• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Epidemiologi PJR

Angka kesakitan Penyakit Jantung dan pembuluh Darah (PJPD) di Amerika Serikat pada tahun 1996, dilaporkan hampir mencapai 60 juta penderita, di mana 1,8 juta di antaranya menderita PJR.20 Statistik rumah sakit di negara berkembang pada tahun 1992 menunjukkan sekitar 10-35% dari penderita penyakit jantung yang masuk ke rumah sakit adalah penderita DR dan PJR.5

Insidens PJR tertinggi dilaporkan terjadi pada suku Samoan di Kepulauan Hawaii sebesar 206 penderita per 100.000 penduduk pada periode tahun 1980-1984.7 Prevalens PJR di Ethiopia (Addis Ababa) tahun 1999 adalah 6,4 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5-15 tahun.19 Dari klasifikasi PJR, yakni stenosis mitral, ditemukan perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan 7:1.10

2.5.2. Faktor Risiko

Faktor risiko yang berpengaruh pada timbulnya PJR dibagi menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, antara lain :

a. Demam Rematik (DR) a.1. Definisi DR

Menurut WHO, definisi DR adalah sindrom klinis sebagai salah satu akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A, yang ditandai oleh satu atau lebih manifestasi mayor (karditis, poliartritis, chorea, nodul subkutan, dan eritema marginatum) dan mempunyai ciri khas untuk kambuh kembali.14

Menurut Stollerman, DR adalah penyakit radang yang terjadi akibat sekuele akhir infeksi faring dengan Streptococcus beta hemolitycus grup A. Penyakit ini terutama mengenai jantung, sendi, sistem saraf pusat, kulit, dan jaringan subkutan.19

a.2. Etiologi DR

Infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya DR, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang. Untuk menyebabkan serangan DR, Streptococcus beta hemolitycus grup A harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superfisial.16 Strain tertentu dari Streptococcus beta hemolitycus grup A terdiri dari antigen membran sel yang mengadakan reaksi silang dengan antigen jaringan jantung manusia. Serum dari penderita demam rematik mengandung antibodi terhadap antigen ini.21

a.3. Patogenesis

Beberapa penelitian berpendapat bahwa DR yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitisasi dari antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A sesudah 1-4 minggu infeksi Streptococcus beta hemolitycus grup A di faring.17Streptococcus

adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berdiameter 0,5-1 mikron dan mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. 21,22

Streptococcus beta hemolitycus grup A ini terdiri dari dua jenis, yaitu

hemolitik dan non hemolitik. Yang menginfeksi manusia pada umumnya jenis

hemolitik.22

Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer antistreptolisin O

(ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang merupakan dua jenis tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A.18

DR merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh yang berlebihan (hipersensitivas) terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh

Streptococcus beta hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup Adengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.17

Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan antigen tubuh sendiri dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimun. Reaksi autoimun adalah reaksi sistem imun terhadap antigen sel jaringan sendiri.

Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang antibodi yang dibentuk disebut autoantibodi.

Reaksi autoantibodi dan autoantigen yang menimbulkan kerusakan jaringan dan gejala-gejala klinis disebut penyakit autoimun, sedangkan bila tidak disertai gejala klinis disebut fenomena autoimun.23 Oleh karena itu pada umumnya para ahli sependapat bahwa DR termasuk dalam panyakit autoimun.17

a.4. Manifestasi Klinis DR

Demam Rematik (DR) akut terdiri dari sejumlah manifestasi klinis, di antaranya artritis, karditis, chorea, nodulus subkutan, dan eritema marginatum. Berbagai manifestasi ini cenderung terjadi bersama-sama dan dapat dipandang sebagai sindrom, yaitu manifestasi ini terjadi pada pasien yang sama, pada saat yang sama atau dalam urutan yang berdekatan.

Manifestasi klinis ini dapat dibagi menjadi manifestasi klinis mayor dan manifestasi klinis minor, yaitu :

a.4.1. Manifestasi Klinis Mayor

Manifestasi klinis mayor terdiri dari artritis, karditis, chorea, eritema marginatum, dan nodul subkutan. Artritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada DR akut. Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang.18

Biasanya mengenai sendi-sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi.17

Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam

beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala sendi biasanya hilang dalam waktu 5 minggu, tanpa gejala sisa apapun.17

Karditis merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan perikardium. Dapat salah satu saja, seperti endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada daun katup menyebabkan terdengarnya bising yang berubah-ubah. Ini menandakan bahwa kelainan yang ditimbulkan pada katup belum menetap. Miokarditis ditandai oleh adanya pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung. Sedangkan perikarditis adalah nyeri pada perikardial. Bila mengenai ketiga lapisan sekaligus disebut pankarditis.

Karditis ditemukan pada sekitar 50% pasien DR akut. Gejala dini karditis adalah rasa lelah, pucat, tidak bergairah, dan anak tampak sakit meskipun belum ada gejala-gejala spesifik. Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada DR akut, dan dapat menyebabkan kematian selama stadium akut penyakit. Diagnosis klinis karditis yang pasti dapat dilakukan jika satu atau lebih tanda berikut ini dapat ditemukan, seperti adanya perubahan sifat bising jantung organik, ukuran jantung yang bertambah besar, terdapat tanda perikarditis, dan adanya tanda gagal jantung kongestif.16,17,19,24

Chorea merupakan gangguan sistem saraf pusat yang ditandai oleh gerakan tiba-tiba, tanpa tujuan, dan tidak teratur, seringkali disertai kelemahan otot dan emosi yang tidak stabil. Gerakan tanpa disadari akan ditemukan pada wajah dan anggota-anggota gerak tubuh. Gerakan ini akan menghilang pada saat tidur.

Chorea biasanya muncul setelah periode laten yang panjang, yaitu 2-6 bulan setelah infeksi streptococcus dan pada waktu seluruh manifestasi demam rematik lainnya mereda. Chorea ini merupakan satu-satunya manifestasi klinis yang memilih jenis kelamin, yakni dua kali lebih sering pada anak perempuan dibandingkan pada laki-laki.16,18,19

Eritema marginatum merupakan manifestasi DR pada kulit, berupa bercak-bercak merah muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang, tidak nyeri, dan tidak gatal. Tempatnya dapat berpindah-pindah, di kulit dada dan bagian dalam lengan atas atau paha, tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka. Eritema marginatum ini ditemukan kira-kira 5% dari penderita DR dan merupakan manifestasi mayor yang sukar didagnosis.17,18,25

Nodul subkutan merupakan manifestasi mayor DR yang terletak di bawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara 3-10 mm. Kulit di atasnya dapat bergerak bebas. Biasanya terdapat di bagian ekstensor persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki. Nodul ini timbul selama 6-10 minggu setelah serangan DR akut.10,17,19

a.4.2. Manifestasi Klinis Minor

Manifestasi klinis minor merupakan manifestasi yang kurang spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat diagnosis demam rematik. Manifestasi klinis minor ini meliputi demam, artralgia, nyeri perut, dan epistaksis.25

Demam hampir selalu ada pada poliartritis rematik. Suhunya jarang melebihi 39°C dan biasanya kembali normal dalam waktu 2 atau 3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada sendi, seperti nyeri, merah, hangat, yang terjadi selama beberapa hari/minggu. Rasa sakit akan bertambah bila penderita melakukan latihan fisik. Gejala lain adalah nyeri perut dan epistaksis, nyeri perut kadang-kadang menyerupai appendisitis akut. Sedangkan epistaksis ini membuat penderita kelihatan pucat dan epistaksis berulang merupakan tanda subklinis dari DR.16,17,26

a.5. Prognosis

Morbiditas DR akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat. Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kambuhnya DR akut hingga mencegah jantung semakin memburuk. Dengan kata lain, profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik, bahkan pada penderita penyakit jantung yang berat.16

Oleh karena itu, prognosis demam rematik ditentukan oleh (1) beratnya penyakit akut; (2) persebaran ke jantung; (3) usia pasien DR akut, pada anak berusia < 5 tahun memiliki resiko tertinggi terhadap timbulnya karditis; (4) rekurensi, semakin besar jumlah rekurensi semakin tinggi insidens PJR kronis yang terjadi.10

Hal ini merupakan alasan pemberian terapi profilaktik penisilin jangka panjang untuk mencegah infeksi streptococcus dan juga kekambuhan demam rematik.10

a.6. Diagnosis

DR akut ditandai oleh berbagai manifestasi klinis dan uji laboratorium. Oleh karena itu diagnosis DR didasarkan pada gabungan gejala dan tanda klinis serta kelainan laboratorium. Diagnosis DR tersebut ditetapkan pada tahun 1944 oleh Dr. T. Duchett Jones, yang disebut dengan Kriteria Jones. Beliau menyusun kriteria sistematik untuk menegakkan diagnosis DR.17

Setelah itu, kriteria ini dimodifikasi pada tahun 1955, selanjutnya direvisi tahun 1965, kemudian diedit tahun 1984, dan terakhir tahun 1992 oleh “Special Writing Group of the Committee on Rheumatic Fever, Endocarditis and Kawasaki Disease of the Council on Cardiovascular Disease in the Young of the American Heart Association” melakukan updateKriteria Jones yang telah dimodifikasi, direvisi dan diedit selama beberapa tahun dan disebut sebagai Kriteria Jones Update dan digunakan untukmenegakkan diagnosis DR sampai saat ini.5

Tabel 2.1. Kriteria Jones (Update 1992)

Manifestasi Mayor Manifestasi Minor

Karditis Poliartritis Chorea Eritema Marginatum Nodul Subkutan Klinis : Demam Artralgia

Riwayat pernah menderita DR Laboratorium :

Reaksi fase akut :

- Laju Endapan Darah (LED)

meninggi

- C-reactive protein positif - Interval PR memanjang

Ditambah bukti-bukti adanya suatu infeksi Streptococcus beta hemolitycus

grup A sebelumnya yaitu hapusan tenggorok yang positif atau kenaikan titer tes serologi ASTO dan anti DNA-ase B. Bila terdapat adanya infeksi streptococcus beta hemolitycus grup A sebelumnya maka diagnosis DR didasarkan atas adanya : (1) Dua gejala mayor; dan (2) Satu gejala mayor dengan dua gejala minor.18

a.7. Pemeriksaan Laboratorium

Terdapat tiga golongan uji laboratorium yang berguna untuk diagnosis DR apabila digunakan dengan manifestasi klinis. Golongan pertama meliputi uji radang jaringan akut, yakni reaktan fase akut. Golongan kedua adalah uji bakteriologis dan serologis yang membuktikan infeksi streptococcus beta hemolitycus

grup A sebelumnya. Golongan ketiga adalah pemeriksaan radiologis, elektrokardiologis, dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.16

Pada golongan pertama (reaktan fase akut), uji yang biasa digunakan adalah leukosit perifer, Laju Endapan Darah (LED), dan Protein C-reaktif (PCR). Uji leukosit perifer merupakan uji yang berubah-ubah dan tidak bisa diandalkan, karena sebagian besar penderita DR akut mempunyai jumlah leukosit yang normal. Uji LED berguna dalam memantau perjalanan penyakit. Namun pada gagal ginjal LED dapat menurun sampai normal. Sedangkan uji PCR merupakan protein yang muncul dalam serum selama proses radang tertentu. PCR tidak dipengaruhi oleh gagal jantung, sehingga merupakan tanda yang lebih tepat untuk adanya jaringan radang dan tingkat aktivitas rematik.16

Pada golongan kedua, yaitu uji untuk diagnosis infeksi streptococcus. Uji yang sering digunakan adalah uji antistreptolisin O (ASTO) dan uji antideoksiribonuklease B (anti-DNAse B).16

Pada uji ASTO dan anti-DNAse B dapat ditunjukkan adanya infeksi

streptococcus beta hemolitycus grup A, bila terjadi peningkatan titer ASTO dan anti-DNAse B. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Sedangkan titer pada anti-DNAse B 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-anak.18

Pada golongan ketiga terdapat pemeriksaan radiologis, elektrokardiologis, dan ekokardiogafi. Pada pemeriksaan foto dada polos tidak menunjukkan adanya suatu kelainan, akan tetapi dapat dijumpai pembesaran jantung, yang menunjukkan kemungkinan adanya efusi perikardial.25

Pada pemeriksaan elektrokardiografi berguna dalam diagnosis dan tata laksana karditis rematik akut. Pemanjangan interval P-R pada DR akut terjadi pada 28-40% penderita, sehingga berguna untuk diagnosis DR.

Sedangkan pada pemeriksaan ekokardiografi dapat membantu penilaian jenis dan derajat kelainan jantung. Pada penderita DR akut, ekokardiografi dapat memberikan informasi tentang karditis.16

Faktor DR tersebut juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya faktor genetik, umur, dan jenis kelamin.

Faktor genetik memiliki hubungan dengan kejadian DR yaitu dengan terdapatnya beberapa orang dalam satu keluarga yang menderita penyakit ini, serta fakta bahwa DR lebih sering mengenai saudara kembar monozigotik daripada kembar dizigotik.14 Selain itu, PJR termasuk ke dalam penyakit yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas dari produk-produk yang dihasilkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup A.22 Konsep genetika ini diperkuat oleh penemuan yang mempergunakan teknologi yang canggih, yaitu bahwa pada penderita DR ditemukan antigen HLA (Human Leucocyte Antygen) tertentu.14

Umur merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya DR. Penyakit ini paling sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Distribusi ini sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah.14Prevalensi penyakit jantung rematik di Indonesia sebesar 0,3-0,8 per 100.000 penduduk usia 5-15 tahun.27

DR lebih sering didapatkan pada anak perempuan daripada laki-laki. Begitu juga dengan kelainan katup sebagai gejala sisa PJR juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering didapatkan pada perempuan, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.14

Faktor ekstrinsik, antara lain :

a. Keadaan Sosial Ekonomi yang Buruk

Tingkat sosial ekonomi merupakan faktor penting dalam terjadinya DR. Golongan masyarakat dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah dengan segala manifestasinya, seperti ketidaktahuan, perumahan dan lingkungan yang buruk, tempat tinggal yang berdesakan, dan pelayanan kesehatan yang kurang baik, merupakan golongan yang paling rawan. Pengalaman di negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa angka kejadian DR akan menurun seiring dengan perbaikan tingkat sosial ekonomi masyarakat negara tersebut.21 Menurut penelitian Mbeza, masyarakat yang hidup dengan tingkat sosial ekonomi rendah memiliki resiko 2,68 kali menderita DR (RR=2.68).28

b. Iklim dan Geografi

Penyakit DR ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi. Di daerah yang letaknya tinggi mempunyai insidens DR lebih tinggi daripada di dataran rendah. Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens DR juga meningkat.18 Pada musim hujan kemungkinan terjadinya PJR 3,24 kali (RR=3,24).28

Dokumen terkait