• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Amilum

2.3. Enzim Amilase

2.3. Enzim Amilase

Amilase adalah kelompok enzim yang memiliki kemampuan untuk memutuskan ikatan glikosida yang terdapat pada molekul amilum. Hasil hidrolisis atau pemecahan molekul amilum ini adalah molekul-molekul yang lebih kecil seperti maltosa, dekstrin dan terutama molekul glukosa sebagai unit terkecil (Reddy et al., 2003). Amilase dihasilkan oleh berbagai jenis organisma hidup, mulai dari tumbuhan, hewan, manusia bahkan pada mikroorganisma seperti bakteri dan fungi. Kelompok enzim ini memiliki banyak variasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada sumber organismanya dan

tempatnya bekerja. Enzim amilase memiliki nama asli diastase dan pertama kali ditemukan dan diisolasi oleh Anselme Payen pada tahun 1833. Seiring dengan penemuan-penemuan baru di bidang penelitian kelompok enzim amilase yang dapat mendegradasi amilum dan senyawa polisakarida lainnya juga semakin bertambah jumlahnya. Menurut Aiyer (2005), Hagihara et al. (2001) beberapa kelompok enzim amilase tersebut adalah:

a. Alpha amilase (α –amilase), EC.3.2.1.1

Disebut juga dengan 1,4–α-D-glukan glukanohidrolase atau glukogenase. Enzim ini bekerja memutus ikatan α-1,4 glikosida pada amilum secara acak terutama pada rantai yang panjang (Gambar 2.) sehingga menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari polimer amilosa pada amilum (Gambar 3.), dan menghasilkan glukosa dan sedikit dekstrin dari polimer amilopektin penyusun amilum. Karena sifatnya yang dapat memutus ikatan glikosida secara acak, enzim ini bekerja lebih cepat dibanding amilase lainnya terutama β-amilase. Pada kelompok hewan α– amilase merupakan enzim pencerna amilum yang utama. Enzim α–amilase merupakan kelompok metaloenzim yang tidak dapat bekerja sama sekali bila ion calsium tidak ada (Palmer, 1985). α–Amilase merupakan jenis enzim yang bersifat calcium metalloenzyme dependent.

Gambar 2. Jenis reaksi hidrolisis yang dikatalis Oleh enzim amilase (Nickerson & Brown, 1965)

b. Beta amilase (β-amilase) , EC.3.2.1.2

Disebut juga 1,4–α-D-glukan maltohidrolase ataupun sakarogen amilase. Enzim ini dijumpai pada kelompok tumbuhan, bakteri dan fungi. Enzim ini bekerja menghidrolisis amilum dari bagian ujung non reduksi dan menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosida pada tahap kedua hidrolisis amilum sehingga terbentuk molekul maltosa yang disusun oleh dua unit glukosa pada saat yang sama setelah -amilase bekerja. Selama proses pematangan buah β--amilase bekerja memecah amilum menjadi gula sehingga buah yang matang terasa manis. Jaringan hewan

tidak menghasilkan enzim β-amilase, kecuali bila ada mikroorganisma yang bersimbiosis di saluran pencernaannya. Produk akhir dari hasil hidrolisa enzim -amilase dan β--amilase ini dapat di β--amilase lihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Konversi

amilum menjadi glukosa oleh enzim α dan β-Amilase

(Alexander, 1977)

c. Gamma amilase (γ –amilase), EC.3.2.1.3

Disebut juga glucan 1,4-α–glukosidase, amiloglukosidase, ekso-1,4-α– glukosidase, lisosomal α-glukosidase, glukoamilase, 1,4-α-D-glukan glukohidrolase. Merupakan pemutus terakhir ikatan glikosida pada bagi ujung non reduksi dari amilosa dan amilopektin untuk menghasilkan unit glukosa.

d. Pullulanase, EC.3.2.1.41

Merupakan enzim pemutus cabang, menghidrolisis hanya pada ikatan α-1,6 glikosida, seperti pullulan 6-glukanohydrolase.

e. α-Glukosidase,EC.3.2.1.20

Memutus ikatan α-1,4 glikosida dari molekul amilosa ataupun amilopektin menjadi rantai-rantai pendek oligosakarida.

f. Enzim Penghasil Siklodekstrin

Enzim yang dapat menghidrolisis amilum menjadi jenis siklik D-glukosil non reduksi yaitu suatu jenis polimer yang disebut siklodekstrin atau sakhardinger dekstrin. Jenis ini dijumpai misalnya pada amilase yang dihasilkan oleh Bacillus

macerans.

Berdasarkan arahnya memutus ikatan glikosida dari amilum, maka enzim amilase dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok (Reddy et al., 2003) yaitu endoamilase dan ektoamilase. Endoamilase melakukan hidrolisis secara acak

dari bagian depan molekul amilum sehingga menghasilkan molekul

oligosakarida dalam bentuk rantai lurus maupun bercabang dengan panjang rantai yang bervariasi sedangkan ektoamilase melakukan hidrolisis dari ujung non reduksi dan dengan produk akhir molekul yang pendek.

Enzim amilase secara konstitusi merupakan kelompok enzim yang sangat dibutuhkan dalam bidang industri, dengan pangsa pasar mencapai hampir 25% dari pasaran enzim di dunia (de Carvalho et al., 2008). Penggunaan enzim amilase dalam industri sangat luas mulai dari industri pembuatan roti, sirup, pemanis, campuran oligosakarida, dekstrin, industri textil, pembuatan ethanol, pengujian limbah cair yang mengandung amilum, industri detergen, industri obat dan suplemen enzim (Palmer, 1985). Karena enzim ini sangat bernilai komersil maka

perlu ditemukan banyak sumber-sumber penghasil enzim amilase dengan karakteristik yang sesuai dengan yang dibutuhkan.

2.4. Bakteri Termofil

Suhu merupakan salah satu faktor penting di lingkungan yang mengontrol aktivitas dan evolusidariorganisma hidup (Brock, 1978). Tidak semua tingkatan suhu cocok bagi pertumbuhan dan reproduksi dari organisma. Dengan demikian tinggi rendahnya suhu lingkungan sangat penting bagi organisma. Secara Umum ada 4 kelompok pembagian mikroorganisma berdasarkan suhu lingkungan tempatnya hidup yaitu mikroorganisma psikrofil, mesofil, termofil dan hipertermofil, sebagaimana yang di gambarkan oleh Thiel (Gambar 4.)

Thermal vents > 100oC 100oC

90oC Hipertermofil 80oC-100oC 80oC

Mata air panas 60oC–80 oC 70oC Termofil 45oC-80oC Pasteurisasi 65oC 60oC 50oC 40oC

Tubuh manusia Mesofil 20oC-50oC 37oC 30oC 20oC 10oC Refrigerator 4oC Psikrofil -10oC-25 oC 0oC -10o C Freezer -20oC

Gambar 4. Rentang suhu lingkungan yang menggambarkan keberadaan tempat hidup mikroorganisma (Thiel, 1999)

Ada empat peristiwa yang menjadi penyebab lingkungan bersuhu

tinggi yaitu sinar matahari, pembakaran, letusan gunung api, peluruhan

radioaktif dan aktifitas geotermal di perut bumi (Brock, 1978). Dengan

ditemukannya mikroorganisma yang memiliki kemampuan untuk hidup pada

suhu yang relatif tinggi (60oC atau lebih) konsep tentang daya tahan dan kestabilan protoplasma sel untuk bertahan pada batas limit suhu 42oC – 45oC perlu dipikirkan kembali. Istilah termofil pertama kali dipergunakan oleh Miquel

pada tahun 1879, untuk menggambarkan organisma yang dapat berkembang

pada lingkungan dengan suhu tinggi pada saat mana bagi organisma lain sudah tidak dapat hidup (Morrison & Tanner, 1921).

Menurut klasifikasi fisiologis yang dibuat Gilter dijelaskan

organisma termofil memiliki suhu minimum untuk hidupnya sebesar 45oC, optimum 55oC dan maksimum 70oC. Muir dan Rikhie mendefinisikan bakteri termofil merupakan organisma yang tumbuh sangat baik pada suhu 60oC– 70oC, sedangkan Hiss dan Zinsser menyatakan bakteri termofilik merupakan bakteri yang didapatkan dari sumber air panas ataupun lapisan bagian paling atas dari permukaan tanah (Morrison & Tanner, 1921). Bakteri termofil juga merupakan kelompok mikroorganisma yang dapat ditemukan di lingkungan yang sangat bervariasi kondisinya serta tetap eksis pada suhu tinggi dengan sifat obligat, fakultatif maupun termotoleran (Singleton & Amelunxen, 1973). Spesies termofil paling banyak ditemukan pada kelompok bakteri dan dapat tetap hidup pada keadaan aerob, anaerob fakultatif dan anaerob.

Kelompok bakteri termofil tergolong dalam kelompok Archaebacteria yang secara umum struktur selnya memiliki beberapa kelebihan dibanding kelompok bakteri lainnya. Kelompok ini umumnya memiliki daya adaptasi yang sangat tinggi terhadap kondisi lingkungan yang bersifat ekstrim seperti temperatur, kadar garam, pH, tekanan dan oksigen dimana mikroorganisma lain tidak dapat mempertahankan aktifitas hidupnya (de Rosa et al., 1986).

Kemampuan hidup dari mikroorganisma termofil ini berhubungan dengan struktur selnya yang memiliki kelebihan dalam beberapa hal, yaitu :

a. Struktur membran sel

Membran sel setiap mahluk hidup tersusun atas senyawa lipid dan protein yang disebut lipoprotein. Pada umumnya bagian lipid dari membran sel mahluk hidup dihubungkan oleh ikatan ester, sedangkan pada organisma termofil senyawa lipid membran selnya mengandung ikatan eter yang terbentuk lewat proses kondensasi dari gliserol atau senyawa poliol kompleks lainnya dengan alkohol isoprenoid yang mengandung 20, 25 atau 40 atom karbon (de Rossa et al., 1986). Lebih jauh lagi senyawa eter gliserol pada Archaebacteria ini mengandung 2,3

О-sn-gliserol yang menyebabkan struktur lipoprotein dari membran sel termofil

tersebut lebih stabil. b. Struktur Protein

Chaperonin merupakan suatu jenis protein yang merupakan jenis protein

yang tidak umum dijumpai pada protein-protein fungsional lainnya di dalam sel. Protein ini berperan dalam mempertahankan kembali struktur tiga dimensi dari protein fungsional sel dari denaturasi suhu lingkungan yang bersifat ekstrim.

Protein ini memiliki struktur yang tetap stabil, tahan terhadap denaturasi dan proteolisis (Kumar & Nussinov, 2001). Protein ini dapat membantu organisma termofil mengembalikan fungsi aktifitas enzimnya bila terdenaturasi oleh suhu yang tinggi (Everli & Alberto, 2000). Chaperonin tersusun oleh molekul yang disebut chaperone, yang membentuk struktur chaperonin seperti tumpukan kue donot pada sebuah drum. Tiap cincin donat ini terdiri atas 7, 8 atau 9 subunit chaperone tergantung jenis organismanya. Dalam aktivitasnya mempertahankan struktur protein fungsional agar tetap stabil, chaperonin membutuhkan molekul ATP.

c. Struktur DNA Gyrase

DNA gyrase merupakan salah satu anggota kelompok enzim topoisomerase yang berperan dalam mengontrol topologi DNA suatu sel dan memegang peran penting dalam proses replikasi dan transkripsi DNA. Semua jenis topoisomerase dapat merelaksasikan DNA tetapi hanya DNA gyrase yang dapat mempertahankan struktur DNA tetap berbentuk supercoil ( Maxwell, 1999). DNA gyrase disusun oleh 90-150 pasangan basa-N DNA. DNA gyrase ini juga selalu dijumpai pada organisma yang hidup di lingkungan di atas 70oC dan juga dapat dijumpai pada organisma yang hidup pada suhu sekitar 60oC. DNA ini merupakan salah satu kelengkapan sel dari organisma termofil (D’ Amaro et al., 2007).

Dokumen terkait