• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KESEIMBANGAN UMUM

Rural 1 Rural 2 Rural 3 Rural 4 Rural 5 Urban 1 Urban 2 Urban 3 21 Industri pengolahan hasil peternakan 552 1 918 1 060 418 747 1 709 623 2

2. Pajak Perdagangan Internasional 12 397.80 4

5.7. Elastisitas dan Parameter Lain

Selain data dasar yang telah dikemukan di atas, model keseimbangan umum juga membutuhkan data parameter elastisitas dan beberapa parameter behavioural. Parameter elastisitas yang digunakan dalam model ini adalah elastisitas Armington, elastisitas substitusi tenaga kerja, elastisitas substitusi untuk input primer, elastisitas permintaan ekspor dan elastisitas pengeluaran. Parameter lain yang diperlukan adalah parameter yang berhubungan dengan investasi. Idealnya parameter-parameter tersebut diperoleh dari data time series yang kemudian diestimasi dengan menggunakan alat analisis ekonometrika. Namun demikian karena adanya keterbatasan data di lapangan, menyebabkan sebagian besar dari nilai parameter tersebut diperoleh dari hasil studi terdahulu, baik studi yang dilakukan di Indonesia maupun studi yang dilalukan di negara lain yang kemudian diaplikasikan pada model Indonesia. Berikut akan dijelaskan masing- masing besaran parameter elastisitas dan parameter lainnya yang digunakan dalam model.

(1) Elastisitas Armington

Armington telah mengemukakan teori mengenai permintaan barang dalam aktivitas perdagangan internasional. Dalam teori yang dikembangkannya, Armington memperkenalkan asumsi bahwa produk yang diperdagangkan secara internasional berbeda berdasarkan lokasi produksinya. Armington lebih jauh mengasumsikan bahwa dalam suatu negara, setiap industri hanya menghasilkan satu produk dan bahwa produk ini berbeda dari produk industri yang sama dari negara lain. Dari sudut pandang konsumen, produk suatu industri yang berasal dari berbagai negara merupakan sekelompok barang yang dapat saling

bersubstitusi (Lloyd dan Zhang, 2005). Tingkat substitusi di antara barang yang dihasilkan oleh industri domestik dan industri di negara lain besifat tidak sempurna (imperfect of substitution) (Kapuscinski dan Warr, 1999). Derajat substitusi di antara kedua barang tersebut selanjutnya dikenal secara luas sebagai elastisitas substitusi Armington atau disingkat elastisitas Armington.

Asumsi Armington terhadap produk yang terdeferensiasi secara nasional telah diadopsi secara luas dalam model CGE untuk mendefenisikan permintaan barang-barang domestik dan barang-barang impor. Dalam penelitian ini, nilai elastisitas Armington untuk tiap komoditas mengikuti model DyREC yang dikembangkan oleh Oktaviani et al. (2007), dimana elastisitas Armington diestimasi dengan menggunakan data time series yang tersedia. Untuk mengestimasi elastisitas Armington diperlukan data volume dan harga barang impor serta data produksi dan harga barang domestik. Selanjutnya data ini dianalisis dengan model logaritma ganda (DLM) dan model penyesuaian parsial (PAM). Nilai parameter elastisitas tersebut disajikan pada Tabel 18.

(2) Elastisitas Permintaan Ekspor

Elastisitas permintaan ekspor menunjukkan respon permintaan komoditas ekspor terhadap perubahan harganya di pasar internasional. Pada perekonomian internasional, Indonesia diasumsikan sebagai negara kecil, sehingga ekspor Indonesia tidak akan mempengaruhi harga dunia. Dalam penelitian ini, nilai elastisitas permintaan ekspor mengikuti model DyREC yang dikembangkan oleh Oktaviani et al. (2007), yang diestimasi dengan menggunakan data volume dan nilai ekspor. Elastisitas permintaan ekspor masing-masing sektor/komoditas disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Parameter Elastisitas yang Digunakan Dalam Model Sektor/Komoditas Elastisitas Armington Permintaan Ekspor Substitusi Input Primer Substitusi TK 1. Padi 4.87 -1.40 0.71 0.50 2. Kedelai 4.87 -1.40 0.71 0.50 3. Jagung 4.87 -1.40 0.71 0.50 4. Ubi kayu 4.87 -1.40 0.71 0.50

5. Sayur-sayuran dan buah-

buahan 4.87 -1.40 0.71 0.50

6. Tanaman bahan makanan

lainnya 4.87 -1.40 0.71 0.50 7. Karet 1.74 -0.98 0.71 0.50 8. Tebu 1.74 -0.98 0.71 0.50 9. Kelapa 1.74 -0.98 0.71 0.50 10. Kelapa sawit 1.74 -0.98 0.71 0.50 11. Tembakau 1.74 -0.98 0.71 0.50 12. Kopi 1.74 -0.98 0.71 0.50 13. Teh. 1.74 -0.98 0.71 0.50 14. Kakao 1.74 -0.98 0.71 0.50

15. Tanaman perkebunan lainnya 1.74 -0.98 0.71 0.50 16. Tanaman lainnya 4.87 -1.40 0.71 0.50

17. Peternakan 0.06 -0.96 0.71 0.50

18. Kehutanan 1.79 -0.36 0.71 0.50

19. Perikanan 0.06 -1.11 0.71 0.50

20. Pertambangan 1.20 -0.58 1.21 0.44

21. Industri pengolahan hasil

peternakan 0.59 -1.39 1.21 0.04

22. Industri pengolahan hasil

perikanan 0.59 -1.39 1.21 0.04

23. Industri minyak dan lemak 0.59 -1.39 1.21 0.04 24. Beras (Industri penggilingan

padi) 0.59 -1.39 1.21 0.04

25. Industri tepung segala jenis 0.59 -1.39 1.21 0.04 26. Industri gula 0.59 -1.39 1.21 0.04 27. Industri rokok 0.59 -1.39 1.21 0.04 28. Industri bambu, kayu dan

rotan 1.05 -1.19 1.21 0.04

29. Industri pupuk dan pestisida 0.53 -0.13 1.21 0.04 30. Industri pengolahan karet 0.53 -0.13 1.21 0.04 31. Industri lainnya 0.72 -0.56 1.21 0.04 32. Listrik, gas dan air bersih 2.80 -5.60 0.46 0.50

Tabel 18. Lanjutan Sektor/Komoditas Elastisitas Armington Permintaan Ekspor Substitusi Input Primer Substitusi TK 33. Bangunan 1.90 -3.78 0.25 0.20

34. Perdag., hotel dan restoran 1.90 -3.79 0.76 0.50

35. Jasa transportasi 1.90 -3.78 1.47 0.07

36. Lembaga keuangan 1.90 -3.78 0.34 0.50 37. Pemerintahan umum dan

pertahanan 1.90 -3.79 0.34 0.50

38. Jasa lainnya 1.90 -3.79 0.34 0.50

Sumber: Oktaviani et al. (2007, dimodifikasi).

(3) Elastisitas Substitusi Input Primer

Elastisitas substitusi input primer menunjukkan bagaimana respon dari setiap input pada setiap sektor akibat perubahan harga input. Pada fungsi produksi CES, faktor primer disubstitusi sesamanya dengan elastisitas substitusi yang konstan. Nilai yang sama juga diberlakukan untuk semua faktor yang saling berpasangan. Biasanya nilai yang digunakan untuk elastisitas ini adalah 0.5. Kisaran nilai 0.5 tersebut telah digunakan dalam model ORANI, ORANI-F dan ORANI-G pada perekonomian Australia (Dixon et al., 1982; Horridge et al., 1993; Horridge et al., 1997). Penentuan nilai elastisitas substitusi input primer dalam penelitian ini mengikuti model DyREC yang dikembangkan oleh Oktaviani et al. (2007). Adapun nilai elastisitas substitusi input primer masing-masing sektor/komoditas disajikan pada Tabel 18.

(4) Elastisitas Substitusi Tenaga Kerja

Nilai elastisitas substitusi tenaga kerja menunjukkan respon dari perubahan tenaga kerja pada berbagai jenis pekerjaan akibat adanya perubahan

upah. Penelitian khusus yang telah dilakukan untuk memperkirakan besaran nilai elastisitas substitusi antar pekerjaan di Indonesia cukup sulit untuk ditemukan. Sebagian besar studi yang menggunakan model CGE di Indonesia mengadopsinya dari studi-studi sebelumnya untuk negara lain. Pada konstruksi data dasar model INDOF misalnya, Oktaviani (2000) menggunakan angka 0.5 untuk seluruh sektor penelitiaannya. Angka ini diperoleh dari studi Horridge et al. (1993) untuk model CGE perekonomian Australia. Angka yang sama juga telah digunakan oleh Buetre (1996) untuk model perekonomian Philippina. Oleh karena itu, penentuan nilai elastisitas substitusi antar jenis pekerjaan di Indonesia yang digunakan pada model ini mengikuti metode yang digunakan oleh Oktaviani et al. (2000). Elastisitas substitisi tenaga kerja pada masing-masing sektor yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 18.

(5) Elastisitas Pengeluaran

Seperti yang telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, bahwa penelitian ini mencoba untuk menangkap bagaimana dampak peningkatan produktivitas industri pertanian terhadap pendapatan rumahtangga. Oleh sebab itu, rumahtangga dalam penelitian ini dibagi ke dalam delapan kelompok pendapatan. Pengelompokan tersebut mengikuti pengelompokan SNSE 2003. Dengan demikian elastisitas pengeluaran dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan jenis rumahtangga. Besaran nilai elastisitas pengeluaran masing-masing rumahtangga berdasarkan sektor mengikuti nilai yang terdapat pada SUSENAS tahun 2002. Adapun besaran nilai tersebut disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Parameter Elastisitas Pengeluaran Rumahtangga yang Digunakan Dalam Model

Sektor Rural1 Rural2 Rural3 Rural4 Rural5 Urban1 Urban2 Urban3 1 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 2 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 3 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 4 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 5 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 6 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 7 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 8 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 9 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 10 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 11 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 12 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 13 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 14 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 15 0.855 0.949 0.885 0.896 0.956 0.693 0.677 0.671 16 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 0.855 17 1.770 1.965 1.832 1.854 1.979 1.839 1.796 1.780 18 0.536 0.595 0.554 0.561 0.599 0.943 0.921 0.913 19 0.990 0.990 0.990 0.990 0.990 0.990 0.990 0.990 20 0.536 0.595 0.554 0.561 0.599 0.943 0.921 0.913 21 0.690 0.765 0.713 0.722 0.771 1.241 1.212 1.201 22 0.690 0.765 0.713 0.722 0.771 1.241 1.212 1.201 23 0.664 0.737 0.687 0.695 0.742 0.656 0.640 0.635 24 0.690 0.765 0.713 0.722 0.771 1.241 1.212 1.201 25 0.690 0.765 0.713 0.722 0.771 1.241 1.212 1.201 26 0.690 0.765 0.713 0.722 0.771 1.241 1.212 1.201 27 0.664 0.737 0.687 0.695 0.742 0.656 0.640 0.635 28 1.107 1.229 1.145 1.159 1.237 0.831 0.811 0.804 29 0.664 0.737 0.687 0.695 0.742 0.656 0.640 0.635 30 0.664 0.737 0.687 0.695 0.742 0.656 0.640 0.635 31 0.664 0.737 0.687 0.695 0.742 0.656 0.640 0.635 32 0.536 0.595 0.554 0.561 0.599 0.943 0.921 0.913 33 0.690 0.765 0.713 0.722 0.771 1.241 1.212 1.201 34 0.987 1.095 1.021 1.033 1.103 0.854 0.834 0.827 35 0.949 1.053 0.982 0.994 1.061 1.294 1.263 1.253 36 0.664 0.737 0.687 0.695 0.742 0.656 0.640 0.635 37 0.804 0.892 0.832 0.841 0.898 0.955 0.933 0.925 38 1.309 1.452 1.354 1.370 1.463 1.052 1.027 1.018 Sumber: SUSENAS tahun 2002

(6) Elastisitas Upah dan Trend Tenaga Kerja

Sebuah model recursive dynamic membutuhkan data elastisitas upah dan data aktual/trend tenaga kerja. Sayangnya data tersebut tidak tersedia di Indonesia, sehingga nilai-nilai tersebut diambil dari nilai yang digunakan pada model DyREC (Oktaviani et al., 2007), yaitu sebesar 0.80 untuk elastisitas tenaga kerja dan 0.0097 untuk aktual/trend tenaga kerja.

(7) Parameter Investasi

Parameter investasi (BETA_Ri) menunjukkan hubungan antara tingkat pengembalian modal dan modal di tiap industri. Dalam penelitian ini parameter investasi yang digunakan adalah 5, mengikuti parameter investasi yang terdapat pada model ORANI-F (Horridge et al., 1993).

(8) Tingkat Depresiasi Faktor dan Nilai Depresiasi

Tingkat depresiasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 10 persen. Nilai tersebut mengikuti nilai yang terdapat pada model ORANI-F (Horridge et al., 1993). Adapun besaran nilai untuk depresiasi faktor sebesar 0.9 (diperoleh dari 1 dikurangi tingkat depresiasi). Nilai yang sama juga digunakan oleh Buetre (1996) pada model Philipina.

(9) Rasio Investasi Modal

Rasio investasi modal yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0.1375. Nilai ini diperoleh dari beberapa alternatif nilai rasio investasi modal yang digunakan dalam memperbaharui data dasar tahun 1995-2000 (Susanti, 2002). Dengan menggunakan angka 0.1375, persentase perubahan GDP Riil dan investasi hampir sama dengan perubahan aktualnya.

(10) Stok Kapital pada Setiap Industri

Stok kapital awal pada setiap industri dibutuhkan untuk menggambarkan keseimbangan awal perekonomian. Dalam model keseimbangan umum data stok kapital awal digunakan untuk menentukan nilai tingkat pertumbuhan (growth rate), tingkat pengembalian kotor (gross rate of return) dan stok kapital pada periode yang akan datang di setiap industri. Namun demikian data stok kapital awal di setiap industri tidak tersedia pada Tabel I-O, sehingga nilai tersebut diperoleh dengan cara mengikuti perhitungan yang digunakan pada penelitian terdahulu.

Secara umum terdapat tiga alternatif yang dapat digunakan untuk menghitung nilai stok kapital awal (Oktaviani, 2000). Ketiga cara perhitungan tersebut disajikan pada Gambar 23.

Sumber: Oktaviani (2000)

Gambar 23. Perhitungan nilai Stok Kapital & Nilai

Depresiasi

Tingkat Depresiasi Nilai Stok Kapital

Rasio Investasi-

Kapital Investasi

Tingkat Depresiasi, Investasi

Nilai Stok Kapital Periode yang Akan

Datang Tingkat Pertumbuhan Nilai Kapital Tingkat Depresiasi Investasi Tingkat Pengembalian Kotor

(Gross Rate of Return) &

& &

Keterangan Data is Pre-

specified Data Tersedia, Kecuali yang Berhuruf Tebal l

Data dihitung

Baris pertama pada Gambar 23 menunjukkan bahwa nilai stok kapital dapat dihitung berdasarkan nilai tingkat depresiasi dan nilai depresiasi pada setiap industri. Adapun rumus untuk menghitung stok kapital awal adalah:

V0CAPi = VDEPi/(1-DEPi) ………...………....……(5.14) dimana:

V0CAPi = Nilai stok kapital awal VDEPi = Nilai depresiasi 1-DEPi = Tingkat depresiasi

Baris kedua pada Gambar 23 menunjukkan cara perhitungan stok kapital awal berdasarkan nilai rasio investasi kapital dan data investasi. Melalui cara ini nilai kapital stok awal dapat diperoleh dengan mengikuti rumus:

V0CAPi = V2TOTi/R_Ti ...(5.15) dimana:

V0CAPi = Nilai stok kapital awal

V2TOTi = Nilai investasi pada setiap industri

R_Ti = Rasio investasi kapital pada setiap industri

Dari persamaan (5.14) dan (5.15), persamaan yang paling mungkin untuk diterapkan pada kasus Indonesia adalah persamaan (5.15), dimana pada persamaan ini diasumsikan bahwa nilai rasio investasi kapital pada setiap industri sama (Oktaviani, 2000). Persamaan (5.14) tidak digunakan dalam penelitian ini, walaupun data depresiasi pada setiap industri tersedia pada Tabel I-O. Tidak digunakannya cara ini karena hasil yang diperoleh dari persamaan (5.14) terutama pada nilai pertumbuhan kapital tidak realistis (Oktaviani, 2000).

(11) Tingkat Pengembalian Kotor

Perhitungan nilai tingkat pengembalian kotor (The Gross Rate of Return), termasuk risiko, pada setiap industri dalam penelitian ini mengikuti cara

perhitungan yang telah dilakukan oleh Oktaviani (2000) dalam model INDOF. Adapun rumus yang digunakan adalah:

GROSSRRi = V1CAPi/V2TOTi*(X1GROWIi-DEPi) ...(5.16) dimana:

GROSSRRi = Tingkat pengembalian kotor, termasuk risiko, pada industri i

V1CAPi = Sewa kapital pada industri i

V2TOTi = Total kapital yang dihasilkan setiap industri X1GROWIi = Pertumbuhan kapital pada setiap industri DEPi = Depresiasi faktor pada industri i

Nilai X1GROWIi dan V0CAPFi dihitung berdasarkan rumus: X1GROWI(i)=V0CAPF(i)/V0CAP(i)

V0CAPF(i)=DEP(i)*V0CAP(i)+V2TOT(i) ...(5.17)

(12) Trend Investment/Kapital dan Maximum/Trend Investment/Kapital Ratio

Mengingat data investment/kapital tidak tersedia di Indonesia, maka dalam penelitian ini nilai yang digunakan untuk kedua parameter tersebut mengikuti nilai yang terdapat dalam model ORANIGRD pada perekonomian Australia. Nilai trend investment yang digunakan pada model ORANIGRD adalah 0.08 dan nilai maximum/trend investment capital ratio adalah 4.00.

(13) Elastisitas Investasi

Secara teoritis suatu fungsi investasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah suku bunga, risiko usaha, infrastruktur, kebijakan pemerintah, kepastian hukum dan faktor-faktor non ekonomi lainnya. Akan tetapi di Indonesia belum ada penelitian mengenai seberapa besar pengaruh dari ketiga faktor tersebut terhadap investasi, sekaligus besaran elastisitasnya.

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 1 18 35 52 69 86 103 120

Log I Log r Linear (Log I) Linear (Log r)

Nilai elastisitas investasi dalam penelitian ini mengikuti penghitungan nilai elastisitas investasi yang dilakukan oleh Ratnawati et al. (2004) dengan membangun model investasi sebagai fungsi dari suku bunga dalam bentuk model double-log. Nilai elastisitas investasi terhadap suku bunga yang dihasilkan dari penghitungan tersebut adalah -8.63. Dari model tersebut terlihat bahwa suku bunga berpengaruh secara nyata terhadap investasi pada taraf nyata 7 persen (α=7%), meskipun nilai R kuadrat yang dihasilkan hanya sebesar 9.4 persen. Kecilnya nilai R kuadrat tersebut disebabkan oleh fluktuasi nilai investasi yang besar sementara fluktuasi suku bunga kecil bahkan cenderung mendatar (Gambar 24). Di samping itu, seperti yang telah dijelaskan di atas, variasi investasi tidak hanya ditentukan oleh suku bunga tetapi juga dipengaruhi oleh variasi faktor- faktor lainnya.

Sumber: Ratnawati et al. (2004).

5.8. Prosedur yang Digunakan Untuk Membangun Data Dasar

Dokumen terkait