• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stasiun A B C Bi o m assa rata -ra ta (g r/m 2) 0 10 200

Fraksi Substrat

Keberadaan substrat sangat penting bagi lamun, sebagai tempat hidup dan pemasok nutrisi. Lamun akan menancapkan diri pada substrat menggunakan rhizom dan akarnya, yang kemudian rhizom dan akar akan semakin berkembang dan bertumbuh seiring waktu dan nutrisi yang didapatkan lamun dari substrat dan air di lingkungan hidupnya. Ada berbagai tipe substrat dengan komposisi yang beragam dapat ditumbuhi lamun, perbedaan tipe substrat dapat menyebabkan perbedaan komposisi jenis lamun serta dapat mempengaruhi kesuburan dan pertumbuhan lamun. Berdasarkan Kiswara (1997) padang lamun di Indonesia dikelompokkan dalam enam kategori berdasarkan tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup pada substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang. Lamun dapat tumbuh dalam berbagai substrat dari lumpur halus hingga pasir kasar tergantung pada jenis fisik dan kepadatan lamun (Zieman 1982). Pada dasarnya lamun sangat sensitif terhadap pengendapan langsung diatasnya, pengendapan yang terjadi secara langsung diatas akan menyebabkan kematian lamun, dimana kekuatan lamun tidak dapat menopang beban yang berada diatasnya (McKenzie 2007).

Jenis substrat pada seluruh stasiun pengamatan dalam penelitian ini berupa pasir dengan ukuran diameter yang berbeda (Tabel 4). Diketahui bahwa pada penelitian ini justru diameter susbstrat dekat daerah mangrove lebih besar dibandingkan dengan daerah stasiun lain, berdasarkan hasil analisis ragam maka diketahui bahwa diameter substrat antara masing-masing stasiun A, B dan C berbeda nyata (p < 0,05) Lampiran 12. Hal ini diduga karena karakteristik pesisir yang merupakan daerah pesisir terbuka.

Ukuran diameter pasir terbesar terdapat pada stasiun A dengan rata-rata diameter 0.47 mm, dimana stasiun pengamatan ini dekat dengan daerah mangrove. Daerah mangrove pada umumnya memiliki karaketristik bersubstrat lumpur, hal ini dikarenakan akar-akar mangrove yang memiliki kemampuan dalam memerangkap substrat serta apapun yang melaluinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa substrat yang lebih dekat dengan daerah mangrove kebanyakan bersubstrat lempung berpasir, disebabkan kemampuan mangrove dalam menangkap sedimen (Datta et al. 2012). Namun pada penelitian ini tidak ditemukan lumpur pada bagian pinggiran daerah mangrove tempat stasiun A berada. Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa pesisir Desa Bahoi memiliki karakteristik pesisir yang terbuka, selain itu pesisir Desa Bahoi juga tidak memiliki sungai, sehingga tidak mendapatkan masukan dari darat yang merupakan penyumbang terbesar dalam pengendapan lumpur pada hutan mangrove.

Stasiun B dengan diameter rata-rata 0.35 mm dan pada stasiun C besar diameter rata-rata 0.37 mm. Ukuran diameter yang lebih kecil pada stasiun B diduga merupakan hasil dari sisa bawaan arus yang berasal dari stasiun A pada saat kembali ke laut yang terperangkap pada padang lamun, mengingat kepadatan tertinggi pada stasiun B. Arus yang kuat meninggalkan pasir yang berukuran besar pada stasiun A yang kemudian perlahan-lahan kembali ke laut dengan membawa pasir dengan ukuran yang lebih kecil. Jika diperhatikan berdasarkan kepadatan lamun, maka ukuran diameter ini paling disukai oleh jenis lamun yang berukuran kecil seperti S. isoetifolium, H. ovalis, C. rotundata dan H. uninervis. Selanjutnya stasiun B memiliki ukuran diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan kedua

21

stasiun lainnya, dimungkinkan letak stasiun ini yang berada diantara mangrove dan terumbu karang, dimana kondisi substratnya lebih padat. Letaknya yang berada diantara mangrove dan terumbu karang memungkinkan arus yang membawa sedimen yang lebih halus dibandingkan sedimen yang tersangkut pada daerah mangrove.

Banyaknya patahan karang yang telah mati, menyebabkan stasiun C memiliki diameter lebih besar dibanding ukuran diameter pasir yang terdapat pada stasiun B. Melihat dari kepadatan lamun, maka stasiun C merupakan stasiun dengan nilai kepadatan rendah dan lebih sedikit jenis lamun yang ditemukan dalam stasiun ini. Hal ini dikarenakan gelombang yang melewati stasiun C secara langsung, sehingga tidak semua jenis lamun dapat bertahan hidup dengan kondisi yang seperti ini. Diketahui bahwa lamun tumbuh pada pesisir pantai yang miliki arus kecil dibandingkan dengan pesisir pantai dengan arus kuat.

Tabel 4 Tipe substrat dan median tekstur

Stasiun Tipe Substrat Median Tekstur (mm)

A Pasir 0.47a ± 0.01

B Pasir 0.35c ± 0.02

C Pasir 0.37b ± 0.06

 Huruf berbeda menyatakan tingkat beda nyata Kandungan N dan P total pada substrat

Sebagai nutrisi utama dalam tanah bersama K (Potassium), N (Nitrogen) dan P (Fosfat) merupakan nutrisi yang paling sering dibahas dalam dunia perairan. Bahan organik yang terdapat pada substrat merupakan sumber nutrisi bagi vegetasi, namun dapat berdampak buruk bagi habitat perairan jika mendapat masukan bahan organik yang berlebihan. Bahan organik yang berlebihan pada suatu perairan kemudian akan menimbulkan dampak buruk bagi perairan itu sendiri dan bagi vegetasi ataupun biota yang terdapat dalam perairan tersebut seringkali dikenal dengan eutrofikasi. Terjadinya eutrofikasi disebabkan kegiatan manusia di darat yang kemudian terbawa masuk melalui proses run off atau hasil dari limpasan sungai yang kemudian terbawa hingga ke muara sungai. Pada perairan laut, eutrofikasi terjadi seringkali pada daerah pesisir, dikarenakan daerah inilah yang dekat dengan muara sungai.

Bahan organik yang terbawa hingga ke pesisir akan terlarut dalam air dan ada yang mengendap bahkan terserap ke dalam substrat perairan. Bahan organik yang terdapat dalam substrat inilah yang dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk memperoleh nutrisi. Demikian pula dengan lamun, lamun akan memanfaatkan bahan organik yang terdapat dalam substrat untuk dapat tumbuh dan mempertahankan kehidupannya. Substrat dengan konsentrasi bahan organik yang lebih tinggi cenderung mendukung aktivitas bakteri yang tinggi, dan konsentrasi bahan organik pada substrat mendukung pertumbuhan lamun umumnya < 6% dari berat kering (Hemingga & Duarte 2000). Diketahui bahwa N dan P merupakan unsur utama bahan organik dalam pertumbuhan tumbuhan, termasuk lamun dan tumbuhan air lainnya. Kedua bahan organik ini berperan penting terhadap

pertumbuhan sel jaringan organisme serta dalam proses fotosintesis (Ulqodry et al. 2010). Selain bahan organik sebagai pendukung kehidupan lamun, maka sebaliknya komunitas lamun seringkali digunakan dalam penelitian untuk menentukan nutrisi pembatas pada suatu perairan, dikarenakan lamun cenderung hidup pada perairan dangkal oligotrofik, padang lamun lepas pantai dibatasi oleh nitrogen, sedangkan padang lamun dekat pantai dipengaruhi nitrogen dan fosfor (Ferdi & Fourqurean 2004).

Bahan organik yang digunakan lamun berasal dari air substrat pori dan yang berada pada kolom air, oleh karena itu lamun dapat menggunakan daun dan akar dalam menangkap bahan organik. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa bahan organik yang masuk pada suatu perairan berasal dari darat, sedangkan bahan organik pada subtrat berasal dari pelapukan vegetasi mati. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa sumber N dan P pada substrat diduga berasal dari akumulasi hasil mineralisasi vegetasi lamun yang mati dan sekresi yang berasosiasi pada ekosistem lamun (Patang 2009).

Kondisi pesisir Desa Bahoi masih baik secara umum, tidak terdapat industri ataupun aktivitas manusia yang dapat menyumbang bahan organik secara berlebihan ke dalam perairan dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, diduga bahan organik yang masuk ke dalam perairan merupakan hasil dari perairan itu sendiri dan serasah yang dihasilkan hutan mangrove yang ada di pesisir, hal ini seperti yang diungkapkan Ulqodry et al. (2010) bahwa kandungan zat hara yang terdapat dalam suatu perairan tidak hanya berasal dari perairan itu sendiri, namun juga tergantung pada keadaan sekelilingnya berupa sumbangan dari sungai ataupun serasah mangrove dan lamun. Bahan organik yang terdapat pada substrat dapat terbawa ke tempat lain yang memungkinkan terjangkau dengan adanya gelombang dan arus. Hanya saja tentu konsentrasi bahan organik pada suatu daerah akan berbeda dengan daerah yang merupakan sumber bahan organik itu berasal, hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Kandungan N pada substrat dalam penelitian ini menunjukkan nilai yang tinggi jika dibandingkan dengan kandungan P pada seluruh stasiun pengamatan serta terlihat pola bahwa semakin kearah laut maka kandungan bahan organik pada substrat semakin menurun. Namun tidak terdapat perbedaan nyata antara N dan P total pada stasiun A, B dan C dengan (p>0,05) Lampiran 13-14. Menurunnya kandungan bahan organik pada stasiun C sebenarnya dapat dilihat dari ketidakhadiran dua jenis lamun lainnya serta menurunnya kepadatan lamun diiukuti nilai rata-rata biomassa yang kecil secara keseluruhan. Kandungan bahan organik yang menurun mengakibatkan lamun yang tumbuh tidak memperoleh cukup nutrisi sehingga berakibat pada biomassa dan kepadatan. Selanjutnya kepadatan lamun juga akan berpengaruh kembali bagi kandungan bahan organik, yaitu semakin sedikit jumlah lamun yang mati maka akan semakin sedikit terjadinya proses pelapukan mengingat bahwa pesisir Desa Bahoi ini tidak memiliki masukan dari.

Pada stasiun A kandungan rata-rata N mencapai 4.08 ppm diikuti stasiun B dan C dengan kandungan masing-masing 3.73 ppm dan 2.77 ppm. Kandungan N pada substrat semakin ke arah laut semakin kecil begitu halnya pada P. Kandungan P pada stasiun A lebih besar dibandingkan stasiun B dan C dengan nilai masing-masing 3.86 ppm, 2.13 ppm dan 2.08 ppm. Kondisi ini diduga adanya pengaruh dari arus yang membawa nutrisi ke daerah pesisir yang

23

kemudian tertahan di kawasan mangrove, dan terbawa kembali ke laut dengan konsentrasi yang lebih sedikit. Diketahui bahwa mangrove dan lamun merupakan tumbuhan yang dapat menghasilkan serasah, dimana serasah dapat terdekomposisi yang pada akhirnya menghasilkan bahan organik untuk digunakan sebagai nutrisi bagi pertumbuhan. Menurut Ekka et al. (2006) bahwa masukan fosfor dari sumber titik tertentu (point source) tertentu akan mempengaruhi konsentrasi P di perairan.

Pada seluruh stasiun kandungan N lebih tinggi dibandingkan P, kondisi ini terkait dengan sumber masing-masing bahan organik. Bahan organik N lebih banyak berasal dari proses mineralisasi yang terjadi, sedangkan sumber P sendiri di laut adalah berasal dari endapan teresterial yang mengalami erosi ataupun pupuk pertanian yang terbawa oleh aliran sungai, selanjutnya jumlah P di alam jumlahnya tidak banyak dan P tidak memiliki kemampuan berdifusi ke dalam air. Jumlah P yang sedikit pada Pesisir Desa Bahoi dibandingkan dengan jumlah N sangat wajar mengingat pesisir Desa Bahoi tidak memiliki sungai yang merupakan sumber utama P.

Gambar 7 Kandungan N dan P total pada substrat Kandungan C-organik pada lamun

Tingginya jumlah CO2 yang terdapat pada atmosfer memicu terjadinya pemanasan global yaitu kondisi meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat gas rumah kaca yang terakumulasi. Bukti lain bahwa terjadinya peningkatan jumlah CO2 adalah terjadinya asidifikasi di laut yaitu pengasaman air laut, CO2 akan bereaksi dengan air yang kemudian akan mengakibatkan meningkatnya jumlah H+. Sebagai salah satu vegetasi pesisir yang memiliki kemampuan dalam menyerap C, maka dengan mengetahui kandungan C-org yang yang terdapat pada lamun menjadi salah satu informasi penting. Kandungan total C-org (%) pada masing-masing stasiun dan jenis akan berbeda-beda. Perbedaan kandungan C-org pada lamun dipengaruhi faktor internal lamun. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa untuk mengetahui kandungan C-org pada lamun dapat dilakukan dengan pendekatan biomassa yang kemudian dilakukan analisa laboratorium menggunakan metode spektrofotometrik.

0 2 4 6 8 10 12 14 A B C T o ta l N & P (p p m ) Stasiun Total N Total P

Pada stasiun A kandungan C-org rata-rata mencapai 25.74% lebih tinggi dibandingkan stasiun B 22.41% dan C 14.46% (Lampiran 15). Tingginya kandungan C-org pada lamun yang terdapat pada stasiun A dipengaruhi hutan mangrove yang terletak dekat dengan stasiun A. Sebagaimana yang diungkapkan dalam Gonneea et al. (2004) bahwa tingkat terbenamnya karbon organik lebih tinggi terdapat di pinggiran laguna, dimana vegetasi mangrove yang mendominasi. Selanjutnya jika diperhatikan, penyumbang C-org tertinggi pada stasiun A adalah jenis C. rotundata 36.05% selanjutnya E. acoroides 31.09%, H. uninervis 28.23%, T. hemprichii 25.05%, S. isoetifolium 22.79%, H. ovalis 11.24% (Lampiran 15), total dari kandungan rata-rata C-org pada stasiun A adalah 25.74% dan secara umum kandungan C-org rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun A (Gambar 8).

Jenis C. rotundata kembali menjadi penyumbang terbesar kandungan C-org pada stasiun B, yaitu mencapai 32.57%. Kandungan C-org rata-rata secara keseluruhan pada stasiun B tidak berbanding lurus dengan biomassa maupun kepadatan rata-rata. Kepadatan dan biomassa rata-rata stasiun B merupakan stasiun dengan nilai tertinggi. Diduga adanya faktor lain yang mempengaruhi kandungan C-org. Masing-masing jenis lamun memiliki kandungan C-org yang berbeda-beda. seperti pada jenis T. hemprichii kandungan C-org rata-rata semakin menurun ke arah laut, berbeda halnya pada jenis E. acoroides secara berurutan pada stasiun A, C dan B. Sedangkan pada jenis lamun S. isoetifolium kandungan C-org rata-rata tertinggi pada stasiun A. Jenis H. ovalis memiliki kandungan C-org tertinggi pada stasiun C, A yang pada stasiun B menjadi stasiun kandungan C-org dengan rata-rata terendah (Gambar 9). Jenis lamun yang konsisten mengalami penurunan kandungan C-org adalah jenis T. hemprichii dimana kandungan C-org semakin menurun ke arah laut.

Gambar 8 Kandungan C-org (%) rata-rata pada tiga stasiun

Kandungan C-org pada stasiun C merupakan kandungan C-org rata-rata dengan nilai terendah. Pada stasiun ini penyumbang terbesar adalah dari jenis

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 A B C Ka n d u n ga n C -o rg (% ) Stasiun E. acoroides T. hemprichii C. rotundata S. isoetifolium H. ovalis H. uninervis

25

E. acoroides dengan 29.13% dan yang terkecil adalah H. ovalis dengan 11.56%. Berdasarkan kondisi ini, terlihat bahwa antara kepadatan, biomassa dan kandungan C-org tidak berbanding lurus yang kemudian harus dilakukan penelaahan satu per satu per jenis lamun. Oleh karena kepadatan tidak dapat mencerminkan biomassa, biomassa tidak dapat mencerminkan kandungan C-org dan sebaliknya. Perbedaan kandungan C-org masing-masing jenis lamun terhadap stasiun menunjukkan perbedaan tidak nyata berdasarkan perhitungan anova satu arah dengan p> 0.05. Enhalus acoroides Stasiun A B C C-o rg rata -ra ta (%) 0 10 20 30 40 50 Syringodium isoetifolium Stasiun A B C C-o rg ra ta-ra ta (% ) 0 10 20 30 40 50 Thalassia hemprichii Stasiun A B C C-o rg rata -ra ta (%) 0 10 20 30 40 50 Halophila ovalis Stasiun A B C C-o rg ra ta -ra ta (% ) 0 10 20 30 40 50 Cymodocea rotundata Stasiun A B C C-o rg rata -ra ta (%) 0 10 20 30 40 50 Halodule uninervis Stasiun A B C C-o rg rata -ra ta (%) 0 10 20 30 40 50

Hasil analisis bahan organik pada substrat ditemukan bahwa pada stasiun A memiliki kandungan N dan P tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lain, hal ini diduga sebagai salah faktor tingginya kandungan C-org pada lamun yang terdapat pada stasiun A. Pada habitat mangrove, ditemukan kandungan C-org rata-rata yang tinggi pada lamun. Sebaliknya pada stasiun B yang merupakan stasiun habitat lamun sendiri memiliki kandungan C-org terbesar kedua setelah stasiun A. Berdasarkan jenis lamun, kandungan C-org terbanyak disumbangkan oleh jenis E. acoroides diikuti oleh jenis T. hemprichii, C. rotundata, S. isoetifolium, H. uninervis serta H. ovalis. Kandungan C-org akan berbeda-beda berdasarkan jenis dan komposisi jenis pada masing-masing stasiun. Sedangkan perbedaan kandungan C-org pada masing-masing jenis lamun diduga disebabkan faktor internal yaitu meliputi fisiologi dan metabolisme. Hal ini terlihat jelas pada jenis S. isoetifolium dan H. ovalis yang kandungan C-org kembali meningkat pada stasiun C, yang mana telah diketahui bahwa stasiun C jika dikaitkan dengan kandungan bahan organik memiliki kandungan bahan organik yang paling kecil dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya.

Hubungan kandungan C-organik dengan Jenis Lamun dan Habitat

Perbedaan karakteristik masing-masing habitat akan menimbulkan perbedaan siklus yang terjadi dalam habitat serta faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Masing-masing jenis lamun menunjukkan kondisi yang berbeda-beda pada habitat mangrove, lamun dan terumbu karang, melalui kepadatan, biomassa dan kandungan C-org pada lamun. Kandungan C-org pada lamun dipengaruhi oleh beberapa faktor diluar keberadaan lamun itu sendiri. Selain keragaman jenis lamun, habitat juga mempengaruhi kemampuan penyimpanan karbon (Lavery et al. 2013).

Habitat mangrove dengan tipe susbtrat pasir dengan ukuran diameter yang lebih besar ditumbuhi dengan enam jenis lamun yang saling berasosiai serta kepadatan yang didominasi jenis T. hemprichii yang memiliki kandungan C-org tertinggi oleh jenis C. rotundata tentu memiliki perbedaan dengan habitat lamun dan terumbu karang dalam hal komposisi jenis, kepadatan, biomassa dan kandungan C-org pada lamun serta ukuran substrat, kondisi perairan dan unsur hara. Hal ini sebagai respon terhadap perbedaan habitat dimana lamun hidup dan tumbuh. Seperti diketahui bahwa habitat lamun memiliki kepadatan dan biomassa keseluruhan tertinggi, hal ini dimungkinkan kondisi lingkungan yang nyaman dan cocok bagi lamun dalam melakukan siklus kehidupannya, selanjutnya posisi habitat lamun yang terletak diantara habitat mangrove dan terumbu karang membuat habitat ini sangat terlindungi serta memiliki kesempatan mendapatkan nutrisi yang berasal dari mangrove maupun dari laut lepas.

Bahan organik sebagai faktor pendukung dalam suatu habitat yang terdapat pada substrat dipengaruhi oleh besaran butiran substrat, dikarenakan butiran substrat yang lebih besar menurunkan kemampuan substart dalam melakukan penyerapan bahan organik. Bahan organik pada substrat berasal dari pelapukan vegetasi atau dengan kata lain bahan organik berasal dari perairan itu sendiri. Adanya gelombang dan arus membantu penyebaran bahan organik dengan baik. Pada pesisir Desa Bahoi yang bersubstrat pasir, morfologi lamun sendiri akan mengikuti dan berusaha beradaptasi dengan lingkugannya yaitu dengan membentuk akar yang lebih panjang dan kuat, tujuannya adalah untuk dapat

27

menancapkan diri dengan kokoh dan dapat menyerap bahan organik dengan baik. Analisis komponen utama menerangkan bahwa komponen utama pertama mewakili seluruh variasi yang ada sebesar 57% dan komponen utama kedua mewakili seluruh variasi yang ada sebesar 43% (Lampiran 16). Stasiun A dicirikan dengan biomassa dan kandungan C-org jenis T. hemprichii, kepadatan jenis E. acoroides, diameter substrat serta kandungan P pada substrat. Pada stasiun B dicirikan dengan kepadatan dan biomassa H. ovalis, kepadatan dan biomassa S. isoetifolium, kepadatan dan biomassa jenis C. rotundata. Sehingga pada stasiun B terlihat bahwa kepadatan dan biomassa memiliki hubungan yang dekat berdasarkan jarak garis euclidiean (Gambar 10) yang kemudian dapat dikatakan bahwa kepadatan dapat mencirikan biomassa ketiga jenis lamun tersebut. Terlihat juga bahwa kepadatan dan biomassa jenis lamun H. ovalis, S. isoetifolium, C. rotundata tidak mencerminkan kandungan C-org masing-masing jenis. Pencirian parameter terhadap maisng-masing stasiun tidak dipengaruhi dari tinggi tidaknya atau banyak tidaknya nilai suatu parameter, namun dipengaruhi oleh konsisten nilai-nilai dari parameter yang diuji. Stasiun C tidak dicirkan oleh kepadatan dan biomassa bahkan kandungan C-org jenis lamun tertentu (Gambar 10). 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 2 1 0 -1 -2 -3 -4 Komponen pertama K o m p o n e n k e d u a B-Hu B-Ho B-Si B-Cr B-Th B-Ea D-Hu D-Ho D-Si D-Cr D-Th D-Ea C org-Hu Corg-Ho C org-Si C org-Cr Corg-Th Corg-Ea P N Diameter A B C

Gambar 10 Biplot kandungan C-org, kepadatan (D), Biomassa (B), N dan P pada substrat, diameter substrat pada masing-masing stasiun. A : stasiun habitat Mangrove, B : stasiun habitat lamun, C : stasiun habitat terumbu karang. Jenis lamun Ea : E. acoroides, Th : T. hemprichii,

Cr : C. rotundata, Si : S. isoetifolium, Ho : H. ovalis, Hu : H. uninervis.

Beberapa jenis lamun yang berukuran lebih kecil tidak dipengaruhi dengan ukuran diameter susbtrat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa jenis lamun yang berukuran lebih kecil dapat hidup dengan baik pada substart yang

stabil. Terkait dengan kekuatan akar mereka untuk menancap pada substrat. Sehingga pada penelitian ini jenis lamun berukuran kecil dapat hidup dengan baik pada substrat pasir, hanya saja yang menjadi penghalang keberadaannya di pesisir Desa Bahoi adalah nutrisi substrat dan persaingan ruang. Persaingan ruang dan nutrisi merupakan persaingan yang alami terjadi pada seluruh makhluk hidup untuk dapat mempertahankan kehidupannya. Oleh karena itu seringkali makhluk hidup melakukan strategi-strategi dalam menghadapi setiap kondisi lingkungan yang berubah-rubah. Selain strategi ada banyak faktor yang mempengaruhi dari keberadaan masing-masing jenis lamun, seperti faktor internal yang meiputi fisiologi dan metabolisme dan faktor eksternal termasuk di dalamnya zat hara, serta tingkat kesuburan substrat.

4 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait