• Tidak ada hasil yang ditemukan

Epipedon dan Endopedon

4.2 Klasifikasi Tanah

4.2.1 Epipedon dan Endopedon

Dari hasil analisa minipit dan bor pada 3 titik pengamatan yang telah ditentukan didapatkan data sifat-sifat tanah yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tanah tersebut kedalam horison penciri atas atau epipedon dan juga horison penciri bawah atau endopedon. Menurut Rayes (2007) Epipedon merupakan horison permukaan (tidak sama dengan horison A), dapat mencakup seluruh horison A atau lebih tipis dari horison A. Sedangkan endopedon merupakan horison yang terbentuk dibawah permukaan tanah yang sebagian umumnya horison ini dianggap sebagai horison B. Dengan mengetahui horison penciri dari titik pengamatan maka dapat membantu kita dalam pengklasifikasian tanah selanjutnya yaitu ordo hingga sub grup. Berikut merupakan hasil klasifikasi horison penciri atas dan horison penciri bawah dengan acuan dan penggolongan berdasarkan KTT 2014

Dalam proses penamaan horizon, kelompok kami menggunakan referensi berupa kunci taksonomi tanah yang dicetak pada tahun 2014.

Titik 1

Epipedon Umbrik (0-18 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), epipedon umbrik tersusun dari bahan tanah mineral dan mempunyai semua sifat-sifat berikut:

1. Kedua berikut :

(a) Warna dominan dengan value warna, lembab, 3 atau kurang, dan 5 atau kurang jika kering; dan

(b) Warna dominan dengan kroma, lembab, 3 atau kurang 2. Apabila tanah memiliki horison C, value warnanya sekurang-kurangnya 1 unit Munsell lebih rendah, atau

warna dan kroma pada horizon C.

Epipedon pada lapisan ini memiliki warna 10 YR 2/1 pada horizon A. Hal tersebut didukung dengan persyaratan pada poin 1a dan 1b. Bahwa value dalam kondisi lembab dan chroma sesuai dengan persyaratan epipedon umbrik.

Endopedon Kambik (19 – 70 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), horizon kambik adalah horizon alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih. Horizon kambik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus

2. Memiliki sifat-sifat yang tidak memenuhi persyaratan untuk epipedon antropik, histik, folistik, melanik, molik, plagen, atau umbrik, duripan atau fragipan, atau horizon argilik, kalsik, gipsik, natrik, oksik, petrokalsik, petrogipsik, plcik atau spodik.

3. Bukan merupakan bagian dari suatu horizon Ap dan tidak bersifat rapuh

Endopedon ini memiliki horizon yang mengalami alterasi secara fisik, dengan tekstur liat berdebu pada horizon Bw1, tekstur lempung berpasir pada horizon Bw2, dan tekstur lempung pada horizon Bw3.

Tabel 5. Klasifikasi Tanah Epipedon dan Endopedon Titik 2

Epipedon Umbrik (0-19 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), epipedon umbrik tersusun dari bahan tanah mineral dan mempunyai semua sifat-sifat berikut:

1. Kedua berikut :

(a) Warna dominan dengan value warna, lembab, 3 atau kurang, dan 5 atau kurang jika kering; dan

lebih dari ketebalan total diantara permukaan tanah mineral dan batas bawah terdalam dari horizon argilik, kambik, natrik, oksik atau spodik

Epipedon pada titik ini diklasifikasikan ke dalam epipedon umbrik karena pada horison tersebut memiliki ketebalan 19 cm yang memenuhi persyaratan ketebalan epipedon umbrik yaitu 18 cm atau lebih. Selain itu, value warnanya 10 YR 3/4 pada horizon A yang memenuhi persyaratan epipedon umbrik yaitu value warnanya 3 atau kurang ketika lembab.

Endopedon Kambik (20 – 70 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), horizon kambik adalah horizon alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih. Horizon kambik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus

2. Memiliki sifat-sifat yang tidak memenuhi persyaratan untuk epipedon antropik, histik, folistik, melanik, molik, plagen, atau umbrik, duripan atau fragipan, atau horizon argilik, kalsik, gipsik, natrik, oksik, petrokalsik, petrogipsik, plcik atau spodik.

3. Bukan merupakan bagian dari suatu horizon Ap dan tidak bersifat rapuh

Endopedon pada titik ini memiliki horison dengan kedalaman lebih dari 15 cm dan memiliki tekstur halus yaitu lempung berliat berpasir pada horizon Bw yang sesuai dengan persyaratan poin 1. Horizon ini memiliki epipedon umbrik yang bukan termasuk bagian dari horison-horison pada poin 2. Selain itu, horizon ini bukan merupakan bagian dari suatu horison Ap.

Tabel 6. Klasifikasi Tanah Epipedon dan Endopedon Titik 3

umbrik tersusun dari bahan tanah mineral dan mempunyai semua sifat-sifat berikut:

1. Kedua berikut :

(a) Warna dominan dengan value warna, lembab, 3 atau kurang, dan 5 atau kurang jika kering; dan

(b) Warna dominan dengan kroma, lembab, 3 atau kurang 2. Apabila tanah memiliki horison C, value warnanya sekurang-kurangnya 1 unit Munsell lebih rendah, atau kroma minimal 2 unit lebih rendah dibanding dengan value warna dan kroma pada horizon C.

Epipedon pada lapisan inimemiliki warna 10 YR 3/2 pada horizon Ap dan 10 YR 3/3 pada horizon A, dimana berdasarkan persyaratan pada poin 1a dan 1b, value pada keadaan lembab dan kroma sesuai dengan persyaratan epipedon umbrik. Selain itu juga tidak terdapat horizon C pada lapisan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa epipedon pada lapisan ini memenuhi syarat untuk tergolong kedalam epipedon umbrik

Endopedon Kambik (51 – 100 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), horizon kambik adalah horizon alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih. Horizon kambik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus

2. Memiliki sifat-sifat yang tidak memenuhi persyaratan untuk epipedon antropik, histik, folistik, melanik, molik, plagen, atau umbrik, duripan atau fragipan, atau horizon argilik, kalsik, gipsik, natrik, oksik, petrokalsik, petrogipsik, plcik atau spodik.

3. Bukan merupakan bagian dari suatu horizon Ap dan tidak bersifat rapuh

memiliki epipedon umbrik yang bukan termasuk bagian dari horizon-horizon pada poin 2. Selain itu, horizon ini bukan merupakan bagian dari suatu horizon Ap.

Tabel 7. Klasifikasi Tanah Epipedon dan Endopedon 4.2.2 Ordo – Sub Grup

Dari hasil analisa minipit dan juga bor dan 3 titik pengamatan yang telah ditentukan didapatkan data sifat-sifat tanah yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tanah tersebut kedalam ordo, sub ordo, grup, dan sub grup tanah. Ada banyak sistem klasifikasi yang berkembang didunia namun sistem klasifikasi tanah yang berlaku saat ini adalah sistem klasifikasi soil taxonomy atau taksonomi tanah yang dikembangkan oleh USDA. Sistem klasifikasi tanah ini memiliki keistimewaan terutama dalam hal penamaan atau tata nama, definisi-definisi horison penciri, dan beberapa sifat penciri lain yang digunakan untuk menentukan jenis tanah (Rayes, 2007).

Berdasarkan data hasil survei yang telah dilakukan maka klasifikasi tanah di daerah survei untuk seluruh titik pengamatan, yaitu titik 1 hingga 3 memiliki ordo, subordo, great group, sub group yang sama. Uraian dari masing-masing adalah sebagai berikut berdasarkan buku Keys to Soil Taxonomy:

Ordo Inceptisols

Ordo tanah inceptisol diindikasikan dengan tidak terdapatnya bahan sulfidik di dalam 50 cm permukaan tanah mineral; dan kedua sifat berikut:

a) Satu horison atau lebih di antara kedalaman 20 dan 50 cm di bawah permukaan tanah; dan

b) Satu atau kedua sifat berikut;

a) Terdapat horison salik, atau epipedon histik, molik, plagen, atau umbrik; atau

b) Pada 50 persen atau lebih lapisan lapisan yang terletak diantara kedalamman 50 cm, persentase natrium

dengan bertambahnya kedalaman.

Mengacu pada karakteristik ordo inceptsol dari buku Keys to Soil Taxonomy dan dicocokkan dengan data hasil survei, maka tanah di daerah survei pada semua titik pengamatan memiliki ordo inceptisol. Indikator yang dicocokkan adalah pada titik pengamatan B2 memenuhi persyaratan terdapat satu horison atau lebih di antara kedalaman 20 dan 50 cm. Hal ini diketahui dengan ditentukan adanya epipedon umbrik dengan ketebalan pada titik 1 yaitu 18 cm di bawah permukaan tanah, pada titik 2 yaitu 19 cm, pada titik 3 yaitu 21 cm. Selain itu juga, berkaitan dengan epipedon umbrik maka tanah hasil survei memiliki kejenuhan basa (KB) kurang dari 50%, yang diketahui dengan pendekatan pH tanah. Data hasil survei lain yang menguatkan bahwa ordo tanah adalah inceptisol meliputi: 1. Adanya kenaikan liat. Pada horizon 1 titik 1 memiliki

tekstur yaitu lempung berliat kemudian mengalami kenaikan pada horizon 2 yaitu liat berdebu. Pada horizon 1 titik 2 memiliki tekstur yaitu lempung berpasir kemudian mengalami kenaikan pada horizon 2 yaitu lempung liat berpasir.

2. Adanya kenaikan nilai value dan chroma pada warna tanah. Dilihat data warna tanah pada titik 1 horizon 1 adalah 10 YR 2/1 kemudian pada titik 1 horizon 2 naik menjadi 10 YR 2/2. Pada titik 1 horizon 3 adalah 10 YR 2/1 kemudian pada titik 1 horizon 4 naik menjadi 10 YR 3/6. Sedangkan pada titik 3 horizon 1 dan horizon 2 adalah 10 YR 3/2 dan 10 YR 3/3 kemudian pada titik 3 horizon 3 naik menjadi 10 YR 4/6.

Sub Ordo

dengan syarat subordo udepts maka dengan data bahwa ordo tanah adalah inseptisol dan rezim kelembaban tanah udik, dapat dikatakan bahwa daerah titik pengamatan digolongkan ke dalam subordo udepts.

Grup

Humudepts

Berdasarkan data yang diperoleh, tanah pada seluruh titik pengamatan tidak memiliki penciri khusus untuk kunci grup. Tanah yang diamati tidak memiliki horizon sulfurik pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah, sehingga tidak dapat dimasukkan ke grup sulfudepts. Tidak juga memiliki duripan yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, dengan begitu tidak juga masuk grup durudepts. Tanah pada daerah pengamatan tidak ditemukan adanya fragipan yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, oleh karena itu tidak dapat digolongkan ke dalam grup fragiudepts. Namun, pada tanah yang diamati memiliki epipedon umbrik yang merupakan persyaratan dari grup humudepts yaitu udepts lain yang memiliki epipedon umbrik atau molik. Oleh karena itu dapat dimasukkan ke dalam grup humudepts.

Sub Grup

Typic Humudepts

Humudepts yang lain

Berdasar data hasil identifikasi, diketahui bahwa di seluruh titik pengamatan, baik titik 1 hingga titik 3 memiliki group yang sama yaitu humudepts dengan begitu subgrub pada seluruh titik pengamatan termasuk humudepts yang lain karena tidak memiliki penciri subgroup yang lainnya sehingga diberikan nama typic humudepts.

dikarenakan setiap horizon atas dan horizon bawah pada ketiga titik tersebut memenuhi persyaratan karakteristik dari epipedon umbrik dan endopedon kambik. Selain itu, tanah yang diamati merupakan tanah inceptisol dimana salah satu persyaratan tanah Inceptisol yaitu terdapat epipedon umbrik.

Menurut Ketaren (2014), Inceptisol (inceptum atau permulaan) dapat disebut tanah muda karena pembentukannya agak cepat sebagai hasil pelapukan bahan induk dan umumnya memiliki epipedon umbrik serta memiliki horison bawah penciri kambik. Epipedon umbrik memiliki warna tanah dengan nilai value dalam keadaan lembab kurang dari 3 dan nilai chroma dalam keadaan lembab kurang dari 3.5. Sedangkan, endopedon kambik memiliki tekstur sangat halus, ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Hardjowigeno (1992), bahwa tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan.

Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.

Berdasarkan hasil fieldwork yang telah dilakukan, kelas kemampuan lahan pada 3 titik pengamatan memiliki ragam kelas yang bervariatif. Untuk menentukan kelas kemampuan lahan digunakan faktor pembatas yang diantaranya : tekstur tanah, lereng, drainase, kedalaman efektif, bahaya erosi, batuan di permukaan tanah.

4.3.1 SPL 1

Faktor Penghambat/Pembatas Data Kode Kelas

1. Lereng 60% F VII

2. Kepekaan erosi Rendah KE2 I

3. Tingkat erosi Ringan e1 II

4. Kedalaman tanah > 90 cm k0 I

5.Tekstur lapisan atas lempung berliat t2 I 6.Tekstur lapisan bawah liat berdebu t1 I

7.Permeabilitas agak lambat p2 I

8.Drainase agak baik d2 II

9. Kerikil/ Batuan tidak ada b0 I

10. Bahaya banjir tidak pernah O0 I

11. Garam/salinitas - -

-Kelas Kemampuan Lahan VIIe

Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan pada SPL 1 Dari tabel bisa diketahui bahwa pada titik satu memiliki kelas kemampuan lahan VIIe. Menurut Rayes (2006) kelas VII merupakan tanah-tanah yang memiliki pembatas yang berat, sehingga tidak sesuai untuk pertanian dan penggunaannya sangat terbatas untuk padang rumput, hutan produksi dan suaka alam. Sedangkan kode F menunjukkan bahwa keberadaan lereng tersebut yang curam yaitu 60%. Sub kelas e menunjukkan tingkat erosi yang ringan.

Dalam hal ini yang bisa dilakukan untuk melakukan pencegahan erosi adalah dengan menerapkan pembuatan teras pada lahan produksi. Sesuai dengan yang terjadi pada lahan di titik 1 bisa diketahui bahwa lahan tersebut merupakan hutan produksi dengan pohon Pinus sebagai tanaman dominannya.

Faktor Penghambat /Pembatas Data Kode Kelas

1. Lereng 50% F VII

2. Kepekaan erosi Rendah KE2 I

3. Tingkat erosi Ringan e1 II

4. Kedalaman tanah > 90 cm K0 I

5. Tekstur lapisan atas lempung berpasir t4 III 6. Tekstur lapisan bawah lempung liat berpasir t2 I

7. Permeabilitas Lambat p1 V

8. Drainase agak baik d2 II

9. Kerikil/batuan tidak ada b0 I

10. Bahaya banjir tidak pernah O0 I

11. Garam/salinitas - -

-Kelas Kemampuan Lahan VIIe

Tabel 10. Data Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan pada SPL 2

Berdasarkan data kemampuan lahan diatas dapat diketahui bahwa di titik ke-2 berada pada kelas VII, yang dimana lereng menjadi faktor pembatas pada lahan tersebut. Pada titik ke-2 dapat dijumpai tanaman jagung dan kopi. Seperti yang diketahui bahwa pada lahan tersebut dapat dipergunakan untuk hutan produksi, serta lebih baikpula sebagai padang rumput atau padang penggembalaan untuk hewan ternak. Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh Reyes (2007) bahwa pada kelas VII ini lebih cocok untuk digunakan sebagai hutan produksi, padang penggembalaan, padang rumput, serta suaka alam. Kendala sendiri pada kelas VII ini yaitu memiliki kategori lereng yang curam, kepekaan erosi rendah, tingkat erosi ringan, kedalaman tanah yang tegolong dalam, tekstur lapisan atas lempug berpasir, tekstur lapisan bawah lempung liat berpasir, permeabilitas lambat, drainase agak baik, kerikil/batuan tidak ada, dan bahaya banjir tidak pernah.

Dalam hal ini yang bisa dilakukan untuk melakukan pencegahan erosi adalah dengan menerapkan pembuatan teras pada lahan produksi. Alternatif yang dapat digunakan yaitu dengan membuat teras untuk mengurangi bahaya erosi serta memperbanyak tanaman dengan perakaran yang dalam yang akan mencegah terjadinya erosi dan longsor.

4.3.3 SPL 3

Faktor Penghambat/Pembatas Data Kode Kelas

1. Lereng 24% D IV

2. Kepekaan erosi Rendah KE2 I

3. Tingkat erosi Ringan e1 II

4. Kedalaman tanah 50 – 90 cm k1 II

5.Tekstur lapisan atas lempung berpasir t4 III 6.Tekstur lapisan bawah lempung berpasir t4 III

7. Permeabilitas agak lambat p2 I

8. Drainase agak baik d2 II

9. Kerikil/batuan tidak ada b0 I

10. Bahaya banjir tidak pernah O0 I

11. Garam/salinitas - -

-Kelas Kemampuan Lahan IVe

Tabel 11. Data Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan pada SPL 3

Berdasarkan data kemampuan lahan diatas dapat diketahui bahwa di titik ke-3 berada pada kelas IV, yang dimana erosi menjadi faktor pembatas pada lahan tersebut. Pada titik ke-3 dapat dijumpai tanaman jagung dan kopi. Seperti yang diketahui bahwa pada lahan tersebut dapat dipergunakan untuk hutan produksi, hal tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada kelas IV sesuai digunakan untuk kegiatan bercocok tanam seperti lahan persawahan dan kegiatan budidaya tanaman semusim. Menurut Reyes (2007) bahwa pada kelas IV ini lebih cocok untuk digunakan sebagai lahan pertanian komoditas semusim. Kendala sendiri pada kelas IV ini yaitu memiliki kategori lereng yang miring berbukit, kepekaan erosi rendah, tingkat erosi ringan, kedalaman tanah yang tegolong sedang, tekstur lapisan atas lempung berpasir, tekstur lapisan bawah lempung berpasir, permeabilitas agak lambat, drainase agak baik, kerikil/batuan tidak ada, dan bahaya banjir tidak pernah. Sub kelas e menunjukkan tingkat erosi yang ringan. Dalam hal ini yang bisa dilakukan untuk melakukan pencegahan erosi adalah dengan menerapkan pembuatan teras pada lahan produksi. Alternatif yang dapat digunakan yaitu dengan membuat teras untuk mengurangi bahaya erosi serta memperbanyak tanaman lamtoro, nangka dan pinus dengan perakaran yang dalam yang

Dokumen terkait