• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

D. Emulsi

Emulsi adalah suatu sistem heterogen, yang terdiri dari fase dispers (fase

internal atau discontinuous phase) dan medium dispers (fase eksternal atau continuous phase). Dimana 2 fase ini tidak saling bercampur. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu emulsifying agent yang dapat menurunkan tegangan antarmuka kedua fase tersebut sehingga fase dispers akan dapat terdispersi secara

sempurna ke dalam medium dispers (Allen, 2002).

Di dalam sediaan emulsi, yang dimaksud dengan fase dispers yakni

merupakan fase dalam (internal phase) sedangkan yang dimaksud dengan istilah

medium pendispers yakni merupakan fase luar (external phase) dari suatu sistem

emulsi itu sendiri. Emulsi yang memiliki suatu sistem dimana fase minyak

berperan sebagai fase luar dan fase air sebagai fase dalamnya, disebut dengan tipe

emulsi minyak dalam air (M/A) atau dapat juga disebut dengan istilah oil in water emulsions. Sedangkan emulsi yang memiliki suatu sistem dimana fase air berperan sebagai fase dalam dan fase minyak sebagai fase luarnya, disebut dengan

tipe emulsi air dalam minyak (A/M) atau dapat juga disebut dengan istilah water in oil emulsions(Ansel, H.C., 1989).

Agar terbentuk suatu sistem emulsi yang stabil, maka diperlukan adanya

emulsifying agent. Emulsifying agent merupakan suatu surfaktan yang dapat mengurangi besarnya tegangan antarmuka antara air dengan minyak, dengan

demikian besarnya energi permukaan dapat diminimalisir melalui pembentukan

droplet. Ketika cairan digojok secara bersamaan, droplet dengan bentuk spheris akan terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena cairan (liquid) akan berusaha

mempertahankan luas permukaannya sekecil mungkin. Sehingga akan terbentuk

tegangan antar muka 2 fase tersebut, dimana bagian polar akan bergabung dengan

fase polar sedangkan bagian yang non polar akan bergabung bersama fase non

polarnya. Emulsifying agent akan memperkecil kemungkinan dari droplet untuk saling bergabung membentuk globul (Allen, 2002).

Berdasarkan ionisasinya dalam larutanaqueous,emulsifying agentdibagi menjadi 4 kategori, yakni:

a. Surfaktan anionik

Di dalam larutan aqueous komponen ini akan terdisosiasi menjadi bentuk ion negatif dan pada bagian itulah yang akan bertanggung jawab terhadap

kemampuannya sebagai agen pengemulsi. Surfaktan jenis ini banyak

dipergunakan karena harganya yang murah. Namun melihat dari sisi

toksisitasnya, pemakaian surfaktan jenis ini hanya dipergunakan untuk

b. Surfaktan kationik

Di dalam larutan aqueous komponen ini akan terdisosiasi menjadi bentuk ion positif. Kebanyakan surfaktan jenis ini digunakan sebagai desinfektan dan

pengawet pada emulsi tipe M/A. Melihat dari sisi toksisitasnya, jenis surfaktan

ini cenderung dipergunakan dalam pembuatan krim antiseptik. Contoh:

cetrimide.

c. Surfaktan nonionik

Surfaktan nonionik merupakan jenis surfaktan yang tidak memiliki muatan

dan pemakaian surfaktan nonionik secara kombinasi akan menghasilkan

bentukinterfacial filmyang stabil di antara permukaan droplet. Surfaktan jenis ini banyak digunakan karena toksisitas dan iritasinya rendah serta dapat

dipergunakan pula untuk pembuatan sediaan per oral serta parenteral. Contoh:

polysorbatedansorbitan ester.

Sebagian besar surfaktan nonionik terdiri dari:

1. Asam lemak atau alkohol (biasanya dengan 12-18 atom karbon), rantai

hidrokarbon yang sebagian bersifat hidrofobik.

2. Alkohol (-OH) dan atau gugus etilen oksida (-OCH2CH2) yang tersusun dari bagian hidrofilik dari suatu molekul.

d. Surfaktan amphoterik

Surfaktan jenis ini memiliki muatan negatif serta positif, bergantung pada pH

dari sistem. Ketika pH dari sistem rendah, maka surfaktan ini akan bermuatan

positif dan sebaliknya. Surfaktan jenis ini jarang dipergunakan sebagai

Gambar 3. Stereokimia surfaktan

Gambar 3a. Bentukemulsifier. Gambar 3b. Emulsi M/A. Gambar 3c. Emulsi A/M. Gambar 3d. Emulsi denganemulsifierganda (Leyden, J.JandRawling,

A.V., 2002).

Setiap surfaktan memiliki penampakan stereokimia yang berbeda-beda,

bergantung dari besarnya nilai HLB yang dimiliki. Gambar 3, tentang bentuk

emulsifier menggambarkan bahwa emulsifier 1 (contoh emulsifier dengan HLB 12-15) memiliki afinitas yang tinggi terhadap fase air daripada fase minyak.

Stereokimia dari gugus kepala yang bersifat polar memiliki kontribusi terhadap

sifat tersebut. Droplet spheris dari fase minyak yang terbentuk di dalam fase air akan membatasi jumlah emulsifier yang dipergunakan untuk setiap unit luas permukaan dari fase minyak. Sedangkan emulsifier 2 (contoh emulsifier dengan HLB 5-12) memiliki afinitas yang lebih besar terhadap fase minyak daripada

terhadap fase airnya dan memiliki kontribusi pemakaian jumlah emulsifier yang dipergunakan lebih besar untuk setiap unit luas permukaan dari fase minyak.

Emulsifier 3 (contoh emulsifier dengan HLB 1-5) secara cepat dapat membentuk sistem emulsi A/M. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi lebih dari 1 emulsifier memiliki kemampuan lebih untuk membentuk molekul emulsifier per luas permukaan dari droplet (Leyden, J.JandRawling, A.V., 2002).

Gambar 3b menunjukkan tentang emulsifier yang berada di dalam tipe emulsi M/A dan gambar 3c menunjukkan tentang emulsifieryang berada di dalam tipe emulsi A/M. Gambar 3d menunjukkan tentang konsep pemakaian emulsifier ganda dengan nilai HLB yang lebih tinggi untuk menstabilkan sistem emulsi. Efek

bilayer yang dihasilkan akan mengelilingi droplet minyak dengan posisi gugus

polar dan gugus non polar yang saling terarah pada posisi alternating fashion. Bagian luar dari droplet terdiri dari bagian hidrofilik dimana bagian hidrofilik dari

emulsifier primer maupun sekunder saling tersusun satu sama lain pada bagian antarmuka minyak-air yang disertai dengan adanya peristiwa pemasukan rantai

lipofilik dari emulsifier sekunder ke dalam droplet. Sehingga secara keseluruhan hal ini akan membuat sistem emulsi menjadi lebih stabil (Leyden, J.J and Rawling, A.V., 2002).

1. Polysorbate40 (C62H122O26)

Gambar 4. Strukturpolysorbate40 (Rowe, Sheskey,andQuinn, 2009). Polysorbate 40 merupakan campuran bagian ester dari asam lemak, utamanya adalah asam palmitat dengan sorbitol. Terdiri dari 20 mol

polyoxyethylenedan 20 molsorbitan monopalmitate(Anonim, 2009).

Polysorbate40 bekerja sebagaiemulsifying agentyang digunakan dalam kombinasi dengan hydrophilic emulsifiers dalam tipe emulsi M/A pada rentang konsentrasi 1-10% dengan nilai HLB sebesar 15,6 (Rowe,et all, 2009).

2. Sorbitan monostearate(C24H46O6)

Gambar 5. Struktursorbitan monostearate(Kim, 2004).

Sorbitan monostearate merupakan ester dari sorbitan (turunan sorbitol) dan asam stearat. Secara umum, digunakan dalam pembuatan makanan produk

kesehatan. Sorbitan monostearate ini, tergolong surfaktan non ionik dengan sifat sebagaiemulsifying agent(Rowe,et all, 2009).

Sorbitan monostearate bekerja sebagai emulsifying agent yang digunakan dalam kombinasi dengan hydrophilic emulsifiers dalam tipe emulsi M/A pada rentang konsentrasi 1-10% dengan nilai HLB sebesar 4,7 dan titik leleh

sebesar 53-57°C (Rowe,et all, 2009).

Dokumen terkait