• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Emosi

setelah ayahnya melakukan percobaan bunuh diri ia sangat jarang untuk berkomunikasi dengan ayahnya, melihat kondisi ayahnya pasca peristiwa tersebut. Terlebih lagi ketika ia mulai mengetahui bahwa ia menjadi saksi mata atas tindakan ayahnya. VH menjelaskan bahwa setiap ia melihat ayahnya (situation) muncul emosi-emosi negatif kepada ayahnya seperti marah, malu, kesal, kecewa (respons). Emosi-emosi negatif tersebut terkadang muncul secara cepat dan

spontanitas tanpa harus melalui tahap VH mengingat dan menilai tindakan ayahnya.

Keberadaan ayah VH yang selalu di rumah, membuat VH menjadi tidak betah berada di rumah bersama ayahnya (situation). Sama halnya dengan melihatnya ayahnya, jika ia berada di rumah juga selalu mengingat perbuatan ayahnya ketika meminum racun serangga di kamarnya (attention). VH merasa tindakan ayahnya sungguh sangat bodoh dan menggap ayahnya tega melakukan hal tersebut di kamarnya (appraisal). Hal ini membuat VH semakin kecewa dan merasa malu dengan perbuatan ayahnya (respons). Selain tidak betah di rumah karena ayahnya, VH juga merasa kesepian jika berada di rumah. Suasana rumah menjadi sepi dikarenakan Ibu, adik dan abang VH jarang berada di rumah karena harus bekerja. Selain itu, abang VH yang menjadi kepala rumah tangga merasa tidak peduli dan benci dengan ayahnya sendiri dan membuat ia jarang untuk pulang ke rumah. Hal ini membuat keluarga VH sangat jarang bertemu dan saling bercengkrama satu sama lain.

“setiap lihat ayah bawaannya marah aja kak. Kesel, kecewa, malu semuanya lah kak. Kalo lihat dia kak..”

(S1.W2.06042016.A.B108-111.H5) “Iya lah kak, semuanya muncul. makanya aku stres kalo di rumah sendiri, apa lagi kalo sama diadi rumah. Bisa ikut gilak juga kak.. “

“Uda males kak, uda kecewa sama ayah. Ayah uda gak kayak dulu kak. Dia bunuh diri di depan mata aku sendiri gak, gak layak perbuatannya itu sama kami kak anak-anaknya..”

(S1.W2.06042016.F.B93-97.H4-5)

Walaupun muncul emosi negatif yang dirasakan VH terhadap ayahnya, ia mengakui bahwa sangat merindukan keharmonisan keluarga dan hubungan dirinya dengan ayahnya yang dahulu terjalin sangat baik. Sebelum kejadian percobaan bunuh diri yang dilakukan ayahnya, VH dan ayahnya memliki hubungan yang sangat dekat melebihi dengan saudara-saudaranya yang lain. VH menjelaskan, ia dan ayahnya dahulu suka dan sering sekali mengobrol serta bercanda bersama ayahnya. VH selalu menceritakan kegiatan yang dilakukan kepada ayahnya. Hal ini disampaikan VH dalam kutipan wawancara berikut;

“Dulu sebelum kejadian itu kak, kami seringlah kak ngobrol-ngobrol, malah dulu dekat kali sama ayah kak. Ayah dulu juga suka bercanda sama kami kak. Tapi semenjak kejadian itu..sekarang kek gitu lah kak”

(S1.W2.06042016.F.B80-86.H4) “Rindu kali lah kak. pengen kali aku putar waktu kayak dulu kak..”

(S1.W2.06042016.F.B89-90.H4)

Walaupun kerinduan tersebut muncul, VH menilai bahwa tindakan ayahnya sangat bodoh dan merepotkan dirinya dan keluarganya (appraisal). VH mengakui, semenjak percobaan bunuh diri ayahnya, ia dan keluarganya harus rela bekerja lebih keras untuk mencari uang agar dapat menebus hutang piutang. Hal ini, membuat VH semakin kecewa dan kesal (response) dengan ayahnya karena

melihat Ibunya harus bertanggung jawab dan bekerja lebih keras untuk mempertahankan dan menafkahi anak-anak dan suaminya.

“Kalo dia mati, ya udah selesai gitu kak. jadi gak ngerepotin satu keluarga kan kak. Aku pun juga gak malu gini punya ayah gilak kek dia. Kalo udah mati, uda selesai cerita kak. ini gak mati-mati juga..”

(S1.W3.09042016.C.B194-199.H8-9)

Percobaan bunuh diri yang dilakukan ayahnya menjadi perbincangan hangat di lingkungan sekitar rumah VH. Tidak sedikit tetangga-tetangganya bertanya dan mengungkit kembali peristiwa tersebut. Tetangga VH sering menanyakan kepada dirinya mengenai ayahnya. VH mengakui bahwa ia marah jika diungkit-ungkit masalah ayahnya (situation). Ia menilai bahwa yang terjadi pada keluarganya bukanlah urusan orang lain (appraisal). Pertanyaan tetangganya mengenai ayahnya membuat VH semakin mengingat tindakan ayahnya (attention) dan semakin meningkat munculnya emosi-emosi negatif kepada ayahnya (response).

“Ngapain tanya-tanya, sebenarnya taunya dia soal ayah ngapain juga di bahas lagi. Kan cari perkara kak..”

(S1.W3.09042016.C.B476-478.H19)

b.3 Regulasi Emosi

Emosi-emosi negatif yang dirasakan VH kepada ayahnya membuat ia semakin tidak ingin bertemu ayahnya dan semakin membuat ia tidak ingin berada di rumah terlalu lama bersama ayahnya. Emosi-emosi negatif tersebut sangat berdampak pada perkembangan psikologis VH yang saat itu masih di usia remaja. Hal ini mengakibatkan nilai akademis VH yang turun, rendahnya minat untuk

menjalin hubungan sosial dan bahkan hubungan kedekatan antara dirinya dengan ayahnya. Dampak dari emosi-emosi negatif tersebut membuat dirinya berubah dan ia sangat tidak menyukai perubahan tersebut. Selain itu, VH mengakui bahwa ia tidak ingin terlalu lama merasakan emosi tersebut kepada ayahnya, karena ia merasa dirugikan dengan emosi tersebut.

VH juga tidak ingin melihat Ibunya menjadi sedih karena terlalu lama memiliki emosi negatif kepada ayahnya yang berdampak pada dirinya dan sekolah. Oleh karena itu, VH berusaha untuk mengontrol emosi negatif yang muncul agar ia dapat mengontrol dirinya. VH menyadari untuk mulai mengontrol emosi-emosi negatif yang muncul ketika duduk di awal masuk SMA kelas 1. VH memulai untuk belajar mengontrol emosinya ketika berusia awal 16 tahun dan sampai sekarang.

VH mengakui jika ia melihat ayahnya akan muncul emosi marah, malu dan benci yang terlalu dalam kepada ayahnya. Oleh karena itu, VH berusaha untuk menghindari ayahnya dan tidak ingin di rumah bersama ayahnya sebelum emosi- emosi negatif tersebut muncul. VH menjelaskan, ia lebih baik menghindar atau tidak melihat ayahnya terlalu lama daripada harus berbicara dengan ayahnya dan melampiaskan emosi negatifnya kepada ayahnya (situation selection). Menurut VH, hal itu tidak berguna dan hanya membuat dirinya semakin menjadi anak yang durhaka terhadap orang tua.

VH biasanya keluar dari rumah selain untuk pergi sekolah, ia akan pergi ke tempat yang jauh dari rumah seperti taman atau rumah temannya, sehingga dapat

membuat dirinya tenang dan menyendiri (situation selection). Selain pergi jauh dari rumah biasanya VH selepas pulang sekolah akan langsung menyusul Ibunya dan membantu berjualan di pasar sampai sore tiba, kemudian mereka pulang bersama (situation selection). Berikut penuturan VH dalan kutipan wawancara berikut;

“Kemana aja kak, kalo aku sekolah sampai mamak aku pulang aku pulang. Kadang aku nyusul dipajak. Kalo liburan aku bantu mamak jualan, kalo gak alasan keluar ketempat kawan kak..”

(S1.W3.09042016.A1.B281-186.H12) “Ya kalo aku biasanya pulang jalan-jalan gitu biasanya aku uda tenang lah kak, uda gak pusing lagi, jadi kalo malam lihat dia, uda mulai biasa aja. Karena ada mamak juga kak. jadi aku biasa aja. Terus kalo malam aku langsung masuk kamar kak. tidur, belajar, kadang main sama adek aku..”

(S1.W3.09042016.A1.B296-299.H12)

Menghindar dari ayahnya menurut VH hal itu tidaklah cukup untuk mengurangi emosi-emosi negatif yang muncul jika melihat ayahnya. VH menjelaskan, walaupun ia tidak melihatnya terkadang VH masih mengingat kejadian percobaan bunuh diri yang dilakukan ayahnya di depan matanya sendiri (attention). VH menjelaskan bahwa ia tidak ingin terlalu mengingat peristiwa tersebut. Oleh karena itu, ia harus mengalihkan perhatian pikirannya ke arah yang lain agar ia tidak mengingat kejadian tersebut. Untuk menghindari pemikiran tersebut, VH biasanya mengalihkannya dengan bermain bersama temannya seperti jalan bersama, karoke-an ataupun melakukan akitivitas lain bersama temannya (attentional deployment). VH mengakui dengan bersama temannya ia merasa

lebih tenang, menguranginya stresnya dan melupakan sejenak peristiwa percobaan bunuh diri ayahnya.

“Iya kak, bersyukur juga aku. Mereka penghilang stres aku kak..”

(S1.W1.05042016.B1.B564-565.H23) “..biasanya sih gak kak, aku kalo keluar rumah, main-main sama kawan, jalan-jalan. Gak teringat lagi masalah rumah. Kalo sama kawan-kawan aku happy aja bawaannya kak. gak ada aku bahas-bahas soal rumah kak..

(S1.W3.09042016.B1.B323-328.H13)

VH menilai percobaan bunuh diri yang dilakukan ayahnya merupakan tindakan yang sangat bodoh dan merugikan baik untuk ayahnya sendiri dan keluarganya. Penilaian VH tersebut membuat ia semakin merasakan emosi-emosi negatif pada ayahnya (appraisal). Namun, ia tidak ingin larut dengan penilaian tersebut, VH menjelaskan bahwa ia mulai menilai ulang pemikiranya dengan ke arah yang lebih positif (cognitive change). VH menyadari bahwa tindakan ayahnya pasti ada alasan di balik itu. VH menganggap kejadian percobaan bunuh diri ayahnya sudah menjadi takdir Allah SWT (cognitive change). Penilaian ulang VH terhadap tindakan yang dilakukan ayahnya dipengaruhi oleh Ibunya. Ibu VH memberikan nasehat kepada dirinya untuk menerima kejadian yang terjadi pada keluarganya dan untuk lebih ikhlas menerima cobaan dari Allah SWT. Oleh karena itu, VH harus menerima dengan pasrah melihat kondisi ayahnya yang sekarang (cognitive change). Berikut penuturan VH;

“Ya gimana lagi lah kak. kalo uda terjadi ya terjadilah, aku juga gak bisa sama Allah jangan ke aku gitu. Apalagi aku harus lihat secara langsung gitu kak..”

(S1.W3.09042016.C1.B428-432.H17) “Allah pasti sayang sama aku kak, pasti ada alasan kenapa Allah kasi ayah yang kek gitu sama aku kak. Jadi aku anggap ini cobaan aja kak, buat aku, mamak ku juga kak. Pasti Allah uda lancarkan jalan untuk kedepannya buat akukak..”

(S1.W3.09042016.C1.B435-441.H17)

Walaupun VH berusaha untuk menghindari munculnya emosi-emosi negatif yang dirasakan pada ayahnya. Namun, terkadang emosi itu muncul dan membuat dirinya menjadi stres (response) . VH menjelaskan, emosi-emosi negatif tersebut akan muncul jika ia tidak bisa menahan dirinya. Hai ini disebabkan oleh orang lain seperti tetangga maupun saudara dari ayahnya mulai mengungkit bahkan mengolok ayahnya (situation). VH pernah mencoba untuk melampiaskan emosi- emosi negatifnya, seperti melampiaskan kemarahannya dengan orang yang membicarakan ayahnya. Akan tetapi, VH merasa hal itu tidak berguna karena orang yang mengejek ayahnya akan tetap membicarakan ayahnya dan bahkan dirinya tidak mempunyai sopan dan santun. Oleh karena itu, VH mulai belajar untuk lebih sabar dan berusaha menanggapi dengan senyuman jika orang lain mengungkit masalah ayahnya (response modulation). Selain itu, VH juga menjelaskan ia terkadang menjumpai sahabatnya untuk menenangkan dirinya dengan bersenang-senang. Terkadang VH menceritakan semua yang dirasakan dan dialaminya kepada sahabatnya (response modulation). Menurut VH, dengan

bermain dan curhat dengan temannya membuat ia lebih baik dan kembali tenang (respone modulaion).

“Lumayan lah kak.. karena mereka hibur aku juga kak..”

(S1.W3.09042016.D1.B370-371.H15)

“Hahah macem-macem lah, kadang kami koro-koro, ketawa lagi aku kak, kadang juga curhat sama mereka kak. lupa sejenak masalah.”

(S1.W3.09042016.D1.B374-377.H15) “Senyum aja kak, suka kau lah mau ngomong apa, yang penting jangan sampek ganggu aku aja kak..”

(S1.W3.09042016.D1.B485-486.H19)

REKAPITULASI DATA HASIL WAWANCARA SUBJEK 1

Tabel 2. Rekapitulasi Data Proses Emosi

No Proses Emosi Gambaran

1. Situation Setiap melihat ayah muncul perasaan marah dan benci

Subjek tidak betah berada di rumahnya

Saat orang lain dan saudaranya mengungkit permasalahan ayahnya.

2. Attention Setiap mengingat ayahnya melakukan percobaan bunuh diri

Subjek mengingat tindakan (meminum baygon) percobaan bunuh diri ayahnya

3. Appraisal Subjek menilai bahwa perbuatan yang dilakukan ayahnya sangat bodoh dan menjijikan

Subjek merasa tindakan ayahnya sungguh bodoh dan menganggap ayahnya tega melakukan hal tersebut di

kamarnya

Subjek menilai bahwa yang terjadi pada keluarganya bukanlah urusan orang lain

4. Response Subjek malu dengan ayahnya.

Subjek malu jika bertemu dengan teman-temannya dan membahas mengenai ayahnya.

Subjek kecewa dengan ayahnya Subjek marah dengan ayahnya Subjek kesal ketika melihat ayah.

Tabel 3. Rekapitulasi Data Strategi Regulasi Emosi No. Strategi Regulasi

Emosi

Gambaran

1. Situation Selection Subjek tidak melampiaskan kemarahannya dengan ayahnya.

Subjek keluar rumah jika mulai muncul perasaan marah dan benci kepada ayahnya

Subjek berusaha untuk menghindar ayahnya

Subjek menghindar dari ayah dengan keluar rumah/jalan-jalan agar kembali tenang.

2. Situation Modification

Tidak ditemukan 3. Attentional

Deployment

Teman adalah penghilang stres subjek

subjek mengalihkan ingatan percobaan bunuh diri ayahnya dengan bermain bersama temannya seperti jalan bersama, karoke-an ataupun melakukan akitivitas lain bersama temannya

4. Cognitive Change Subjek pasrah dengan takdir Allah SWT.

Subjek menganggap kejadian percobaan bunuh diri ayahnya sudah menjadi takdir Allah SWT.

Subjek menilai bahwa ada alasan kenapa dia menghadapi perbuatan percobaan bunuh diri ayahnya

Subjek menilai Allah memiliki alasan dengan menghadapi kejadian percobaan bunuh diri ayahnya 5. Response

Modulation

Subjek menceritakan kepada temannya jika sedang marah dengan ayahnya

Teman subjek tempat menghibur diri ketika subjek marah dan stres

Subjek bereaksi diam dan sabar jika ada orang yang mengungkit ayahnya.

Subjek berusaha menanggapi dengan senyum jika orang lain mengungkit masalah ayahnya dan membuatnya marah

situation

Attention

Appraisal

Response

• Subjek malu dengan ayahnya

• Subjek malu bertemu

dengan teman-

temannya dan

membahas ayahnya • Subjek kecewa dengan

ayahnya

• Subjek marah dengan ayahnya

• Subjek kesal ketika melihat ayahnya • subjek menilai bahwa

perbuatan ayahnya sangat bodoh dan menjijikkan • subjek merasa tindakan

ayahnya sangat bodoh dan menganggap ayahnya tega melakukan hal tersebut di kamarnya

• subjek menilai bahwa yang terjadi pada keluarganya bukanlah urusan orang lain • Setiap mengingat

ayahnya melakukan percobaan bunuh diri • Subjek mengingat

tindakan (meminum baygon) percobaan bunuh diri ayahnya • Setiap melihat ayahnya

• Subjek tidak betah berada di rumah

• Saat orang lain dan saudaranya mengungkit permasalahan ayahnya

Situation Selection Subjek tidak melampiaskan kemarahannya dengan ayahnya. Subjek keluar daru rumah jika muncul perasaan marah dan benci kepada ayahnya. Subjek berusaha untuk menghindar ayahnya. Subjek menghindar dari ayah

Attentional Deployment Teman adalah penghilang stres subjek. Subjek mengalihkan percobaan bunuh diri ayahnya dengan bermain bersama temannya seperti jalan bersama, karoke-an ataupun melakukan aktivitas lain bersama temannya.

Cognitive Change Subjek pasrah dengan takdir Allah SWT. Subjek

menganggap kejadian

percobaan bunuh diri ayahnya sudah menjadi takdir Allah SWT. Subjek menilai bahwa ada alasan kenapa dia menghadapi perbuatan

Response Modulation Subjek menceritakan kepada temannya jika sedang marah dengan ayahnya. Teman subjek tempat menghibur diri ketika subjek marah dan stres. Subjek bereaksi diam dan sabar jika ada orang yang mengungkit ayahnya. Subjek 1

2. Subjek II

a. Hasil Observasi 1) Wawancara I

Kamis, 14 April 2016 pukul 10.49-12.45

Wawancara dilakukan di Kota Medan yaitu di salah satu cafe yang berada di jalan Krakatau. Lokasi cafe tersebut dipilih karena jaraknya cukup dekat dari lokasi rumah subjek. Luas cafe sekitar 4 m x 12 m dan hanya memiliki 1 lantai. Cafe tersebut memiliki dekorasi yang unik yaitu dekorasi bertemakan Hello Kitty yang memadukan warna putih dan merah jambu. Cafe ini menyediakan berbagai macam makanan dan minuman. Tempat untuk pelanggan hanya tersedia 10 spot saja yang disusun secara rapi berbentuk pola persegi panjang yaitu dengan kolom terdapat 2 spot dan baris 5 spot. Lokasi spot pertemuan subjek dan peneliti berada di spot nomor 1 tepat di depan pintu masuk cafe. Spot tersebut memiliki 4 kursi yang mana 2 kursi disusun secara berhadap-hadapan diantara satu meja makan. Subjek dan peneliti duduk berhadap-hadapan. Subjek dan peneliti kemudian memesan 2 gelas minuman jus buah dan 2 porsi dessert.

Subjek memiliki kulit berwarna putih susu dengan tinggi kurang lebih 156 cm. Subjek memliki tubuh yang sedikit berisi terlihat dari bentuk badan subjek yang berbentuk bulat dan bentuk wajah oval. Subjek memiliki hidung yang mancung dan memakai jilbab dalam kesehariannya. Saat wawancara hari pertama, subjek memakai baju kaos lengan panjang berwarna putih dan jilbab warna hitam yang dipadukan

dengan rok denim panjang semata kaki. Subjek juga menggunakan sepatu flat berwarna biru tua. Subjek tidak menggunakan aksesoris untuk melengkapi busananya pada saat itu.

Subjek tampak tersenyum dan melambaikan tangan ketika menemukan peneliti dari pintu masuk cafe. Peneliti kemudian berdiri dari kursi kemudian menjabat tangan subjek lalu memeluknya. Subjek dan peneliti kemudian duduk secara berhadap-hadapan. Jarak pandang antara peneliti dan subjek sekitar 50 cm. Subjek dan peneliti kemudian memesan 2 gelas minuman jus buah dan 2 porsi dessert. Sambil menunggu pesanan datang, peneliti mencoba untuk membangun rapport kepada subjek sebelum wawancara dimulai. Hal ini dikarenakan, subjek tampak kebingunggan dan sedikit canggung dengan peneliti. Terlihat dari mata subjek yang memandang setiap sudut cafe sembari mengengam kedua tangannya diikuti dengan gerakan kecil kakinya.

Pesanan datang dan wawancarapun dimulai. Sebelum bertanya pada inti masalah, awalnya peneliti bertanya mengenai kabar dirinya dan silisilah keluarganya. Subjek tampak berbicara dengan nada yang pelan namun dapat didengar oleh peneliti. Subjek mulai nyaman berbicara dengan peneliti, terlihat dari pandangan subjek yang mengarah pada peneliti sembari menampilkan senyun dan tawanya. Sesekali subjek juga tampak menyandarkan badannya ke sandaran kursi, lalu menegakkan badannya kembali ketika peneliti berbicara.

Selama wawancara berlangsung, subjek tampak tenang dan cukup nyaman ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Hal ini tampak dari cara subjek berbicara kepada peneliti dengan lancar dan juga sesekali subjek tersenyum dan tertawa saat menjawab pertanyaan. Ketika berbicara subjek tampak selalu memegang handphonenya, namun tidak digunakan. Awalnya peneliti berpikir bahwa subjek mulai bosan. Namun, melihat pandangan subjek yang masih fokus dengan peneliti membuat peneliti urung berpikiran seperti itu.

Melihat subjek sudah merasa cukup nyaman, peneliti mulai mencoba untuk bertanya mengenai percobaan bunuh diri ayahnya. Subjek tampak terkejut dan terdiam sejenak. Subjek kemudian mengetuk jari telunjuk ke meja beberapa kali dan pandangan mata ke arah gelas minumannya. Perilaku tersebut menunjukkan subjek mulai bingung untuk menjelaskan kepada peneliti mengenai penyebab percobaan bunuh diri ayahnya. Akhirnya subjek dapat menjelaskan dengan cukup baik kepada peneliti. Namun, sesekali subjek terdiam sejenak ketika mengingat kejadian tersebut.

Perilaku yang berbeda ditunjukkan subjek ketika peneliti bertanya mengenai perasaannya kepada ayahnya. Subjek terlihat sedih dan kurang nyaman karena pertanyaan yang peneliti ajukan. Hal itu terlihat dari wajah subjek yang murung, mata berkaca-kaca dan menundukkan kepalanya serta mengalihkan pandangannya ketika berbicara dengan peneliti. Namun, subjek tetap menjawab pertanyaan peneliti, walaupun

dengan suara yang pelan tetapi dapat didengar peneliti. Wawancara berlangsung cukup lancar tanpa ada hambatan ataupun proses wawancara yang terhenti.

2) Wawancara II

Sabtu, 16 April 2016 pukul 16.50-18.22

Wawancara kedua dilakukan di salah satu cafe yang berada dekat rumah subjek, tetapi berbeda dengan tempat cafe yang dilakukan pada wawancara sesi pertama. Cafe berukuran cukup luas walaupun hanya memiliki 1 lantai saja. Cafe ini menggunakan dua area untuk spot pelanggan yaitu area dalam ruangan dan di teras luar ruangan. Di luar area cafe terlihat, tepatnya sebelah kiri dari gerbang masuk tampak kolam ikan cukup besar berbentuk persegi panjang. Menoleh ke sebelah kanan terlihat tempat parkir sepeda motor yang tersusun rapi. Masuk ke area dalam cafe, tampak dekorasi cafe yang sederhana. Dekorasi cafe tersebut memadukan warna cokelat dan cream yang dihiasi dengan beberapa poster-poster bertemakan kopi dan makanan-makanan. Spot untuk pelanggan tersedia sebanyak kurang lebih 20 spot yang disusun dengan pola yang tidak beraturan namun cukup rapi dan masih terlihat indah di pandang.

Subjek tampak duduk di salah satu spot yang berada di dalam cafe. Namun, karena suasana yang ramai subek dan peneliti memutuskan untuk pindah tempat ke area luar cafe. Spot yang dipilih subjek dan peneliti dekat dengan kolam ikan dan beberapa tanaman yang menghiasi kolam.

Terdapat dua buah kursi dan satu meja berbentuk bulat. Subjek duduk dengan berhadap-hadapan. Jarak pandang subjek dan peneliti sekitar 60 cm. Wawancara sesi kedua, subjek menggunakan baju kemeja panjang berwarna kuning keemasan dan jilbab berwarna hitam. Subjek memakai celana jeans panjang berwarna hitam dan dipadukan dengan sneakers berwarna hitam dan putih. Subjek menggunakan aksesoris cincin emas yang melingkar di jari tengah pada tangan kanannya.

Subjek tampak duduk dengan santai dengan posisi menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Sesekali subjek memandang kolam ikan yang berada disisi sebelah kirinya. Subjek tampak tersenyum sembari memainkan bunga kertas yang berada di atas meja makan. Saat wawancara dimulai, subjek tampak tenang dan lebih lancar daripada sebelumnya ketika menjawab pertanyaan yang diajukan. Subjek masih mempertahankan kontak mata kepada peneliti. Namun, ketika peneliti mulai bertanya mengenai percobaan bunuh diri ayahnya. Subjek kelihatan terkejut kemudian mengalihkan pandangannya dari peneliti. Subjek tampak mengengam kedua telapak tangannya dan berbicara dengan suara yang parau ketika menceritakan kronologi percobaan bunuh diri ayahnya.

Subjek beberapa kali menitihkan air mata saat menjelaskan

Dokumen terkait