• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Ekuitas Merek

Menurut Aaker dalam Rangkuty (2002:39), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau kepada pelanggan perusahaan. Aaker dalam Duncan menyatakan bahwa ekuitas merek terdiri dari 5 elemen: brand name awareness (kesadaran merek), brand association (asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas), proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya), dan brand loyalty (loyalitas merek). Keempat elemen pertama diatas mempengaruhi elemen ke lima, yaitu brand loyalty (loyalitas merek). 1. Brand Assosiation (asosiasi merek)

Menurut Aaker dalam Rangkuty (2002:43), asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Simamora (2001:82), menyatakan bahwa asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan merek dalam ingatan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asosiasi merek merupakan segala hal atau kesan yang ada dibenak seseorang yang berkaitan dengan ingatannya mengenai suatu merek.

Menurut Aaker dalam Durianto dkk (2001: 70), asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut:

a. Atribut Produk

Mengasosiasikan suatu objek dengan salah satu atau beberapa atribut atau karakteristik produk yang bermakna dan saling mendukung, sehingga asosiasi bisa langsung diterjemahkan dalam alasan untuk pembelian produk.

b. Atribut tak berwujud

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai, yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

c. Manfaat Pelanggan

Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Manfaat bagi pelanggan dibagi 2, yaitu :

1) Rasional Benefit (Manfaat Rasional)

Manfaat rasional berkaitan erat dengan produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional.

2) Psycological Benefit (Manfaat Psikologi)

Manfaat psikologi seringkali merupakan konsekuensi eksternal dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut.

d. Harga Relatif

Evaluasi terhadap suatu merek disebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua tingkatan harga. Harga yang dijadikan sebagai sumber asosiasi adalah harga yang rendah atau harga yang terjangkau. Pengguna “harga terjangkau” sebagai sumber asosiasi akan bermanfaat bila pasar yang dibidik sensitif terhadap harga, dan selisih harga yang ditawarkan cukup berarti bagi konsumen.

e. Penggunaan

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut kedalam suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

f. Pemakai / Pelanggan

Strategi posisioning pengguna yaitu mengasosiasikan sebuah merek dengan tipe pengguna atau pelanggan.

g. Orang Terkenal

Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut. Hal itu dapat memudahkan merek tersebut mendapat kepercayaan dapi pelanggan.

h. Gaya Hidup

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan

karakteristik gaya hidup yang hampir sama. Tetapi tidak semua produk dapat dikaitkan dengan gaya hidup atau kepribadian, yang bisa hanyalah produk-produk yang bisa ditampilkan atau dibanggakan kepada orang lain.

i. Kelas Produk

Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. Cara ini akan lebih berhasil kalau merek tersebut adalah merek pertama pada kategori produk yang bersangkutan.

j. Pesaing

Mengetahui pesaing dan berusaha menyamai atau bahkan mengungguli pesaing. Usaha membandingkan suatu merek dengan merek lain bisa dijadikan sebagai sumber asosiasi. Tetapi perlu diingat bahwa komparasi seperti itu mengandung resiko. Resiko pertama, ada kemungkinan konsumen malah tidak menyukai produk kita karena komparasi yang tidak etis. Kedua, pesaing bisa melebihi produk kita sehingga klaim kita pun hangus.

k. Negara

Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Syarat untuk menggunakan sebuah negara sebagai sumber asosiasi adalah tempat-tempat yang dijadikan sumber asosiasi harus memiliki citra yang positif tentang produk yang diiklankan.

2. Brand Awareness (kesadaran merek)

Menurut Aaker dan Simamora (2001:74), kesadaran merek adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merekmerupakan bagian dari kategori produk tertentu. Sedangkan menurut Durianto dkk. (2001:54), kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu.

Menurut Aaker dalam Rangkuti (2002 : 40) tingkatan kesadaran merek dari tingkat terendah sampai dengan tingkat teritinggi adalah sebagai berikut: a. Unaware Of Brand (tidak menyadari merek)

Adalah tingkatan paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.

b. Brand Recognition (Pengenalan Merek)

Adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall)

c. Brand Recall (Pengingatan kembali terhadap Merek)

Adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall).

d. Top Of Mind (Puncak pikiran)

Adalah merek yang disebut pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain,

merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

3. Perceived Quality (persepsi kualitas)

Menurut Aaker dalam Rangkuti (2002:41), persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan.

Perceived quality (persepsi kualitas) adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau layanan ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain (Simamora, 2001 :78).

Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk. Menurut David A. Garvin dalam Durianto dkk (2001:98), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu :

a. Kinerja

Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. b. Pelayanan

Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.

c. Ketahanan

d. Keandalan

Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

e. Karakteristik Produk

Bagian-bagian tambahan dari produk. Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk hampir terlihat sama.

f. Kesesuaian dengan spesifikasi

Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan diuji.

g. Hasil

Mengarah kepadsa kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas yang penting.

4. Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya)

Elemen ini adalah elemen tambahan dari keempat elemen utama sebelumnya. Aset-aset merek lainnya seperti hak paten, akses terhadap pasar, akses terhadap teknologi, akses terhadap sumber daya, dan lain-lain.

5. Brand loyalty (loyalitas merek)

Menurut Rangkuty (2002 : 60) loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap merek. Simamora (2001:70), menyatakan bahwa loyalitas merek adalah ukuran kedekatan pelanggan kepada sebuah merek. Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek merupakan ukuran kesetiaan, kedekatan, keterkaitan pelanggan terhadap sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada merek tersebut dihadapi adanya perubahan, baik menyangkut harga maupun atribut lainnya.

Adapun tingkatan loyalitas menurut Aaker dalam Durianto dkk. (2004:19) adalah sebagai berikut :

a. Brand Switcher (Berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembelinya dari suatu merek ke merek lain, mengidentifikasi mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik kepada merek tersebut. Pada tingkatan ini, merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adlah merka membeli suatu produk karena harganya murah.

b. Habitual Buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Dapat dikategorikan sebagai pelanggan yang puas dengan merek produk yang dikonsumsi, dan tidak ada alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli produk lain atau berpindah merek, terutama jika perpindahan merek tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun pengorbanan lainnya. Pelanggan dalam membeli suatu merek lebih didasarkan oleh kebiasaan mereka.

c. Satisfied Buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pelanggan masuk dalam kategori puas bila mengkonsumsi merek tersebut, meskipun mungkin saja mereka beralih dari merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang merupakan konsekuensi ketika beralih ke suatu merek lain. Untuk menarik pelanggan dalam tingkat ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pelanggan dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi (switching cost loyal).

d. Likes The Brand (menyukai Merek)

Pelanggan sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan yang emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pelanggan bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya, baik yang dialami pribadi, maupun kerabat, atau dapat juga disebabkan oleh

kesan kualitas yang tinggi. Meski demikian seringkali suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan dalam suatu yang spesifik.

e. Commited buyer (pembeli yang komit)

Tingkatan tertinggi dalam piramida loyalitas. Pelanggan merupakan pelanggan yang setia dan memiliki kebanggaan sebagai pengguna suatu produk merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka yang dipandang dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Salah satu aktualisasi loyalitas pelanggan ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan atau mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Loyalitas merek dapat menjadi aset yang sangat strategis bagi perusahaan.

Dokumen terkait