2.2. Sumber Energi Terbaharukan
2.2.2. Energi Surya Langsung
Untuk mengembangkan potensi tenaga panas bumi, khususnya untuk pembangkitan tenaga listrik, mulai tahun 1980 telah diundang ealon-ealon investor luar negeni untuk mengadakan perundingan bagi penanaman modal. Diperkirakan bahwa pada akhir Abad ke-20, kira-kira sebanyak 600 MW tenaga panas bumi dapat dikembangkan untuk pembangkitan tenaga listnik.
2.2.2. Energi Surya Langsung
Umum
Sebagaimana telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, pada asasnya dan datam arti yang luas, energi yang berasal dan sang surya bukan saja terdiri atas penyinaran langsung oleh pancaran matahari ke bumi, akan tetapi sebenarnya termasuk seluruh efek tidak langsung, seperti tenaga angin, tenaga air dan energi dan taut. Bahkan juga termasuk segala macam bentuk energi yang berasal dan biomassa. Dalam bab ini akan dibatasi dengan uraian mengenai pemanfaatan energi yang berasal dan pancaran sinarsinar matahani secara langsung.
Dalam pelaksanaan pemanfaatannya, dapat dibedakan tiga cara. Cara pertama adalah prinsip pemanasan langsung. Dalam hal ini sinar-sinar matahani memanasi
Langsung benda yang akan dipanaskan, atau memanasi secara langsung medium, misalnya air, yang akan dipanaskan. Air panas itu, nanti akan dipakai misalnya untuk mandi. Cara kedua adalah, bahwa yang dipanaskan adalah juga air, akan tetapi panas yang terkandung dalam air itu, akan dikonversikan menjadi energi listrik, misalnya. Sedangkan cara ketiga adalah cara fotovoltaik. Dengan cara ini maka energi sinar ma-tahari langsung dikonversikan menjadi energi listrik.
Pemanasan Langsung
Pemanfaatan energi surya oleh manusia secara tangsung dalam bentuk pemanasan, telah lama dikenat. Menjemur pakaian adalah contoh yang terlihat sehari-hari di rumah-rumah tangga biasa. Pembuatan ikan kering dan membuat garam dari tau merupakan contoh-contoh lain dalam bidang perindustrian. Dengan cara pemanasan langsung ini suhu yang akan diperoleh tidak akan melampaui 100oC.
Efektivitas pemanfaatan energi surya dengan cara pemanfaatan langsung dapat ditingkatkan bila mempergunakan pengumpul-pengumpul panas, yang biasa disebut kolektor. Sinar-sinar matahari dikonsentrasikan dengan kolektor ini pada satu tempat, sehingga diperoleh suatu suhu yang lebih tinggi. Dalam Gambar 4.9 terlihat beberapa kolektor dan berbagai bentuk.
Gambar 4.9(a) merupakan kolektor pipih, atau kotektor datar, Gambar 4.9(b) adalah kolektor parabolik silindris sedangkan Gainbar 4.9(c) merupakan kolektor parabolik bulat. Bentuk kotektor parabolik bulat melandaskan prinsip kompor surya, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.9(d).
Kompor surya menumt Gambar 4.9(d) tampaknya cukup menanik, akan tetapi persoalannya adalah bahwa sang Thu Rumahtangga harus memasak di panas terik matahani.
Sistem-sistem peinanasan secara langsung ini mempunyat efisiensi dan sekitar 30— 40% dan harga (1980) seputar US$ 100 per in2, belum terpasang. Pada saat ini penggunaannya adalah terbanyak untuk pemanasan air kolam dan air untuk mandi.
Konversi Surya Tennis Elektnis
Suatu teknotogi yang tampaknya cukup mempunyai potensi adalah apa yang disebut Konversi Surya Termis Elektris (KSTE), atau yang dalam bahasa asing disebut Solar Thermal Electric Conversion (STEC). Pada prinsipnya KSTE memerlukan sebuah
konsentrator optik untuk pemanfaatan radiasi surya, sebuah alat untuk menyerap energi yang dikumpulkan, suatu sistem pengangkut panas, dan sebuah mesin yang agak konvensional untuk pembangkitan tenaga listnik.
.
Sistem KSTE besar yang pertama dibuat adalah dalam tahun 1920, dengan kapasitas 45 kW, di Meadi, Mesir. Tungku surya yang dibangun di Odeillo, Perancis, mempunyai sebuah instalasi 1000 kW, termal. Di Amerika Serikat sedang dikembangkan suatu program KSTE untuk membuat sebuah unit 5 MW-termal di New Meksiko, sebuah unit 10 MW Listnik di Barstow, California, bahkan diharapkan dalam pertengahan tahun 1992-an dapat dibuat sebuah unit 100 MW listnik.
Profesor Francia, dengan unit-unit hingga 1 MW listrik, untuk dijual secara komersial. Diperkirakan, bahwa sebuah unit KSTE 100 MW listrik akan mempunyai 12.500 buah heliostat, dengan permukaan refleksi masing-masing seluas 40 m2, sebuah menara penerima setinggi 250 m, yang memikul sebuah penyerap untuk membuat uap bagi sebuah turbin selama enam hingga delapan jam sehari. Desain-desain PLTS (Pusat Listrik Tenaga Surya) ini dilengkapi dengan sebuah boiler biasa agar sentral listrik bekerja siang dan malam. Harganya diperkirakan antara US$ 2000,- hingga US$ 5000,-per kW listrik.
Gambar 4.10. Pembangkitan Tenaga Listrik dengan Mempergunakan Menara dan Deretan Heliostat.
Konversi Energi Fotovoltaik
Energi radiasi surya dapat diubah inenjadi arus listrik searah dengan mempergunakan lapisan-lapisan tipis dan silikon (Si) murni atau bahan semikonduktor lainnya. Pada saat ini silikon mert4akan bahan yang terbanyak dipakai. Silikon mempakan pula suatu unsur yang banyak terdapat di alam. Untuk keperluan pemakaian Sebagai semikonduktor, silikon harus dimurnikañ hingga suatu tingkat pemurnian yang tinggi sekali: kurang dan sarn atom pengotoran per 1010 atom silikon. Gambar 4.11(a) memperlihatkan pengaturan atom dalam kristal silikon. Bentuk kristalisasi demikian akan terjadi bilamana silikon cair terjadi padat, hal mana disebabkan karena tiap atom silikon mempunyai elektron valensi. Dengan demikian terjadi suatu bentuk kristal di mana tiap atom silikon mempunyai sejumlah 4 tetangga terdekat. Tiap dua atom silikon
yang bertetangga saling memiliki salah satu elektron valensinya. Bentuk kisi kristal menurut Gambar 4.11(a) sering juga dinamakan kisi intan.
Struktur tiga dimensi menurutt Gambar 4.11(a) diperlihatkan dalam Gambar 4.11(b) secara skematis dengan bentuk dua dimensi. Dalam gambar ini terlihat pula bahwa tiap atom mempunyai empat tetangga terdekat. Kedua garis antara tiap atom merupakan dua elektron valensi, satu buah dari masing-masing atom. Tiap pasangan elektron valensi adalah suatu ikatan kovalensi, yang pada asasnya merupakan hubungan yang mengikat atom-atom kristal.
Pada suhu nol absolut (00 K) semua ikatan kovalensi berada dalam keadaan utuh dan lengkap. Bilamana suhu naik, atom-atom akan mengalami keadaan getaran termal. Getaran-getaran ini yang meningkat dengan suhu, pada suatu saat dapat nengganggu beberapa ikatan kovalensi.
Terganggunya ikatan valensi dalam kristal semikonduktor pada suhu lingkungan biasa mempunyai beberapa akibat besar terhadap sifat-sifat listrik kristal itu dan penting dalam penjelasan efek fotovoltaik.
Dan Gambar 4.11(b) terlihat bahwa terputusnya ikatan valensi melepaskan sebuah elektron, yang dapat bergerak bebas dalam kristal dan dapat berperan serta dalam proses hantaran. Cara bantaran listrik dapat terjadi bila sebuah “lubang” yang terjadi karena pelepasan elektron, diisi oleh elektron lain dan tetangganya, dan setemsnya.
Jika kristal itu diletakkan dalam suatu medan listrik, maka elektron-elektron bebas itu condong mengalir ke arab melawan medan sedangkan “lubang-lubang” yang terjadi akan memiliki arab yang berlawanan. Lubang-lubang itu berperan sebagai partikel dengan muatan positif. Dengan demikian seolah-olah dalam sebuah semikonduktor terjadi dua anus dengan arab saling berlawanan:
suatu arus elektron dan suatu arus lubang.
Jumlah elektron yang mengalir dalam semikonduktor jauh lebib kecil daripada yang merupakan konduktor. Sebagai perbandingan, dalam bahan silikon murni, pada suhu ruangan biasa, terdapat kirakira satu pasangan elektron dan lubang per 1010 atom. Untuk kebanyakan kristal logam angka itu adalah satu per satu.
Dapat juga terjadi bahwa ikatan valensi terganggu disebabkan pengaruh radiasi elektromagnetik yang datang dan luar. Jika foton dan radiasi yang masuk itu memiliki banyak energi, maka di tempat resapan akan dapat terjelma suatu pasangan
elektron dan lubang. Jumlah energi yang diperlukan untuk terjadinya hal itu adalah 1,1 eV bagi siikon pada suhu ruangan biasa. Dengan demikian maka setiap foton yang memiliki jumlah energi yang lebih besar dan 1,1 eV, atau panjang gelombang kurang
dan 1.100 nm, yang tenletak di wilayah inframerah spektmm, dapat mengakibatkan terjadinya pasangan elektron dan lubang di silikon. Khususnya be,sar dan spektrum radiasi surya mempunyai kemampuan tersebut bila diresap siikon. Dengan demikian maka akan terdapat suatu muatan listnik yang melampaui keseimbangan hal mana dapat mengakibatkan terjadinya suatu gaya gerak listrik.
Gambar 4.12 memperlihatkan sebuab knistal silikon yang di’
masukkan satu atom arsenikum (As), yang diperoleh misalnya dan suatu peleburan yang diberi sedikit arsenikum sebagai “pengotoran”. Atom arsenikum memiliki lima elektron valensi. Bilaimana sebuah atom arsenikum menempati suatu posisi “struktural” dalam kristal silikon, ia mempunyai kelebihan satu buah elektron. Pada suhu lingkungan biasa daya ikat elektron kelima terhadap induk atom arsenikum adalah relatif kecil. Dengan demikian terjadi suatu sirnasi di mana terdapat sebuah elektron bebas dalam knistal silikon. Atom arsenikum yang terikat dalam kristal mendapat muatan positif sedangkan elektron bebas itu dapat bergerak dalam seluruh kristal dan mengikuti proses konduksi bila terdapat suatu niedan listrik. Arsenikum dengan semikian merupakan suatu pengotoran yang merupakan pemberi, atau donor elektron. Hal demikian juga akan terjadi dengan atom-atom lain yang mempunyai ikatan valensi lima. Dan
penambahan suatu kristal dengan pengotoran donor, akan mengubah sifat-sifat listrik bahan tersebut dengan dua cara. Pertama, jika pengotoran donor itu diperbesar melampaui 1 bagian per 1012, yang dianggap suatu taraf pengotoran yang rendah. maka daya hantar akan meningkat.
Gambar 4.12. Kristal Silikon Dimasukkan Satu Atom Arsenikum (As) dan KeIebiban Satu Elcktron.
Kedua, bila baik elektron maupun lubang akan memiliki peran serta kurang lebih
sama dalam sifat daya hantan materi silikon, hantarannya akan praktis seluruhnya dilakukan oleh gerakan dan elektron dalam kristal yang mengandung donor. Muatan yang p0-sitif terikat tempat dalam stmktur kristal. Karena elektron memiliki muatan negatif, knistal demikian dinamakan tipe-N, yaitu n dan negatif.
Dengan sendirinya akan terjadi suatu efek serupa bila pengotorah dilakukan dengan bahan yang memiliki valensi tiga seperti boron dan galium. Dalam keadaan demikian tiap pengotoran “menerima” satu elektron dan ikatan valensi yang mengakibatkan terdapatnya satu lubang yang berperan serta dalam proses konduksi, -dan satu ion pengotoran dengan muatan negatif yang tidak bergerak. Kanena lubang inempunyai muatan positif knistal yang mempunyai akseptor dinamakan tipe-P, yaitu p dan positif. Karena pengotoran relatif menyangkut jumlali-jumlah yang kecil sekali, adalah mungkin untuk sebuah knistal tunggal silikon merupakan tipe-P pada satu ujung dan tipe-N pada ujung yang lain. Knistal demikian dinamakan sambungan P-N dan terlihat pada Gambar 4.13(a).
pasangan elektron-lubang dalam hablur silikon. Dalam situasi menurut Gambar 4.13(a) akan jelas babwa pasangan-pasangan elektron-lubang agak terpisah-pisah letaknya, sedemikian hingga daerah P akan memiliki muatan positif terhadap daerah N, dan terdapat suatu perbedaan potensial antara kedua apitan. Jika antara kedua apitan dipasang sebuah beban, sebagaimana terlihat pada Gambar 4.13(b), akan mengalir arus I. Dengan demikian terdapat secara langsung suatu konversi elektronika antara radiasi surya yang masuk dan energi listrik yang dihasilkan antara kedua apitan A dan B.
Gambar 4.13. Skema Sambungan P-N.
2.2.3. Biomassa
Umum
Biomassa adalah material organik yang mempunyai simpanan energi dari matahari dalam bentuk energi kimia. Melalui proses photosintesis tumbuh-tumbuhan menkonversi energi dari matahari menjadi energi kimia dalam bentuk glucose (gula).
Bahan bakar biomassa ini meliputi kayu, sampah kayu, jerami, pupuk, ampas
tebu, dan banyak lagi yang dihasilkan dari bermacam-macam hasil pertanian.
Proses Fotosintesis
Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya, menyerap energi matahari dan mengkonversi dioksida karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa mi dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi menjadi suatu produk lain. Hasil konversi dan senyawa itu dapat berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, ter dan lain sebagainya. Energi yang disimpan itu dapat pula dimanfaatkan dengan lang-sung membakar kayu itu; panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak atau untuk keperluan lain.
Proses fotosintesis dapat dirumuskan dengan reaksi kimia berikut:
CO2 +H20+E Cx (H20)x +02
Klorofil
di mana E = energi cahaya;
CO2 = gas dioksida karbon;
HO = air;
CX(H20)x = hidrokarbon yang terjadi; dan 02 = gas oksigen
Klorofil adalah bahan yang membuat hijau daun. Hidrat karbon yang terjadi dapat berbentuk gula tebu atau gula bit yang mempunyai rumus C12H22011, ataupun misalnya berbentuk selulosa yang mempunyai rumus yang lebih kompleks berupa (C6H10O5)x.
Ada baiknya untuk mencoba mengetahui potensi bahan organik sebagai balian bakar dengan menilai isi energinya.
Energi total suatu molekul dianggap sama dengan jumlali energi dan masing-masing ikatan atom ke atom. Dengan demikian energi yang terdapat pada dioksida karbon CO2 (sebesar 1600 kJ/ mole) dapat dianggap kurang-lebih sama dengan empat ikatan C-0, karena setiap atom oksigen diikat oleh karbon dengan ikatan ganda (CO2 dapat digambarkan 0 = C = 0). Energi interaksi antara kedua atom oksigen diabaikan dan setiap ikatan C—O dianggap sebesar 400 kJ/mole. Energi ikatan gas oksigen 02 adalab 48 kJ/mole, atau 24 kJ/mole untuk tiap ikatan 0—0, oleh karena 02 mempunyai dua ikatan (0=0). Ikatan 0—H mempunyai energi sebanyak 460 kJ/mole.
Bila oksigen diserap dalam proses oksidasi atau respirasi, maka energi dibebaskan karena terdapatnya stabilitas yang meningkat pada ikatan 0—H atau ikatan C—O.
Dapat dikemukakan, bahwa terdapat suatu hubungan antara jumlah molekul oksigen yang diserap pada proses pembakaran atau respirasi suatu molekul organik dan jumlah energi pembakaran molekul itu. Rumus Rabinowitch merupakan suatu definisi dan tingkat reduksi rata-rata R dad karbon dalam suatu molekul dengan komposisi CpHqOr sebagai berikut:
Pada asasnya R merupakan jumlah molekul oksigen yang diperlukan untuk membakar suatu material organik menjadi CO2 danH2O, dibagi jumlah atom karbon dalam molekul.
Tiap atom karbon memerlukan satu molekul oksigen untuk dikonversikan menjadi CO2. tiap atom hidrogen memerlukan seperempat molekul oksigen untuk dikonversikan menjadi 2O~ dan setiap atom oksigen yang sudah terdapat dalam molckul organik itu mengurangi dengan seperdua molekul, jumlah molekul 02 yang terdapat di luar dan diperlukan untuk pembakaran. Sebagai pendekatan dapat dikemukakan, bahwa jumlab energi yang dibebaskan pada pembakaran satu molekul dengan komposisi CpHqOr adalah sekitar 460 kJ/mole per atom karbon per satuan R1 yang sening dinainakan pembakaran panas.
Jika rumus di atas dipakai untuk hidrat karbon CH2O maka karena p = 1; q = 2 dan r = 1, diperoleh nilai R = 1. Untuk gas metan CH4 di mana p = 1; q=4; dan r=O diperoleh R= 2. Gas dioksida karbon CO2 denganp=1;q=O dan r=2 mempunyai nilai R = 0.
Proses fotosintesis yang mengubah gas dioksida karbon menjadi hidrat karbon “mengangkat” tingkat reduksi CO2 (R = 0) ke tingkat reduksi CH2O yang lebih tinggi (R
= 1), seperdua dan tingkat maksimum R = 2 bagi metan CH4. Dengan demikian proses fotosintesis itu menyimpan atau menyisihkan seperdua energi pembakaran yang secara maksimum mungkin per atom karbon.
Tumbuh-tumbuhan dan bahan organik lainnya dapat diubah menjadi bahan bakar cain maupun gas dengan bantuan beberapa proses biologi dan proses kimia. Proses mana yang cocok untuk konversi mi tergantung dad sifat bahan organik yang
banyak mengandung air. Proses-proses kimia sepenti pirolisa atau reduksi katalitis lebih cocok untuk bahan yang kening dan tahan terhadap biodegradasi.
Proses Fermentasi untuk Membuat Etanol
Fermentasi alkoholik merupakan suatu proses yang lama dikenal dan banyak dipakai. Etil alkohol atau etanol muda dibuat dan berbagai hasil pertanian yang mengandung gula. Ragi mengubah gula-gula heksose menjadi etanol dan dioksida karbon sesuai rumus di bawah mi:
Jenis-jenis gula yang difermentasikan dapat berupa glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, rafinosa dan manosa.
Gula tetes, suatu hasil tambahan dari produksi gula tebu mengandung 55% gula-gula dan dapat secara mudah dan murah difermentasikan menjadi etanol. Dalam proses demikian gula tetes diencerkan dengan air hingga mencapai kekentalan gula sebanyak 20%, kemudian dicampur dengan biakan ragi sebanyak 5% volume. Campuran ini difermentasikan selama 2—3 hari hingga mencapai nilai alkohol setinggi 9—10%. Alkohol in i kemudian diambil dengan proses destilasi. Satu liter alkobol dengan kemurnian 95% dapat diperoleh dad 2,5 liter gula tetes dengan biaya yang rendah.
Proses Fermentasi Anaerobik untuk Membuat Metan
Gambar 6.1 mencoba mempenlihatkan skema sebuah instalasi gas biomassa. Di tempat A bahan orgarnk yang dipotong kecil-kecil dicampur dengan air dan dipompa ke tempat tangki pencernaan B. Di tangki mi terjadi proses pencernaan. Tingkat kecepatan pencennaan akan tergantung dad suhu dan suhu sekitar 35’C tampaknya membenikan basil optimal bagi produksi gas. Gas yang dihasilkan itu dikeluarkan dad keran C. Endapan yang terjadi dalam tangki pencernaan yang mempunyai bentuk yang sangat padat dikeluarkan melalui keran D untuk dikeluarkan dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan-kepenluan lain seperti pengurugan tanah. Cairan selebihnya dialirkan ke kolam oksidasi E. Dad kolam mi cairan kental dialirkan kembali ke tangki pencemaan sedangkan cairan yang encer dimañfaatkan kembali untuk dicampur dengan masukan bahan organik barn. Cara umpan-balik mi mengunangi kepenluan menambah
komponen-komponen campuran yang diperlukan sehingga meningkatkan efisiensi kerja instalasi.
Gambar 6.1. Skema Proses Fermentasi Anaerobik untuk Membuat Metan.
Proses Pirolisa
Gambar 6.2 mempenlihatkan suatu skema dan proses pirolisa yang mempergunakan limbah kota sebagai bahan baku. Limbah kota dimasukkan di tempat A dan dipotong hingga mencapai ukuran keeil. Kemudian bahan baku dibawa ke tempat B untuk dikeningkan. Di tempat C dilakukan pernisahan: semua bahan organik sepenti potongan-potongan logam dan gelas disisihkan sedangkan matenal lainnya yang menupakan bahan organik dibawa ke tempat D untuk digiling halus. Bejana E merupakan reaktor pirolisa. Di tempat F basil-basil pirolisa berupa gas, minyak dan arang dipisahkan. Jika suhu dalam reaktor dinaikkan komponen gas akan menjadi lebih besar.
Gambar 6.2. Skema Proses Pirolisa.
Penggasan dengan Pembakaran Parsial
Penggasan merupakan suatu proses di mona dengan bantuan bahang (heat) bahan bakar padat diuraikan untuk menghasilkan suatu bahan bakar gas. Di antara bahan bakar padat yang dapat digaskan dapat berupa kayu, arang kayu, batu bana dan berbagai jenis bahan organik kening. Pembuatan biogas benbeda kanena mempengunakan bahan baku onganik “basah” serta memanfaatkan pnoses biologis. Pninsip penggasan adalah cukup sederhana. Sebuah alat penggas terdini atas suatu wadah yang diisi dengan bahan bakar dad sisi atas sebagaimana tenlihat pada Gamban 6.3. Bahan baku akan tenletak di atas kisi.
Udara dalam jumlah tertentu dimasukkan dan sisi bawah. Udana akan nailc ke atas melalui kisi dan bahan baku. Pengendalian udara dilakukan sedemikian rupa sehingga pembakaran terbatas pada bagian bawah saja. yaitu pada zona A. Pembakaran mi mengakibatkan terjadinya sejumlah bahang yang menyebabkan bahan baku selebihnya mengunai secara kimiawi dan terjadinya penggasan.
Oleh karena itu pnoses mi sening juga dinamakan penggasan dengan pembakaran parsial.
Gambar 6.3. Pembuatan Gas dengan Proses Pirolisa.
Gas yang tesjadi akan naik dan dikeluarkan dad sebelah sam-ping atas. Pada saat meninggalkan reaktor gas memiliki suhu antara 100 dan 2000C.
Alat penggas jenis mi sangat sederhana. Kekurangannya adalah bahwa gas yang dihasilkannya sangat kotor kecuali jika dipakai bahan baku yang bebas ten. Ten dan hasil-hasil pirolisa lainnya tidak diuraikan dalam wilayah pembakaran, melainkan dibawa ke atas dan barn akan mengendap bila suhu gas menurun. Hal mi tidak akan tenjadi bilamana arang kayu dipakai sebagai bahan baku. Untuk meningkatkan mutu termal dad gas yang dihasilkan reaktor didinginkan dengan air pada wilayah pembakaran A.
Adalah penting bahwa kisi yang memikul wilayah pembakaran A memiliki bentuk yang tepat Kisi mi hams memungkinkan abu jamb ke bawali tanpa kehilangan bahan baku. Selanjutnya dapat disebut bahwa di atas wilayah pembakaran A terdapat zona re-duksi B, zona pirolisa C dan zona pengeningan D.
Gas yang dihasilkan alat penggas sedng disebut gas produser (producer gas). Komponen-komponen tenpenting adalah: hidrogen (H2) dan monoksida kanbon (CO) yang bersama-sama merupakan 30—35% volume gas keseluruhan. Gas selebihnya tendid terutama atas nitrogen (N2). Nilai panas gas produser adalah agak rendah, yaitu sekitar 10-15% dad nilai kalodfik gas alam.
Selain koton karena mengandung ten dan jelaga, gas produser juga beracun karena unsur monoksida karbon yang tinggi.
Walaupun gas pnodusen meniiliki nilai panas yang rendah, ia dapat dipakai untuk berbagai tujuan pemanfaatan yaitu:
a. Pembakaran langsung, untuk menghasilkan panas misalnya untuk boiler atau tungku;
b. Penggunaan daya poros untuk menjalankan mesin.