• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Sumber Daya Energi

2.5.2 Elastisitas Energi

Elastisitas energi adalah hasil dari perbandingan antara laju pertumbuhan konsumsi energi dengan laju pertumbuhan ekonomi. Semakin kecil angka elastisitas, maka semakin efisien penggunaan energi di suatu negara.

Dari data Statistik Ekonomi Energi Departemen Energi Sumberdaya Dan Mineral (DESDM) menggambarkan kalau tingkat elastisitas pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia dalam rentang tahun 1991-2005 sekitar 2,02. Hal ini menunjukkan kalau tingkat efisiensi elastisitas energi di Indonesia masih kecil dibandingkan Negara-negara lainnya.Efisiensi elastisitas energi diharapkan mencapai angka kurang dari 1, yang menunjukkan tingkat efisiensi tinggi. Angka ini sangat jauh bila dibandingkan dengan elastisitas energi negara-negara maju. Bahkan Jerman dapat mencapai elastisitas (-0.12) dalam kurun waktu 1998–2003 (DESDM 2006). Energi di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak menghasilkan, tercermin dari tingginya elastisitas energi Indonesia. Perbandingan elastisitas dan intensitas pemakaian energi sejumlah negara periode tahun 1998-2003 diperlihatkan pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4.

Sumber : DESDM, 2006

Gambar 2.3: Perbandingan elastisitas pemakaian energi sejumlah Negara tahun 1998-2003

Dari grafik diatas dapat dilihat nilai intensitas Indonesia 1,84 yang sangat jauh diatas dari beberapa negara lainnya. Hal ini menunjukkan laju pertumbuhan konsumsi energi yang jauh diatas laju pertumbuhan eknomi. Maka harus diadakan tindakan untuk mensiasati permasalahan ini untuk menekan angka elastisitas menjadi lebih kecil.

Sumber: kementrian ESDM, 2009

Gambar 2.4: Perbandingan penggunaan intensitas pemakaian energi primer beberapa Negara

Selanjutnya pada Gambar 2.5 dapat disimpulkan kalau intensitas konsumsi energi akhir per kapita di Indonesia terkesan mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, intensitas konsumsi energi akhir per kapita sebesar 2.26 SBM per kapita kemudian meningkat menjadi 2.82 pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 8 tahun, terjadi peningkatan pemborosan penggunaan energi sebesar 24.78 persen.

Sumber: kementrian ESDM, 2009

Gambar 2.5. Intensitas konsumsi energi akhir Per Kapita di Indonesia, tahun 2000-2008

Dari aspek harga energi memperlihatkan kalau harga energi di Indonesia belum menyentuh harga yang seharusnya.Hal ini dikerenakan harga energi di Indonesia masih di subsidi oleh Negara. Beberapa dampak negatif masih di subsidi oleh pemerintah adalah : (1) tingginya ketergantungan pada sumber energi minyak bumi yang ditunjukkan oleh dominasi minyak bumi dalam kombinasi pasokan sumber energi domestik (energi mix). Sinyal harga yang rendah tersebut menjadi disinsentif bagi usaha diversifikasi maupun konservasi (penghematan) energi, (2) Subsidi BBM di APBN mengancam keberlangsungan fiskal (fiscal sustainability) pemerintah, (3) tidak optimalnya pemanfaatan sumber energi lain, baik fosil energi seperti gas alam dan batu bara yang cadangannya jauh lebih besar dari minyak bumi maupun energi baru dan terbarukan, (4) maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri sehingga tingkat permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan nyata di sektor transportasi, industri, dan rumahtangga, (5) maraknya kegiatan pengoplosan BBM yang merugikan negara dan konsumen umum, dan (6) sinyal harga mendistorsi kelayakan investasi di sektor hilir migas [20].

Beberapa kendala dalam penyediaan energi di Indonesia adalah karena teknologi yang digunakan belum terlalu memadai atau mendukung serta investasi dalam bidang energi di Indonesia yang masih kurang [20].

Karena teknologi yang belum mendukung banyak aktivitas eksplorasi minyak di Indonesia terpaksa diberikan kepada kontraktor perusahaan minyak asing dengan sistem kontrak produksi sharing (KPS) dengan skema pembagian 85 persen untuk pemerintah pusat dan 15 persen untuk kontraktor. Hal ini menunjukkan bahwa kita sebagai Negara Indonesia belum bisa menikmati sepenuhnya sumber daya alam yang kita miliki.

Sementara itu investasi energi masih terbatas.Hal ini terlihat dengan jumlah kilang minyak yang berproduksi di Indonesia. Berdasarkan data Kementrian Energi Sumber Daya Mineral tahun 1990-2008 menunjukkan pertumbuhan rata-rata jumlah kilang minyak sebesar 1.39 persen dari 8 kilang minyak tahun 1990-2003 menjadi 10 kilang minyak tahun 2007- 2008. Penyebab rendahnya investasi di Indonesia dalam bidang energi disebabkan : (1) regulatory environment problem, karena berbagai peraturan menciptakan ketidakpastian dan inkonsistensi sehingga menciptakan regulatory risk yang besar sehingga menjadi disensentif bagi investor dalam dan luar negeri, (2) pricing policy problem, kecenderung penetapan harga di dalam negeri yang rendah sehingga tidak menarik bagi investor dan ini mensyaratkan agar harga energi menjadi masalah strategik, (3) high cost economy, dengan proses pasar energi yang menyangkut perencanaan proyek di Indonesia perlu dibangun suatu proses menyeluruh yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka sehingga para investor dapat menghemat biaya dan efisien dalam melakukan proses eksplorasi, (4) inconsistency tax sistem, ada inkonsistensi di bidang perpajakan yang berkaitan dengan implementasi regulasi baru, dan (5) limited infrastructure, infrastruktur jalan, transmisi, transportasi, dan pelabuhan yang menghubungkan wilayah eksplorasi dan distribusi dirasakan sangat kurang sehingga menghambat investasi [20].

Seiring dengan ketersediaan energi fosil yang semakin langka, karena merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, dewasa ini berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, kembali menggalakkan penggunaan energi biomass sebagai salah satu energi yang dapat diperbaharui. Biomass merupakan seluruh bahan organik, berasal dari

kayu, tumbuhan, kotoran hewan, dan sumber-sumber organik lainnya, yang dapat didigunakan sebagai sumber energi.

Elastisitas energi Indonesia pada 2009 masih cukup tinggi yaitu 2,69. Sebagai perbandingan menurut penelitian International Energi Agency (IEA) tahun 2009,angka elastisitas Thailand adalah 1,4, Singapura 1,1 dan negara-negara maju berkisar dari 0,1-0,6.

Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per produksi domestic bruto (PDB). Semakin rendah angka intensitas, maka semakin efisien penggunaan energi di sebuah negara. Intensitas energi primer Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 565 TOE (ton oil equivalent) per 1 juta US$. Artinya untuk meningkatkan PDB sebesar 1 juta US$, Indonesia memerlukan energi sebanyak 565 TOE. Sebagai perbandingan, intensitas energi Malaysia adalah 493 TOE/juta US$ dan rata-rata intensitas energi negara maju dalam organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan (OECD) hanyalah 164 TOE perjuta US$.

Disadari atau tidak, Indonesia tergolong negara yang sangat boros dalam mengonsumsi energi, termasuk energi listrik. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari dua indikator, yakni intensitas dan elastisitas energi. Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi dengan produk domestik bruto (PDB), sedangkan elastisitas energi adalah perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semakin kecil angka intensitas dan elastisitas energi suatu negara maka semakin efisien pula penggunaan energi di negara yang bersangkutan.

Berdasarkan data Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 2005, elastisitas energi di Indonesia mencapai angka 400 atau empat kali lebih besar dibanding Jepang.Angka ini juga masih lebih boros dibanding negara-negara Amerika Utara yang mencapai angka 300. Sementara itu, berdasarkan data Lembaga Konservasi Energi Nasional (2004), elastisitas energi Indonesia berkisar antara 1,04-1,35 dalam kurun waktu 1985-2000. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding dengan negara

maju yang pada kurun yang sama angka elastisitasnya rata-rata hanya mencapai 0,55-0,65. Dalam hal ini yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan gerakan hemat listrik adalak Kementrian ESDM dan Kementrian Dalam Negri.

Dalam hal ini budaya yang harus dilakukan dalam kalangan masyarakat adalah dengan melakukan penghematan pemakaian energi terutama energi listrik. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengeffisiensikan sebaik mungkin dalam setiap menggunakan energi. Ada dua keuntungan utama apabila hal ini dilakukan yaitu pengeluaran masyarakat dalam menggunakan energi akan berkurang dengan sendirinya serta bisa ikut serta dalam menjaga pasokan energi agar tidak habis dengan percuma. Karena apapun itu alasannya persedian energi akan habis, Cuma kita bisa menundanya dengan melakukan pengeffisiensian dalam setiap pemakaian energi.

Beberapa cara yang bisa dilakukan dalam rangka menggunakan energi secara effisien seperti mematikan lampu yang tak terpakai di siang hari, mematikan televisi yang tidak sedang ditonton, mematikan AC di ruangan yang tak terpakai, juga tindakan-tindakan lain yang bisa menghemat energi listrik. Jika sekian juta pelanggan rumah tangga bisa melakukan, penghematannya pasti cukup besar nilainya.

Dan juga sesuai dengan yang diteliti di dalam skripsi ini adalah dengan melakukan effisiensi energi dalam bidang pemakaian energi dari penggunaan AC dengan cara pemasangan yang sesuai standarisasi serta letak bangunan yang sesuai dengan standarisasi agar bisa menghemat pemakaian energi sedikit mungkin. Apabila cara ini bisa disosialisasikan dengan baik kepada seluruh masyarkat maka bisa dapat dipastikan Indonesia menjadi salah satu negara yang pemakaian energinya paling sedikit serta penyumbang aktif dalam penghematan menjaga sumber daya energi yang ada.

Oleh karena itu, diperlukan penyadaran yang lebih intensif dan lebih dapat menyentuh masyarakat golongan menengah ke atas untuk berpartisipasi lebih aktif dalam melakukan penghematan listrik.Pada

golongan masyarakat ini, isi hemat baiya dari penggunaan energi tidak akan terlalu berpengaruh, tetapi masalah yang bisa diberikan kepada masyrakat golongan menengah keatas ini adalah akibat yang timbul dari pemakaian energi terlalu banyak dengan percuma. Karena dengan itu mereka akan menyadari pentingnya dalam hal menghemat energi dengan cara mengeffisienkan setiap pemakaian energi.

Dokumen terkait