• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJ IAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.8 Emosi

Emosi adalah perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu. Emosi adalah reaksi terhadap seseorang atau kejadian. Emosi dapat ditunjukkan ketika merasa senang mengenai sesuatu, marah kepada seseorang, ataupun takut terhadap sesuatu.

Kata "emosi" diturunkan dari kata bahasa Perancis, émotion, dari

émouvoir, 'kegembiraan' dari bahasa Latinemovere, dari e- (varian eks-) 'luar' dan movere 'bergerak'. Kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat berlalu

daripada suasana hati. Sebagai contoh, bila seseorang bersikap kasar, manusia akan merasa marah. Perasaan intens kemarahan tersebut mungkin datang dan pergi dengan cukup cepat tetapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk,

seseorang dapat merasa tidak enak untuk beberapa jam

2.2.9 Kecerdasan Emosi

Kecerdasan adalah salah satu milik kita yang paling berharga. Akan tetapi kecerdasan adalah suatu konsep yang sulit didefinisikan sehingga orang-orang paling cerdas pun belum mencapai kesepakatan perihal definisi dan cara pengukurannya.

Beberapa ahli mendeskripsikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah, ahli lain mendeskripsikannya sebagai kapasitas beradaptasi dan belajar dari pengalaman. Ahli lain berpendapat bahwa kecerdasan meliputi karakteristik seperti kreativitas dan keahlian interpersonal. Kita akan menggunakan definisi kita tentang kecerdasan sebagai kemampuan menyelesaikan masalah dan beradaptasi serta belajar dari pengalaman.

Persoalan berkenaan dengan kecerdasan adalah berbeda dengan tinggi, berat, dan usia, kecerdasan tidak dapat diukur secara langsung. Kita tidak dapat membuka tempurung kepala seseorang untuk melihat seberapa banyak kecerdasan yang ia miliki, kita hanya dapat mengevaluasi kecerdasan secara tidk langsung dengan cara mempelajari dan membandingkan tindakan kecerdasan yang ditunjukkan oleh orang-orang. Cara kita membahas kecerdasan berasal dari perubahan fokus ke arah penilaian dari perbedaan-perbedaan individu. Perbedaan-perbedaan individu adalah Perbedaan-perbedaan yang konsisten dan stabil pada tiap-tiap orang (Santrock,2007:317).

Perkembangan emosi anak menentukan tingkat kecerdasan emosional anak. perkembangan emosi anak tidak secara langsung tetapi bertahap. Perkembangan

emosi anak bisa dilihat dari bagaimana cara anak mampu mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata, bagaimana anak menggunakan bahasanya untuk mengekspresikan emosinya, bagaimana anak berpikir menggunakan sudut pandang orang lain hingga bagaimana cara anak untuk mengatur emosinya sendiri.

Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris:

emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,

mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.

Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.

Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada anak-anak. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral.

Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.

Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.

Menurut Harmoko (2005) Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Jelas bila seorang indiovidu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik.

Menurut Dio (2003), dalam konteks pekerjaan, pengertian kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengetahui yang orang lain rasakan, termasuk cara tepat untuk menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini bisa meliputi atasan, rekan sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas

menunjukkan seringkali individu tidak mampu menangani masalah-masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan saja tidak mampu memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain yang berinteraksi dengan kita. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar pribadi.

Berbeda dengan pemahaman negatif masyarakat tentang emosi yang lebih mengarah pada emosionalitas sebaiknya pengertian emosi dalam lingkup kecerdasan emosi lebih mengarah pada kemampuan yang bersifat positif. Didukung pendapat yang dikemukakan oleh Cooper (1999) bahwa kecerdasan emosi memungkinkan individu untuk dapat merasakan dan memahami dengan benar, selanjutnya mampu menggunakan daya dan kepekaan emosinya sebagai energi informasi dan pengaruh yang manusiawi. Sebaliknya bila individu tida memiliki kematangan emosi maka akan sulit mengelola emosinya secara baik dalam bekerja. Disamping itu individu akan menjadi pekerja yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan, tidak mampu bersikap terbuka dalam menerima perbedaan pendapat , kurang gigih dan sulit berkembang.

Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial

(kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain). (http://www.duniapsikologi.com/kecerdasan-emosional-pengertian-definisi-dan-unsur-unsurnya/ (09-07-2013 : 10.26))

Perkembangan emosi dikaitakan dengan bagaimana tingkat kecerdasan emosi anak. Kecerdasan emosional, atau yang lebih dikenal dengan sebutan

Emotional Intelligence (EI) mengacu pada kemampuan mengenali, memahami,

mengatasi dan mengekspresikan emosi dengan layak. Kecerdasan emosional meliputi :

a. Perasaan

b. Pemikiran

c. Perilaku

Konsep ini secara khusus diasosiasikan dengan Daniel Goleman, seorang psikolog Amerika. Hasil kerjanya telah banyak mempengaruhi bidang pendidikan (maupun bisnis). Konsep ini dilihat sebagai cara meningkatkan pencapaian murid-murid serta membantu mereka dalam menjalani kehidupan, baik pribadi maupun di lingkungan kerja. Kecerdasan emosional sering kali mengacu pada ‘EQ – Emotional Quotient’, bertolak belakang dengan ‘IQ – Intelligence Quotient’. Goleman memfokuskan pandangannya pada lima area utama kecerdasan emosional :

1) Kesadar an dir i. Memahami respons emosional atau perasaan kita adalah faktor yang paling penting dalam kecerdasan emosional, karena hal tersebut memberi kita potensi dalam mengontrol emosi kita.

2) Kontr ol emosi. Kita dapat menggunakan strategi untuk mengontrol emosi kita. Hal ini dapat membantu ketika kita bereaksi selayaknya dalam situasi yang penuh tekanan.

3) Motivasi dir i. Ketika kita memiliki tujuan, kontrol emosi akan membantu kita dalam mencapainya (sebagai contoh, dengan memfokuskan perasaan secara produktif dan mengontrol implus kita).

4) Empati. Kemampuan untuk mengenali tanda-tanda pada orang lain ketika kita sedang membina hubungan yang baik dengan mereka. Empati itu penting dalam membina serta memelihara hubungan dengan orang lain. Empati dapat membantu kita dalam mengatasi konflik.

5) Mengatasi hubungan. Pemahaman yang baik mengenai emosi dapat membantu kita untuk mengatasi kondisi emosi orang lain (Meggit,2013: 257-258).

Daniel Goleman melalui bukunya, yang mengungkapkan tentang “kecerdasan emosional” (EQ) telah mengubah seluruh paradigma kecerdasan. Tulisan Goleman disusun berdasarkan hasil riset dari beberapa universitas terkemuka Amerika yang dilakukan oleh para neurosaintis yang mencatat bahwa emosi manusia merupakan faktor penting dalam kecerdasan manusia. Pada saat emosi kita sehat dan matang, dan tidak ada kerusakan pada bagian otak yang terkait, kita dapat menggunakan seberapapun IQ yang kita miliki secara efektif. Tetapi pada saat emosi kita terganggu atau kurang matang, atau ada kerusakan pada pusat emosional dalam otak, kita tidak dapat menggunakan IQ kita berapa pun tingginya dengan bijak dan tepat.

Daniel Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang terkait dengan yang kita temui sehari-hari. Kita berhubungan dan berinteraksi setiap hari dengan orang lain sehingga perlu untuk memahami orang lain dan situasinya. Selain itu yang lebih penting, EQ juga berhubungan dengan kemampuan kita untuk memahami dan mengelola emosi kita sendiri yang berupa ketakutan, kemarahan, agresi dan kejengkelan. Daniel goleman mendefinisikan kecerdasan emosional (EQ) sebagai kesanggupan untuk memperhitungkan atau menyadari situasi tempat kita berada, untuk membaca emosi orang lain dan emosi kita sendiri, serta untuk bertindak dengan tepat (Hartono,2012: 7-8).

2.3 Teori Pengembangan Hubungan

Dalam penelitian ini, peneliti mengkaitkan fenomena pola komunikasi orang tua tunggal dalam kecerdasan emosi anak dengan teori pengembangan hubungan. Teori pengembangan hubungan yang dipakai adalah Teori Penetrasi Sosial. Teori ini atau nama aslinya Social Penetration Theory merupakan bagian dari teori pengembangan hubungan atau Relationship Development Theory. Teori penetrasi sosial dikembangkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Tailor dalam bukunya yang pertama terbit berjudul Social Penetration : The Development of

Interpersonal Relationship terbit pada tahun 1973 dan mengalami revisi pada

1987 berupa artikel terkisah dimuat dalam buku Interpersonal Processes oleh Dalmas A. Tailor dan Irwin Altman (1987) yang akan dibahas berikut ini (Budyatna,2011:225). Menurut kedua penulis tersebut komunikasi adalah penting dalam mengembangkan dan memelihara hubungan-hubungan antar pribadi. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara komunikasi yang

baik dan kepuasan umum suatu hubungan. Komunikasi yang baik atau “keterbukaan” juga dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif dan saling menyukai.

Studi yang dilakukan mereka berpendapat bahwa membuat diri mudah atau dapat di akses oleh pihak lain melalui pengungkapan diri pada hakikatnya memberikan kepuasan. Sebaliknya, kepuasan mengarah kepada pengembangan perasaan yang positif bagi orang lain. Jadi, komunikasi dalam keakraban pengungkapan diri tampil sebagai syarat mutlak bagi pengembangan hubungan antar pribadi yang memuaskan. Altman dan Taylor dalam teori penetrasi sosial mereka menjelaskan secara terperinci peran dari pengungkapan diri, keakraban, dan komunikasi dalam pengembangan hubungan antar pribadi (Budyatna & Ganinem,2011:226).

Dokumen terkait