PENGARUH PENAMBAHANPOLYSORBATE 40 DAN SORBITAN MONOSTEARATESEBAGAIEMULSIFYING AGENT DALAMLOTIONREPELAN MINYAKPEPPERMINT(Mentha piperita)
TERHADAP SIFAT FISIS DAN STABILITAS SEDIAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
oleh :
Elisabeth Dea Gretha Zagoto NIM : 088114046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH PENAMBAHANPOLYSORBATE 40 DAN
SORBITAN MONOSTEARATESEBAGAIEMULSIFYING AGENT DALAMLOTIONREPELAN MINYAKPEPPERMINT(Mentha piperita)
TERHADAP SIFAT FISIS DAN STABILITAS SEDIAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
oleh :
Elisabeth Dea Gretha Zagoto NIM : 088114046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Halaman Persembahan
“Hidup itu tidak selancar yang kita harapkan dan tidak serunyam
yang kita takutkan. Pasti ada banyak variasi dan kejutan. Tidak ada
salahnya untuk takut tentang masa depan tetapi tidak ada salahnya
juga untuk terus berharap, karena Tuhan saja belum
menentukannya
So…Let it Flow” (Ndut)
vii PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan berkat dan rahmat-Nya, pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul, “Pengaruh Penambahan Polysorbate 40 dan
Sorbitan MonostearateSebagaiEmulsifying AgentDalamLotionRepelan Minyak
Peppermint (Mentha piperita) Terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S. Farm) Universitas Sanata Dharma.
Dalam penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. C.M. Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt, selaku Kepala Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
3. Dewi Setyaningsih. M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan dukungan, bimbingan, kritikan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
5. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
1. Rini Dwiastusi, M.Sc., Apt. dan Yohanes Dwiatmaka, M.Si. sebagai dosen penguji skripsi atas segala masukan dan bimbingannya.
2. Romo Sunu dan Pak Enade yang telah memberikan masukan kepada penulis. 6. Yessie Lusiana Dewi, Sin Lie Alias Martina Oktaviani dan Anasthasia
Mardila Puspita selaku teman kerja penulis yang telah bekerja sama dalam menghadapi suka dan duka selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
7. Segenap Staf Laboratorium: Pak Musrifin, Pak Agung, Pak Iswandi, Pak Otto, Pak Yuwono, dan Pak Heru atas bantuan dan kerjasamanya.
8. Winarti H. Wibowo dan Fransiska Soembarwati sebagai teman dekat penulis yang telah memberikan dukungan, semangat, kritikan dan saran kepada penulis.
9. Lia, Elya, Rika, Widhi dan Hepy atas kerjasamanya sebagai teman satu kelompok praktikum selama penulis menjadi mahasiswa.
10. Teman-teman kelompok praktikum A atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.
11. Teman-teman FST kelas A atas kebersamaannya selama ini. 12. Seluruh mahasiswa angkatan 2008.
ix
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata semoga penelitian dan skripsi ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
xi
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum……….. 6
2. Tujuan khusus………. 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 8
A. Minyak peppermint……….. 8
B. Aedes aegypti... 9
C. Repelan………. 13
D. Emulsi………... 14
E.Lotion………. 19
F. SistemHydrophile-Lipophile Balance(HLB)………... 20
G. Pemerian Bahan Tambahan………... 21
1.Virgin Coconut Oil……….. 21
2. Asam stearat……… 22
3.CoalescencedanOstwald ripening……….. 26
4. Inversi Fase……….. 27
I. Viskositas……….. 27
xii
K. Analisis Ukuran Droplet ……… 28
L. Metode Desain Faktorial……….... 28
M. Landasan Teori……….. 30
N. Hipotesis………. 31
BAB III. METODE PENELITIAN ... 33
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 33
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 33
1. Variabel bebas ... 33
2. Variabel tergantung……….... 33
3. Variabel pengacau terkendali... 33
4. Variabel pengacau tak terkendali……….. 33
C. Definisi Operasional ... 34
D. Bahan dan Alat Penelitian………... 36
E. Alur Penelitian……… 37
F. Tata Cara Penelitian ... 38
1. Formula ... 38
2. PembuatanLotionRepelan MinyakPeppermint... 40
G. Analisa Hasil……… 44
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
A. PembuatanLotionRepelan Minyak Peppermint... 46
B. Penentuan TipeLotionRepelan MinyakPeppermint……….. 59
xiii
Fisis dan StabilitasLotionRepelanMentha piperita……… 63
1. Respon daya sebar ... 65
2. Respon viskositas ... 69
3. Respon pergeseran viskositas... 73
E. Karakteristik Ukuran DropletLotionRepelan MinyakPeppermint…….. 75
F. Uji Waktu PenolakanLotionRepelan MinyakPeppermint……….. 78
G. Keterbatasan Penelitian………. 81
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
LAMPIRAN ... 87
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rentang nilai HLB dari surfaktan………. 21 Tabel II. Rancangan desain faktorial untuk 2 faktor 2 level………… 29 Tabel III. Rancangan desain faktorialpolysorbate40 dansorbitan
monostearate……….. 39 Tabel IV. Jumlah bahan yang digunakan………... 39 Tabel V. Jumlah bahan yang digunakan dalam 6x formula awal……. 40 Tabel VI. HLB fomulalotionrepelan……… 52 Tabel VII. Hasil pengujian sifat fisis dan stabilitaslotionrepelan minyak
peppermint………. 62 Tabel VIII. Hasil ujimultivariateANOVA untuk daya sebar…………. 68 Tabel IX. Nilai efek untuk respon daya sebar……… 68 Tabel X. Hasil ujimultivariateANOVA untuk viskositas…………... 71 Tabel XI. Nilai efek untuk respon viskositas……… 72 Tabel XII. Hasil analisa data dengan ujiWilcoxson……… 74 Tabel XIII. Nilai median untuk tiap formula………... 76 Tabel XIV. Hasil analisa data nilai median dengan ujiWilcoxson……. 77 Tabel XV. Hasil pengujian waktu penolakanlotionrepelan pada basis
lotion (kontrol negatif)………. 80 Tabel XVI. Hasil pengujian waktu penolakanlotionrepelan pada basis
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kimia kandungan dalam minyakpeppermint…….. 9
Gambar 2. Siklus hidup nyamukAedes aegypti………. 10
Gambar 3. Stereokimia surfaktan……….... 17
Gambar 3a. Bentukemulsifier……… 17
Gambar 3b. Emulsi M/A……… 17
Gambar 3c. Emulsi A/M……… 17
Gambar 3d. Emulsi denganemulsifierganda……… 17
Gambar 4. Strukturpolysorbate40………. 18
Gambar 5. Struktursorbitan monostearate………. 19
Gambar 6. Struktur asam stearat………. 22
Gambar 7. Struktur gliserin………. 23
Gambar 8. Struktur trietanolamin……… 23
Gambar 9. Strukturcetyl alcohol……… 24
Gambar 10. Skematis proses kerusakan pada emulsi……… 24
Gambar 11. Skema alur penelitian……… 37
Gambar 12. Pembentukan droplet………. 51
Gambar 13. Pembentukan lapisan film elastis padainterfaceoleh pemakaian surfaktan secara kombinasi………. 52
Gambar 14. Gambaran sistem emulsi M/A dan A/M dengan penambahan co-surfactant……….. 54
Gambar 15a. Interaksi tween 40 dan span 80……….. 56
xvi
Gambar 16. Reaksi penyabunan……….... 58
Gambar 17. Hasil penentuan tipe emulsi menggunakan metode
pewarnaan dan metode pengenceran………. 60 Gambar 18. Output hasil analisis statistik R-Program respon daya sebar 65 Gambar 19a. Grafik hubungan efekpolysorbate40 terhadap respon daya
sebar……….. 66
Gambar 19b. Grafik hubungan efeksorbitan monostearate terhadap
respon daya sebar……….. 67
Gambar 20. Output hasil analisis statistik R-Program respon viskositas 69 Gambar 21a. Grafik hubungan efekpolysorbate40 terhadap respon
viskositas………... 70 Gambar 21b. Grafik hubungan efeksorbitan monostearate terhadap
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Certificate of Analysis(COA) dari minyak peppermint
(Mentha piperita)……… 87 Lampiran 2. Data Penimbangan………... 88 Lampiran 3. Perhitungan rHLB dan HLB sistem emulsi……… 88 Lampiran 4. Data Uji Sifat Fisis, Stabilitas dan Waktu Penolakan
Repelan Lotion……… 89
Lampiran 5. Hasil perhitungan minyakpeppermintyang terkandung
dalamlotionyang diaplikasikan pada tangan naracoba……... 98 Lampiran 6. Hasil analisis data dengan R-Program ……… 100 Lampiran 7. Uji normalitas pergeseran viskositas dan pergeseran
ukuran droplet dengan program R 2.9.0………. 101 Lampiran 8. Analisis statistik pergeseran viskositas dengan program
R 2.9.0………... 102 Lampiran 9. Analisis statistik pergeseran ukuran droplet dengan
program R 2.9.0……….. 105
xviii INTISARI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh signifikan, antara polysorbate 40, sorbitan monostearate atau interaksi keduanya, dalam hal menentukan sifat fisis dan stabilitas lotion
repelan minyakpeppermint serta untuk mengetahui lamanya waktu penolakan darilotionrepelan minyakpeppermintterhadap nyamukAedes aegyptibetina.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental menggunakan rancangan penelitian faktorial. Variabel bebas berupa polysorbate 40 (level rendah 4 gram; level tinggi 7 gram) dansorbitan monostearate(level rendah 4 gram; level tinggi 7 gram) dan variabel tergantung meliputi sifat fisis lotion
dan stabilitas lotion sampai penyimpanan selama 1 bulan.Analisa data diolah secara statistik dengan menggunakan uji Multivariate ANOVA dalam R-Program by ubuntu R Openoffice.org (www.molmod.org) dengan taraf kepercayaan sebesar 95%. Uji ini digunakan untuk mengetahui besarnya nilai signifikansi (p<0,05) dari masing-masing faktor dan interaksinya dalam menentukan respon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa polysorbate 40 merupakan faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisis (viskositas dan daya sebar
lotion repelan minyak peppermint). Lotion repelan minyak peppermint stabil secara fisik. Serta memiliki waktu penolakan terhadap nyamuk Aedes aegypti
betina dengan formula (1) sebagai formula lotion repelan yang memiliki waktu penolakan paling tinggi dibanding formula lainnya.
xix ABSTRACT
This research used to find out whose the dominant factor among polysorbate 40, sorbitan monostearate or interaction both of the in case to determine affect the physical characteristic and stability ofpeppermintoil’s lotion repellent and to know the rejection time of thispeppermintoil’s lotion repellent in case to chase away the female mosquitoAedes Aegypty.
This research include in the experimental research with factorial design. With independent variable are polysorbate 40 ( low level 4 gram; high level 7 gram) and sorbitan monostearate (low level 4 gram; high level 7 gram) and with dependent variable are lotion physical characteristic and physicall stability until one month of storage. The data were analyzed statiscally by R-Programme by ubuntu R Openoffice.org (www.molmod.org) programme with 95% confidence interval. This test used to determine the significancy (p < 0,05) of each factor and their interaction in affecting the responses.
The result showed that polysorbate 40 is the dominant factor to determine the physical characteristic ( viscosity and spreadability of peppermint oil’s lotion repellent). Peppermint oil’s lotion repellent stable in a physical. Peppermintoil’s lotion repellent have rejection time to female Aedes aegypti with formula (1) as lotion repellent formula which have high rejection time than other.
Kata kunci: lotion, peppermint oil, polysorbate, sorbitan monostearate, female
1 BAB I PENGANTA R
A. Latar Belakang
Minyak peppermint merupakan salah satu jenis dari golongan minyak atsiri yang diisolasi dari daun tanaman Mentha piperita dengan cara distilasi uap dan merupakan substansi alami yang bersifat mudah menguap dan dapat ditemukan pada berbagai macam jenis tanaman (Alankar, 2009).
menggigit lengan naracoba tersebut. Akan tetapi, nilai ini jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan kontrol. Dimana pada kontrol tercatat ada 8-9 gigitan pada lengan naracoba (Kumar, 2011).
Menurut Gunandini (cit., Kardinan, 2007), Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang bersifat “antropofilik” yang berarti lebih senang menghisap darah manusia dibandingkan dengan darah hewan. Jenis nyamuk yang senang menghisap darah ini adalah nyamuk betina, karena darah yang dihisap akan dipergunakan dalam proses pematangan telur. Selain itu, nyamuk betina juga bersifat multiple biters (dia akan berpindah tempat dan mengigit beberapa orang sebelum nyamuk tersebut kenyang) (Widoyono, 2008).
peppermint ini dibuat ke dalam suatu bentuk sediaan lotion dengan tipe emulsi M/A, minyak peppermint yang bersifat lebih mudah larut di dalam minyak ini akan bergabung dengan fase minyak yang ada pada sistem emulsi dan berada sebagai fase dalam yang kemudian akan dilindungi oleh fase air yang berfungsi sebagai fase luarnya. Selain itu, tipe emulsi M/A dipilih karena tipe emulsi ini memiliki kontribusi atau tendensi untuk mengurangi efek atau sensasi berminyak sehingga tidak meninggalkan rasa lengket ketika dipergunakan (Epstein, 2001).
Apabila dibandingkan dengan sediaan lain, terutama dari segi acceptabilitas, sediaan lotion memiliki nilai daya sebar yang lebih besar dibandingkan dengan sediaan lain, seperti krim, salep ataupun gel. Sehingga lebih mudah merata ketika diaplikasikan pada kulit. Selain itu, apabila dihubungkan dengan besarnya nilai viskositas, bentuk sediaan lotion memiliki viskositas di bawah viskositas krim, salep, maupun gel. Sebagai contoh pada bentuk sediaan gel. Menurut Yuliani (2005), semakin besar nilai viskositas gel, maka sistem gel akan semakin dapat memerangkap minyak akar wangi. Sehingga minyak akan dilepaskan secara perlahan-lahan dan hal ini akan memberikan efek repelansi yang semakin lama.
Emulsifying agent merupakan bahan-bahan yang memiliki struktur dengan 2 bagian yang berbeda, yakni bagian hidrofilik yang memiliki kelarutan tinggi di dalam air dan bagian hidrofobik yang yang memiliki kelarutan tinggi di dalam pelarut hidrofobik. Berdasarkan muatannya, surfaktan terbagi menjadi 4 jenis yakni, surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik, dan surfaktan amphoterik (Kim, 2004). Pada penelitian ini digunakan jenis surfaktan nonionik secara kombinasi, yakni polysorbate 40 dan sorbitan monostearate. Surfaktan nonionik merupakan jenis surfaktan yang tidak memiliki muatan dan penggunaan dari surfaktan nonionik secara kombinasi dapat menghasilkan bentuk interfacial film yang stabil di antara permukaan droplet dari fase dispers (Kim, 2004).
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Antara polysorbate 40, sorbitan monostearate dan interaksi keduanya, manakah yang memiliki efek paling dominan dalam menentukan sifat fisis sediaanlotionrepelan minyakpeppermint?
2. Apakahlotionrepelan minyakpeppermintbersifat stabil secara fisik mulai dari saat setelah selesai pembuatan sampai dengan penyimpanan selama 1 bulan?
3. Berapa waktu penolakan paling lama yang diberikan oleh lotion repelan minyakpeppermintterhadap nyamukAedes aegyptibetina?
C. Keaslian Penelitian
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan lotion repelan yang berasal dari bahan alam dengan menggunakan emulsifying agent yang berupapolysorbate40 dansorbitan monostearate.
2. Manfaat metodologis
Menambah informasi ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian mengenai penggunaan metode desain faktorial.
3. Manfaat praktis
Menghasilkan bentuk sediaan berupa lotion dari minyak peppermint yang berkhasiat sebagai repelan serta dapat diterima oleh masyarakat.
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui formulalotionrepelan dari minyakpeppermintyang stabil selama penyimpanan, berkhasiat sebagai penolak nyamuk Aedes aegypti dan dapat diterima oleh masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui polysorbate 40, sorbitan monostearate atau interaksi keduanya yang memiliki efek paling dominan dalam menentukan sifat fisis sediaanlotionrepelan minyakpeppermint.
8 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. MinyakPeppermint
Minyak atsiri disebut juga sebagai minyak menguap karena bersifat
mudah menguap ketika dibiarkan di udara terbuka. Namun, di samping itu
diketahui pula bahwa minyak atsiri memiliki aktivitas sebagai repelan terhadap
insekta (Tyler, Brady,andRobbers, 1998).
Komponen utama yang terkandung di dalam minyak atsiri adalah
terpenoid. Zat inilah yang menjadi penyebab wangi, harum atau bau khas yang
dimiliki pada banyak tumbuhan. Terpen minyak atsiri dapat dibagi menjadi 2
golongan, yakni monoterpena (isoprenoid C10) dan seskuiterpen (isoprenoid C15) yang sifatnya mudah menguap (Harborne, 1987).
Minyak peppermint merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang berasal dari tanaman Mentha piperita(famili Lamiaceae) dan dikenal pula dengan
nama lain Pfefferminzblätter, Katzenkraut (Jerman), Metha poivrée, Feuilles de menthe(Perancis) (Alankar, 2009).
Minyak peppermint memiliki nilai rHLB sebesar 12,3 (Orafidiya, 2002). Kandungan kimia yang terdapat dalam minyak peppermint antara lain meliputi limonen (1,0-5,0%), sineol (3,5-14,0%), menthon (14,0-32,0%), menthofuran
(1,0-9,0%), isomenthon (1,5-10,0%), mentil-asetat (2,8-10,0%), isopulegol
(maksimal 0.2%), menthol (30,0-55,0%), pulegone (maksimal 4.0%) dan carvone
Senyawa-senyawa kimia tersebut bersifat mudah menguap dan berbau
menyengat sehingga dapat digunakan sebagai repelan untuk mencegah gigitan
nyamuk (Alan, et al., 2006). Penyimpanannya dilakukan pada wadah tertutup dan tahan terhadap adanya sinar dan suhu dingin (Alankar, 2009).
Gambar 1. Struktur kimia kandungan dalam minyakpeppermint (Alankar,2009).
B. Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit demam berdarah. Apabila seseorang yang telah terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue akan masuk bersama darah yang
dihisapnya. Virus dengue berkembang dalam tubuh nyamuk dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh tubuh nyamuk. Kemudian nyamuk akan
1. Ciri morfologi nyamukAedes aegypti
a. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih.
b. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak
mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air
seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dan
lain-lain.
c. Jarang terbang ± 100m.
d. Nyamuk betina bersifat “multiple biters” (menggigit beberapa orang
karena sebelum nyamuk tersebut kenyang, nyamuk sudah berpindah
tempat).
e. Tahan dalam suhu dan kelembapan yang tinggi (Widoyono, 2008).
f. Berukuran lebih kecil daripada nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus)
dengan ujung abdomennya lancip.
g. Pada bagiandorsal toraks(mesonotum) terdapat bulu-bulu halus berwarna putih yang membentuklire(lire-shaped ornament) (Cahyati dan Suharyo,
2006).
2. Siklus hidup nyamukAedes aegypti
a. Stadium Telur
Seekor nyamukAedes aegyptibetina akan mampu bertelur setelah 3-4 hari
menghisap darah dan mampu menghasilkan sebanyak 80-125 butir dengan
rata-rata menghasilkan telur sebanyak 100 butir. Kemampuan telur untuk
bertahan dalam keadaan kering akan membantu kelangsungan hidup
spesies dalam kondisi iklim yang tidak menguntungkan.
b. Stadium Larva
Larva memerlukan empat tahap perkembangan. Dalam kondisi optimal
waktu yang dibutuhkan sejak telur menetas hingga menjadi nyamuk
dewasa adalah tujuh hari termasuk dua hari masa pupa. Sedangkan pada
suhu rendah, dibutuhkan waktu beberapa minggu. Larva Aedes aegypti hidup pada air yang jernih dan tenang serta mengandung bahan organik,
tidak berkembang pada air yang kotor.
c. Stadium Pupa
Pupa Aedes aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu memiliki
tabung pernafasan yang berbentuk segitiga. Pupa akan bergerak cepat
untuk menyelam dalam air selama beberapa detik kemudian muncul
kembali dengan cara menggantungkan badannya menggunakan tabung
pernafasan pada permukaan air di wadah atau tempat perindukan ketika
diganggu oleh gerakan atau tersentuh. Setelah berumur 1-2 hari, pupa
d. Stadium Dewasa
Pupa jantan menetas lebih dahulu daripada pupa betina. Nyamuk jantan
tidak pergi jauh dari tempat perindukan karena menunggu nyamuk
betina menetas dan siap berkopulasi. Sesudah kopulasi nyamuk Aedes aegypti betina akan mengisap darah yang diperlukannya untuk
pembentukan telur. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
perkembangan telur, mulai dari nyamuk betina menghisap darah sampai
telur dikeluarkan, biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu
tersebut disebut sebagai siklus gonotropik. Nyamuk akan siap untuk
bertelur kembali setelah berusia 6-7 hari menjadi nyamuk dewasa. Pada
umumnya nyamuk betina akan mati dalam 10 hari, tetapi masa tersebut
cukup bagi nyamuk untuk inkubasi virus (3-10 hari) dan menyebarkan
virus (Cahyati dan Suharyo, 2006).
Bionomik nyamukAedes aegyptiadalah :
a. Tempat perindukan
Tempat perindukan Aedes aegypti berupa wadah yang menjadi tempat penampungan air bersih yang airnya digunakan manusia untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Baik yang ada di dalam rumah
maupun di luar rumah. Tempat perindukan nyamuk ini biasanya
terlindung dari pancaran sinar matahari langsung dan mengandung air
b. Kebiasaan menggigit
Aedes aegypti betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, yaitu
pada pagi hari dan selama beberapa jam sebelum gelap. Waktu
menggigit lebih banyak pada siang hari daripada malam hari, yaitu
antara jam 08.00-12.00 dan jam 15.00-17.00.
c. Kebiasaan beristirahat
Setelah menggigit atau menghisap darah dan selama menunggu
pematangan telur, nyamuk Aedes aegypti beristirahat di tempat gelap, lembab, dan sedikit angin, misalnya di bawah benda-benda yang
tergantung seperti baju dan gorden, serta di dinding.
d. Jarak terbang
Penyebaran populasi nyamuk tidak jauh dari perindukannya, tempat
mencari mangsa, dan tempat beristirahat. Nyamuk Aedes aegypti memiliki jarak terbang berkisar 100 m (Cahyati dan Suharyo, 2006).
C. Repelan
Repelan adalah suatu substansi yang digunakan untuk melindungi
manusia, hewan dan tanaman dari serangga dengan cara menyebarkan suatu bau
yang tidak enak dan tidak disenangi oleh serangga. Secara umum, repelan dibuat
dalam bentuk larutan, emulsi, krim atau suatu bentuk semisolid. Repelan baik
lainnya. Lamanya waktu perlindungan yang diberikan berkisar antara 30 menit – 2
jam, bahkan lebih (Remington, 1980).
Repelan lebih cepat menguap apabila dibandingkan dengan insektisida.
Insektisida bersifat lebih tahan lama dan beraksi membunuh serangga, sebaliknya
repelan beraksi dengan mencegah manusia dari gigitan serangga dan tidak
membunuh serangga (Rozendaal, 1997).
D. Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem heterogen, yang terdiri dari fase dispers (fase
internal atau discontinuous phase) dan medium dispers (fase eksternal atau
continuous phase). Dimana 2 fase ini tidak saling bercampur. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu emulsifying agent yang dapat menurunkan tegangan
antarmuka kedua fase tersebut sehingga fase dispers akan dapat terdispersi secara
sempurna ke dalam medium dispers (Allen, 2002).
Di dalam sediaan emulsi, yang dimaksud dengan fase dispers yakni
merupakan fase dalam (internal phase) sedangkan yang dimaksud dengan istilah
medium pendispers yakni merupakan fase luar (external phase) dari suatu sistem
emulsi itu sendiri. Emulsi yang memiliki suatu sistem dimana fase minyak
berperan sebagai fase luar dan fase air sebagai fase dalamnya, disebut dengan tipe
emulsi minyak dalam air (M/A) atau dapat juga disebut dengan istilah oil in water
tipe emulsi air dalam minyak (A/M) atau dapat juga disebut dengan istilah water in oil emulsions(Ansel, H.C., 1989).
Agar terbentuk suatu sistem emulsi yang stabil, maka diperlukan adanya
emulsifying agent. Emulsifying agent merupakan suatu surfaktan yang dapat mengurangi besarnya tegangan antarmuka antara air dengan minyak, dengan
demikian besarnya energi permukaan dapat diminimalisir melalui pembentukan
droplet. Ketika cairan digojok secara bersamaan, droplet dengan bentuk spheris
akan terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena cairan (liquid) akan berusaha
mempertahankan luas permukaannya sekecil mungkin. Sehingga akan terbentuk
tegangan antar muka 2 fase tersebut, dimana bagian polar akan bergabung dengan
fase polar sedangkan bagian yang non polar akan bergabung bersama fase non
polarnya. Emulsifying agent akan memperkecil kemungkinan dari droplet untuk
saling bergabung membentuk globul (Allen, 2002).
Berdasarkan ionisasinya dalam larutanaqueous,emulsifying agentdibagi menjadi 4 kategori, yakni:
a. Surfaktan anionik
Di dalam larutan aqueous komponen ini akan terdisosiasi menjadi bentuk ion
negatif dan pada bagian itulah yang akan bertanggung jawab terhadap
kemampuannya sebagai agen pengemulsi. Surfaktan jenis ini banyak
dipergunakan karena harganya yang murah. Namun melihat dari sisi
toksisitasnya, pemakaian surfaktan jenis ini hanya dipergunakan untuk
b. Surfaktan kationik
Di dalam larutan aqueous komponen ini akan terdisosiasi menjadi bentuk ion
positif. Kebanyakan surfaktan jenis ini digunakan sebagai desinfektan dan
pengawet pada emulsi tipe M/A. Melihat dari sisi toksisitasnya, jenis surfaktan
ini cenderung dipergunakan dalam pembuatan krim antiseptik. Contoh:
cetrimide.
c. Surfaktan nonionik
Surfaktan nonionik merupakan jenis surfaktan yang tidak memiliki muatan
dan pemakaian surfaktan nonionik secara kombinasi akan menghasilkan
bentukinterfacial filmyang stabil di antara permukaan droplet. Surfaktan jenis
ini banyak digunakan karena toksisitas dan iritasinya rendah serta dapat
dipergunakan pula untuk pembuatan sediaan per oral serta parenteral. Contoh:
polysorbatedansorbitan ester.
Sebagian besar surfaktan nonionik terdiri dari:
1. Asam lemak atau alkohol (biasanya dengan 12-18 atom karbon), rantai
hidrokarbon yang sebagian bersifat hidrofobik.
2. Alkohol (-OH) dan atau gugus etilen oksida (-OCH2CH2) yang tersusun dari bagian hidrofilik dari suatu molekul.
d. Surfaktan amphoterik
Surfaktan jenis ini memiliki muatan negatif serta positif, bergantung pada pH
dari sistem. Ketika pH dari sistem rendah, maka surfaktan ini akan bermuatan
positif dan sebaliknya. Surfaktan jenis ini jarang dipergunakan sebagai
Gambar 3. Stereokimia surfaktan
Gambar 3a. Bentukemulsifier. Gambar 3b. Emulsi M/A. Gambar 3c. Emulsi A/M. Gambar 3d. Emulsi denganemulsifierganda (Leyden, J.JandRawling,
A.V., 2002).
Setiap surfaktan memiliki penampakan stereokimia yang berbeda-beda,
bergantung dari besarnya nilai HLB yang dimiliki. Gambar 3, tentang bentuk
emulsifier menggambarkan bahwa emulsifier 1 (contoh emulsifier dengan HLB 12-15) memiliki afinitas yang tinggi terhadap fase air daripada fase minyak.
Stereokimia dari gugus kepala yang bersifat polar memiliki kontribusi terhadap
sifat tersebut. Droplet spheris dari fase minyak yang terbentuk di dalam fase air
akan membatasi jumlah emulsifier yang dipergunakan untuk setiap unit luas permukaan dari fase minyak. Sedangkan emulsifier 2 (contoh emulsifier dengan HLB 5-12) memiliki afinitas yang lebih besar terhadap fase minyak daripada
terhadap fase airnya dan memiliki kontribusi pemakaian jumlah emulsifier yang dipergunakan lebih besar untuk setiap unit luas permukaan dari fase minyak.
Emulsifier 3 (contoh emulsifier dengan HLB 1-5) secara cepat dapat membentuk
sistem emulsi A/M. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi lebih dari 1 emulsifier memiliki kemampuan lebih untuk membentuk molekul emulsifier per luas
Gambar 3b menunjukkan tentang emulsifier yang berada di dalam tipe emulsi M/A dan gambar 3c menunjukkan tentang emulsifieryang berada di dalam
tipe emulsi A/M. Gambar 3d menunjukkan tentang konsep pemakaian emulsifier ganda dengan nilai HLB yang lebih tinggi untuk menstabilkan sistem emulsi. Efek
bilayer yang dihasilkan akan mengelilingi droplet minyak dengan posisi gugus
polar dan gugus non polar yang saling terarah pada posisi alternating fashion. Bagian luar dari droplet terdiri dari bagian hidrofilik dimana bagian hidrofilik dari
emulsifier primer maupun sekunder saling tersusun satu sama lain pada bagian antarmuka minyak-air yang disertai dengan adanya peristiwa pemasukan rantai
lipofilik dari emulsifier sekunder ke dalam droplet. Sehingga secara keseluruhan
hal ini akan membuat sistem emulsi menjadi lebih stabil (Leyden, J.J and Rawling, A.V., 2002).
1. Polysorbate40 (C62H122O26)
Gambar 4. Strukturpolysorbate40 (Rowe, Sheskey,andQuinn, 2009). Polysorbate 40 merupakan campuran bagian ester dari asam lemak,
utamanya adalah asam palmitat dengan sorbitol. Terdiri dari 20 mol
polyoxyethylenedan 20 molsorbitan monopalmitate(Anonim, 2009).
2. Sorbitan monostearate(C24H46O6)
Gambar 5. Struktursorbitan monostearate(Kim, 2004).
Sorbitan monostearate merupakan ester dari sorbitan (turunan sorbitol) dan asam stearat. Secara umum, digunakan dalam pembuatan makanan produk
kesehatan. Sorbitan monostearate ini, tergolong surfaktan non ionik dengan sifat sebagaiemulsifying agent(Rowe,et all, 2009).
Sorbitan monostearate bekerja sebagai emulsifying agent yang digunakan dalam kombinasi dengan hydrophilic emulsifiers dalam tipe emulsi M/A pada rentang konsentrasi 1-10% dengan nilai HLB sebesar 4,7 dan titik leleh
sebesar 53-57°C (Rowe,et all, 2009).
E. Lotion
Lotion merupakan suatu emulsi cair yang ditujukan untuk pemakaian luar. Lotion memiliki efek lubrikasi dan diaplikasikan terhadap area kulit yang
mudah untuk mengalami gesekan seperti di antara jari-jari, diantara lipatan paha
ataupun pada daerah dibawah lengan (Allen, 2002).
Bentuk sediaan lotion memberikan kesan halus, lembut dan tidak
diaplikasikan dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan
kulit (Ansel, 1989 ; WilkinsonandMore, 1982).
F. SistemHydrophile-Lipophile Balance(HLB)
Sistem Hydrophile-Lipophile Balance (HLB) digunakan untuk
mendeskrispikan karakteristik dari suatu surfaktan. Apabila nilai HLB dari
surfaktan rendah, maka jumlah gugus yang bersifat hydrophilic dalam surfaktan
tersebut adalah kecil. Hal ini mengandung pengertian bahwa sifat dari surfaktan
tersebut cenderung lebih lipophilic (oil soluble) dibandingkanhydrophilic (water soluble) dan sebaliknya apabila jumlah gugus yang bersifat lipophilic dalam
surfaktan tersebut adalah kecil. Hal ini mengandung pengertian bahwa, sifat dari
surfaktan tersebut cenderung lebih hydrophilic (water soluble) dibandingkan
lipophilic(oil soluble) (Allen, 2002).
Secara umum, surfaktan yang memiliki nilai HLB 3-6 bersifat sangat
lipophilicdan dapat dipergunakan dalam pembuatan tipe emulsi air dalam minyak
(A/M) atau sering disebut dengan istilah water in oil emulsions. Sedangkan surfaktan dengan nilai HLB berkisar antara 8-18 dapat dipergunakan dalam
pembuatan tipe emulsi minyak dalam air (M/A) atau sering disebut dengan istilah
oil in water emulsions(Ansel, H.C., 1989).
Agar dihasilkan suatu sistem emulsi yang stabil, maka hendaknya dipilih
suatu jenis emulsifying agentyang nilai HLB nya mendekati nilai HLB dari salah satu fase minyaknya dan besarnya nilai HLB tetap bergantung dari tipe emulsi
Tabel I. Rentang nilai HLB dari surfaktan
Virgin Coconut Oil (VCO) didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dari daging kelapa yang segar dengan cara mekanik atau alami, dengan atau tanpa
penggunaan panas, tanpa mengalami pemurnian kimia, pemutihan dan yang tidak
menyebabkan perubahan sifat minyak. Minyak kelapa murni cocok untuk
dikonsumsi oleh manusia tanpa perlu untuk diproses lebih lanjut. Tersusun dari
rantai-rantai trigliserida yang bersifat resisten terhadap peroksidasi. VCO
merupakan bentuk termurni dari minyak kelapa, pada dasarnya tidak berwarna
(Bawalan dan Chapman, 2006).Virgin Coconut Oilmemiliki nilai rHLB sebesar 6
(Philip, 2004). Menurut guru besar Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Prof. Dr. Walujo S. Soejobroto Msc., SpG (k), Virgin Coconut Oil
memiliki banyak kelebihan. 50 % asam lemak pada Virgin Coconut Oil adalah asam laurat dan 7% asam kapriat. Kedua asam tersebut merupakan asam lemak
jenuh rantai sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat antimikroba (antivirus,
Secara umum, Virgin Coconut Oil (VCO) dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut:
Kondisioner rambut dan kulit.
Basis minyak untuk berbagai kosmetik dan produk perawatan kulit.
Minyak pembawa untuk aromaterapi dan minyak pijat.
Sebagai suatu nutraceutical dan bahan makanan (Bawalan dan Chapman
2006).
2. Asam stearat [CH3(CH2)16COOH]
Gambar 6. Struktur asam stearat (Rowe,et all, 2009).
Asam stearat biasa dipakai dalam pembuatan sedian krim, lotion, lipstik dan lain-lain. Biasanya digunakan dengan tujuan untuk memperbaiki konsistensi
dan ketahanan dari suatu sediaan (Mitsui, 1993). Asam stearat memiliki titik leleh
sebesar ≥ 54°C (Rowe,et all, 2006). Asam stearat memiliki nilai rHLB sebesar 15 di dalam sistem emulsi tipe M/A (Allen, 2002).
Ada 2 proses atau 2 cara untuk menghasilkan asam stearat, yakni:
a. Asam stearat diproduksi dengan cara menghilangkan cairan asam
(terutama oleic acid) dari asam-asam lemak yang diperoleh dari proses
saponifikasi lemak sapi.
b. Asam stearat diproduksi dengan cara mendistilasi asam lemak yang
3. Gliserin
Gambar 7. Struktur gliserin (Rowe,et all, 2009).
Gliserin sering digunakan sebagai humektan dan emollientdalam bentuk
sediaan topikal. Gliserin dapat bekerja sebagai humektan apabila dipergunakan
dalam konsentrasi ≤ 30% (Rowe,et all, 2009).
Gliserin dihasilkan dari minyak dan lemak sebagai suatu produk dalam
pembuatan sabun dan asam lemak. Gliserin juga dapat diperoleh dari bahan alam,
yakni melalui proses fermentasi, sebagai contoh gula bit dengan kandungan
natrium sulfat yang tinggi. Sintesis gliserin dapat dihasilkan dari proses klorinasi
dan saponifikasi dari propilen (Rowe,et all, 2009).
4. Trietanolamin
Gambar 8. Struktur trietanolamin (Rowe,et all, 2009).
Trietanolamin adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina dan
monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari
amoniak; higroskopik. Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%)
P; larut dalam kloroform (Anonim, 1979).
5. Cetyl alcohol
Gambar 9. StrukturCetyl alcohol (Rowe,et all, 2009).
Cetyl alcohol merupakan white wax yang berupa padatan dengan suatu gugusan hidroksil (Mitsui, 1993).Cetyl alcoholmemiliki titik leleh berkisar antara
45-52°C (Rowe, et all, 2009). Cetyl alcohol memiliki nilai rHLB sebesar 15 di dalam sistem emulsi tipe M/A (Allen, 2002).
Cetyl alcohol biasa juga disebut dengan cetanol, diproduksi dari proses
distilasi fraksi dari alkohol yang diperoleh dari proses saponifikasi lemak ikan
paus. Cetyl alcohol juga dapat diproduksi dari distilasi fraksi minyak sapi setelah
proses reduksi (Mitsui, 1993).
H. Instabilitas Emulsi
1. Creaming
Creaming terjadi ketika droplet-dropet saling terflokulasi dan
mengumpul di satu bagian spesifik pada emulsi. Pada tipe emulsi M/A,creaming dapat diketahui ketika droplet minyak saling berkumpul dan naik sampai pada
bagian atas emulsi. Kondisi ini terjadi karena minyak memiliki kerapatan yang
lebih rendah daripada air. Creaming bersifat reversible karena masing-masing droplet masih dikelilingi oleh lapisan film (Allen, 2002).
Pertimbangan dari aplikasi kualitatif Hukum Stoke menunjukkan bahwa
kecepatancreamingdapat dikurangi dengan cara:
a. Menghasilkan emulsi dengan ukuran droplet yang kecil. Suatu emulsifying
agent tidak hanya bekerja untuk menstabilkan sistem emulsi saja, tetapi juga bertugas untuk memfasilitasi terjadinya suatu proses emulsifikasi
untuk menghasilkan suatu dropet dengan ukuran yang optimal.
b. Meningkatkan viskositas dari fase kontinyu
Menyimpan produk atau suatu sediaan pada suhu yang rendah (di atas titik
beku) akan meningkatkan viskositas dari fase kontinyu dan juga dapat
menurunkan energi kinetik dari sistem sehingga dapat mengurangi
kecepatan migrasi dari droplet pada fase dispersinya.
c. Mengurangi perbedaan kerapatan antar 2 fase
Terjadinya creaming dapat dicegah apabila kerapatan antar 2 fase adalah
d. Mengkontrol besarnya konsentrasi fase dispers
Fase dispers yang memiliki nilai konsentrasi lebih tinggi akan memberikan
suatu halangan terhadap pergerakan dari suatu droplet dan hal ini akan
menyebabkan pengurangan kecepatan terjadinyacreaming(Aulton, 2002). 2. Flokulasi
Flokulasi disebabkan karena agregasi dari droplet yang terdispersi
membentuk suatu kelompok. Seharusnya setiap droplet memiliki karakteristik
tersendiri sebagai 1 unit. Namun, pada peritiwa flokulasi ini, secara fisik
sekumpulan droplet menunjukkan secara fisik sebagai 1 unit, dimana peristiwa ini
dapat meningkatkan kecepatan daricreaming(Aulton, 2002).
3. CoalescencedanOstwald ripening
Coalescence dan Ostwald ripening merupakan tipe instabilitas emulsi
yang paling serius. Coalescence ini merupakan peristiwa saling bergabungnya droplet berukuran kecil yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu droplet
dengan ukuran yang lebih besar. Sedangkan Ostwald ripening merupakan
peristiwa saling menempel dan bergabungnya droplet yang berukuran kecil
dengan droplet yang berukuran besar yang pada akhirnya menyebabkan
terbentuknya droplet baru dengan ukuran yang lebih besar. Peristiwa ini
menyebabkan kemudahan terjadinya pemisahan fase (Eccleston, 2007). Hal ini
dikarenakan lapisan film yang mengelilingi droplet telah rusak atau hilang.
4. Inversi Fase
Inversi fase terjadi ketika emulsi dengan tipe M/A berubah menjadi
emulsi dengan tipe A/M atau sebaliknya. Hal ini merupakan kasus ketidakstabilan
yang khusus di dalam bentuk emulsi yang dapat terjadi oleh karena faktor kondisi
yang tidak dapat terkendalikan seperti terjadinya perubahan kelarutan emulsifier
yang digunakan oleh karena adanya interaksi dengan zat tambahan yang
dipergunakan atau disebabkan oleh karena terjadinya perubahan suhu secara
drastis (Eccleston, 2007).
I. Viskositas
Viskositas menyatakan kemampuan atau tahanan dari suatu cairan untuk
dapat mengalir. Viskositas (η) merupakan suatu besaran yang penting untuk
menjelaskan sifat aliran dari bahan-bahan. Viskositas dirumuskan sebagai suatu
gaya, yang diperlukan untuk melampaui tahanan gesekan yang ada di dalamnya
(Voigt, 1994).
J. Daya Sebar
Secara prinsip, daya sebar berhubungan dengan besarnya sudut kontak
yang dibentuk oleh droplet dari suatu cairan atau sediaan semisolid, terhadap
K. Analisis Ukuran Droplet
Emulsi kasar biasanya terdiri dari droplet yang bersifat polydisperse,
yakni droplet dengan ukuran yang bervariasi antara 3 µm-100 µm. Distribusi
ukuran droplet dalam bentuk sediaan emulsi berperan penting sebagai parameter
penentu stabilitas sediaan selama dalam kondisi penyimpanan (Lachmann, 1994).
Droplet yang memiliki kisaran ukuran 0,2 µm sampai kira-kira 100 µm dapat
diukur dengan menggunakan mikroskop atau lebih dikenal dengan istilah
pengukuran mikromeritik. Hanya saja cara ini memiliki kelemahan, dimana
pengukuran hanya dapat dilakukan secara dua dimensi saja, yakni dimensi
panjang dan lebar. Selain itu, jumlah droplet yang harus dihitung sekitar 300-500
droplet agar mendapat suatu perkiraan distribusi yang baik, sehingga metode ini
membutuhkan waktu dan ketelitian. Meskipun demikian, pengujian ukuran
droplet dengan menggunakan mikroskop ini, tetap harus dilakukan, terkait dengan
kemampuan dari metode ini untuk mendeteksi adanya gumpalan dan
droplet-droplet lebih dari satu komponen (Martinet al., 1993).
L. Metode Desain Faktorial
Metode desain faktorial dipergunakan untuk melihat efek dari adanya
perbedaan faktor atau kondisi di dalam suatu percobaan. Metode ini, merupakan
metode yang cocok dalam hal menentukan pengaruh dari beberapa faktor dan
interaksi yang ada secara simultan (Bolton, 1997).
Jumlah percobaan yang digunakan dalam penelitian dihitung dari jumlah
digunakan Di dalam desain faktorial dikenal 4 macam penamaan formula untuk
jumlah percobaan sebanyak 4, yakni formula (1), formula (a), formula (b) dan
formula (ab) (Bolton, 1997).
Model desain faktorial yang paling sederhana adalah model penelitian 2
faktor dan 2 level ( Armstrong, 1996). Di dalam desain faktorial dikenal 4 macam
istilah, yakni faktor, level, efek dan interaksi. Faktor merupakan suatu variabel
bebas yang dapat dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif. Faktor yang
dinyatakan secara kuantitatif memiliki nilai atau harga. Level dari suatu faktor
merupakan nilai atau tanda penegasan dari suatu faktor. Pada model penelitian 2
faktor 2 level dikenal ada 2 macam level, yakni level rendah (-1) dan level tinggi
(+1). Efek dari suatu faktor dinyatakan sebagai suatu perubahan yang terjadi
dalam respon. Sedangkan interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi
dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Ada atau tidaknya interaksi dapat
terlihat dari grafik hubungan antara respon dan faktor. Apabila kurva
menunjukkan garis yang sejajar dapat dikatakan tidak terjadi interaksi antara
kedua faktor dalam menentukan respon. Sedangkan apabila pada kurva
menunjukkan garis yang saling berpotongan, dapat dikatakan terjadi interaksi
antara kedua faktor yang digunakan dalam penelitian dalam menentukan respon
(Bolton, 1997).
Tabel II. Rancangan desain faktorial untuk 2 faktor 2 level
Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi dari A
Rumus yang berlaku dalam desain faktorial adalah sebagai berikut:
Y = Bo+ BaX1+ BbX2+ BabX1X2 Dimana:
Y : Respon
X1 : Level faktor pertama X2 : Level faktor kedua
X1X2 : Level faktor pertama dikalikan dengan level faktor kedua Bo : Rata-rata respon pada keseluruhan formula
Ba, Bb, Bab : Koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan
Berdasarkan perhitungan matematis tersebut, maka besarnya nilai efek
dari masing-masing faktor maupun interaksi dapat dicari dengan konsep
perhitungan sebagai berikut:
Efek faktor 1 : (a+ab) – (-1 –b)
2
Efek faktor 2 : (b+ab) – (-1 –a)
2
Efek faktor interaksi : (1+ab) – (-a –b)
2 (Bolton, 1997).
M. Landasan Teori
Minyak peppermint yang merupakan salah satu jenis dari golongan minyak atsiri yang diisolasi dari daun tanaman Mentha piperita dengan cara
aegypti dewasa (Kumar, 2011). Berdasarkan pada hasil penelitian Kumar (2011), maka dibuatlah suatu pengembangan ke dalam bentuk formulasi, yakni dalam
bentuk sediaan lotion repelan dengan tipe emulsi M/A. Bentuk sediaan lotion dipilih terkait dengan acceptabilitas, dimana bentuk sediaan ini memberikan kesan
halus, lembut dan tidak berminyak setelah digunakan.
Pembuatan lotion repelan ini dibuat dengan menggunakan bahan alam, yakni berupa minyak peppermint dengan tujuan untuk mengurangi efek-efek
berbahaya yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan lotion dengan bahan kimia. Selain aman, peneliti juga ingin membuat suatu sediaan lotion yang baik dari segi kualitas fisis maupun kestabilan bentuk sediaannya selama penyimpanan.
Faktor yang menjadi penentu kestabilan dari sistem emulsi adalah penggunaan
jenis emulgator sebagai emulsifying agent. Pada penelitian ini, digunakan
kombinasi emulgator, yakni polysorbate 40 (level rendah 4 gram-level tinggi 7 gram) dan sorbitan monostearate (level rendah 4 gram-level tinggi 7 gram) dengan kajian penelitian meliputi sifat fisis lotion(pengujian viskositas dan daya
sebar) dan stabilitas fisik lotion (pergeseran viskositas dan pergeseran ukuran droplet) mulai dari saat setelah lotionselesai dibuat sampai dengan jangka waktu
penyimpanan selama 1 bulan.
N. Hipotesis
a. Polysorbate 40, sorbitan monostearate, dan interaksi keduanya merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan sifat fisis sediaanlotionrepelan
b. Sediaan lotionrepelan minyakpeppermintbersifat stabil secara fisik mulai dari saat setelah selesai pembuatan sampai dengan penyimpanan selama 1 bulan.
33 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental menggunakan rancangan
penelitian faktorial, untuk mengetahui manakah di antarapolysorbate40,sorbitan
monostearate atau interaksi keduanya yang memiliki efek paling dominan dalam
menentukan sifat fisis dan stabilitaslotionrepelan minyakpeppermint.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas
a. Polysorbate40, level rendah 4 gram dan level tinggi 7 gram.
b. Sorbitan monostearate, level rendah 4 gram dan level tinggi 7 gram.
2. Variabel tergantung
Sifat fisislotionyang meliputi daya sebar dan viskositas, stabilitaslotionyang
meliputi pergeseran viskositas dan pergeseran ukuran droplet serta waktu
penolakanlotionrepelan untuk mengusir nyamukAedes aegyptibetina.
3. Variabel pengacau terkendali
Alat-alat yang digunakan selama percobaan, wadah penyimpanan, letaklotion
saat dilakukan pengukuran daya sebar, suhu pencampuran, lamanya waktu
4. Variabel pengacau tak terkendali
Suhu penyimpanan, kelembapan udara, dan cahaya lingkungan.
C. Definisi Operasional
1. Minyak peppermint adalah minyak yang berasal dari daun tanaman Mentha
piperita dan diperoleh dengan cara distilasi uap. Mengandung limonene,
sineol, menthon, menthofuran, isomenthon, mentil-asetat, isopulegol, menthol,
pulegone dan carvone. Senyawa-senyawa kimia tersebut bersifat mudah
menguap dan memiliki berbau menyengat yang dapat digunakan sebagai
repelan untuk mencegah gigitan nyamuk.
2. Lotion merupakan emulsi encer yang memiliki efek lubrikan dan didesain
untuk pemakaian luar. Dalam penelitian ini dibuat suatu lotion repelan dari
minyakpeppermint.
3. Aktivitas repelan menunjukkan seberapa besar kemampuan dari minyak
peppermint untuk mampu mencegah menempelnya nyamuk Aedes aegypti
pada kulit manusia.
4. Emulsifying agent merupakan suatu agen yang dapat menurunkan tegangan
permukaan antara 2 fase yang tidak saling bercampur. Pada penelitian
digunakan polysorbate 40 dan sorbitan monostearate sebagai emulsifying
agent.
5. Sifat fisis lotion yang digunakan sebagai parameter kualitas lotion pada
6. Daya sebar dihitung dari besarnya diameter rata-ratalotion yang diletakkan di
atas horizontal double plate sebanyak 1 gram dan diberi beban sebesar 125
gram selama 1 menit.
7. Viskositas menyatakan besarnya tahanan yang ada dalam suatu sistem emulsi.
Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan sediaan lotionini untuk dituang
serta kemampuan sediaanlotionuntuk keluarkan dari wadahnya.
8. Stabilitas lotion menunjukkan seberapa stabil suatu sediaan lotion itu ketika
berada dalam kondisi penyimpanan. Ditunjukkan dengan parameter stabilitas
makroskopik berupa pemisahan fase selama penyimpanan (indeks creaming)
dan pergeseran viskositas serta stabilitas mikroskopik yang ditunjukkan
dengan pergeseran ukuran droplet.
9. Pergeseran viskositas merupakan selisih antara viskositas sediaan lotion
setelah selesai proses pembuatan dikurangi dengan viskositas selama jangka
waktu penyimpanan, dalam penelitian ini adalah sampai dengan jangka
waktu 1 bulan.
10. Faktor merupakan rancangan variabel yang dapat ditetapkan secara
independent. Faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah polysorbate
40 sebagai faktor pertama dansorbitan monostearatesebagai faktor kedua.
11. Level merupakan tingkatan komposisi pada desain faktorial yang terdiri atas
level rendah dengan notasi (-) dan level tinggi dengan notasi (+). Pada
penelitian digunakan 2 level, yakni level rendah (4 gram polysorbate40 dan 4
gram sorbitan monostearate) dan level tinggi (7 gram polysorbate 40 dan 7
12. Respon merupakan suatu besaran yang dapat diamati perubahan efeknya.
Respon dalam penelitian ini adalah sifat fisislotionyang meliputi respon daya
sebar dan viskositas).
13. Efek dari suatu faktor dinyatakan sebagai suatu perubahan yang terjadi dalam
respon.
D. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah minyak peppermint,
Virgin Coconut Oil (VCO), polysorbate 40 (kualitas farmasetis), sorbitan
monostearate (kualitas farmasetis), asam stearat (kualitas farmasetis), gliserin
(kualitas farmasetis), trietanolamin (kualitas farmasetis), cetyl alcohol (kualitas
farmasetis), aquadest dan nyamukAedes aegyptibetina.
2. Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware
(PYREX-GERMANY), cawan porselin, pengaduk, waterbath, termometer, timbangan
analitik, horizontal double plate, stopwatch, Viscometer seri VT 04
(RION-JAPAN), mikroskop (Motic, B3 Proffesional Series), hand mixer (Miyako) tipe
HM-620, software Motic Image Plus 2.0, software OptiLab Viewer Ver. 1.3.2.
Miconos @ 2009, Mikroskop Olympus CH3-TR45 (OF08768) Japan, sangkar
nyamuk ukuran 20x20x20 cm, program R 2.9.0, dan R-program by ubuntu R
E. Alur Penelitian
Gambar 11. Skema alur penelitian
Penentuan formulalotionrepelan minyakpeppermint
Pembuatanlotionrepelan minyakpeppermint
Penentuan tipelotion(metode pengenceran dan metode pewarnaan)
Pengujian sifat fisislotionpada hari ke-2 (daya sebar dan viskositas)
Pengujian stabilitaslotion(makroskopis pada hari ke-0, 1, 2, 3, 5, 7, 14, 21
,28,dan 30) (mikroskopis pada hari ke-2 dan hari ke-30)
Penentuan lamanya waktu penolakanlotionrepelan minyakpeppermint
terhadap nyamukAedes aegyptibetina
Analisa data daya sebar dan viskositas dengan R-Program dengan
menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95%.
Analisa data pergeseran ukuran droplet dan pergeseran viskositas dengan
F. Tata Cara Penelitian
1. Formula
Formula yang digunakan dalam pembuatan lotion repelan minyak
peppermint sebagai berikut:
R/ Virgin Coconut Oil 6 gram
Polysorbate40 4-7 gram
Sorbitan monostearate 4-7 gram
Asam stearat 2,74 gram
Gliserin 15 gram
TEA 0,15 gram
Cetyl alcohol 0,5 gram
Minyak peppermint 1,74 gram
Aquadest qs 32 gram
Pada pembuatan lotion repelan minyak peppermint ini, digunakan
polysorbate 40 dan sorbitan monostearate sebagai emulsifying agent. Level
rendah polysorbate 40 adalah 4 gram dan level tinggi polysorbate 40 adalah 7
gram. Sedangkan level rendah sorbitan monostearate adalah 4 gram dan level
tinggi sorbitan monostearate adalah 7 gram. Pemakaian level rendah dan level
tinggi polysorbate 40 dan sorbitan monostearate sebagai emulsifying agent
berdasarkan pada perhitungan nilai HLB campuran yang masuk dalam rentang
nilai HLB dari surfaktan yang berfungsi sebagai emulsifying agent (o/w), yakni
Dibawah ini merupakan rancangan desain faktorial polysorbate 40 dan
sorbitan monostearateyang digunakan dalam penelitian:
Tabel III. Rancangan desain faktorialpolysorbate40 dansorbitan monostearate
Masing-masing jumlah bahan yang digunakan untuk level rendah dan
level tinggi tercantum di dalam tabel dibawah ini:
Tabel IV. Jumlah bahan yang digunakan
Formula 1 a b Ab
VCO (gram) 6 6 6 6
Polysorbate40 (gram) 4 7 4 7
Sorbitan monostearate
(gram) 4 4 7 7
Gliserin (gram) 15 15 15 15
TEA (gram) 0,15 0,15 0,15 0,15
Asam stearat (gram) 2,74 2,74 2,74 2,74
Cetyl alcohol(gram) 0,5 0,5 0,5 0,5
Minyakpeppermint
(gram) 1,74 1,74 1,74 1,74
Aquadest (gram) 32 32 32 32
Dalam penelitian ini, masing-masing formula dibuat dengan jumlah
sebanyak 6 kali formula standar dan pembuatan dari masing-masing formula
dipergunakan untuk level rendah dan level tinggi pada setiap formula menjadi
sebagai berikut:
Tabel V. Jumlah bahan yang digunakan dalam 6x formula awal
Formula I a b ab
VCO (gram) 36 36 36 36
Polysorbate40 (gram) 24 42 24 42
Sorbitan monostearate
(gram) 24 24 42 42
Gliserin (gram) 90 90 90 90
TEA (gram) 0,90 0,90 0,90 0,90
Asam stearat (gram) 16,44 16,44 16,44 16,44
Cetyl alcohol(gram) 3,00 3,00 3,00 3,00
Minyakpeppermint
(gram) 10,44 10,44 10,44 10,44
Aquadest (gram) 192 192 192 192
2. Pembuatan lotion repelan M/A minyakpeppermint
a. Pembuatan Lotion Repelan. Asam stearat, cetyl alcohol dan
sorbitan monostearatedilelehkan di ataswaterbath. Setelah meleleh, asam stearat
dicampurkan dengan TEA aduk homogen. Campuran trietanolamin stearat yang
telah terbentuk kemudian dicampurkan dengan cetyl alcohol, aduk hingga
homogen dan dipanaskan di atas waterbath sampai dengan suhu 60oC (1) . Lalu campurkan campuran tersebut dengan sorbitan monostearate yang telah leleh,
aduk hingga homogen dan dipanaskan di atas waterbath sampai dengan suhu 60
o
homogen lalu dipanaskan di atas waterbath sampai dengan suhu 60 oC (3). Campurkan campuran nomor (2) dan nomor (3), aduk hingga homogen dan
dipanaskan di ataswaterbathsampai dengan suhu 70oC (4).
Gliserin dicampurkan dengan 1/3 aquadest. Aduk hingga homogen dan
dipanaskan di atas waterbath sampai suhunya mencapai 60 oC (5). Setelah
suhunya mencapai 70 oC, campuran nomor (4) yang merupakan fase minyak, diaduk dengan menggunakan mixer dengan kecepatan 1 selama 5 menit. Setelah
itu pada menit ke-5 masukkan campuran nomor (5) yang merupakan fase airnya,
hingga menit ke-8. Pada menit ke-8 tambahkan 2/3 sisa aquadest secara
perlahan-lahan ke dalam campuran tersebut hingga menit ke-10. Namun, sebelumnya
terlebih dahulu ketika lotion mulai terbentuk, pada 30 detik terakhir menjelang
akhir waktu pengadukan tambahkan minyak peppermint ke dalam lotion tersebut
secara perlahan-lahan dan aduk homogen sampai dengan akhir waktu
pengadukan.
b. Penentuan TipeLotion
1. Metode Pengenceran. Lotion diteteskan sedikit di atas permukaan
air dan diamati yang terjadi. Jika lotion menyebar dan bercampur dengan air,
menunjukkan bahwa air merupakan fase eksternal. Kemudian, lotion diteteskan
sedikit dengan minyak dan diamati yang terjadi. Jika lotion pecah dan tidak
bercampur dengan minyak, menunjukkan bahwa air merupakan fase eksternal.
2. Metode Pewarnaan. Zat warna (methylen blue) yang larut air
diteteskan sedikit ke dalamlotiondan amati yang terjadi. Jika zat warna menyebar
c. Pengujian Daya Sebar. Dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu 48 jam
setelah pembuatan dan 1 bulan penyimpanan dalam suhu ruangan. 1 gram lotion,
diletakkan di atas horizontal double plate. Di atas lotion diletakkan dengan
horizontal double plate yang lain dan pemberat 125 gram, diamkan selama 1
menit, lalu dicatat diameter penyebarannya.
d. Pengujian Viskositas dan Pergeseran Viskositas. Dilakukan
dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu 48 jam setelah pembuatan dan 1 bulan
penyimpanan dengan Viscometer (RION-JAPAN) yang sesuai (seri VT 04).
Lotion dimasukkan dalam suatu wadah dan dipasang pada portable viscotester.
Angka viskositaslotionyang ditunjukkan oleh jarum penunjuk viskositas dari alat
tersebut dicatat. Lakukan pengujian pada keempat formula dan pengukuran
viskositas untuk masing-masing formula sebanyak 3 kali.
e. Uji Stabilitas
1) Makroskopis (indeks creaming). Lotion dimasukkan ke dalam
suatu tabung berskala. Amati pemisahan fase yang terjadi pada hari ke-0, 1, 2, 3,
5, 7, 14, 21, 28 dan 30.
2) Uji Stabilitas Mikroskopik. Setelah dilakukan kalibrasi mikroskop,
dilakukan pengamatan ukuran partikel sebanyak 500 buah, dimulai dari formula
(1), kemudian (a), (b), dan (ab). Pengamatan dilakukan saat 48 jam setelah
pembuatan dan 1 bulan setelah penyimpanan pada suhu kamar. Pengukuran
ukuran droplet dilakukan dengan menggunakan mikroskop (Motic, B3
Proffesional Series) dansoftwareMotic Image Plus 2.0 dengan perbesaran 10 kali
telah difoto dengan menggunakan Mikroskop Olympus CH3-TR45 (OF08768)
Japan dengan softwareOptiLabViewerVer. 1.3.2. Miconos @ 2009.
f. Uji AktivitasLotionRepelan
1) Uji Kontrol Negatif. Uji kontrol negatif dilakukan melalui
penentuan waktu gigitan nyamuk pertama pada dua kontrol negatif yang
digunakan, yaitu dengan mengoleskan basis formulalotionsebanyak 0,5 gram dan
aquadest secara merata pada tangan probandus. Penentuan waktu gigitan dilihat
dari menempelnya nyamuk pada tangan probandus tersebut. Uji kontrol negatif
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek repelensi yang dimungkinkan
terkandung dalam bahan-bahan penyusun lotion dan mungkin ditimbulkan oleh
aquadest yang berfungsi sebagai pelarutnya.
2) Uji Kontrol Positif. Uji kontrol positif dilakukan menggunakan
minyak peppermint murni. Dioleskan secara merata sebanyak 2 mL pada tangan
probandus. Penentuan waktu gigitan dilihat dari menempelnya nyamuk pada
tangan probandus tersebut.
3) Pengujian Lotion Repelan Minyak Peppermint. Untuk mengukur
hasil penelitian pengujian lotion repelan minyak peppermint dilakukan dengan
memasukkan tangan probandus yang telah dioleskan lotion repelan minyak
peppermint sebanyak 0,5 gram ke dalam sangkar berukuran 20x20x20 cm dan
telah berisi 25 ekor nyamukAedes aegyptibetina berumur 7 hari yang secara rutin
diberi larutan sukrosa dan 1 hari sebelum pengujian telah dipuakan selama 24 jam.
Area tangan yang dioleskan lotion adalah dari pergelangan tangan sampai ujung
Masing-masing formula lotion direplikasi 3 kali. Tata cara pengujian di atas
dilakukan berdasarkan Fradin dan Day (2002). Waktu penolakan dihitung dari
jangka waktu intervensi sampai dengan nyamuk Aedes aegypti betina menempel
pertama kali.
G. Analisis Hasil
Setelah sediaanlotionini selesai dibuat, kemudian dilakukan pengamatan
pada saat 48 jam setelah pembuatan dan 1 bulan penyimpanan dalam suhu
ruangan penyimpanan. Hal ini bertujuan untuk melihat terjadi perubahan yang
signifikan atau tidak pada sediaan lotionrepelan ini, mulai dari selesai diproduksi
sampai dengan tahap penyimpanan selama 1 bulan. Pengukuran dilakukan
sebanyak 3 kali untuk masing-masing formula.
Metode desain faktorial dipergunakan untuk menganalisis dan untuk
melihat pengaruh komposisi dari emulsifying agent yang digunakan (polysorbate
40 dan sorbitan monostearate) terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan lotion
repelan yang meliputi daya sebar dan viskositas. Digunakan uji multivariate
ANOVA dalam R-Program dengan taraf kepercayaan sebesar 95%. Dari hasil
analisis akan diperoleh nilai p (probability value). Apabila nilai p < 0,05 maka
dapat dikatakan bahwa faktor dan interaksi berpengaruh signifikan dalam
menentukan respon. Selain itu, dapat pula diketahui diantara polysorbate 40,
sorbitan monostearate maupun interaksi keduanya, mana yang bersifat dominan
Stabilitas sediaan lotion, dapat dilihat dari pergeseran viskositas dan
pergeseran ukuran droplet yang terjadi pada saat hari ke-2 (48 jam setelah
pembuatan) dengan hari ke-30. Data pada hari ke-2 dan hari ke-30 dianalisis
dengan menggunakan program R 2.9.0. dengan taraf kepercayaan 95%. Namun
sebelumnya dilakukan uji normalitas data terlebih dahulu. Uji normalitas data
dengan jumlah sampel sebanyak <50 dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk
sedangkan data dengan jumlah sampel > 50 dilakukan dengan uji
Kolmogorov-Smirnov. Distribusi data dikatakan normal apabila harga p > 0,05. Untuk
mengetahui nilai signifikansinya, pada data yang terdistribusi normal dapat
digunakan uji Paired T-test(uji untuk menganalisis data yang terdistribusi secara
normal dari dua kelompok berpasangan) dan uji Wilcoxson (uji untuk
menganalisis data yang tidak terdistribusi secara normal dari dua kelompok