• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Elemen-Elemen Pondok Pesantren

Para pakar dan pengamat kepesantrenan mengemukakan ada lima elemen yang harus ada pada sebuah pondok pesantren, yaitu; kyai, santri, pondok

(asrama), masjid dan pengajian (kitab kuning).15 Kelima elemen tersebut

merupakan ciri khusus yang dimiliki pondok pesantren dan yang membedakan

pendidikan pondok pesantren dengan lembaga pendidikan yang lain.16 Kelima

elemen tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak bisa dipisahkan satu

sama lain. Lima elemen tersebut adalah:17

a. Kyai

Kyai merupakan unsur yang terpenting bagi pondok pesantren. Sebagai pendiri, pemilik dan pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak dipengaruhi oleh keahlian dan kedalaman ilmu, kharisma dan wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab

kyai merupakan tokoh kunci dan sentral dalam pesantren18

Kyai juga merupakan pemimpin nonformal sekaligus pemimpin spiritual, dan posisinya sangat dekat dengan kelompok-kelompok masyarakat lapisan bawah di desa-desa. Sebagai pemimpin masyarakat, kyai memiliki jamaah komunitas dan

massa yang diikat oleh hubungan paguyuban yang erat serta budaya paternalistic

13

Departemen Agama RI.,Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh Indonesia

(Jakarta: Depag RI., 1984/1985), 668.

14

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 19.

15

Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi

(Jakarta: Erlangga, 1996 ), 19-20.

16

Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritik Nurchalish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 63.

17

Masjkur, Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren (Surabaya: Diantama, 2007), 19-20.

18

Hasbullah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 144.

24

yang kuat. Petuah-petuahnya selalu didengar, diikuti dan dilaksanakan oleh

jamaah, komunitas, dan massa yang dipimpinnya.19

Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu: pertama, sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat;

contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada

di Kraton Yogyakarta. Kedua, gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada

umumnya seperti panggilan pada orang yang dianggap pintar. Ketiga, gelar yang

diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan Pondok pesantren dan mengajar kita-kitab Islam klasik kepada para santrinya20

b. Masjid

Sejak zaman Rasululloh SAW. masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam, di manapun kaum muslimin berada, mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas administrasi, dan kultural. Hal ini telah berlangsung selama 13 abad. Bahkan, zaman sekarang pun banyak ulama yang mengajar siswa-siswa di masjid, serta memberi wejangan dan anjuran kepada siswa-siswa tersebut untuk meneruskan tradisi yang terbentuk sejak

zaman permulaan Islam itu.21 Sama halnya seperti di Indonesia, seorang kyai yang

ingin mendirikan sebuah pondok pesantren akan memulai langkahnya dengan mendirikan sebuah masjid. Dalam pondok pesantren masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan, karena masjid adalah bangunan sentral sebuah pesantren, dibanding bangunan lain, masjidlah tempat serbaguna yang selalu ramai atau paling banyak menjadi pusat kegiatan warga pesantren. Masjid mempunyai fungsi utama untuk tempat melaksanakan sholat berjamaah,

melakukan wirid dan doa-doa, i’tikaf dan tadarus al-Qur'an atau yang sejenisnya.

masjid juga sebagai tempat yang tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam

19

Faisal Ismail, NU Gusdurisme dan Politik Kiai (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), 39- 40.

20

Zamakhsyari, Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1985.), 55.

21

25

praktek sholat fardhu lima waktu, latihan khutbah dan pengajaran kitab-kitab

kuning. 22

c. Santri

Unsur terpenting yang lain dalam perjalanan sebuah Pondok pesantren adalah para santri karena proses belajar mengajar di pondok pesantren akan terwujud jika pondok pesantren tersebut memiliki santri. Santri biasanya terdiri

dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. 23

1) Santri mukim

Santri mukim adalah para santri yang berasal dari daerah yang jauh lalu menetap di asrama pesantren. Santri mukim yang tinggal sudah lama di sebuah pondok pesantren biasanya menjadi suatu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pondok pesantren sehari-hari, mereka juga bertanggung jawab mengajarkan kepada para santri baru tentang kitab- kitab dasar dan menengah. Dalam sebuah pondok pesantren yang besar biasanya terdapat putra-putra kyai dari sejumlah pondok pesantren lain yang belajar di sejumlah pondok pesantren besar tersebut.

2) Santri kalong.

Santri Kalong adalah para santri yang berasal dari desa-desa di sekeliling pondok pesantren atau santri yang rumahnya tidak jauh dari pesantren. yang biasanya tidak menetap dalam pondok pesantren. Untuk mengikuti pelajaran pondok pesantren, mereka bolak-balik dari rumah mereka sendiri. Biasanya perbedaan antara pondok pesantren besar dan pondok pesantren kecil dapat dilihat dari komposisi santri kalong. Dengan kata lain, pondok pesantren kecil akan lebih banyak memiliki santri kalong daripada santri mukim. Namun saat ini hampir seluruh santri adalah santri mukim. Mereka tinggal di asrama yang sudah disediakan pihak pondok pesantren. Sekalipun beberapa dari mereka sebenarnya tinggal di daerah sekitar pondok pesantren namun mereka tetap bermukim di pondok, hal ini tentunya untuk memudahkan para guru mengawasi kegiatan santri dengan lebih intensif.

22

Imam Bawani,Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam (Surabaya : Al-.Ikhlas, 1993), 91-92.

23

26

d. Pondok/Asrama

Dalam sebuah pesantren, asrama atau pemondokan santri merupakan suatu keharusan, karena santri-santri yang jauh dari tempat asalnya akan menetap di

pesantren tersebut. Asrama atau pondok berasal dari funduq yang artinya ruang

tidur, asrama atau wisma sederhana. Asrama para santri umumnya berada dilingkungan komplek pesantren yang terdiri dari rumah tinggal kyai, masjid,

ruang untuk belajar atau mengaji dan kegiatan keagamaan lainnya.24 ciri

khas pesantren adalah adanya asrama santri, yang membedakan dengan sistem pendidikan tradisional di masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam di negara-negara lain. Pondok di Minangkabau dikenal dengan surau,

sedang di Aceh disebut dengan Dayah.25 antara asrama santri putra dan putri

umumnya terpisah, biasanya asrama santri putri di area kediaman kyai pemilik pesantren.

Pesantren yang sudah maju, selain memiliki asrama/pondok biasanya juga memiliki gedung-gedung lain selain asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan para pengajar (asatidz), gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian dan/atau lahan peternakan. Terdapat juga tempat-tempat untuk latihan bagi santri dalam mengembangkan ketrampilan dalam rangka berlatih mandiri sebagai wahana latihan hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Latihan hidup mandiri tersebut, dalam ujudnya santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok. Sistem asrama yang lekat dengan pola hidup mandiri ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem

pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain.26

e. Kitab Klasik (Kitab Kuning)

Ciri khas pondok pesantren adalah pengajaran kitab kuning, Disebut kitab kuning karena warna kertas kitab-kitab yang diajarkan kebanyakan berwarna kuning. Kitab kuning selalu menggunakan tulisan Arab, biasanya kitab ini tidak

24

Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan

(Jakarta: Kompas. 2010), 223.

25

Zamakhsyari Dhofier, Op.Cit, 81.

26

27

dilengkapi dengan harokat (gundul). Secara umum, spesifikasi kitab kuning

mempunyai lay out yang unik. Di dalamnya terkandung (matn) teks asal, yang

kemudian dilengkapi dengan komentar (syarah) atau juga catatan pinggir

(hasyiyah). Penjilidannya pun biasanya tidak maksimal, bahkan sengaja diformat secara kurasan sehingga mempernudah dan memungkinkan pembaca untuk membaca dan membawanya sesuai bagian yang dibutuhkan.27Kitab-kitab klasik atau kitab kuning dikarang para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agama Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas umumnya berwarna kuning. Menurut Zamakhsyari

Dhofier, “Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan satu-

satunya pengajaran “formal” yang diberikan dalam lingkungan Pondok

Pesantren.28

Kebanyakan Pondok pesantren Saat ini telah melengkapi sistem pendidikannya dengan pengajaran pengetahuan umum, selain penggunaan kitab- kitab Islam klasik. Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan suatu pondok pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang

diajarkan.29Bahkan dengan kemajuan zaman kitab-kitab yang diajarkan sekarang

berbentuk file yang dimasukkan laptop atau komputer, yang sering disebut maktabah syamilah.

Dokumen terkait