara untuk Suku Bugis sebesar 30% bekerja mengurus keramba jaring apung, sebesar (70%) tidak bekerja (Tabel 4). Contoh yang tidak bekerja keseluruhan berjenis kelamin wanita sehingga cenderung menggunakan waktunya untuk mengurus pekerjaan rumah tangga.

Sosial Ekonomi Sunda Bugis Total

(25)

13 Status Gizi

Menurut Gibson (2005) bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunan zat gizi makanan. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan cara antropometri yaitu mengukur berat badan dan tinggi badan kemudian dihitung melalui Indeks Massa Tubuh (IMT). Berdasarkan status gizi, untuk Suku Sunda memiliki rata-rata sebesar 23.7 kg/m2 sedangkan Suku Bugis sebesar 25.8 kg/m2, sehingga penggolongan status gizi berdasarkan Riskesdas (2013) untuk Suku Sunda rata-rata dikategorikan dengan status gizi normal sedangkan Suku Bugis dikategorikan dengan status gizi overweight. Hasil uji beda Independent Sample T-test mengenai status gizi Suku Sunda maupun Bugis (Tabel 5) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0.05).

Karakteristik Keluarga

Besar Keluarga

Menurut BPS (2004) anggota rumah tangga adalah semua orang yang biasa tinggal bersama di suatu rumah dan berada pada saat pencacahan maupun tidak ada untuk sementara waktu. Selain itu dianggap masih merupakan anggota rumah tangga bila orang tersebut masih berniat menetap di rumah tangga tersebut meskipun telah tinggal kurang maupun lebih dari 6 bulan.

Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan rata-rata karakteristik keluarga, pengetahuan gizi dan status gizi

Ket. Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05)

Besar keluarga dari contoh Suku Sunda secara umum (80%) termasuk kategori keluarga kecil (≤ 4 orang) menurut BKKBN (1998). Besar keluarga Suku Bugis sebagian besar (76.7%) juga merupakan keluarga kecil (Tabel 5). Rata-rata besar keluarga suku bugis maupun Suku Sunda adalah 4 orang. Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara besar keluarga Suku Sunda dan Suku Bugis. Menurut penelitian Mapandin (2006) bahwa jumlah anggota rumah tangga yang semakin banyak akan mengakibatkan ketidakberagaman konsumsi makanan. Bila hal tersebut dikaitkan dengan kebiasaan makan maka jumlah anggota keluarga yang banyak cenderung homogen dalam hal kebiasaan makan sedangkan besar keluarga yang semakin sedikit cenderung memiliki kebiasaan makan yang berbeda.

Variabel Rata-rata SD

Sunda Bugis Total

Besar keluarga (jiwa) 3.5±1.08a 3.7±1.2 a 3.63±1.1

Pendapatan (Rp/wkt) 370655.6±272352.3 a 374091.7±445410.3 a 3.72E5±3.6E5

Pengetahuan gizi 59.3±18.1 a 62.3±19.4 a 60.83±18.7

Status gizi berdasarkan IMT (kg/m2)

(26)

14

Pendapatan Keluarga

Secara teoritis, peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi, dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi tidak hanya bertambah kuantitasnya tetapi kualitasnya juga meningkat (Bambang 2004). Pendapatan individu berbeda antar daerah di suatu negeri dan antar masyarakat di suatu daerah. Pendapatan seseorang berbeda-beda dari waktu ke waktu tergantung pada tingkat upah, kesehatan dan kegiatan mencari nafkah yang lain dari orang yang bersangkutan. Perubahan pendapatan yang diterima konsumen ini akan memberi perubahan pula pada pola konsumsi pangan pada unumnya, termasuk untuk konsumsi ikan (Bambang 2004).

Berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat (September 2013) sebagian besar tingkat pendapatan keluarga dari Suku Sunda (56.67%) tergolong keluarga tidak miskin (≤ Rp. 268 251/kapita/bulan). Kisaran pendapatan keluarga Suku Sunda antara Rp. 66 667 hingga Rp. 1 250 000 dengan rata-rata ±Rp. 371 000. Contoh Suku Bugis memiliki kisaran penghasilan antara Rp.40 000 hingga Rp. 2 000 000 dengan rata-rata ± Rp. 374 000. Sebagian besar tingkat pendapatan suku bugis (66.5%) termasuk keluarga miskin (Tabel 5). Namun berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara Suku Sunda dan Suku Bugis (p>0.05).

Pengetahuan Gizi

Menurut Atmarita (2004), tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Konsumsi makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang gizi (Khomsan 2000). Pengetahuan gizi tentang konsumsi ikan yang baik untuk kesehatan juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam mengkonsumsi ikan (Verbeke et al. 2004).

(27)

15 Kebiasaan Makan Ikan

Jenis ikan

Menurut Khumaidi (1989), dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) dan faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia). Faktor ekstrinsik adalah lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan ekonomi, lingkungan budaya, dan agama, sedangkan faktor intrinsik adalah asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit, dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan (Khumaidi 1989). Menurut Tasnime et al. (2008) menunjukkan bahwa kebiasaan konsumsi ikan menurut jenis suku pada masyarakat di Inggris berhubungan dengan warisan budaya terhadap makanan.

Kebiasaan makan ikan contoh sebagian besar memilih jenis ikan air tawar. Jenis ikan air tawar yang sering dikonsumsi adalah ikan nila. Selain ikan nila, ikan asin juga merupakan jenis ikan yang digemari. Jenis ikan asin yang biasa dikonsumsi yaitu ikan teri, ikan sepat, dan ikan japuh. Disamping itu sebagian kecil contoh juga gemar mengkonsumsi ikan tongkol yang merupakan jenis ikan laut. Sebagian besar contoh (30%) Suku Sunda mengkonsumsi jenis ikan asin terutama ikan teri, sebesar 14% mengkonsumsi jenis ikan nila dan 10% mengkonsumsi ikan sepat. Sementara untuk contoh Bugis sebagian besar (53.7%) memilih konsumsi ikan nila, sebesar 17.1% mengkonsumsi ikan kembung, dan sebesar 17.1% terbiasa mengkonsumsi ikan tongkol. Selain ikan teri dan nila yang menjadi dominan dari tiap suku, jenis ikan lain yang juga dikonsumsi antara lain adalah ikan japuh, belanak, peda, udang, cumi, tawes, selar, mas, bandeng, pepetek, sarden, dan gurame (Tabel 6).

Tabel 6. Sebaran contoh berdasarkan jenis ikan

(28)

16

Cara Pengolahan Ikan

Pengolahan ikan yang biasa digunakan contoh sebagian besar (76.7%) dilakukan dengan cara digoreng. Hal ini ditunjukkan dengan cara pengolahan ikan yang digoreng pada Suku Sunda mencapai 83.3% dan Suku Bugis 70%. Pengolahan ikan dengan cara digoreng merupakan cara pengolahan ikan yang paling sering digunakan, hal ini karena menggoreng adalah metode yang cepat, praktis, dan mudah.

Tabel 7. Sebaran contoh berdasarkan cara pengolahan ikan menurut jenis suku

Disamping itu khususnya pada Suku Bugis sebagian besar (30%) juga memiliki kegemaran mengolah ikan dengan cara dibakar, hal tersebut karena Suku Bugis cenderung mengkonsumsi jenis ikan segar dibandingkan ikan asin ataupun ikan olahan. Selain itu faktor selera juga menjadi alasan sebagian Suku Bugis sehingga lebih memilih mengkonsumsi ikan dengan cara dibakar. Sementara sebagian kecil contoh (6.7%) terbiasa mengolah ikan dengan cara dikukus dan dipindang (Tabel 7). Menurut Nailufar (2011) bahwa terdapat pengaruh yang bermakna pada metode memasak ikan, yaitu metode memasak yang tidak sesuai anjuran dapat meningkatkan resiko terkena dislipidemia sebesar 10.83 kali. Menurut Djarismawati et al. (2002) bahwa metode masak ikan dengan cara dikukus merupakan metode yang menghasilkan peningkatan kadar histamin yang paling rendah bila dibandingkan dengan cara digoreng maupun dibakar.

Cara Memperoleh Ikan

Ikan yang dikonsumsi contoh dapat diperoleh dengan cara dibeli, diberi maupun diambil dari hasil budidaya ikan. Jenis ikan nila yang sering dikonsumsi contoh biasa diperoleh dari keramba jaring apung milik pribadi yang merupakan usaha penduduk desa di sekitar Waduk Cirata sehingga khususnya Suku Bugis tidak membeli ikan nila. Selain itu konsumsi ikan nila yang tinggi juga dikarenakan harga ikan nila lebih terjangkau dibandingkan ikan mas yaitu berkisar Rp.13000/kg. Sementara untuk ikan asin yang dikonsumsi biasanya diperoleh dari pasar yang berjarak 4 km dari wilayah desa maupun warung kelontong yang berada di lingkungan Desa Sindangjaya. Kemudian untuk ikan tongkol biasa diperoleh dari saudara di luar kota.

Persepsi terhadap Ikan

Sebagian besar contoh Suku Sunda dan Suku Bugis gemar mengkonsumsi ikan. Hal tersebut menjadikan sebagian besar contoh (93.3%) Suku Sunda dan Bugis memiliki persepsi yang baik terhadap ikan dengan anggapan bahwa ikan baik dikonsumsi untuk ibu hamil karena memberikan manfaat untuk kesehatan janin. Anggapan tersebut disetujui oleh 48.3% Suku Sunda dan 45% Suku Bugis.

Cara mengolah ikan keluarga Sunda Bugis Total

(29)

17 Sementara untuk contoh yang tidak setuju hanya sebagian kecil (6.7%) karena menganggap bila mengonsumsi ikan saat hamil dapat menyebabkan mual akibat bau amis yang ditimbulkan.

Tabel 8. Sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap ikan menurut jenis suku

Alasan mengkonsumsi ikan bagi sebagian besar (40%) Suku Sunda karena ikan merupakan salah satu makanan yang bergizi, enak dan murah. Menurut Shweta (2009) alasan ikan baik untuk kesehatan karena minyak ikan memiliki efek menguntungkan pada profil lipid orang dewasa di India bila dikombinasikan dengan konsumsi minuman yoghurt. Sementara untuk Suku Bugis sebagian besar (28.3%) mengkonsumsi ikan dengan alasan ikan selalu tersedia di rumah, hal ini karena secara keseluruhan, sampel Suku Bugis memilki karamba jaring apung sebagai mata pencahariannya sehari-hari. Selain itu sebesar 5% Suku Bugis juga berpendapat bahwa makan ikan sudah merupakan kebiasaan sejak kecil dan pada dasarnya ikan merupakan makanan kesukaan Suku Bugis. Di sisi lain sebagian kecil contoh (3.4%) Suku Sunda dan Bugis yang tidak menyukai ikan disebabkan karena alergi sehingga menimbulkan rasa gatal bila mengkonsumsi ikan (Tabel 8). Frekuensi makan ikan

Sebagian besar contoh (66.7%) memiliki kebiasaan konsumsi ikan setiap hari baik Suku Sunda (31.7%) maupun Suku Bugis (35%). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua suku menunjukkan adanya tingkat kegemaran yang tinggi dalam mengkonsumsi ikan. Bila dibandingkan antara Suku Sunda dengan Suku Bugis maka Suku Bugis cenderung lebih tinggi intensitasnya dalam hal konsumsi ikan. Namun hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kebiasaan konsumsi ikan dari kedua suku (Tabel 9).

Konsumsi Ikan

Hasil food recall selama 2 hari digunakan sebagai acuan untuk menghitung besar kontribusi ikan yang dikonsumsi terhadap angka kecukupan protein. Secara keseluruhan, diperoleh 80% sampel mengkonsumsi ikan dengan rincian konsumsi ikan pada Suku Sunda sebesar 68.4% dan Suku Bugis sebesar 91.6% selama pengamatan. Sementara sebesar 20% contoh mengkonsumsi pangan non ikan. Pangan non ikan yang dikonsumsi contoh terdiri dari beberapa sumber protein selain ikan seperti telur, bakso sapi, ayam, tempe, dan tahu.

Persepsi terhadap ikan Sunda Bugis Total

(30)

18

Jumlah konsumsi ikan berdasarkan kebiasaan makan ikan contoh diperoleh menggunakan metode semi kuantitatif FFQ. Rata-rata konsumsi ikan Suku Sunda sebesar 106 g/kap/hari. Sementara untuk rata-rata konsumsi ikan Suku Bugis sebesar 155 g/kap/hari. Menurut Dahuri (2004) konsumsi ikan digolongkan cukup bila dapat mencapai ≥67.6 g/kap/hari. Kategori konsumsi ikan untuk Suku Sunda sebesar 66.7% tergolong cukup sedangkan sisanya sebesar 33.3% tergolong kurang (Tabel 9). Kemudian untuk Suku Bugis sebesar 83.3% jumlah konsumsi ikan tergolong cukup, sisanya 16.7% masih tergolong kurang. Secara keseluruhan konsumsi ikan contoh sebesar 75% sudah tergolong cukup. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi ikan Suku Sunda dengan Suku Bugis (p<0.05). Hal tersebut didukung oleh penenlitian Gomna dan Rana (2007) yang menyatakan bahwa konsumsi ikan di rumah tangga nelayan adalah dua kali lipat dari rumah tangga non nelayan, mengingat Suku Bugis sebagian besar merupakan petani ikan sedangkan Suku Sunda sebagian merupakan buruh tani.

Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi ikan serta kecukupan energi dan protein

Ket. huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) antara kategori sampel

Kandungan gizi ikan sebagai sumber protein secara keseluruhan diperoleh rata-rata sebesar 27.94 gram. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) V tahun 1993 menganjurkan konsumsi protein pangan hewani (dari produk perikanan dan peternakan) penduduk Indonesia adalah 15 g yang terdiri dari 6 g produk peternakan dan 9 g produk perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi protein hewani contoh yang berasal dari produk perikanan telah melebihi anjuran WNPG V tahun 1993.

Kontribusi Konsumsi Ikan terhadap Kecukupan Protein

Kontribusi ikan diperoleh berdasarkan perbandingan protein ikan yang dikonsumsi dengan angka kecukupan protein yang dianjurkan. Rata-rata angka kecukupan protein contoh Suku Sunda adalah 59.7 g/kap/hari dengan kisaran 51.7-71.6 g/kap/hari. Sementara untuk contoh Suku Bugis rata-rata angka kecukupan protein contoh adalah 59.17 g/kap/hari dengan kisaran 53.2-75.2 g/kap/hari. Berdasarkan hasil recall 2x24 jam menunjukkan rata-rata protein ikan yang dikonsumsi pada Suku Sunda sebesar 15.32 gram sedangkan pada Suku Bugis sebesar 40.57 gram, sehingga protein ikan yang dikonsumsi pada Suku

Variabel Rata-rata SD Total

Sunda Bugis Kebiasaan Konsumsi ikan

(kali/bln)

41.6±24.65 a 50.5±24.75 a 46.07±24.9

Energi 1716±465.63 1885±337.46 1801±412.12

TKE (%) 79.56±23.39a 88.05±17.08 a 83.8±20.75

Jumlah konsumsi ikan (g/kap/hari) 106.2±87.78a 155.24±86.4b 130.73±89.8

TKP (%) 86.52±27.52a 118.72±26.99b 102.62±31.53

(31)

19 Bugis lebih besar dibandingkan Suku Sunda. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan nilai gizi protein pada jenis ikan yang dikonsumsi.

Rata-rata kontribusi ikan terhadap angka kecukupan protein contoh pada Suku Bugis mencapai 67.9% sedangkan pada Suku Sunda sebesar 25.8% (Tabel 9). Berdasarkan WNPG V tahun 1993 bahwa kontribusi konsumsi ikan dianggap memadai bila mencapai ≥16.4% dari angka kecukupan protein. Hal tersebut mengacu pada WNPG V tahun 1993 yang menyatakan bahwa pemenuhan protein hewani sebesar 15 gram yang terdiri dari 6 gram produk peternakan dan 9 gram dari produk perikanan. Oleh karena itu kontribusi konsumsi ikan pada sebagian besar Suku Sunda (56.7%) dan Bugis (90%) tergolong cukup. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kontribusi ikan terhadap angka kecukupan protein pada Suku Sunda dan Suku Bugis (p<0.01). Bila dilihat dari kontribusi energi ikan terhadap angka kecukupan energi diperoleh bahwa rata-rata kontribusi ikan dari Suku Sunda sebesar 7.2% sedangkan Suku Bugis yaitu 15.9%. Rata-rata tingkat kecukupan energi Suku Sunda adalah 79.56% sedangkan Suku Bugis sebesar 88.05%. Berdasarkan hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi Suku Sunda maupun Bugis (p>0.05).

Tingkat kecukupan protein contoh pada Suku Sunda memiliki rata-rata sebesar 86.51% dengan kisaran 30% hingga 129.3% (Tabel 9). Sementara untuk Suku Bugis rata-rata tingkat kecukupan proteinnya sebesar 118.7% dengan kisaran 67.8% sampai 179.3%. Hasil uji beda (Independent t-test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara tingkat kecukupan protein Suku Sunda dengan Suku Bugis (p<0.01). Kategori tingkat kecukupan protein berdasarkan Depkes RI (1996) diklasifikasikan menjadi empat golongan yaitu ≥ 120% AKG (kelebihan), 90%-119% AKG (normal), 80-89% AKG (defisit tingkat ringan), 70-79% AKG (defisit tingkat sedang), <70% AKG (defisit tingkat berat).Oleh karena itu kategori tingkat kecukupan protein Suku Sunda sebesar 30% termasuk kategori normal, sisanya tergolong defisit berat(30%), defisit sedang (16.7%), defisit ringan (10%) dan kelebihan (13.3%). Sementara untuk Suku Bugis sebesar 26.7% tergolong normal, sisanya tergolong defisit berat (3.3%), defisit sedang (3.3%), defisit ringan (13.3%) dan kelebihan (53.3%).

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan Konsumsi Ikan dan Tingkat Kecukupan Protein

(32)

20

Hal tersebut juga tidak sesuai dengan penelitian Azis (2004) bahwa pendapatan konsumen mempunyai korelasi nyata dengan jumlah konsumsi ikan. Selain itu menurut Tasnime et al. (2008) juga menunjukkan bahwa kesukaan terhadap konsumsi ikan dapat mempengaruhi status sosial ekonomi.

Menurut Khumaidi (1989) kebiasaan konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh faktor internal seperti selera maupun faktor eksternal seperti lingkungan alam. Dilihat dari segi lingkungan alam, tempat tinggal contoh juga merupakan kawasan sentra produksi perikanan, hal ini juga diduga menjadi penyebab tidak adanya hubungan antara kebiasaan makan ikan dengan besar keluarga, pendidikan, pengetahuan gizi, maupun pendapatan. Selain itu khususnya Suku Bugis memiliki usaha budidaya ikan nila sehingga diduga alokasi pendapatan digunakan untuk konsumsi makanan non ikan karena sebagian besar konsumsi ikan pada Suku Bugis diperoleh dari usaha karamba jaring apung yang dimiliki dengan kata lain tidak membeli ikan di pasar. Disamping itu kebiasaan konsusmsi ikan juga dihubungkan dengan tingkat kecukupan protein. Namun hasil uji korelasi Spearman (Suku Sunda dan Bugis) menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan kebiasaan konsumsi ikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hartati (2006) yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara konsumsi ikan dengan tingkat kecukupan protein. Hal tersebut diduga bahwa tingkat kecukupan protein contoh dipenuhi dari kebiasaan konsumsi pangannon ikan yang juga merupakan sumber protein seperti telur, daging ayam, dan sebagainya.

Menurut penelitian Kusumawati (2006), tingkat kecukupan protein tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan, besar keluarga, tingkat pendapatan, dan pengetahuan gizi. Hasil uji korelasi Spearman yang diperoleh juga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein (Suku Sunda dan Suku Bugis) terhadap besar keluarga, pendapatan dan pengetahuan gizi. Hasil tersebut berlawanan dengan penelitian Dewi (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara kondisi ekonomi keluarga terhadap tingkat kecukupan protein. Selain itu, juga berlainan dengan hasil penelitian Farhan (2008) yang menyatakan bahwa kondisi sosial-budaya dan ekonomi keluarga di tingkat rumah tangga berpengaruh positif terhadap kecukupan energi dan protein pangan hewani. Oleh karena itu diduga faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan tingkat kecukupan protein tersebut karena adanya faktor lain seperti selera, daya beli keluarga dan ketersediaan pangan hewani yang menurut penelitian Farhan (2008) berpengaruh terhadap kecukupan energi dan protein.

(33)

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Secara keseluruhan contoh pada Suku Sunda berjenis kelamin wanita sedangkan Suku Bugis sebagian kecil berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata umur contoh secara keseluruhan berkisar 30 tahun dengan kisaran 19 hingga 80 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan contoh dari Suku Sunda dan Suku Bugis sebagian besar (66.7%) adalah tamatan sekolah dasar. Tingkat pendidikan hingga perguruan tinggi hanya diperoleh dari contoh Suku Bugis. Menurut jenis pekerjaan, sebagian besar (70%) contoh Suku Sunda dan Bugis tidak memiliki pekerjaan. Sementara untuk Suku Sunda sebesar 20% bekerja sebagai buruh tani sedangkan Bugis sebesar 30% bekerja mengurus budidaya ikan. Berdasarkan besar keluarga secara umum kedua suku termasuk kategori keluarga kecil (4 anggota keluarga). Dilihat dari tingkat pendapatan, sebagian besar (56.7%) tingkat pendapatan dari Suku Sunda tergolong keluarga tidak miskin sedangkan Suku Bugis (66.5%) tergolong keluarga miskin. Berdasarkan rata-rata skor pengetahuan gizi sebagian besar contoh memiliki kategori skor pengetahuan gizi sedang. Berdasarkan status gizi, untuk Suku Sunda rata-rata dikategorikan dengan status gizi normal sedangkan Suku Bugis dikategorikan dengan status gizi overweight.

Kebiasaan konsumsi ikan sebagian besar (66.7%) Suku Sunda maupun Bugis tergolong tinggi (setiap hari). Rata-rata konsumsi ikan contoh dari Suku Sunda sebesar 106 g/kap/hari. Sementara untuk rata-rata konsumsi ikan Suku Bugis sebesar 155 g/kap/hari. Rata-rata tingkat kecukupan energi contoh pada Suku Sunda adalah 79.6% sedangkan Suku Bugis sebesar 88% sehingga tergolong defisit ringan. Kontribusi ikan terhadap angka kecukupan energi sebesar 7.2% dari Suku Sunda sedangkan Suku Bugis yaitu 15.9%. Bila dilihat dari rata-rata kontribusi ikan terhadap angka kecukupan protein pada Suku Bugis mencapai 67.9% sedangkan pada Suku Sunda sebesar 25.8% sehingga sebagian besar kontribusi konsumsi ikan pada kedua suku tergolong cukup. Kategori tingkat kecukupan protein Suku Sunda rata-rata tergolong defisit ringan (86.5%) sedangkan Suku Bugis rata-rata tergolong normal (118.7%). Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kontribusi konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein dan terdapat perbedaan yang sangat nyata pada tingkat kecukupan protein antara kedua suku. Hasil uji korelasi Spearman mengenai hubungan besar keluarga, pendapatan dan pengetahuan gizi terhadap kebiasaan konsumsi ikan dan tingkat kecukupan protein tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata. Sementara hasil yang diperoleh dan berkorelasi nyata pada tingkat kecukupan protein hanya ditunjukkan untuk tingkat pendidikan sedangkan terhadap kebiasaan makan ikan tidak terdapat hubungan yang nyata.

Saran

(34)

22

(frekuensi) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kebiasaan makan ikan sunda maupun bugis. Namun secara kuantitatif (berat ikan) menunjukkan perbedaan yang nyata sehingga kebiasaan konsumsi ikan yang tinggi juga diiringi dengan kualitas ikan yang baik dari segi cara pengolahan ataupun jenis ikannya Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecukupan protein hewani lainnya sehingga dapat dibandingkan kontribusi protein dari masing-masing bahan pangan hewani dalam pemenuhan tingkat kecukupan protein yang penting untuk pencegahan status gizi buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Atmarita F. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam: Soekirman, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. 17−19 Mei 2004. Jakarta (ID): LIPI.

Azis BN. 2004. Analisis tingkat konsumsi ikan dalam hubungannya dengan tingkat pendapatan di Kecamatan Pakualaman Yogyakarta [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Muhammadiyah Semarang.

Bambang JS, Nabiu M dan Sugiarti S. 2012. Faktor-faktor tingkat produktivitas tenaga kerja pemanen sawit (studi kasus pada PT. Agro Muko Sei Kiang Estate Lalang Luas Kecamatan V Koto Kabupaten Mukomuko), kajian ekonomi usaha tani kedelai. Jurnal Agribisnis, 4(1).

Barasi, ME. 2007. At A Glance Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Erlangga.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Kamus Istilah Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Survey Sosial Ekonomi Nasional. Berita Resmi Statistik Perikanan Indonesia.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Satistika Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2013[internet]. diacu http://statistik.kkp.go.id/index.php/arsip/c/37/Buku-Kelautan-dan-Perikanan-Dalam-Angka-2013/?category_id=3. [Diunduh 24 Desember 2013]

[BPS Jabar] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Tingkat kemiskinan Jawa Barat. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 04/01/32/Th. XV, September 2013.

Bloomingdale, Lauren BG, Sarah P, Robert OW, Deborah P, Jess H, and Emily O. 2010. A qualitative study of fish consumption during pregnancy. Am J Clin Nutr. 92, 1234−1240.

(35)

23 Dahuri R. 2004. Peran pengembangan kelautan dan perikanan dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi. Makalah disajikan dalam Prosiding WNPG VIII. Jakarta (ID): LIPI.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. RISKESDAS Indonesia Tahun 1996. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

__________________________. 2013. RISKESDAS Indonesia Tahun 2013. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dewi LM. 2012. Kontribusi kondisi ekonomi keluarga terhadap status gizi (BB/TB Skor Z) pada anak usia 3-5 tahun [skripsi]. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.

Dinas Perikanan, Peternakan dan Kelautan Cianjur. 2013. Laporan Tahunan. Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulawesi Selatan. 2013. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sulawesi Selatan.

Djarismawati, Aminah, Supraptini dan Rahmawati. 2002. Peningkatan kadar histamin pada ikan laut yang sudah diolah. Jurnal Ekologi Kesehatan, (1),44−48.

Farhan M. 2008. Kecukupan konsumsi pangan hewani di Kota Jambi dalam hubungannya dengan kualitas sumberdaya manusia keluarga serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, 6(2), 81−87

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment Edisi ke-2. Oxford University Press, New York (US).

Gomna A dan Rana K. 2007. Inter-household and intra-household patterns of fish and meat consumption in fishing communities in two states in Nigeria. British. Journal of Nutrition, 97, 145−152. Doi: 10.1017/S0007114507201734

Hartati Y. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi ikan dan status gizi anak 1−2 tahun di Kecamatan Gandus Kota Palembang Tahun 2005 [tesis]. Semarang (ID): Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi [diktat]. Bogor (ID):

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Kusumawati. 2006. Tingkat konsumsi protein ikan pada wanita dewasa kelompok tani ikan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman Provinsi D.I. Yogyakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[Lemlit] Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. 2008. Studi kelayakan pemekaran wilayah Kabupaten Cianjur. Bandung (ID): Lemlit Unpad. Mapandin WY. 2006. Hubungan faktor-faktor sosial budaya dengan konsumsi

makanan pokok rumah tangga pada masyarakat di Kecamatan Wamena Kabupaten Jayawijaya tahun 2005 [tesis]. Semarang (ID): Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Nailufar, Farida. 2011. Pengaruh jumlah konsumsi dan metode memasak ikan terhadap kejadian dislipidemia [tesis]. Yogyakarta (ID): Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

(36)

24

Shweta K. 2009. Independent and interactive effects of plant sterols and fish oil n -3 long-chain polyunsaturated fatty acids on the plasma lipid profile of mildly hyperlipidaemic Indian adults. British. Journal of Nutrition, 1−11. Doi: 10.1017/S0007114509297170.

Soekarto ST. 1987. Pola Konsumsi Ikan. Di dalam: Karyadi D, editor. Seminar Manfaat Ikan bagi Pembangunan Sumberdaya Manusia. Waktu pertemuan tidak diketahui. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI dan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Tasnime N. Akbaraly dan Eric JB. 2008. Socio-demographic influences on trends of fish consumption during later adult life in the Whitehall II study. British. Journal of Nutrition, 100, 1116–1127. Doi: 10.1017/S0007114508971312. Verbeke W, Sioen I, Pieniak Z, Camp JV, Henauw SD. 2004. Consumer

perception versus scientific evidence about health benefit and safety risk from fish consumption. Public Health Nutrition, 8(4), 422−429. Doi: 10.1079/PHN2004697

(37)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman

Tabel 10. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman pada kedua suku

Variabel Kebiasaan konsumsi ikan Tingkat kecukupan protein p-value Koefisien korelasi p-value Koefisien korelasi

Besar keluarga 0.9 0.00 0.45 0.09

Pendidikan 0.3 -0.13 0.01* 0.32

Tingkat pendapatan 0.3 -0.14 0.91 -0.00

Pengetahuan gizi 0.7 0.05 0.99 0.00

Tingkat kecukupan protein

0.8 0.03 - -

Ket. tanda (*) menunjukkan terdapat hubungan yang nyata antar variabel

Tabel 11. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman pada Suku Sunda

Variabel Kebiasaan konsumsi ikan Tingkat kecukupan protein p-value Koefisien korelasi p-value Koefisien korelasi

Besar keluarga 0.07 0.33 0.5 -0.13

Pendidikan 0.2 -0.23 0.8 0.05

Tingkat pendapatan 0.3 0.18 0.1 -0.34

Pengetahuan gizi 0.6 0.09 0.6 -0.09

Tingkat kecukupan protein

0.9 -0.21 - -

Tabel 12. Uji Korelasi Rank Spearman pada Suku Bugis

Variabel Kebiasaan konsumsi ikan Tingkat kecukupan protein p-value Koefisien korelasi p-value Koefisien korelasi

Besar keluarga 0.052 -0.35 0.22 0.23

Pendidikan 0.3 -0.19 0.15 0.27

Tingkat pendapatan 0.1 -0.29 0.96 -0.00

Pengetahuan gizi 0.38 -0.16 0.7 -0.68

Tingkat kecukupan protein

0.6 -0.09 - -

Lampiran 2 Hasil Uji Beda (Independent Sample T-test)

Tabel 13. Hasil Uji Beda (Independent Sample T-test) pada kedua suku

Variabel Sunda Bugis

p-value Std. error p-value Std.error

Status gizi 0.36 0.97 0.36 0.97

Jumlah konsumsi ikan 0.33 22.49 0.33 22.49

Tingkat kecukupan protein

0.00 7.03 0.00 7.03

(38)

26

Lampiran 3 Hasil Uji Beda Mann-Whitney

Tabel 14. Hasil Uji Beda Mann-Whitney pada kedua suku

Variabel Z p-value

Besar keluarga -7.5 0.45

Pendidikan -2.7 0.00

Kebiasan konsumsi ikan -1.4 0.16

Besar pendapatan -1.3 0.17

Pengetahuan gizi -0.8 0.42

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian

Pemukiman Suku Bugis Wawancara kepada responden

Karamba jaring apung Hasil budidaya ikan nila

(39)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 26 Agustus 1992 dari ayahanda Hadi Pranggono dan ibunda Sri Rokhayat Pri Indrayati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2007-2010 di SMA Negeri 1 Kota Pekalongan. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA kemudian melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.

Gambar

Gambar 1  Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat konsumsi ikan
Tabel  1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Tabel  2.  Cara pengkategorian variabel penelitian
Tabel  2.  Cara pengkategorian variabel penelitian (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perkawinan mempunyai tujuan yang lain yaitu untuk menyalurkan kebutuhan biologis (hasrat seksual) dengan tujuan mendapatkan keturunan yang dalam pemenuhannya haruslah

2 yaitu Mengelola diskusi dengan menarik sehingga seluruh peserta berpartisipasi aktif memperoleh skor 3,05 dengan kategori Baik dan Kinerja nomor 3 Memberi

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rekawati, Widyatuti dan Fitriani (2003) mengenai uji coba pendeteksian terhadap penganiayaan

Keberadaan KKNI level 6 sangat penting dalam pengakuan dan penentuan kompetensi minimal yang harus dicapai serta dimiliki oleh setiap lulusan D IV/strata1

Anda mulai diperkenalkan bagaimana membentuk kalimat Pertanyaan, Anda mulai diperkenalkan bagaimana membentuk kalimat Pertanyaan, sebagai fundamen untuk melanjutkan

Ada berbagai golongan obat yang digunakan dalam pengobatan gagal jantung diantaranya adalah golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin Receptor

Tabel Sidik Ragam Pengaruh Konsentrasi dan Interval Waktu Pemberian Pupuk Organik Cair Urin Kelinci terhadap Rerata Jumlah Daun Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Umur. 28