• Tidak ada hasil yang ditemukan

EPILEPSI PADA PEREMPUAN

Dalam dokumen Guideline Epilepsi 2006 (Halaman 28-34)

Epilepsi pada perempuan mendapat perhatian di bidang kesehatan pada umumnya dan reproduksi pada khususnya. Frekwensi dan keparahan kejang dapat mengalami perubahan pada  beberapa keadaan antara lain pada masa pubertas, siklus menstruasi , kehamilan dan menopause.

Hormonal dilaporkan berperanan penting dalam hal ini.

Diketahui estrogen akan meningkatkan risiko kejang, sedangkan progesterone sebaliknya  berefek menghambat kejang.27 

Berdasarkan perubahan fisiologis yang terjadi pada perempuan, dikenal beberapa bentuk  kejadian epilepsi yaitu :

Epilepsi pada masa pubertas

Epilepsi pada masa menstruasi (epilepsi katamenial)Epilepasi pada kehamilan

Epilepsi pada persalinanEpilepsi pada masa menyusuiEpilepsi pada menopause

Epilepsi pada penggunaan kontraseptif oral dan suntikan

Epilepsi pada penggunaan HRT (hormon replacement therapy)

Epilepsi pada masa pubertas

Selama masa pubertas seorang gadis, produksi hormon estrogen dan progesteron jauh lebih banyak daripada ketika dia masih kanak-kanak. Pada kelompok anak tertentu, serangan epilepsi mulai atau berhenti di sekitar pubertas. Hubungan yang ada antara epilepsi dan pubertas kemungkinan oleh karena adanya perubahan hormonal yang berpengaruh terhadap sel-sel otak. Estrogen dapat meningkatkan terjadinya serangan epilepsi.28

Epilepsi fotosensitif dan  jevenile myoclonic epilepsy (JME) mempunyai ciri yang khas yaitu muncul di sekitar masa pubertas.

Sementara itu, serangan pada epilepsi absence dan benign rolandic epilepsi justru mereda di sekitar masa pubertas.

 Namun demikian sebagian besar epilepsi tidak mengalami perubahan dalam hal frekuensi serangannya.

Sebagian besar penderita epilepsi parsial mengalami peningkatan frekuensi serangan di sekitar waktu menarke 29.

Pada remaja putri yang memperoleh asam valproat harus diwaspadai kemungkinan terjadinya  polycystic ovary syndrome yang dicirikan oleh hirsutisme (karena peningkatan hormon androgen), anovulasi kronis dan gangguan menstruasi yang meliputi amenorea, oligomenorea, perdarahan uterus disfungsional, infertilitas (semuanya disebabkan oleh  peningkatan kadar estrogen, dan lainnya misalnya obesitas, hiperinsulinemia, dan resistensi

Epilepsi pada menstruasi (epilepsi katamenial) 31,32,33,34

Epilepsi katamenial adalah serangan epilepsi yang terjadi selama masa menstruasi atau  beberapa hari menjelang atau sesudah menstruasi.

Serangan pada epilepsi katamenial sering terjadi pada jenis parsial kompleks.

Pada perempuan penyandang epilepsi, peningkatan serangan terjadi pada saat menjelang dan selama terjadinya menstruasi, dan pada saat terjadinya ovulasi. Hal demikian ini dapat terjadi  pada perempuan dengan epilepsi idiopatik maupun simtomatik.

Estrogen, progesterone, dan estradiol berperanan besar dalam perubahan ambang serangan epilepsi melalui berbagai macam mekanisme.

Diagnosis epilepsi katamenial berdasarkan pada : • Definisi, juga perlu adanya

• catatan harian berupa : informasi yang lengkap tentang epilepsi yang dialami penderita yaitu tentang peningkatan frekuensi dan lamanya serangan epilepsi pada saat menjelang, selama, dan sesudah menstruasi dan pola menstruasi.

• kontrasepsi yang digunakan oleh penderita.

• pemeriksaan kadar hormon estrogen, progesteron, estradiol • konsultasi ke spesialis ginekologi.

Terapi epilepsi katamenial :

• Memberi OAE yang sesuai dengan jenis serangan epilepsi yang ada.

• Diawali dengan meningkatkan dosis obat anti-epilepsi konvensional, bila perlu sampai dengan dosis maksimal.

• Dapat pula dipertimbangkan untuk memberi tambahan asetazolamid 5-10 hari sebelum dan sesudah haid, atau diberikan clobasam.

• Apabila tidak memberi hasil baik maka perlu dipertimbangkan untuk memberi terapi hormonal. Manipulasi hormonal dapat meningkatkan kadar progesteron atau menurunkan kadar estrogen. Obat yang dapat diberikan antara lain klomifen sitrat dan medroksi- progesteron. Pemberian hormon ini harus dikonsultasi dengan spesialis ginekologi disertai

dengan perhatian khusus tentang kemungkinan adanya efek samping.

Disfungsi menstruasi dan reproduksi lebih sering terjadi pada Epilepsi lobus temporalis (ELT) dan Epilepsi Umum Primer ( EUP ). Disfungsi menstruasi meliputi : amenore, oligomenore dan interval siklus menstruasi abnormal. Kelainan endokrin reproduksi meliputi : sindroma ovarium  polikistik, hipotalamik hipogonadisme, menopause prematur dan hiperprolaktinemia.

Epilepsi pada kehamilan

Wanita dengan epilepsi mempunyai angka fertilitas yang rendah. Tingkat kesuburan ( fertilitas ) menurun 69 – 85 % dari yang diharapkan dan lebih mungkin mempunyai siklus menstruasi anovulatoir, ovarium polikistik, dan disfungsi seksual. Bila ditemukan adanya siklus

menstruasi yang tak teratur, hirsutisme, akne, dan obesitas seharusnya segera di evaluasi atas kemugkinan adanya disfungsi reproduksi.

Penanganan wanita hamil dengan epilepsi perlu mendapat perhatian khusus mengingat kemungkinan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun bayi.Memang sebagian besar wanita dengan epilepsi mengalami kehamilan dan persalinan normal, frekuensi kejang juga tak berubah dan lebih dari 90% mendapat bayi yang normal, namun masih banyak wanita epilepsi pada awal kehamilan masih dalam kombinasi beberapa obat antikonvulsan yang ternyata sangat berisiko malformasi pada infant.35

Beberapa hal yang perlu perhatian :

Wanita epilepsi usia reproduktif dianjurkan konsultasi pengobatan epilepsi 6 bulan sebelum rencana kehamilan.35

Dianjurkan pemberian antikonvulsan tunggal dengan dosis diturunkan seminimal mungkin dalam mengatasi kejang, terutama pada 3 bulan pertama kehamilan. Pemberian dosis tinggi dihindari dan sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi 3-4 kali/hari.36 

Carbamasepin, phenitoin, phenobarbital, sodium valproate, semua obat ini adalah teratogenik tapi peningkatan kelainan perkembangan pada foetus akan terjadi bila diberikan  politerapi atau terutama bila dikombinasi dengan sodium valproat.37,38

Carbamasepin berisiko teratogenik lebih rendah dibandingkan valproat, phenitoin,  phenobarbital.12,13

Anti konvulsan baru lini kedua yang dilaporkan cukup aman bagi kehamilan adalah gabapentin dan lamotrigin.(studi pada binatang percobaan).39

“Belum ada studi penggunaan Levetiracetam pada wanita hamil , tapi dilaporkan pada binatang  percobaan dapat mengakibatkan kelainan lahir. “

Komplikasi maternal yang dapat terjadi pada wanita yang menggunakan antikonvulsan adalah hiperemesis gravidarum,pre eklampsi, eklampsi, perdarahan pervaginum dan persalinan  prematur.39

Resiko komplikasi kehamilan pada pasien epilepsi meningkat 1,5 – 4 kali.

Pemberian OAE karbamasepin, fenitoin, fenobarbital, dilaporkan cukup aman pada wanita hamil  penyandang epilepsi.

Selama kehamilan kadar serum karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan valproat menurun secara berturut-turut ( 42%, 56%, 55% dan 39% ),

kadar obat bebas karbamazepin, fenobarbital, fenobarbital menurun secara berturut-turut (28%, 31%, dan 50% ), sedangkan kadar obat bebas valproat meningkat 25%.

Pada semua wanita penyandang epilepsi yang berpotensi melahirkan anak dianjurkan  pemberian suplemen asam folat 0,4-4 mg mg/hari sebelum konsepsi dan selama keh amilan untuk 

mengurangi risiko defek neural tube akibat OAE 40

Pada Ibu hamil penyandang epilepsi pada trimester akhir kehamilan terutama 2 minggu terakhir  menjelang tanggal kelahiran dianjurkan pemberian Vit K oral 10-20 mg/hari untuk menurunkan risiko terjadinya perdarahan maternal maupun neonatal.37 

Kemungkinan terjadinya cacat pada janin mendorong dikerjakannya pemeriksaan  pranatal, meliputi pemeriksaan kadar OAE, asam folat, AFP, vitamin K, dan pemeriksaan ultrasonografi untuk mengetahui ada atau tidak adanya neural-tube defects, bibir sumbing, dan

kelainan jantung bawaan. Pemeriksaan tersebut dikerjakan sejak kehamilan 6 minggu sampai 36 minggu.14

Dosis optimal asam folat belum diketahi secara pasti. Untuk perempuan yang tidak  mengalami defisiensi asam folat cukup diberi 1mg/hari. Apabila terbukti ada defisiensi asam folat maka perlu diberi asam folat dengan dosis yang lebih tinggi, dapat diberikan sampai 4 mg/hari. 13

Epilepsi pada persalinan 41,42

Persalinan harus dilakukan di klinik atau rumah sakit dengan fasilitas untuk perawatan epilepsi dan unit perawatan intensif untuk neonatus. Perempuan penyandang epilepsi dapat melahirkan normal per vaginum. Selama persalinan, OAE harus tetap diberikan, apabila perlu  penderita dapat diberi dosis tambahan dan/atau obat parenteral terutama apabila terjadi partus

lama.

Terapi akut kejang saat melahirkan sebaiknya digunakan Lorazepam intravena.

Perlu diingat bahwa OAE yang menginduksi enzim hepar merupakan inhibitor kompetitif  terhadap prothrombin precursors, hal ini menempatkan bayi dalam keadaan risiko tinggi untuk  terjadinya perdarahan termasuk perdarahan otak. Risiko tertinggi terdapat pada hari pertama  paska lahir, dan bayi mungkin memerlukan pemeriksaan koagulasi. Pemberian vit K 1 mg I.M

diberikan pada neonatus saat dilahirkan oleh ibu yang menggunakan OAE induksi-enzim.

Pemberian ulangan vit K 2 mg oral dilakukan pada akhir minggu pertama, dan akhir minggu ke-4. Tujuan pemberian vitamin K adalah untuk mengurangi risiko terjadinya perdarahan .

Epilepsi pada masa menyusui 40,41

Sebagian besar perempuan penyandang epilepsi mampu menyusui anaknya secara baik. Kadar OAE dalam air susu ibu (ASI) ditentukan oleh kadar obat di dalam plasma dan tingkat keterikatan obat oleh protein. Makin tinggi tingkat keterikatan obat pada protein maka kadar  OAE dalam ASI makin rendah.

Fenitoin dan asam valproat yang proporsi ikatan pada protein cukup tinggi sehingga kadarnya dalam ASI cukup rendah. Lebih dari itu, fenitoin cukup sulit diabsorbsi oleh traktus gastro-intestinal bayi. Dengan demikian ibu yang minum fenitoin dan asam valproat diperbolehkan menyusui bayinya.

Karbamazepin dan fenobarbital terdapat di dalam ASI dengan kadar yang lebih tinggi. Apabila si ibu minum fenobarbital, maka bayinya harus diawasi apakah tidak dapat mengisap ASI atau tampak mengantuk terus. Apabila terjadi maka pemberian ASI harus segera dihentikan.14

Konsentrasi OAE di ASI untuk fenitoin 10%, benzodiasepin 15 %, valproat 5 %, karbamasepin 45%, fenobarbital 40%, oxcarbasepin 50%, primidon 80%, ethsuximide 90%.

Lamotrigin dan topiramat mempunyai ikatan protein yang rendah sampai sedang, demikian pula konsentrasi yang ditemukan pada ASI.

Gabapentin dan levetiracetam tidak ada ikatan protein dan mempunyai konsentrasi yang ekuivelen dengan serum maternal dan ASI.

Dari penelitian disimpulkan, tidak ada kontra-indikasi mutlak untuk menyusui bagi  perempuan dengan epilepsi.

Penggunaan susu botol pengganti ASI perlu dipertimbangkan bila bayi menjadi malas minum.17 

Epilepsi pada menopause 40,44

Selama menopause, kadar estrogen maupun progesteron menurun tajam. Pada kelompok perempuan tertentu serangan epilepsi menjadi reda sementara itu pada kelompok  yang lain justru makin memburuk. Hubungan antara menopause dengan epilepsi belum banyak  diketahui. Beberapa obat anti epilepsi yang diberikan pada wanita epilepsi apalagi pada masa menopause akan meningkatkan risiko gangguan pada tulang seperti osteoporosis, osteopeni, osteomalacea dan fraktur. Phenitoin, karbamasepin dan phenobarbital dilaporkan dapat meningkatkan terjadinya perubahan pada metabolisme tulang dan densitas tulang.

Obat anti epilepsi pada penggunaan kontraseptif oral dan suntikan 45

Banyak obat anti epilepsi menginduksi ensim hepar serta menurunkan efek oral kontraseptif. Karbamasepin, fenitoin, fenobarbital, dan pirimidon menurunkan efek kontrasepsi oral dengan cara meningkatkan enzim mikrosomal.

Karbamazepin mempengaruhi keseimbangan hormon seks : dapat menurunkan tingkat dehidroepiandrosteron sulfat dan indeks androgen bebas, meningkatkan jumlah hormon steroid yang terikat globulin, dan penurunan sekejap respon  LH  dan Gonadotropin terhadap Gonadotropin releasing Hormon.

Fenitoin menurunkan Dehidroepiandrosteron Sulfat ( DHEA-S).

Penggunaan lama Valproat berkaitan dengan kenaikan testosteron serum dan DHEA-S. Dianjurkan bila menggunakan kontrasepsi oral, sebaiknya yang mengandung 50 mikrogram etinilestradiol. Penggunaan kontrasepsi suntikan (Depo Provera) dilaporkan dapat memperbaiki kejang dan dianjurkan pemberian suntikan (Depo Provera) ini sebaiknya diulangi setiap10 minggu daripada yang dianjurkan setiap 12 minggu.

Benzodiazepin, etosuksimid, vigabatrin,lamotrigin dan gabapentin tidak mempengaruhi efektifitas kontrasepsi oral.

Interaksi obat antikonvulsan dan pil KB. 45

Obat2 epilepsi yang dapat mengurangi effektifitas oral kontraseptif :

Obat2 epilepsi yang tidak mengurangi effektifitas oral kontraseptif :

Obat yg menginduksi enzim :

carbamazepine

ethosuximide (though there is conflicting data about this)

vigabatrin

gabapentin

tiagabine

oxcarbazepine

 phenobarbital

 phenytoin

 primidone

topirimate

obat yg non induksi enzim : lamotrigine *

clobazam

clonazepam

levetiracetam

Epilepsi pada penggunaan hormon replacement therapy 46 

 Hormone replacement  therapy= HRT= terapi sulih hormone pada wanita menopause mungkin bermanfaat dalam menghilangkan beberapa simptom menopause seperti hot flushes, keringatan dan kekeringan vagina. Juga dapat membantu memproteksi terjadinya penyakit  jantung dan osteporosis. Tapi  HRT  ini dapat juga merupakan kontraindikasi bagi beberapa

wanita lainnya.

Para wanita epilepsi membutuhkan pertimbangan cermat, apakah memang benar-benar  membutuhkan HRT ( hormone replacement therapy = terapi sulih hormone ) atau tidak.. HRT dapat diberikan berupa estrogen sendiri atau dalam atau dalam bentuk kombinasi estrogen dan  progesterone. Testosteron juga kadang-kadang ditambahkan sebagai kombinasi. Estrogen seperti

diketahui akan lebih mudah menimbulkan kejang, sehingga saharusnya pada HRT  dibutuhkan kombinasi dengan progesteron. Namun pada beberapa wanita, frekuensi kejang akan tetap meningkat walaupun progesteron sudah tercakup dalam HRT . Dalam penggunaan HRT ini juga dianjurkan untuk mengkonsumsi vitamin D dan suplemen calsium, regular weight-bearing  exercise, menghindari alkohol dan rokok dapat meminimalkan kehilangan masa tulang dan osteoporosis.

BAB VI

ASPEK PSIKOSOSIAL, MEDIKO-LEGAL DAN

Dalam dokumen Guideline Epilepsi 2006 (Halaman 28-34)

Dokumen terkait