• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.8. Epidemiologi

2.8.1. Distribusi Frekuensi

Penelitian Parmar, dkk (2010) di Entebbe, Uganda menunjukkan proporsi kelainan kongenital lebih tinggi pada anak laki-laki (8%; 99 dari 1.224) daripada anak perempuan (7%; 81 dari 1.141), akan tetapi tidak ada perbedaan secara signifikan (p

= 0,4).6 Di Urmia, Iran (2008), kejadian kelainan kongenital lebih tinggi pada perempuan (1,99%; 139 dari 6.979) dibandingkan laki-laki bayi baru lahir (1,68%; 120 dari 7.137), namun perbedaan itu tidak signifikan secara statistik (p = 0,65).34 Di Sir T Hospital, Gujarat (Januari 2006 – Juni 2007) menunjukkan kejadian kongenital secara signifikan lebih tinggi (6,1%) pada ibu yang berusia >30 tahun dibandingkan dengan kelompok usia muda.35

Penelitian Prabawa (1998) di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa sebanyak 101 kasus (65%) berjenis kelamin laki-laki dan 54 kasus (35%) berjenis kelamin perempuan. Jika dibandingkan dengan jumlah persalinan, tampak kejadian terbanyak pada ibu dalam kelompok umur >35 tahun yaitu sebanyak 64 kasus dari 2.871 persalinan (2,23%).36 Di RSIA Sri Ratu Medan (2009), dari 20 bayi dengan kelainan kongenital, persentase laki-laki (60%) lebih besar daripada perempuan (40%).17

Lebih dari 90% dari semua bayi dengan kelainan kongenital serius dilahirkan di negara-negara berkembang.6 Dari survei perinatal, hampir semua negara maju memiliki angka kematian perinatal sebesar lebih dari 1% dan sekitar 25% dari jumlah ini meninggal sebagai akibat langsung dari suatu malformasi berat.37

2.8.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Kelainan Kongenital2,9

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

a. Kelainan Genetik dan Kromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutnya.

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolisme), kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

b. Mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (club foot).

c. Infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus ialah :9,11

c.1. Infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.

c.2. Infeksi virus sitomegalovirus (bulan ketiga atau keempat), kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, retardasi mental, mikrosefalus, atau mikroftalmia pada 5-10%.

c.3. Infeksi virus toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah hidrosefalus, retardasi mental, korioretinitis, mikrosefalus, atau mikroftalmia. Ibu yang menderita infeksi toksoplasmosis berisiko 12% pada usia kehamilan 6-17 minggu dan 60% pada usia kehamilan 17-18 minggu.

c.4. Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi.

c.5. Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.

d. Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.

e. Faktor Ibu e.1. Umur

Usia ibu yang makin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Contohnya yaitu bayi sindrom down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Beberapa faktor ibu yang dapat menyebabkan deformasi adalah primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, dan kehamilan kembar.

e.2. Ras/Etnis

Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan etnis, misalnya celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam.38 Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak cacat.39

e.3. Agama

Agama berkaitan secara tidak langsung dengan kejadian kelainan kongenital. Beberapa agama menerapkan pola hidup vegetarian seperti agama Hindu, Buddha, dan Kristen Advent. Pada saat hamil, ibu harus memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan janinnya.40 Ibu yang vegetarian selama kehamilan

memiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki dengan hipospadia atau kelainan pada penis.41 Penelitian yang dilakukan di Irlandia menemukan bahwa wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam daging, telur, dan susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk memiliki anak dengan cacat tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil atau yang sedang hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat.42 e.4. Pendidikan

Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan kongenital. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi dan kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal menyebabkan angka kematian perinatal meningkat. Pendidikan ibu yang rendah menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu hamil.43

e.5. Pekerjaan

Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat kesejahteraannya dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan. Pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat dilihat kemampuan mereka terutama dalam menemukan makanan bergizi. Khususnya pada ibu hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh terhadap perkembangan kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak kurang baik pada ibu maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi

anemia, keguguran, perdarahan saat dan sesudah hamil, infeksi, persalinan macet, sedang pada bayi dapat menyebabkan terjadi berat badan lahir rendah bahkan kelainan bawaan lahir.44

f. Faktor Mediko Obstetrik

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor mediko obstetrik adalah umur kehamilan, riwayat komplikasi, dan riwayat kehamilan terdahulu, dimana hal ini akan memberi gambaran atau prognosa pada kehamilan pada kehamilan berikutnya.

f.1. Umur Kehamilan

Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:

f.1.1. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-2.500 gram.

f.1.2. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.

f.1.3. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus cukup bulan.

Penelitian Prabawa (1998) menunjukkan bahwa sekitar 26,5% bayi kelainan kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).36

f.2. Riwayat Kehamilan Terdahulu

Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan prematur, perdarahan, abortus, lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan lain-lain.45 Dengan memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan ibu pada masa

lalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan janin dapat diatasi dengan pengawasan obstetrik yang baik.

f.3. Riwayat Komplikasi

Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu penderita diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering daripada bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari ibu dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube defect) dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6% untuk timbulnya celah bibir dan PJB dari ibu penderita epilepsi.2,9,11,46

g. Faktor Hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

h. Faktor Radiasi

Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.

i. Faktor Gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian & kelainan kongenital.

j. Faktor-faktor Lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak diketahui.

Dokumen terkait