BAB VI PETA RISIKO ZOONOSIS
11. Epidemi dan Wabah Penyakit
12. Gagal Teknologi 13. Konflik Sosial
Zoonosis adalah penyakit menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya (UU 41 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan). Secara teknis jenis-jenis anaman penyakit yang bersifat zoonosis yang menjadi prioritas dan bernilai strategis serta dapat menimbulkan wabah telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan.
KEPMENTAN NO 4971/Kpts/OT.140/12/2013 Tentang Penetapan Zoonosis Prioritas KEPMENTAN No. 4026/Kpts/OT.140/04/2013
Tentang Penyakit Hewan Menular Strategis
PERMENKES No. 1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan
1. Flu Burung/ Avian Influenza 2. Rabies 3. Antraks 4. Japanese Encephalitis 5. Salmonellosis 6. Leptospirosis 7. Bovine Tubercullosis 8. Pes 9. Toksoplasmosis 10. Brusellosis 11. Paratubercullosis 12. Echinococcosis 13. Taeniasis 14. Scabies 15. Trichinellosis 1. Avian Influenza 2. Rabies 3. Anthrax 4. Salmonellosis 5. Leptospirosis 6. Bovine TB 7. Toxoplasmosis 8. Brucellosis (B. abortus) 9. Para TB 10. Swine Influenza 11. Nipah 12. Brucellosis (B. suis) 13. Campylobacteriosis 14. Cysticercosis 15. Q Fever 16. Bovine Spongiform Encephalopaty* (ancaman dari luar/EID) 17. Rift Valley Fever*
(ancaman dari luar/EID)
1. Kolera
2. Pes
3. Demam Berdarah Dengue 4. Campak 5. Polio 6. Difteri 7. Pertusis 8. Rabies 9. Malaria 10. Avian Influenza H5N1 11. Antraks 12. Leptospirosis 13. Hepatitis
14. Influenza A baru (H1N1)/Pandemi 2009 15. Meningitis
16. Yellow Fever 17. Chikungunya
Rencana strategis Pengendalian Zoonosis Nasional Terpadu 2012-2017 mencantumkan 6 (enam) zoonosis yang perlu dikendalikan secara
terkoordinasi multi sektor berdasarkan dampak yang dapat ditimbulkan yaitu :
1. Flu Burung/ Avian Influenza 2. Rabies
halaman 2 - VI 3. Antraks
4. Leptospirosis 5. Pes
6. Brucellosis
7. Emerging infectious diseases (70% bersifat zoonosis
Gambar skema dampak zoonosis
Kepala BNPB telah mengatur melalui Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, yang bertujuan untuk :
1. Memberikan panduan yang memadai bagi setiap daerah dalam mengkaji risiko setiap bencana yang ada di daerahnya;
2. Mengoptimalkan penyelenggaraan penanggulangan bencana di suatu daerah dengan berfokus kepada perlakuan beberapa parameter risiko dengan dasar yang jelas dan terukur;
3. Menyelaraskan arah kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam kesatuan tujuan.
Fungsi Pengkajian Risiko Bencana :
1.
Pada tatanan pemerintah, hasil daripengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk
menyusun kebijakan
penanggulangan bencana.
Kebijakan ini nantinya merupakan dasar bagi
penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana yang merupakan mekanisme untuk mengarusutama- kan penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan; 2. Pada tatanan mitra pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi
pendampingan maupun
intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi risiko bencana. Pendampingan dan intervensi para mitra harus dilaksanakan dengan berkoordinasi dan tersinkronasi terlebih dahulu dengan program
pemerintah dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana;
3. Pada tatanan masyarakat umum, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal dan sebagainya.
Meskipun jumlah kejadian zoonosis relatif sedikit namun kejadian berlangsung secara sporadis dan memiliki angka fatalitas yang tinggi (lebih dari 30-100%) serta dengan sifat menular maka suatu waktu dapat
halaman 3 - VI menjadi permasalahan kesehatan
masyarakat yaitu Kejadian Luar Biasa / epidemi atau bahkan Wabah yang berdampak luas. Untuk itulah diperlukan sebuah kajian/analisis risiko dengan menggunakan indikator yang
sudah ada pada aspek kesehatan dan
kesehatan hewan, untuk
mengoptimalkan pengendalian zoonosis dan menyelaraskan arah kebijakan.
Maksud dari pengembangan aplikasi peta risiko adalah
1. Mendapatkan informasi mengenai potensi KLB/Wabah Zoonosis di Indonesia; 2. Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan nasional dalam pengendalian
zoonosis.
Tujuan dari pengembangan aplikasi peta risiko adalah
1. Memfasilitasi Pemerintah daerah dalam melakukan analisis risiko 2. Memetakan provinsi terhadap potensi KLB/Wabah zoonosis
3. Mendukung pengembangan program guna mitigasi risiko KLB/Wabah zoonosis 4. Memberi masukan / rekomendasi bagi pengambil kebijakan di daerah dalam
pengendalian zonosis
Gambar skema peta risiko dan jejaring koordinasi pengendalian zoonosis
Analisis Risiko
Kemenko PMK menginisiasi penyusunan sebuah peta risiko zoonosis dengan menggunakan konsep umum analisis risiko bencana, yaitu :
halaman 4 - VI Konsep umum tersebut diturunkan menjadi indikator-indikator, sebagai berikut :
ANCAMAN KERENTANAN KAPASITAS
Wabah penyakit / epidemi zoonosis
Eksposure x Sensitivity SDM, Metode, pedoman,
prasarana, sarana, logistik • Hazard severity
• Insidensi • CFR (manusia)
• Kecepatan Penularan (Hewan ke Manusia / sebaliknya) • Daya tahan patogen
• Dampak (ekonomi, korban jiwa, lingkungan)
• Kepadatan populasi (hewan dan manusia) • Cakupan vaksinasi • Kelompok rentan • Rasio kemiskinan • Kelembagaan • Unit pelayanan
• Ketersediaan Obat dan Vaksin • Rantai dingin vaksin
• Sumber daya manusia • Kebijakan
• Program • Koordinasi • PDRB
Proses pengembangan peta risiko zoonosis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
Gambar skema peta risiko zoonosis
Indikator yang digunakan dipilih dari beberapa indikator pada aspek kesehatan dan kesehatan hewan. Sumber data yang digunakan dalam pengisian indikator berasal dari :
1. Data perkembangan Zoonosis (SKPD); 2. iSIKHNAS;
3. Profil Kesehatan;
4. Data BPS (Demografi, Pendapatan per kapita, Geografi); 5. Data BBVet. pemilihan Indikator Pembobotan (expert opinion) Penghitungan Sistem IT Workshop dan gap analysis
halaman 5 - VI Saat ini aplikasi peta risiko zoonosis
diperuntukan pada tingkat provinsi oleh karena sifat ancaman yang dinamis, namun dimungkinkan apabila dikembangkan pada tingkat Kabupaten dan Kota.
Pengembangan Teknologi Informasi
Teknologi informasi yang
dikembangkan berbasis web. Aplikasi dibangun dengan spesifikasi sebagai berikut :
1. Tingkatan pengguna (pusat dan daerah), pusat bertindak sebagai super admin, sedangkan daerah terdiri dari dua level yaitu super user dan user (maksimum 3 orang); 2. Super user dan user diharuskan
melakukan registrasi sebelum dapat mulai mengisi aplikasi, sedangkan super user dan super admin melakukan verifikasi
terhadap user yang melakukan regisitrasi;
3. Indikator ditentukan oleh stake holder di kementerian / lembaga dan panel ahli (pakar);
4. Aplikasi dirancang dapat memfasilitasi adanya perubahan indikator yang dilakukan oleh super admin (pusat);
5. Penggunaan aplikasi dapat secara online melalui internet explorer, google chrome, mozilla firefox atau opera;
6. Selain secara online user dapat melakukan pengisian aplikasi secara offline untuk kemudian mengirimkan data secara manual kemudian dilakukan impor data oleh super admin (pusat).
Gambar tampilan desktop aplikasi peta risiko
halaman 6 - VI
Gambar proses registrasi, verifikasi, input data dan keluaran aplikasi (peta dan hasil perhitungan masing-masing indeks risiko) Gambar skema pengorganisasian operasionalisasi aplikasi peta risiko
halaman 7 - VI
No PROVINSI HADIR TIDAK MASUKAN GAP
SISTEM INDIKATOR 1 Aceh √ • Pengembangan untuk diterapkan sampai dengan Kabupaten / Kota • Kesesuaian indikator yg ada di sistem
• Input dalam sistem
belum stabil
Ancaman
• Pemasukan hewan • Data input kasus AI
(SKPD+BBVet)
• Data input kasus rabies (GHPR/Lyssa) Kerentanan • Sosial budaya berpengaruh • Sinkronisasi bahasa (coverage / kekebalan) • Satus daerah tetangga
Kapasitas
• Kapasitas lab & sarana
2 Sumatera Utara √ 3 Sumatera Barat √ 4 Sumatera Selatan √ 5 Riau √ 6 Kepulauan Riau √ 7 Jambi √ 8 Bengkulu √ 9 Bangka Belitung √ 10 Lampung √
Tabel gap analysis hasil uji coba pengoperasian aplikasi peta risiko zoonosis se sumatera
PANEL AHLI KATEGORI MASUKAN
1. Dr. drh. Agus
Wiyono
2. Dr. drh. Heru
Setijanto
Ancaman • Menambahkan keterangan dalam indikator
ancaman AI (village based)
Kerentanan • Indikator lalu lintas hewan dan produk hewan
• Ada tidaknya faktor budaya yang mempengaruhi
Kapasitas • Memasukkan indikator kapasitas pemberdayaan
masyarakat
• Memasukkan indikator kemampuan identifikasi
laboratorium
• Program koordinasi zoonosis (komda)
Tabel masukan pembahas (Panel Ahli Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis) pada uji coba pengoperasian aplikasi peta risiko zoonosis se Sumatera
Gambar skema rencana tindak lanjut operasional-isasi aplikasi