• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elips kesalahan

Dalam dokumen L A P O R A N K A J I A N (Halaman 23-44)

BAB II. LANDASAN TEORI

II.2. Hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter

II.2.7. Elips kesalahan

Hasil perhitungan dari data pengukuran sudut, azimut dan jarak menghasilkan nilai koordinat dari suatu titik. Dengan menggunakan metode hitung kuadrat terkecil dapat ditentukan koordinat titik stasiun dan juga varian kovarian parameter, sehingga setiap titik hasil estimasi pasti berpasangan dengan ketelitiannya atau standar deviasinya. Namun, dengan hanya mengetahui simpangan bakunya belum dapat ditentukan kualitas dari posisi yang dihasilkan, sebab posisi x dan y bukanlah posisi yang dihitung secara terpisah tetapi penentuan kesalahan melibatkan distribusi kesalahan gabungan dari x dan y. Dari permasalahan ini untuk menunjukkan hubungan kesalahan dua variabel dan sekaligus untuk menunjukkan kualitas titik stasiun hasil perhitungan diperlukan suatu tampilan secara visual maupun nilai numeris dengan cara membentuk elips kesalahan pada setiap titik koordinat hasil estimasi.

Gambar (II.4) menjelaskan tentang visualisasi dari elips kesalahan. Arah orientasi dari elips kesalahan bergantung dari sudut t, yang merupakan sudut yang dibentuk dari sumbu y searah jarum jam dengan sumbu kedua u dan sumbu v yang saling tegak lurus membentuk sudut 90o. Sudut t diperlukan untuk mencari besarnya sumbu maksimum u dan sumbu minimum v. Sumbu u memperlihatkan kesalahan maksimum dari hasil estimasi begitu juga sebaliknya, sumbu v memperlihatkan kesalahan minimum dari perhitungan koordinat hasil estimasi. Dari gambar (II.4) diperlihatkan hubungan antara sumbu kartesi (x, y) dan (u, v).

Gambar II.4. Elips kesalahan (Ghilani, 2005)

Untuk mendapatkan koordinat kartesi dari u dan v, dari gambar di atas dapat ditarik hubungan matematis:

Sui = Sxi sin t + Syi cos t ... (II.40) Svi = −Sxi cos t + Syi sin t ... (II.41) Dalam bentuk matriks dapat ditulis

dalam bentuk yang sederhana adalah

Z = R . X ... (II.43) dengan:

ui = sumbu maksimum elips vi = sumbu minimum elips

t = sudut rotasi elips terhadap sumbu kartesi 2D R = matriks rotasi

Untuk permasalahan hitung perataan pada sistem koordinat (x,y), dapat dihasilkan matriks kofaktor QXX. Matriks ini kemudian dikembangkan ke dalam sistem koordinat (u, v) sesuai dengan persamaan (Ghilani, 2005):

Penjabaran matriks QZZ adalah

Dimana entri kofaktor QXX adalah varian dan kovarian dari nilai koordinat.

Jika persamaan (I.46) dimasukkan dalam persamaan (I.44) didapatkan:

Sesuai dengan persamaan di atas maka dapat ditulis:

quu = qxx sin2t + 2qxy cos t sin t + qyy cos2t ... (II.48) qvv = qxx cos2t − 2qxy cos t sin t + qyy sin2t ... (II.49)

Untuk membuat nilai sudut t berharga maksimal terhadap quu maka lakukan diferential quu terhadap sudut t dan aturlah hasil akhir dari persamaan quu dengan nilai 0.

= 2 sin 2t + 2qxycos 2t = 0

sehingga didapat hasil diferensial quu terhadap t yaitu:

= tan 2t = ... (II.50)

Dalam kasus analisis jaring sangatlah diperlukan perbandingan elips kesalahan dari setiap titik yang ada pada jaring. Hal ini diperlukan agar dapat diketahui kualitas dari masing–masing jaring menggunakan uji statistik dengan tingkat kepercayaan tertentu. Menggunakan uji statistik Fisher hubungan antara elips kesalahan dengan kualitas jaring dapat ditentukan, persamaannya adalah (Ghilani, 2005).

Su%= Suc = Su√ 2 Fα,2,derajad kebebasan... (II.51) Sv%= Svc = Sv√ 2Fα,2,derajad kebebasan... (II.51)

Dari persamaan di atas dapat ditarik hubungan jika jumlah derajad kebebasan meningkat maka presisi akan meningkat dan ukuran dari kesalahan elips akan

mengecil. Harga F ditentukan dari tingkat kepercayaan yang digunakan sesuai dengan tabel I.2 (Ghilani, 2005).

Tabel II.2. Tabel statistik nilai kemungkinan Derajad bebas bebas Kemungkinan 90% 95% 99% 1 49,50 199,50 4999,50 2 9,00 19,00 99,00 3 5,46 9,55 30,82 4 4,32 6,94 18,00 5 3,78 5,79 13,27 10 2,92 4,10 7,56 15 2,70 3,68 6,36 20 2,59 3,49 5,85 30 2,49 3,32 5,39 60 2,39 3,15 4,98

Disamping menyediakan informasi kepresesian dalam bentuk angka, keuntungan lain dari elips kesalahan adalah menampilkan informasi secara visual kepresesian antara dua koordinat (Ghilani, 2005), sebab dengan menggunakan informasi secara numeris maupun grafis, dapat ditentukan kualitas dari suatu jaring titik kontrol. Dalam pekerjaan survei pengukuran, bentuk, ukuran, dan sudut orientasi dari elips kesalahan bergantung dari ketelitian dan jumlah titik kontrol yang digunakan, kepresesian pengukuran dan bentuk geometri jaring dari survey. Dalam desain jaring ketiga hal ini sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil perhitungan posisi yang handal.

Dalam proses analisis tingkat kepresesian dari titik-titik pantau, selain menggunakan analisis secara visual digunakan juga klasifikasi jaring titik kontrol horisontal sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Kelas suatu jaring titik kontrol horizontal ditentukan berdasarkan panjang sumbu-panjang (semi-major axis) dari setiap elipss kesalahan relatif (antar titik) dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95% yang dihitung berdasarkan statistik yang diberikan oleh hasil hitung perataan jaringan kuadrat terkecil terkendala minimal (minimal constrained). Dalam hal ini panjang maksimum dari sumbu panjang elipss kesalahan relatif yang digunakan untuk menentukan kelas jaringan adalah :

r = c ( d + 0.2 )... ... (II.53) keterangan:

r = panjang maksimum dari sumbu-panjang yang diperbolehkan, dalam milimeter c = faktor empirik yang menggambarkan tingkat presisi survei;

d = jarak antar titik, dalam kilometer.

Berdasarkan nilai faktor c tersebut, kategorisasi kelas jaring titik kontrol horizontal yang diusulkan diberikan pada Tabel I.3 (SNI JKH, 2002).

Tabel II.3. Kelas (pengukuran) jaring titik kontrol horisontal

Kelas c Aplikasi Tipikal

3A 0,01 jaringan tetap (kontinu) GPS

2A 0,1 survey geodetik berskala nasional

A 1 survey geodetik berskala regional

B 10 survey geodetik berskala lokal

C 30 survey geodetik untuk perapatan

BAB III PELAKSANAAN

Pelaksanaan kajian meliputi tahap persiapan dan tahap peaksanaan. Kedua tahapan ini akan diuraikan sebagai berikut:

III.1. Persiapan

Tahapan persiapan ini meliputi kegiatan pengumpulan bahan / data dan peralatan yang digunakan dalam penelitian, yaitu:

III.1.1. Pengumpulan bahan

Bahan yang digunakan dalam kajian ini adalah data dari dua desain jaring titik kontrol yang diperoleh dari masing-masing pengukuran. Penjelasan dari masing-masing data adalah sebagai berikut:

1. Data pengukuran poligon lorong I dengan 40 titik yang meliputi data ukuran sudut horisontal dan jarak horisontal.

2. Data pengukuran poligon lorong I dengan 8 titik yang meliputi data ukuran sudut horisontal dan jarak horisontal.

III.1.2. Peralatan

Beberapa peralatan yang digunakan untuk kajian ini adalah: 1. Perangkat keras yang digunakan antara lain

a. Notebook b. Flashdisk c. Kalkulator d. Printer

2. Perangkat lunak yang digunakan antara lain a. Sistem operasi Windows 7

b. Autodesk Survey 2004 c. Microsoft Office Excell 2007 d. Microsoft Office Word 2007 3. Peralatan ukur yaitu

a. Total Station Leica TCR805 Ultra b. Statif

III.2. Pelaksanaan

Pada tahapan ini dipaparkan tentang proses pengumpulan data, proses perhitungan poligon dengan metode bowdith untuk data ukuran, hitungan perbandingan dengan metode parameter, uji statistik hasil hitungan perbandingan dari masing-masing hitung perataan, dan analisis kualitas jaring horisontal yang disesuaikan dengan tujuan dari kajian. Tahapan pelaksanaan secara umum dapa dilihat pada gambar II.1.

Gambar III.1. Tahapan pelaksanaan kajian Ya

Pembuatan Rancangan Pengukuran Jaring Kontrol Deformasi Alternatif Pengumpulan Data

Hitung Perataan Kuadrat Terkecil Metode Parameter - Sprinter 200M

Pengolahan Metode Bowdith

Pembuatan pilar / tugu untuk station monitoring dan titik referensi

Perhitungan Elips Kesalahan

Studi lapangan

Kesimpulan

Pengembangan Metode Pengukuran Deformasi Vertikal dan Horisontal Candi Borobudur

Analisis Perbandingan Kualitas Geometri Jaring Pengukuran

Uji data Snooping α0= 95 %

Penulisan Laporan

Tidak

Penentuan titik target monitoring

Pendefinisian koordinat station monitoring dan titik referensi

Penentuan lokasi titik station monitoring dan titik referensi

Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing tahapan pokok yang tersaji dalam diagram alir pelaksanaan kajian

III.2.1. Tahap pengumpulan data

Pengumpulan data terbagi kedalam dua proses pengukuran, yaitu pengukuran jaring kontrol deformasi eksisting dan jaring kontrol deformasi yang disederhanakan. Dalam hal ini jaring kontrol yang dimaksud adah jaring kontrol deformasi lorong I dan jaring kontrol deformasi lorong IV. Untuk pengukuran poligon lorong I eksisting dengan 40 titik kontrol dan pengukuran poligon lorong I yang disederhanakan menjadi 8 titik kontrol dapat dilaksanakan, sedangkan untuk poligon lorong 4 eksisting dengan 24 titik kontrol dan poligon lorong 4 yang akan disederhanakan menjadi 8 titik belum dapat dilakukan perbandingan karena pada waktu dilakukan pengukuran poligon yang disederhanakan menjadi 8 titik kontrol ada satu titik yang tidak bisa terlihat dari titik yang lain sehingga agar bisa disederhanakan sebelumnya harus menggeser titik tersebut atau membuat satu titik kontrol baru .

Data yang dikumpulkan adalah data ukuran sudut dan jarak untuk mendapatkan posisi 2 dimensi. Pengambilan data poligon lorong I dengan 40 titik kontrol dilakukan selama 10 hari dari tanggal 25 Agustus sampai dengan 5 September 2014, sedangkan untuk poligon lorong I dengan 8 titik dilakukan selama 2 hari yaitu 8-9 September 2014. Sketsa pengukuran kedua jaring poligon tersebut disajikan pada gambar III.2.

III.2.2. Perhitungan poligon dengan metode bowdith

Dalam suatu pengukuran terristris khususnya pada pengukuran suatu jaring poligon tertutup, diperlukan suatu metode yang relatif mudah dan cepat dalam proses perhitungan data ukuran yang didapat agar diperoleh nilai koordinat dari titik-titik yang ada pada poligon tertutup. Untuk melaksanakan tujuan ini maka digunakanlah metode Bowdith pada perhitungan awal data ukuran, sebelum data ukuran ini dihitung dengan menggunakan metode perhitungan yang melibatkan uji statistik di dalamnya. Selain itu, metode Bowdith ini juga diperlukan untuk menentukan tingkat kelas daripada poligon tertutup yang diukur, sebab pada proses monitoring jaring deformasi diperlukan suatu jaring yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi.

Tahapan perhitungan dari metode Bowdith untuk data ukuran poligon disajikan secara umum sebagai berikut:

1. Menetukan dan menghitung syarat sudut yang digunakan sesuai dengan persamaan (II.4), sehingga selisih perhitungan antara syarat sudut dan jumlah sudut yang diperoleh dikoreksikan kepada masing-masing sudut ukuran.

2. Menghitung azimuth setiap sisi dengan menggunakan sudut pada hasil koreksi dari perhitungan sebelumnya dan untuk perhitungan azimuth setiap sisi poligon lorong I digunakan persamaan (II.3).

3. Menghitung jarak absis dan ordinat dari titik-titik yang akan ditentukan nilainya dengan menggunakan persamaan jarak absis adalah d sin α dan jarak ordinat adalah d cos α.

4. Lakukanlah koreksi pada perhitungan jarak absis dan ordinat, sebelum kedua jarak ini digunakan untuk menghitung nilai dari koordinat masing-masing titik, dengan cara menambahkan koreksi pada kedua jarak sesuai dengan persamaan (II.6) dan persamaan (II.7).

5. Koordinat titik-titik poligon dihitung sesuai dengan persamaan (II.1) dan persamaan (II.2).

6. Mengjitung ketelitian penutup jarak dari poligon dengan membandingkan antara kesalahan linier poligon yang didapat dengan jumlah jarak semua sisi dalam poligon seperti persamaan berikut ini.

Salah satu pertimbangan dalam pembuatan desain kerangka dasar pengukuran adalah tujuan dari pembuatannya. Pada kajian ini pengukuran kerangka dasar bertujuan untuk memantau stabilitas struktur candi Borobudur dan bukit untuk keperluan monitoring deformasi. Selain itu, penentuan nilai koordinat dari masing-masing titik yang ada pada jaring poligon tertutup juga nantinya dapat digunakan sebagai nilai koordinat pendekatan pada proses pengolahan data ukuran dan estimasi nilai koordinat pada hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter.

III.2.3. Hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter

Setelah pengolahan data ukuran dengan metode bowdith, maka tahapan selanjutnya adalah pengolahan data ukuran dengan menggunakan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter. Proses ini dilakukan karena data ukuran yang digunakan memiliki ukuran lebih (r) dan juga metode ini digunakan untuk menentukan nilai koordinat dari titik-titik pemantau yang ada pada jaring poligon. Perbandingan yang terlihat pada kedua metode perhitungan ini adalah pada hasil nilai koordinat titik pemantau yang dihasilkan, jika pada metode bowdith dihasilkan hanya nilai koordinat dari titik pemantau maka pada perhitungan metode parameter ini didapat hasil nilai koordinat dan juga simpangan baku dari nilai koordinat. Simpangan baku hasil estimasi inilah yang nantinya digunakan untuk analisis data ukuran dan analisis kualitas jaring deformasi.

Bentuk desain jaring titik pemantau pada candi Borobudur adalah poligon tertutup, sehingga perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap kualitas jaring pengukuran terutama jika dikaitkan dengan tujuan pengukuran. Untuk pengukuran deformasi horisontal, diperlukan suatu desain jaring yang berkualitas. Seperti dijelaskan sebelumnya, suatu bentuk jaring pengukuran dikatakan berkualitas jika mempunyai data ukuran yang bebas dari kesalahan tidak acak dan juga mempunyai ukuran elips kesalahan yang kecil, sehingga dengan kedua hal tersebut dapat dilakukan analisis perbandingan terhadap bentuk jaring yang telah diukur selama ini dan juga bentuk jaring yang telah disederhanakan. Untuk tujuan analisis kualitas ini dilakukan perhitungan perbandingan dengan metode parameter dengan data ukuran dan hasil estimasi nilai koordinat yang berbeda. Berikut ini adalah tahapan proses hitung perataan metode parameter pada masing-masing data ukuran.

Pada tahap hitung perbandingan ke-1 digunakan jaring pemantauan poligon lorong I dengan 40 titik kontrol. Pengukuran kedua jaring poligon lorong I menggunakan alat yang sama yaitu Total Station Leica TCR805 Ultra sehingga dengan ketelitian alat yang sama dapat dilakukan perbandingan elips kesalahan diantara kedua jaring poligon tersebut manakah yang akan menghasilkan tingkat kepresisian titik kontrol yang lebih baik.

Pada uraian sebelumnya telah disinggung bahwa untuk penentuan estimasi koordinat titik kontrol 2 dimensi digunakan data ukuran jarak dan sudut. Dari kedua pengukuran ini dibentuk fungsi matematis dari parameter yang dicari yaitu koordinat (x,y) sesuai dengan persamaan pengukuran berikut ini.

L1+ V1= 360o–{ (( )) (( ))} ... (III.2) L2+ V2= √ (x2– x1)2+ (y2– y1)2... (III.3)

Ln + Vn = ...

Dari persamaan diatas dibentuk matriks F yang merupakan vektor sisa fungsi parameter dikurangi dengan matriks L dan juga matriks A yang merupakan diferensial persamaan pengukuran ke masing-masing parameter. Pada penentuan estimasi parameter dengan proses hitung perataan ini digunakan matriks bobot yang berfungsi agar estimasi nilai koordinat sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Berikut ini adalah tahapan perhitungan dan juga pembentukan matriks desain yang digunakan pada pengamatan.

1. Pembentukan matriks desain F pada hitungan awal didasarkan pada matriks hasil perhitungan fungsi pengukuran terhadap parameter dikurangi dengan matriks L (matriks pengukuran). Untuk itu diperlukan parameter pendekatan untuk menghitung fungsi pengukuran dimana parameter pendekatan ini diperoleh dari perhitungan estimasi koordinat titik kontrol dengan metode bowdith pada perhitungan sebelumnya.

F(nx1)= ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ 1( 1, 1; 2, 2; 8, 8) − 1 . . . ( … … … . … … … … . . ) − ⎦ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤

2. Pembentukan matriks desain A pada hitungan awal didasarkan pada differensial persamaan pengukuran ke masing-masing parameter yang akan diestimasi, dengan nilai parameter yang digunakan pada persamaan hasil diferensial merupakan parameter pendekatan hasil estimasi dengan metode bowdith.

...

A(nxu)= . . . . . . . . . . . .

3. Matriks desain P (matriks bobot) dibentuk berdasarkan simpangan baku dari masing-masing pengukuran sudut dan jarak. Matriks ini disusun berdasarkan persamaan (II.18) karena data pengukuran tidak berkorelasi dan matriks P pada perhitungan ini didesain sesuai dengan pesamaan (II.19).

1/(σL1)2 0 ... 0

P(nxn)= 0 1/(σL2)2 ... 0 ... ... ... 0

0 0 0 1/(σLn)2

4. Setelah ketiga matriks desain disusun maka tahapan selanjutnya adalah menghitung nilai estimasi X dengan menggunakan persamaan (II.21), dengan menggunakan koordinat awal (Xo) adalah nilai koordinat hasil estimasi perhitungan bowdith.

5. Menghitung matriks V (residu) dengan menggunakan persamaan (II.13) yang dilanjutkan dengan menghitung varian global dari perhitungan yaitu varian aposteori dengan menggunakan persamaan (II.23).

6. Setelah varian aposteori dihitung maka tahapan selanjutnya adalah menghitung ketelitian dari estimasi nilai koordinat dengan menggunakan persamaan (II.24). Dikarenakan matriks hasil pada perhitungan ini berbentuk matriks bujur sangkar maka simpangan baku dari estimasi koordinat didapat dengan melakukan akar kuadrat dari diagonal utama.

7. Pada tahapan selanjutnya akan dilakukan uji statistik pada data ukuran dengan menggunakan uji data snooping, sehingga diperlukan perhitungan untuk mendapatkan simpangan baku dari residu. Maka dengan menggunakan persamaan (II.25) dilakukan perhitungan estimasi ketelitian dari residu dengan melakukan akar kuadrat dari diagonal utama hasil matriks perhitungan.

8. Lakukan proses iterasi atau pengulangan hitungan dengan nilai koordinat yang akan dijadikan pendekatan (Xo) adalah matriks Xa pada perhitungan awal sampai didapat hasil matriks X yang sesuai.

III.2.4. Uji statistik hasil hitungan perataan (data snooping)

Uji data snooping dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya kesalahan tak acak yang mempengaruhi tiap data pengamatan pada masing-masing jaring poligon. Data snooping dilakukan dengan cara membagi setiap elemen matriks residu (Vi) dengan elemen matriks ketelitian residunya (σVi) seperti pada persamaan (II.38). Hasil dari pembagian

tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai kritis Ƭαo/2(critical value) yang didapat dari tabel distribusi t (student’s t-distribution). Perhitungan ini dilakukan terpisah untuk masing-masing jaring poligon.

Untuk tahapan pengujiannya, dilakukan sesuai dengan bab I pada sub bab uji statistik data ukuran hanya saja tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dengan derajad kebebasan yang sesuai dengan masing-masing desain jaring poligon. Setelah itu menguji Ho dengan menggunakan persamaan (II.39). Penerimaan Ho mempunyai arti bahwa hasil pengukuran sudut horisontal atau jarak datar ke-i tidak dipengaruhi kesalahan tak acak. Penolakan Ho menunjukkan indikasi bahwa pengukuran ke-i dipengaruhi kesalahan tak acak. Apabila terindikasi adanya kesalahan pada pengukuran ke-i, maka langkah selanjutnya adalah menghilangkan data yang mengandung kesalahan tak acak tersebut dan tidak digunakan untuk tahapan hitungan selanjutnya. Proses uji data pengamatan ini akan berhenti hingga tidak ada lagi data pengamatan yang terdeteksi kesalahan tak acak.

III.2.5. Analisis kualitas jaring

Dari hitung perataan yang telah dilakukan sebelumnya dan juga pengujian secara statistik data pengukuran maka didapat nilai estimasi koordinat titik kontrol dan juga ketelitiannya sehingga tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap kedua jaring poligon dengan tujuan untuk menentukan pengaruh dari jumlah dan ketelitian titik kontrol dan juga bentuk geometri dari jaring pengukuran. Proses analisis ini dilakukan secara visual dengan melakukan penggambaran elips kesalahan pada titik titik kontrol yang ada pada masing-masing desain jaring pengukuran, dengan asumsi dasar bahwa ukuran dan bentuk dari elips menunjukkan kualitas kelas daripada jaring kerangka kontrol deformasi.

Analisis menggunakan elips kesalahan ini dimulai dengan penghitungan sudut orientasi daripada elips kesalahan. Sudut orientasi ini dimulai dari sumbu kartesi y yang mengarah ke utara dan berputar searah putaran jarum jam dengan sudut maksimal adalah 360o. Sudut t dihitung dengan menggunakan persamaan (II.50) dan perlu diketahui bahwa untuk menentukan sudut t arah orientasi elips perlu diperhatikan tanda +/- dari pembilang dan penyebut dari persamaan (II.50). Sesuai dengan Ghilani (2005) pengaruh tanda dari pembilang dan penyebut untuk menyelesaikan sudut orientasi t disajikan dalam tabel (II.1) berikut ini.

Tabel III.1. Pemilihan kuadrant untuk sudut 2t

Tanda Aljabar Kuadran

Sin 2t (pembilang) Cos 2t (penyebut)

+ + 1

+ - 2

- - 3

- + 4

Dalam geometri elips kesalahan sudut orientasi t mempengaruhi bentuk sedangkan sumbu panjang dan sumbu pendek mempengaruhi ukuran dari elips kesalahan. Setelah sudut t diketahui dan ditentukan nilainya maka dengan persamaan (II.48) dan persamaan (II.49) ditentukan sumbu panjang dan sumbu pendek dari elips kesalahan. Jadi dapat diketahui bahwa elips kesalahan dibuat berdasarkan matriks varian kovarian parameter, untuk itu setelah dihitung panjang dari kedua sumbu maka dapat ditentukan juga simpangan baku dari kedua sumbu elips kesalahan dengan menggunakan persamaan berikut ini.

Su= S0√quu... (I II.4) Sv= S0√qvv... ( III.5)

Fungsi dan tujuan awal dari perhitungan elips kesalahan adalah analisis visual kepresisian titik kontrol, maka hasil dari perhitungan sumbu panjang dan sumbu pendek harus disajikan secara visual. Proses penyajian elips kesalahan secara visual ini menggunakan software autodesk survey dengan penggambaran meliputi elemen-elemen dari elips kesalahan yaitu sudut t, sumbu panjang dan sumbu pendek yang ditempatkan pada titik kontrol hasil perhitungan. Analisis kualitas jaring ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jumlah titik kontrol dan perbedaan bentuk geometri dari jaring poligon.

Setelah dilakukan perhitungan elips kesalahan yang berfungsi untuk analisis kualitas secara visual maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis kualitas jaring untuk mengetahui kelas dari desain jaring kontrol deformasi. Seperti dijelaskan pada sub bab II.2.7. analisis kualitas jaring dilakukan dengan menghitung elemen c sesuai dengan persamaan (II.53) pada masing-masing analisis kualitas jaring. Untuk analisis kualitas, hanya digunakan klasifikasi kualitas jaring pada tingkat kelas saja dan tingkat orde tidak dilakukan, karena sesuai dengan penjelasan pada sub bab II.2.7. bahwa kualifikasi pada tingkat kelas hanya bertujuan untuk menentukan tingkat desain jaring yang menggunakan

jumlah titik ikat yang sesuai dengan kekurangan rank-nya atau disebut juga dengan perataan kendala minimum (minimum constraint adjusment).

III.3. Studi lapangan

Kegiatan studi lapangan dalam kajian ini adalah dengan mengunjungi waduk sermo untuk mengetahui metode monitoring deformasi di waduk sermo khususnya pengukuran yang menggunakan robotic total station.. Maksud dari kegiatan studi lapangan ini adalah untuk mengetahui desain statif permanen robotic total station, tata letak prisma taget, dan pengolahan data monitoring deformasi di waduk sermo. Kemudian dari pengetahuan yang diperoleh diharapkan bisa diterapkan untuk monitoring deformasi Candi Borobudur sesuai dengan kondisi yang ada di Candi Borobudur.

III.4. Pembuatan rancangan jaring kontrol deformasi alternatif

Pada kajian ini akan dibahas tentang pengembangan metode pengukuran deformasi candi Borobudur menggunakan Robotic Total Station. Pertimbangan yang pertama adalah karena pada tahun ini Balai Konservasi Borobudur mendapatkan bantuan dari tim pengadaan pusat yang salah satunya adalah berupa Robotic Total Station merk Topcon MS01AX sehingga alat ini seharusnya bisa dimanfaatkan secara optimal. Pertimbangan yang kedua adalah alat ini memang dikembangkan untuk digunakan sebagai alat monitoring deformasi secara otomatis / ADMS (Automated Deformation Monitoring

System) yang sebelum bisa digunakan sebaiknya perlu dikaji terlebih dulu kelebihan dan

kekurangannya sehingga nantinya bisa digunakan secara optimal.

Untuk merancang pengukuran jaring kontrol deformasi menggunakan robotic total station maka tim kajian melakukan konsultasi dengan narasumber kajian yaitu akademisi dari Teknik Geodesi UGM dan purnakarya dari Balai Konservasi Borobudur yang terlibat langsung dalam pemugaran kedua dan pengukuran jaring kontrol deformasi candi Borobudur. Konsultasi tersebut untuk dapat menentukan beberapa hal sebagai berikut :

 Pemilihan lokasi-lokasi titik kontrol monitoring a. Titik stasion monitoring

b. Titik referensi

 Pemilihan lokasi-lokasi target monitoring

Selain itu tim kajian juga melakukan konsultasi dengan pihak vendor atau pihak

Dalam dokumen L A P O R A N K A J I A N (Halaman 23-44)

Dokumen terkait