• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

J. Elemen Pesantren

Ada lima elemen pokok suatu lembaga pendidikan yang digolongkan sebagai Pesantren, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klassik dan Kyai. Ini berarti bahwa suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki ke lima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi Pesantren. Di seluruh Jawa, orang bisaanya membedakan kelas-kelas Pesantren dalam dalam tiga kelompok, yaitu Pesantren kecil, menengah dan Pesantren besar. Pesantren yang tergolong kecil bisaanya mempunyai jumlah santri dibawah seribu dan pengaruhnya terbatas pada tingkatan kabupaten. Pesantren menengah bisaanya mempunyai santri antara 1.000 sampai dengan 2.000 otang, memiliki pengaruh dan menarik santri-santri dari beberapa kabupaten. Pesantren besar bisaanya memiliki santri lebih dari 2.000 yang berasal dari berbagai kabupaten dan propinsi. Beberapa Pesantren besar memilki popularitas yang dapat menarik santri-santri dari seluruh Indonesia. Pesantren Gontor di Ponorogo, Jawa Timur misalnya, bahkan menarik sejumlah santri dari luar negeri, antara lain Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand dan Filipina.143

1. Pondok

Istilah pondok berasal dari bahasa Arab “funduq” yang berarti hotel, tempat bermalam.144 Istilah pondok diartikan juga dengan asrama. Dengan demikian, pondok mengandung makana sebagai tempat tinggal. Sebuah Pesantren mesti memiliki asrama tempat tinggal santri dan Kyai. Ditempat tersebut selalu terjadi komunikasi antara santri dan Kyai.

Di pondok seorang santri patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang diadakan, ada kegiatan pada waktu tertentu yang mesti dilaksanakan oleh santri. Ada wktu belajar, shalat, makan, tidur, istirahat, dan sebagainya, bahkan ada juga waktu untuk ronda dan jaga malam.

143

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:

, h.44

144

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta:Hidakarya Agung, 1973),

Ada beberapa alasan pokok sebab pentingnya pondok dalam satu Pesantren, yaitu: pertama, banyaknya santri-santri yang berdatangan dari daerah yang jauh untuk menuntut ilmu kepada seorang Kyai yang sudah termashur keahliannya. Kedua, Pesantren-Pesantren tersebut terletak di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan untuk menampung santri yang berdatangan dari luar daerah. Ketiga, ada sikap timbal balik antara Kyai dan santri, dimana para santri menganggap Kyai adalah seolah-olah orang tuanya sendiri.145

2. Masjid

Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan Pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahyang

jum‟ah dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Kedudukan masjid sebagai pusat Pendidikan dalam tradisi Pesantren merupakan manifestasi universalisme dari system pendidikan Islam tradisional.

Lembaga-lembaga Pesantren di Jawa memelihara terus tradisi ini. Para Kyai selalu mengajar murid-muridnya di masjid dan menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan disiplin para murid dalam mengerjakan kewajiban sembahyang lima waktu, memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama yang lain.

Seorang Kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantrten bisaanya pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini bisaanya diambil atas perintah Ustadznya yang telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah Pesantren.146

3. Santri

Santri adalah siswa yang belajar di Pesantren, santri ini dapat di golongkan kepada dua kelompok:

a. Santri mukim, yaitu santri yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh yang tidak memungkinkan dia untuk pulang kerumahnya, maka dia mondok

145

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, h. 62-63

146

(tinggal) di Pesantren. Sebagai santri mukim ,mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.

b. Santri kalong, yaitu siswa-siswi yang berasal dari daerah sekitar yang memungkinkan mereka pulang ketempat kediaman masing-masing. Santri kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya dengan Pesantren.

Di dunia Pesantren bisaa saja dilakukan seorang santri pindah dari satu Pesantren ke Pesantren lain, setelah seorang santri merasa sudah cukup lama di satu Pesantren, maka dia pindah ke Pesantren lainnya. Bisaanya kepindahan itu untuk menambah dan mendalami suatu ilmu yang menjadi keahlian dari seorang Kyai yang didatangi itu.

Pada Pesantren yang masih tergolong tradisional, lamanya santri bermukim di tempat itu bukan di tentukan oleh ukuran tahun atau kelas, tetapi diukur dari kitab yang dibaca.147

4. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik

Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, terutama karangan-karangan ulama yang menganut paham Syafi‟iyah, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan Pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Para santri yang tinggal di Pesantren untuk jangka waktu pendek (kurang dari satu tahun) dan tidak bercita-cita menjadi ulama, mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan. Kebisaaan semacam ini terlebih-lebih di jalani pada waktu bulan Ramadhan, sewaktu umat Islam di wajibkan berpuasa dan menambah amalan-amalan ibadah, antara lain sembahyang sunnat, membaca Al

Qur‟an dan mengikuti pengajian. Para santri yang tinggal sementara ini janganlah

kita samakan dengan para santri yang tinggal bertahun-tahun di Pesantren yang tujuan utamanya ialah untuk menguasai berbagai-bagai cabang pengetahuan Islam.148

147

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, , h. 64-65.

148

5. Kyai

Kyai merupakan elemen yang paling esnsial dari suatu Pesantren. Ia sering kali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu Pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi Kyainya. Menurut asal usulnya, perkataan Kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:

a. sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat;

umpamanya, “Kyai garuda kencana” di pakai untuk sebutan kereta emas yang

ada di keratin Yogyakarta.

b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi Pimpinan Pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar Kyai, ia juga sering disebut seorang alim (orang yang memahami ajaran agamanya (islam) secara mendalam .149