• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN STELA (Survey Tanah dan Evaluasi Lahan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN STELA (Survey Tanah dan Evaluasi Lahan)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanah tersusun dari bahan mineral dan hasil dari pelapukan batuan. Oleh karena itu tanah juga merupakan bagian dari kerak bumi. Tanah memiliki berbagai jenis diantaranya tanah pasir,tanah kapur, tanah vulkanik dan tanah liat. Setiap jenis memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda. Tanah vulkanik ini ditemukan di daerah yang berada didekat gunung berapi yang pernah meletus. Dikarenakan adanya pengaruh letusan gunung berapi yang pernah meletus. menyebabkan terbentuknya alur lereng yang beragam dan perubahan pada sifat tanah. Sifat tanah yang berbeda akan membuat kegunaan suatu lahan bisa berubah, oleh karena itu perlu dilakukan survei tanah dan evaluasi lahan. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan diperlukan untuk menyusun sebuah rencana tata guna lahan di suatu daerah atau wilayah di bidang sektor pertanian ataupun non pertanian. Perencanaan tata guna lahan yang tepat, akan sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan wilayah tersebut, sekaligus dalam usaha pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

Setelah diketahui makna survei tanah dan evaluasi lahan maka dapat diketahui informasi tentang kemampuan dan kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah pada daerah di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Secara topografi Hutan Produksi UB Forest berada di ketinggian 1078 mdpl. 0676950 BT dan 9133723 LS/LU pada ketinggian 1048 m dpl dan kelerengan 60% mengarah ke tenggara. Pada daerah ini memiliki jenis tanah vulkanik karena berada pada daerah gunung berapi yang pernah meletus dengan terdapat beberapa vegetasi seperti pohon pinus, pohon kopi, pohon talas dan berbagai rerumputan liar.

Untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dan karakteristik tanah maka perlu dilakukan survei tanah dan evaluasi lahan di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

(2)

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui klasifikasi tanah pada di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang,

2. Untuk mengetahui morfologi tanah pada di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang,

3. Untuk mengetahui kemampuan lahan pada di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang,

4. Untuk mengetahui kesesuaian lahan dan memberikan rekomendasi terkait komoditas yang sesuai untuk di budidayakan pada Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

5. Menghasilkan Satuan Peta Tanah, kemampuan tanah, kesesuaian tanah, pada Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

6. Untuk mengetahui analisis usahatani terkait komoditas yang sesuai untuk dibudidayakan pada Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest.

1.3 Manfaat

1. Untuk peneliti dan mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi tanah, kemampuan lahan, dan kesesuaian lahan pada di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

2. Untuk pihak akademisi Universitas Brawijaya dapat membuat kebijakan terkait pengelolaan hutan yang tepat berdasarkan hasil survey tanah di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

3. Untuk masyarakat desa Ngenep di sekitar UB Forest dapat melakukan penggunaan lahan dengan budidaya tanaman berdasarkan data hasil kesesuaian lahan di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

(3)

BAB II. METODE PELAKSANAAN 2.1 Tempat dan Waktu

Fieldwork 2 dilakukan pada hari Minggu 23 Oktober 2016 di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

No Alat Fungsi

1 Cangkul Menggali Minipit dan Profil Tanah

2 Bor Mendapatkan sampel tanah lebih dari 50cm pada pengamatan minipit

3 Pisau Lapang Membatasi horizon

4 Munsell Soil Color Charts Menentukan warna tanah 6 Klinometer Menentukan tingkat kemiringan lereng

7 Fial Film Wadah campuran tanah dan aquades

8 Kompas Menentukan arah mata angina

9 Sabuk Profil Membatasi Horizon

10 Meteran Mengukur kedalaman minipit dan horizon

11 Form Pengamatan Mencatat hasil pengamatan

12 Alat Tulis Mencatat hasil pengamatan dan melakukan deliniasi peta

13 Peta Mengetahui keadaan lahan, kelas lereng, dan letak titik pengamatan

14 Sekop Mempermudah meratakan penampang tanah

15 Plastik Wadah Sampel Tanah

16 OHP Menamai sampel tanah di plastic atau fial film

17 Kamera Mendokumentasi saat survey berlangsung

18 GPS Menunjukan titik koordinat yang dituju

19 KTT ( KunciTaksonomi

Tanah) Pedoman Klasifikasi Sampel Tanah

20 Botol Semprot wadah air

2.2 Alat dan Bahan

(4)

Tabel 2. Bahan dan Fungsi 2.3 Metode Penentuan Titik Pengamatan

Untuk Kegiatan survey lapang dalam fieldwork ini ditujukan untuk mengetahui sebaran jenis tanah dan bentang lahan di lokasi, dengan cara identifikasi lokasi dengan mengacu pada panduan survei yang baku. Selanjutnya Penentuan titik pada survey tanah dalam fieldwork ini selain menggunakan metode morfologi tanah juga menggunakan metode grid bebas atau fisiografis, dimana pengamat fisiografis menentukan titik pengamatan dalam jarak yang tidak ditentukan. Hal ini dapat dilihat dari metode penentuan titik yang tidak menggunakan jarak yang tetap antara titik pengamatan satu dengan lainnya serta dalam penentuan titik juga tidak menggunakan delineasi foto udara (metode fisiografis).

Penggunaan metode ini didasarkan kepada bentuk fisiografis daerah survey. Jarak antar titik satu dengan titik lainnya bisa saja dekat ataupun berjauhan satu sama lainnya. Ketika ditemukan perbedaan bentuk lahan seperti perubahan dari datar ke miring maka dibuatlah minipit pada daerah tersebut. hal ini sesuai dengan pendapat dari Rayes (2007) yang menyatakan bahwa, pengamatan dengan menggunakan metode grid bebas dilakukan dengan cara seperti pengamatan pada grid kaku, tetapi jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah, tergantung fisiografi daerah survey. Jika terjadi perubahan fisiografis yang menyolok dalam jarak dekat, perlu pengamatan lebih rapat, sedangkan jika landform relatif seragam maka jarak pengamatan dapat dilakukan berjauhan.

Dalam pelaksanaan survey dilapang penentuan titik pengamatan dilakukan dengan cara mengikuti titik – titik yang telah ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Setelah menemukan titik yang akan diamati, amati kondisi lahan sekitar, untuk menemukan titik pembuatan minipit. Minipit yang dibuat harus pada tempat yang datar dan tidak berada pada daerah perakaran atau setidaknya berjarak 5 cm dari pohon.

No. Bahan Fungsi

1. Sampel Tanah Sebagai objek pengamatan 2. Air Menentukan tekstur dan konsistensi 3. Aqudes Untuk menentukan tekstur dan konsistensi tanah

(5)

2.4 Metode Pengamatan tanah

Pada kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan dilakukan beberapa pengamatan untuk mengetahui informasi-informasi yang dibutuhkan dari dalam tanah, kegiatan yang dilakukan diantaranya yaitu pengamatan minipit dan pengamatan yang dilakukan dengan pemboran seperti berikut:

Pengamatan Minipit tanah adalah melihat atau mengamati penampang tanah dengan menggali lubang dengan skop sedalam 60 – 80 cm, dilakukan pada tanah yang rata dengan tanah sekitarnya (Guruharif, 2010). Minipit dibuat dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m, kemudian dilanjutkan dengan pengeboran hingga kedalaman >120 cm.

Dalam melakukan pengamatan pada minipit tanah,langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan deskripsi minipit tanah yaitu pada awalnya menentukan tempat yang sesuai dengan titik koordinat yang terdapat pada peta dan telah memenuhi syarat. Setelah menemukan titik yang tepat, tanah digali sedalam 50 cm menggunakan cangkul dan atau sekop, langkah selanjutnya yaitu meletakkan sabuk profil penampang tanah yang sudah digali dan melakukan pengamatan warna. Selanjutnya, tanah diketuk menggunakan ganggang pisau lapang untuk menemukan perbedaan konsistensi antar horizon tanah.

Setelah itu, tanah digaris berdasarkan perbedaan warna dan suara yang dihasilkan dari masing-masing horizon yang telah diketuk. Langkah berikutnya yaitu mengambil sampel tanah secukupnya, tanah diambil dan dimasukkan kantong plastik dan diberi nama urutan horizon dari sampel tanah yang telah ditentukan. Selanjutnya yaitu mengebor tanah menggunakan bor tanah secara perlahan hingga mata bor masuk seluruhnya ke dalam tanah dan diangkat ke atas lalu dibersihkan tanah-tanah yang berada di luar bagian bor lalu tanah yang ada pada bor dikeluarkan dan dibentangkan pada suatu permukaan dan begitu seterusnya hingga kedalamannya mencapai 120 cm. Setelah itu tanah diambil sampelnya untuk mengetahui warna tanah dengan berpedoman pada buku Munsell Soil Color Chart, lalu setelah mengamati warna dilakukan pengamatan tekstur tanah dengan menggunakan feeling metode dengan merasakan perbandingan pasir, debu dan liat. Berikutnya

(6)

lembab. Pada kondisi basah, yang dilakukan adalah uji kelekatan dan menguji plastisitas pada tanah. Sedangkan pengamatan struktur pada setiap titik yang diamati adalah gumpal membulat, Langkah berikutnya adalah mengklasifikasikan tanah dengan menggunakan pedoman buku KTT (Kunci Taksonomi Tanah) dan selanjutnya mencatat hasil pada lembar yang telah disediakan.

(7)

Tentukan karakteristik tanah. (Nomor horizon, Simbol horizon, Ketebalan horizon, Batas horizon, Warna, Tekstur, Struktur, Konsistensi) Tentukan tebal penampang horizon menggunakan meteran yang telah

terpasang.

Setelah horizon ditentukan , letakkan meteran tegak lurus bidang profil tanah dan jangan lupa pasang sabuk profil. Kemudian foto bidang profil

yang diamati.

Apabila warna tanah, kepadatan dan tekstur tanah sama, maka perbedaan konsistensi, struktur, kenampakan redoksimorfik dapat digunakan sebagai

dasar penarikan batas horizon.

Gunakan pisau lapang untuk menusuk-nusuk bidang profil tanah untuk mengetahui konsistensi atau kepadatan keseluruhan profil. Perbedaan kepadatan merupakan salah satu kriteria untuk membedakan horizon profil.

Penggalian Redoksimorfik

Tentukan tebal penampang horizon menggunakan meteran yang telah terpasang.

Tahapan deskripsi tanah pada morfologi tanah :

2.5 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan sub kelompok-kelompok-sub kelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Klasifikasi tanah dikenalkan Mohr pada tahun 1910 yang didasarkan pada proses pembentukan dan genesisnya (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000). Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk

(8)

Menentukan dan memilih sub-grup tanah.

Menentukan dan memilih sub-grup tanah.

Menentukan dan memilih grup tanah.

Menentukan dan memilih grup tanah.

Menentukan dan memilih sub-ordo.

Menentukan dan memilih sub-ordo.

Menentukan ordo tanah.

Menentukan ordo tanah.

Menentukan horizon penciri yakni epipedon dan endopedon dengan

melihat sifat-sifat tanah yang diketahui serta acuan dari buku kunci

taksonomi tanah.

Menentukan horizon penciri yakni epipedon dan endopedon dengan

melihat sifat-sifat tanah yang diketahui serta acuan dari buku kunci

taksonomi tanah.

Menentukan horizon genetik melalui sifat tanah yang terlihat dari

perbedaan berupa warna, tekstur dan struktur termasuk pada horizon

genetik.

Menentukan horizon genetik melalui sifat tanah yang terlihat dari

perbedaan berupa warna, tekstur dan struktur termasuk pada horizon

genetik.

Menyiapkan buku kunci taksonomi tanah untuk mengidentifikasi

sifat-sifat tanah yang sudah di deskripsikan.

Menyiapkan buku kunci taksonomi tanah untuk mengidentifikasi

sifat-sifat tanah yang sudah di deskripsikan.

tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran dan plastisitas.

Sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan menurut Soil Taxonomy (USDA, 1975). Sistem klasifikasi ini menggunakan empat kategori, yaitu Ordo; Subordo; Grup; Sub-grup serta 12 ordo.

Pada praktikum yang kami lakukan dalam mengklasifikasikan tanah metode penentuan klasifikasi tanah dimulai dari penentuan horizon genetik , horizon penciri (Epipedon dan Endopedon), ordo, sup-ordo, grup dan sub-grup tanah.

(9)

Klasifikasi yang dilakukan yanti dengan mengacu pada buku keys to soil

taxonomy. Pada system klasifikasi taksonomi tanah, tanah tersebut dapat

diklasifikasikan mulai dari kategori yaitu sebagai berikut ; ordo, subordo, great grup, dan sub grup. Dalam pengklasifikasian pertama yang dilakukan adalah menentukan epipedon dan endopedon. Penentuan ini mengacu pada hasil data analisis dari lapang setelah mengetahui sifat-sifat fisik tanah pada masing-masing horizon disetiap titik pengamatan. Selanjutnya yaitu klasifikasi taksonomi tanah yang dimulai dari ordo, yang mana ordo tanah ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya horizon penciri serta sifat dari horizon penciri tersebut. Setelah menentukan ordo selanjutnya yaitu menentukan sub-ordo tanah. Kemudian penentuan great grup yang merupakan lanjutan dari sub-ordo. Selanjutnya yang terakhir yaitu penentuan sub-grub, dimana sub-grub ini merupakan lanjutan dari great grup.

2.6 Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan lahan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976).

Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaman lahan jika diperlukan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan. Berdasarkan tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2006).

(10)

2.6.1 Metode Analisis Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah penilaian atas kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor penghambat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak dikuti dengan usaha konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi. Apabila tanah sudah tererosi maka produktivitas lahan akan menurun (Arsyad, 2010).

Evaluasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan secara sistematik dan pengelompokkannya kepada kategori berdasarkan sifat potensi dan penghambat penggunaan lahan secara lestari. Pengklasifikasian lahan dimaksudkan agar dalam pendayagunaan lahan yang digunakan sesuai dengan kemampuannya dan bagaimana menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut.

Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Perbedaan dalam kualitas tanah dan bentuk lahan (land form) seringkali merupakan penyebab utama terjadinya perbedaan satuan peta tanah dalam suatu areal (Arsyad, 2006).

Apabila survei lahan telah dilaksanakan dan data telah dianalisa, proses klasifikasi dapat.dilakukan dengan cara metode pembandingan (matching), Metode faktor pembanding (matching) adalah suatu cara menilai potensi lahan dengan membandingkan antara karakteristik lahan terhadap kriteria lahan yang telah ditetapkan. Setiap karakteristik lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamannya sampai terbesar.

Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan berturutan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya. Sistem klasifikasi ini membagi

(11)

lahan menurut faktor-faktor penghambat serta potensi bahaya lain yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jadi, hasil klasifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya (Wahyuningrum, dkk. 2003).

(12)

Setelah menentukan kelas kemampuan lahan dari setiap kriteria dari

semua kelas yang telah ditentukan. Kemudian diiambil satu kelas yang

paling tinggi sebagai faktor pembatas di lokasi tersebut

Setelah menentukan kelas kemampuan lahan dari setiap kriteria dari

semua kelas yang telah ditentukan. Kemudian diiambil satu kelas yang

paling tinggi sebagai faktor pembatas di lokasi tersebut

Mengklasifikasikan kelas kemampuan lahan berdasar pada kriteria yang

telah didapatkan.

Mengklasifikasikan kelas kemampuan lahan berdasar pada kriteria yang

telah didapatkan.

Mengisi kolom kriteria berdasarkan pengelompokkan dari setiap faktor

pembatas yang disesuaikan dengan data hasil pengamatan.

Mengisi kolom kriteria berdasarkan pengelompokkan dari setiap faktor

pembatas yang disesuaikan dengan data hasil pengamatan.

Tabel klasifikasikan berisi 5 kolom yaitu nomor, faktor pembatas, hasil

pengamatan, pengelompokkan kriteria dari faktor pembatas, dan kelas

kemampuan lahan

Tabel klasifikasikan berisi 5 kolom yaitu nomor, faktor pembatas, hasil

pengamatan, pengelompokkan kriteria dari faktor pembatas, dan kelas

kemampuan lahan

Membuat tabel pengklasifikasian terlebih dahulu ntuk mempermudah

penentuan klasifikasi kemampuan lahan,

Membuat tabel pengklasifikasian terlebih dahulu ntuk mempermudah

penentuan klasifikasi kemampuan lahan,

Menyiapkan data-data survei lapang berupa data fisiologi dan morfologi.

Menyiapkan data-data survei lapang berupa data fisiologi dan morfologi.

(13)

2.6.2 Metode Analisis Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan menurut FAO (1976) dalam Rahmawaty (2011) merupakan tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan

kecocokan (adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya (Fauzi, dkk. 2009).

Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan persyaratan penggunaan lahan dengan kualitas (karakteristik) lahan yang ada, sehingga lahan tersebut dapat dinilai apakah masuk kelas yang sesuai untuk penggunaan lahan yang dimaksud, sebaliknya bila ada salah satu kualitas atau karakteristik lahan yang tidak sesuai maka lahan tersebut termasuk dalam kelas tidak sesuai (Hardjowigeno, 2003).

Klasifikasi kesesuaian lahan menurut metode FAO (1983) dalam Hardjowigeno (2003) dapat dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif dan kualitatif tergantung dari data yang tersedia. Klasifikasi kualitatif biasanya diterapkan dalam survei skala tinjau (1:250.000) atau penilaian umum dari suatu daerah yang luas. Sedangkan klasifikasi kesesuaian lahan kuantitatif menyediakan data sebagai dasar untuk menghitung keuntungan bersih ataupun parameter ekonomi lainnya dari daerah yang berbeda, serta penggunaan lahan yang berbeda.

Pada kesesuaian lahan proses klasifikasi dilakukan dengan metode pembanding atau matching, yaitu dengan cara membandingkan kondisi sesungguhnya di lapangan dengan karakteristik lahan.

(14)

Mencatat hasil penentuan kelas kesesuaian lahan dan mengevaluasi

perbaikan faktor pembatas sehingga dimungkinkan dapat naik kelas,

sehingga menjadi kesesuaian lahan potensial.

Mencatat hasil penentuan kelas kesesuaian lahan dan mengevaluasi

perbaikan faktor pembatas sehingga dimungkinkan dapat naik kelas,

sehingga menjadi kesesuaian lahan potensial.

Masukkan data pada tabel nilai, usaha perbaikan, kelas kesesuaian lahan

aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial

Masukkan data pada tabel nilai, usaha perbaikan, kelas kesesuaian lahan

aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial

Membuat tabel yang berisi karakteristik dan kualitas lahan, nilai, kelas

kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial

Membuat tabel yang berisi karakteristik dan kualitas lahan, nilai, kelas

kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial

Menentukan kesesuaian data yang ada dimulai dari tingkat kelas, ordo,

sampai ke sub ordo

Menentukan kesesuaian data yang ada dimulai dari tingkat kelas, ordo,

sampai ke sub ordo

Mengelompokkan data yang ada dan membandingkan dengan literatur

Mengelompokkan data yang ada dan membandingkan dengan literatur

Mencari literatur terkait data aktual tanaman di lokasi

Mencari literatur terkait data aktual tanaman di lokasi

Menyiapkan data-data survei lapang terlebih dahulu berupa data fisologi

dan morfologi

Menyiapkan data-data survei lapang terlebih dahulu berupa data fisologi

dan morfologi

(15)

Lakukan Analisis data Tulis data yang di dapat

Ajukan Pertanyaan yang telah disiapkan Tanyakan Kesediaan Petani Cari petani yang ada di lahan

Metode analaisa kesesuaian lahan yang digunakan menurut FAO. Pertama menentukan karakteristik lahan yang diperlukan untuk evaluasi. Selanjutnya melakukan pengamatan dan pengujian pada setiap karakteristik. Dari hasil pengamatan dan pengujian mencocokkan dengan syarat tumbuh komodtas tertentu. Kelas ditentukan dari factor pembatas terberat. Sub kelas juga ditentukan dengan factor terbatas terberat dan ditulis setelah kelas. Terakhir mengevaluasi perbaikan/pengelolaan terhadap factor pembatas sehingga dimungkinkan naik kelas dan dapat juga dalam bentuk rekomendasi. 2.7 Metode Analisis Usaha Tani

Analisis Usaha Tani adalah cara yang dilakukan untuk mengetahui tingkat produksi, perekonomian, serta penggunaan lahan yang diraih dalam bidang pertanian. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di daerah lereng gunung arjuno (UB Forest) didapatkan data bahwasanya masyarakat didaerah tersebut bermata pencaharian sebagai buruh tani, sedangkan lahan sendiri adalah milik perhutani dan pengelola atau mandor juga orang dari perhutani sendiri.

Metode yang dilakukan, sebagai berikut :

Metode yang dilakukan adalah pertama-tama mencari petani yang ada di sekitar lahan (UB Forest) dan menanyakan beberapa pertanyaan yang telah disusun diantaranya sendiri adalah penggunaan lahan, produksi, pemilik,

(16)

pengelola dsb. Setelah itu menulis data yang telah diperoleh dan melakukan analisis dari data yang telah di peroleh tersebut.

BAB III. KONDISI UMUM WILAYAH 3.1 Lokasi, Administrasi Wilayah

Gambar 1. Peta Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

Fieldwork ke-2 mata kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dilakukan di daerah Desa Ngenep Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang Jawa Timur, dimana masih dalam lingkup kawasan Hutan Produksi UB Forest, luas wilayah UB Forest sebesar 554,74 Ha yang berada kurang lebih 1.200 mdpl di lereng Gunung Arjuna. Pada lahan tersebut sebanyak digunakan sebagai fasilitas umum seperti hutan, hutan produksi, sekolah, pemukiman dan lain-lain, desa ini secara geografis terletak pada koordinat 7 °53'35 '' LS dan 112°53'41' ' BT. Secara administratif, Desa Ngenep berbatasan dengan wilayah hutan dan desa. Di sebelah utara Desa Ngenep berbatasan dengan Desa Genitri, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Karang Kebang,

(17)

berbatasan dengan Desa Donowarih Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang.

Menurut Badan Pusat Statistik Malang (2014), jumlah penduduk Desa Ngenep adalah 841 jiwa. Jumlah penduduk demikian ini tergabung dalam 247 KK. Jumlah penduduk desa yang terbilang cukup tidak didukung dengan sektor pendidikan yang baik, kualitas pendidikan pada daerah ini terbilang rendah dikarenakan sebagian besar masyarakat Ngenep hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga 6 tahun (SD). Hal tersebut berdampak pada mata pencaharian dan keadaan ekonomi penduduk yang ada di desa ini, secara umum mata pencaharian warga di desa adalah sebagai petani, buruh tani dan peternak, dimana pertaniannya tersebut dilakukan di hutan produksi.

3.2 Fisiografi Lahan

Pada pengamatan yang dilakukan di Desa Ngenep data yang didapat yaitu titik pertama berada pada koordinat 0676950 BT dan 9133723 LS/LU, titik kedua berada pada koordinat 0676906 BT dan 9133714 LS/LU dan titik ketiga berada pada koordinat 0677013 BT dan 9133735 LS/LU. Ketinggian Desa Ngenep berada kurang lebih 1.200 mdpl di lereng Gunung Arjuna.. Dengan tingkat kelerangan yang dominan curam, penggunaan lahan yang dominan yaitu hutan produksi, relief makro pada semua titik pengamatan yaitu berombak dengan relief mikro teras. Menurut Batu dalam angka, temperatur daerah yaitu 22- 24,8 derajat celcius dengan curah hujan rata-rata 1595 mm/ tahun dan kelembapan udara 66-83 %.

3.3 Karakteristik Tanah

Pada pengamatan yang dilakukan di Desa Ngenep tekstur yang mendominasi yaitu lempung berpasir, sedangkan struktur yang mendominasi yaitu struktur gumpal membulat. Aliran permukaan di setiap titik memiliki aliran permukaan yang lambat dengan permeabilitas pada titik pertama yaitu sangat lambat sedangkan pada titik kedua dan ketiga permeabilitasnya lambat. Hal ini bisa saja disebabkan oleh tekstur pada horizon pertama yang bertekstur lempung yaitu lempung berliat, lempung berpasir, dan lempung berpasir. Menurut Kartosapoetra (1988) Tekstur tanah adalah perbandingan relatif

(18)

berbagai golongan besar, partikel tanah dalam suatu massa tanah terutama perbandingan relatif suatu fraksi liat, debu dan pasir.

Tekstur dapat menentukan tata air dalam tanah berupa kecepatan infiltrasinya, penetrasi serta kemampuan mengikat air. Fraksi lempung mempunyai ukuran yang kecil sehingga pori-pori tanahnya kecil dan menyebabkan air susah untuk masuk kedalam pori tanah, yang mengakibatkan permeabilitasnya lambat. Pada setiap titik juga tidak ditemukan genangan maupun banjir dan juga tidak terjadi erosi sehingga kemungkinan kecil terjadi bahaya erosi, tidak terdapat pengolahan air disetiap titik. Pada titik kedua hanya terdapat kontak berupa batu sedangkan pada titik pertama dan kedua tidak terdapat padas dan kontak, juga tidak ditemukan adanya batuan, kerakal maupun kerikil.

3.4 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di daerah fieldwork terbagi ke dalam 3 titik. Titik 1 merupakan lahan hutan produksi yang terdiri dari pinus sebagai tanaman dominannya. Sedangkan tanaman spesifiknya yaitu kopi, pisang, paku dan pepaya. Titik 2 juga merupakan hutan produksi dengan tanaman dominannya yaitu pinus. Kemudian untuk tanaman spesifiknya terdapat kopi, pisang dan nangka. Titik 3 merupakan lahan agroforestri yang terdiri dari kopi sebagai tanaman dominannya. Sedangkan untuk tanaman spesifiknya yaitu jagung, pisang, rumput gajah dan cabai. Dari beberapa titik yang sudah dilakukan penelitian diketahui bahwa penggunaan lahan yang ada di daerah fieldwork sudah mendapat campur tangan dari manusia.

3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survei

Proses pembuatan peta SPT dapat dilihat dari data fisiografi dan data morfologi. Data morfologi tanah didapat dari hasil pengamatan sifat fisik tanah hsil dari minipit dan pengeboran yang dikumpulkan menjadi satuan peta tanah (SPT). Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan di Kawasan Lereng Gunung Arjuno UB Forest, di Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang diperoleh satuan peta tanah yang didominasi oleh Typic Humudepts. Typics

(19)

Humudepts merupakan tanah Inceptisols yang memiliki endopedon kambik sebagai penciri dari tanah jenis Inceptisols.

(20)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi Tanah (Titik yang diamati, dibentuk table rinci)

Kod e Nama horizo n Kedalama n (cm) Warn a Kelas Tekstur

Stuktur Konsistensi Pori Perakaran

B.2. 1

Lemba b

Basah Halus Sedang Kasar

A 0 - 18 cm 10 YR 2/1 Lempun g Berliat Gumpal membula t Sangat Gembu r Agak Lekat, Tidak Plasti s halus, sedikit; sedang; , biasa; kasar, sedikit

Biasa Biasa Biasa

Bw1 18 - 25 cm 10 YR 2/2 Liat Berdebu Gumpal membula t Gembu r Agak Lekat, Tidak Plasti s Sedang , sedikit - Sedikit -Bw2 25 - 50 cm 10 YR 2/1 Lempun g Berpasir Gumpal membula t Gembu r Lekat, Tidak Plasti s - - - -Bw3 50 - 70 cm 10 YR Lempun g Gumpal membula Gembu r Lekat, Tidak - - -

(21)

-3/6 t Plasti s B.2. 2 A 0-19 cm 10 YR ¾ Lempun g Berpasir Gumpal membula t Gembu r Lekat tidak plastis Halus banyak, Sedang sedikit, Kasar sedikit

Biasa Biasa Biasa

Bw 20-70 cm 10 YR ¾ Lempun g Liat Berpasir Gumpal membula t Gembu r Lekat agak plastis Halus banyak Sedikit - -B.2. 3 Ap 0-21 cm 10 YR 3/2 Lempun g Berpasir Gumpal membula t Gembu r Lekat, agak plasti k Halus banyak, Sedang biasa, Kasar sedikit Banya k Banya k Banya k A 22-50 cm 10 YR 3/3 Lempun g Berpasir Gumpal membula t Gembu r Lekat Halus biasa, Sedang sedikit, Kasar sedikit

Biasa Biasa Biasa

Bw1 51-90 cm 10 YR 4/6 Lempun g Berpasir Gumpal membula t Gembu r Lekat, Agak plasti k - - -

(22)

-Bw2 91-100 cm 10 YR ¾ Lempun g Berpasir Gumpal membula t Gembu r Agak, Agak plasti k - - -

(23)

Berdasarkan tabel morfologi diatas, terdapat 3 titik pengamatan yaitu B2.1, B2.2 dan B2.3. Dari titik B2.2 didapatkan horizon A, Bw1, Bw2 dan Bw3. Titik B2.1 terdapat horizon A dan Bw, kemudian di titik B2.3 terdapat horizon Ap, A, Bw1 dan Bw2. Penamaan horizon ini didasarkan atas perbedaan warna, tekstur, struktur dan konsistensi serta pengolahan lahan. Penamaan Horizon A dan Ap ditentukan karena horizon A merupakan horizon mineral yang terbentuk di bawah horizon O dan adanya pengolahan lahan atau gangguan lainnya pada permukaan tanah (Kunci Taksonomi Tanah, 2014). Begitu pula penamaan horizon B ditentukan karena adanya perbedaan warna, tekstur, struktur pada horizon diatasnya. Selanjutnya, untuk warna pada ketiga titik ditemukan pada hue 10 YR dengan kelas tekstur berlempung. Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah lempung terletak di sekitar petengahan segitiga tekstur. Lempung mempunyai komposisi yang imbang antara fraksi kasar dan fraksi halus (Agus, et al). Struktur yang ditemukan dari ketiga titik yaitu gumpal membulat dengan bidang permukaan bersudut kurang tajam yang agak membulat. Konsistensi lembab gembur artinya tanah tersebut mudah hancur dengan sedikit tekanan. Kemudian konsistensi basah agak lekat yang artinya setelah penekanan tanah masih tertingal dijari sebelum mudah lepas dan tidak plastik sehingga tanah akan pecah ketika digulung.

Hasil pengamatan menunjukkan pada titik pertama hingga terakhir terdapat pori tanah yang lengkap mulai dari pori halus, sedang dan banyak dengan jumlah yang berbeda – beda. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh tekstur tanah dari masing – masing horizon. Menurut Ketaren (2010), tanah dengan tekstur kasar mempunyai pori-pori lebih banyak sehingga lebih sulit menahan air. Sedangkan untuk perakaran yang ditemukan pada setiap titik penemuan akar tanamannya sama dengan ukuran pori yang ditemukan. Contohnya jika ditemukan pori halus, sedang dan kasar pada suatu titik, maka perakaran halus, sedang dan kasar juga ditemukan. Hal tersebut berkaitan dengan pori karena terdapat ruang bagi akar pada tanah tersebut. Menurut

(24)

air. Sehingga perakaran tanah mungkin dapat menempati tempat untuk udara/air.

4.2 Klasifikasi Tanah

4.2.1 Epipedon dan Endopedon

Dari hasil analisa minipit dan bor pada 3 titik pengamatan yang telah ditentukan didapatkan data sifat-sifat tanah yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tanah tersebut kedalam horison penciri atas atau epipedon dan juga horison penciri bawah atau endopedon. Menurut Rayes (2007) Epipedon merupakan horison permukaan (tidak sama dengan horison A), dapat mencakup seluruh horison A atau lebih tipis dari horison A. Sedangkan endopedon merupakan horison yang terbentuk dibawah permukaan tanah yang sebagian umumnya horison ini dianggap sebagai horison B. Dengan mengetahui horison penciri dari titik pengamatan maka dapat membantu kita dalam pengklasifikasian tanah selanjutnya yaitu ordo hingga sub grup. Berikut merupakan hasil klasifikasi horison penciri atas dan horison penciri bawah dengan acuan dan penggolongan berdasarkan KTT 2014

Dalam proses penamaan horizon, kelompok kami menggunakan referensi berupa kunci taksonomi tanah yang dicetak pada tahun 2014.

Titik 1

Epipedon Umbrik (0-18 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), epipedon umbrik tersusun dari bahan tanah mineral dan mempunyai semua sifat-sifat berikut:

1. Kedua berikut :

(a) Warna dominan dengan value warna, lembab, 3 atau kurang, dan 5 atau kurang jika kering; dan

(b) Warna dominan dengan kroma, lembab, 3 atau kurang 2. Apabila tanah memiliki horison C, value warnanya sekurang-kurangnya 1 unit Munsell lebih rendah, atau

(25)

warna dan kroma pada horizon C.

Epipedon pada lapisan ini memiliki warna 10 YR 2/1 pada horizon A. Hal tersebut didukung dengan persyaratan pada poin 1a dan 1b. Bahwa value dalam kondisi lembab dan chroma sesuai dengan persyaratan epipedon umbrik.

Endopedon Kambik (19 – 70 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), horizon kambik adalah horizon alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih. Horizon kambik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus

2. Memiliki sifat-sifat yang tidak memenuhi persyaratan untuk epipedon antropik, histik, folistik, melanik, molik, plagen, atau umbrik, duripan atau fragipan, atau horizon argilik, kalsik, gipsik, natrik, oksik, petrokalsik, petrogipsik, plcik atau spodik.

3. Bukan merupakan bagian dari suatu horizon Ap dan tidak bersifat rapuh

Endopedon ini memiliki horizon yang mengalami alterasi secara fisik, dengan tekstur liat berdebu pada horizon Bw1, tekstur lempung berpasir pada horizon Bw2, dan tekstur lempung pada horizon Bw3.

Tabel 5. Klasifikasi Tanah Epipedon dan Endopedon Titik 2

Epipedon Umbrik (0-19 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), epipedon umbrik tersusun dari bahan tanah mineral dan mempunyai semua sifat-sifat berikut:

1. Kedua berikut :

(a) Warna dominan dengan value warna, lembab, 3 atau kurang, dan 5 atau kurang jika kering; dan

(26)

lebih dari ketebalan total diantara permukaan tanah mineral dan batas bawah terdalam dari horizon argilik, kambik, natrik, oksik atau spodik

Epipedon pada titik ini diklasifikasikan ke dalam epipedon umbrik karena pada horison tersebut memiliki ketebalan 19 cm yang memenuhi persyaratan ketebalan epipedon umbrik yaitu 18 cm atau lebih. Selain itu, value warnanya 10 YR 3/4 pada horizon A yang memenuhi persyaratan epipedon umbrik yaitu value warnanya 3 atau kurang ketika lembab.

Endopedon Kambik (20 – 70 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), horizon kambik adalah horizon alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih. Horizon kambik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus

2. Memiliki sifat-sifat yang tidak memenuhi persyaratan untuk epipedon antropik, histik, folistik, melanik, molik, plagen, atau umbrik, duripan atau fragipan, atau horizon argilik, kalsik, gipsik, natrik, oksik, petrokalsik, petrogipsik, plcik atau spodik.

3. Bukan merupakan bagian dari suatu horizon Ap dan tidak bersifat rapuh

Endopedon pada titik ini memiliki horison dengan kedalaman lebih dari 15 cm dan memiliki tekstur halus yaitu lempung berliat berpasir pada horizon Bw yang sesuai dengan persyaratan poin 1. Horizon ini memiliki epipedon umbrik yang bukan termasuk bagian dari horison-horison pada poin 2. Selain itu, horizon ini bukan merupakan bagian dari suatu horison Ap.

Tabel 6. Klasifikasi Tanah Epipedon dan Endopedon Titik 3

(27)

umbrik tersusun dari bahan tanah mineral dan mempunyai semua sifat-sifat berikut:

1. Kedua berikut :

(a) Warna dominan dengan value warna, lembab, 3 atau kurang, dan 5 atau kurang jika kering; dan

(b) Warna dominan dengan kroma, lembab, 3 atau kurang 2. Apabila tanah memiliki horison C, value warnanya sekurang-kurangnya 1 unit Munsell lebih rendah, atau kroma minimal 2 unit lebih rendah dibanding dengan value warna dan kroma pada horizon C.

Epipedon pada lapisan inimemiliki warna 10 YR 3/2 pada horizon Ap dan 10 YR 3/3 pada horizon A, dimana berdasarkan persyaratan pada poin 1a dan 1b, value pada keadaan lembab dan kroma sesuai dengan persyaratan epipedon umbrik. Selain itu juga tidak terdapat horizon C pada lapisan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa epipedon pada lapisan ini memenuhi syarat untuk tergolong kedalam epipedon umbrik

Endopedon Kambik (51 – 100 cm)

Menurut kunci taksonomi tanah (2014), horizon kambik adalah horizon alterasi yang ketebalannya 15 cm atau lebih. Horizon kambik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus

2. Memiliki sifat-sifat yang tidak memenuhi persyaratan untuk epipedon antropik, histik, folistik, melanik, molik, plagen, atau umbrik, duripan atau fragipan, atau horizon argilik, kalsik, gipsik, natrik, oksik, petrokalsik, petrogipsik, plcik atau spodik.

3. Bukan merupakan bagian dari suatu horizon Ap dan tidak bersifat rapuh

(28)

memiliki epipedon umbrik yang bukan termasuk bagian dari horizon-horizon pada poin 2. Selain itu, horizon ini bukan merupakan bagian dari suatu horizon Ap.

Tabel 7. Klasifikasi Tanah Epipedon dan Endopedon 4.2.2 Ordo – Sub Grup

Dari hasil analisa minipit dan juga bor dan 3 titik pengamatan yang telah ditentukan didapatkan data sifat-sifat tanah yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tanah tersebut kedalam ordo, sub ordo, grup, dan sub grup tanah. Ada banyak sistem klasifikasi yang berkembang didunia namun sistem klasifikasi tanah yang berlaku saat ini adalah sistem klasifikasi soil taxonomy atau taksonomi tanah yang dikembangkan oleh USDA. Sistem klasifikasi tanah ini memiliki keistimewaan terutama dalam hal penamaan atau tata nama, definisi-definisi horison penciri, dan beberapa sifat penciri lain yang digunakan untuk menentukan jenis tanah (Rayes, 2007).

Berdasarkan data hasil survei yang telah dilakukan maka klasifikasi tanah di daerah survei untuk seluruh titik pengamatan, yaitu titik 1 hingga 3 memiliki ordo, subordo, great group, sub group yang sama. Uraian dari masing-masing adalah sebagai berikut berdasarkan buku Keys to Soil Taxonomy:

Ordo Inceptisols

Ordo tanah inceptisol diindikasikan dengan tidak terdapatnya bahan sulfidik di dalam 50 cm permukaan tanah mineral; dan kedua sifat berikut:

a) Satu horison atau lebih di antara kedalaman 20 dan 50 cm di bawah permukaan tanah; dan

b) Satu atau kedua sifat berikut;

a) Terdapat horison salik, atau epipedon histik, molik, plagen, atau umbrik; atau

b) Pada 50 persen atau lebih lapisan lapisan yang terletak diantara kedalamman 50 cm, persentase natrium

(29)

dengan bertambahnya kedalaman.

Mengacu pada karakteristik ordo inceptsol dari buku Keys to Soil Taxonomy dan dicocokkan dengan data hasil survei, maka tanah di daerah survei pada semua titik pengamatan memiliki ordo inceptisol. Indikator yang dicocokkan adalah pada titik pengamatan B2 memenuhi persyaratan terdapat satu horison atau lebih di antara kedalaman 20 dan 50 cm. Hal ini diketahui dengan ditentukan adanya epipedon umbrik dengan ketebalan pada titik 1 yaitu 18 cm di bawah permukaan tanah, pada titik 2 yaitu 19 cm, pada titik 3 yaitu 21 cm. Selain itu juga, berkaitan dengan epipedon umbrik maka tanah hasil survei memiliki kejenuhan basa (KB) kurang dari 50%, yang diketahui dengan pendekatan pH tanah. Data hasil survei lain yang menguatkan bahwa ordo tanah adalah inceptisol meliputi: 1. Adanya kenaikan liat. Pada horizon 1 titik 1 memiliki

tekstur yaitu lempung berliat kemudian mengalami kenaikan pada horizon 2 yaitu liat berdebu. Pada horizon 1 titik 2 memiliki tekstur yaitu lempung berpasir kemudian mengalami kenaikan pada horizon 2 yaitu lempung liat berpasir.

2. Adanya kenaikan nilai value dan chroma pada warna tanah. Dilihat data warna tanah pada titik 1 horizon 1 adalah 10 YR 2/1 kemudian pada titik 1 horizon 2 naik menjadi 10 YR 2/2. Pada titik 1 horizon 3 adalah 10 YR 2/1 kemudian pada titik 1 horizon 4 naik menjadi 10 YR 3/6. Sedangkan pada titik 3 horizon 1 dan horizon 2 adalah 10 YR 3/2 dan 10 YR 3/3 kemudian pada titik 3 horizon 3 naik menjadi 10 YR 4/6.

Sub Ordo

(30)

dengan syarat subordo udepts maka dengan data bahwa ordo tanah adalah inseptisol dan rezim kelembaban tanah udik, dapat dikatakan bahwa daerah titik pengamatan digolongkan ke dalam subordo udepts.

Grup

Humudepts

Berdasarkan data yang diperoleh, tanah pada seluruh titik pengamatan tidak memiliki penciri khusus untuk kunci grup. Tanah yang diamati tidak memiliki horizon sulfurik pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah, sehingga tidak dapat dimasukkan ke grup sulfudepts. Tidak juga memiliki duripan yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, dengan begitu tidak juga masuk grup durudepts. Tanah pada daerah pengamatan tidak ditemukan adanya fragipan yang batas atasnya di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, oleh karena itu tidak dapat digolongkan ke dalam grup fragiudepts. Namun, pada tanah yang diamati memiliki epipedon umbrik yang merupakan persyaratan dari grup humudepts yaitu udepts lain yang memiliki epipedon umbrik atau molik. Oleh karena itu dapat dimasukkan ke dalam grup humudepts.

Sub Grup

Typic Humudepts

Humudepts yang lain

Berdasar data hasil identifikasi, diketahui bahwa di seluruh titik pengamatan, baik titik 1 hingga titik 3 memiliki group yang sama yaitu humudepts dengan begitu subgrub pada seluruh titik pengamatan termasuk humudepts yang lain karena tidak memiliki penciri subgroup yang lainnya sehingga diberikan nama typic humudepts.

(31)

dikarenakan setiap horizon atas dan horizon bawah pada ketiga titik tersebut memenuhi persyaratan karakteristik dari epipedon umbrik dan endopedon kambik. Selain itu, tanah yang diamati merupakan tanah inceptisol dimana salah satu persyaratan tanah Inceptisol yaitu terdapat epipedon umbrik.

Menurut Ketaren (2014), Inceptisol (inceptum atau permulaan) dapat disebut tanah muda karena pembentukannya agak cepat sebagai hasil pelapukan bahan induk dan umumnya memiliki epipedon umbrik serta memiliki horison bawah penciri kambik. Epipedon umbrik memiliki warna tanah dengan nilai value dalam keadaan lembab kurang dari 3 dan nilai chroma dalam keadaan lembab kurang dari 3.5. Sedangkan, endopedon kambik memiliki tekstur sangat halus, ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Hardjowigeno (1992), bahwa tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan.

Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.

(32)

Berdasarkan hasil fieldwork yang telah dilakukan, kelas kemampuan lahan pada 3 titik pengamatan memiliki ragam kelas yang bervariatif. Untuk menentukan kelas kemampuan lahan digunakan faktor pembatas yang diantaranya : tekstur tanah, lereng, drainase, kedalaman efektif, bahaya erosi, batuan di permukaan tanah.

4.3.1 SPL 1

Faktor Penghambat/Pembatas Data Kode Kelas

1. Lereng 60% F VII

2. Kepekaan erosi Rendah KE2 I

3. Tingkat erosi Ringan e1 II

4. Kedalaman tanah > 90 cm k0 I

5.Tekstur lapisan atas lempung berliat t2 I 6.Tekstur lapisan bawah liat berdebu t1 I

7.Permeabilitas agak lambat p2 I

8.Drainase agak baik d2 II

9. Kerikil/ Batuan tidak ada b0 I

10. Bahaya banjir tidak pernah O0 I

11. Garam/salinitas - -

-Kelas Kemampuan Lahan VIIe

Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan pada SPL 1 Dari tabel bisa diketahui bahwa pada titik satu memiliki kelas kemampuan lahan VIIe. Menurut Rayes (2006) kelas VII merupakan tanah-tanah yang memiliki pembatas yang berat, sehingga tidak sesuai untuk pertanian dan penggunaannya sangat terbatas untuk padang rumput, hutan produksi dan suaka alam. Sedangkan kode F menunjukkan bahwa keberadaan lereng tersebut yang curam yaitu 60%. Sub kelas e menunjukkan tingkat erosi yang ringan.

Dalam hal ini yang bisa dilakukan untuk melakukan pencegahan erosi adalah dengan menerapkan pembuatan teras pada lahan produksi. Sesuai dengan yang terjadi pada lahan di titik 1 bisa diketahui bahwa lahan tersebut merupakan hutan produksi dengan pohon Pinus sebagai tanaman dominannya.

(33)

Faktor Penghambat /Pembatas Data Kode Kelas

1. Lereng 50% F VII

2. Kepekaan erosi Rendah KE2 I

3. Tingkat erosi Ringan e1 II

4. Kedalaman tanah > 90 cm K0 I

5. Tekstur lapisan atas lempung berpasir t4 III 6. Tekstur lapisan bawah lempung liat berpasir t2 I

7. Permeabilitas Lambat p1 V

8. Drainase agak baik d2 II

9. Kerikil/batuan tidak ada b0 I

10. Bahaya banjir tidak pernah O0 I

11. Garam/salinitas - -

-Kelas Kemampuan Lahan VIIe

Tabel 10. Data Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan pada SPL 2

Berdasarkan data kemampuan lahan diatas dapat diketahui bahwa di titik ke-2 berada pada kelas VII, yang dimana lereng menjadi faktor pembatas pada lahan tersebut. Pada titik ke-2 dapat dijumpai tanaman jagung dan kopi. Seperti yang diketahui bahwa pada lahan tersebut dapat dipergunakan untuk hutan produksi, serta lebih baikpula sebagai padang rumput atau padang penggembalaan untuk hewan ternak. Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh Reyes (2007) bahwa pada kelas VII ini lebih cocok untuk digunakan sebagai hutan produksi, padang penggembalaan, padang rumput, serta suaka alam. Kendala sendiri pada kelas VII ini yaitu memiliki kategori lereng yang curam, kepekaan erosi rendah, tingkat erosi ringan, kedalaman tanah yang tegolong dalam, tekstur lapisan atas lempug berpasir, tekstur lapisan bawah lempung liat berpasir, permeabilitas lambat, drainase agak baik, kerikil/batuan tidak ada, dan bahaya banjir tidak pernah.

Dalam hal ini yang bisa dilakukan untuk melakukan pencegahan erosi adalah dengan menerapkan pembuatan teras pada lahan produksi. Alternatif yang dapat digunakan yaitu dengan membuat teras untuk mengurangi bahaya erosi serta memperbanyak tanaman dengan perakaran yang dalam yang akan mencegah terjadinya erosi dan longsor.

(34)

4.3.3 SPL 3

Faktor Penghambat/Pembatas Data Kode Kelas

1. Lereng 24% D IV

2. Kepekaan erosi Rendah KE2 I

3. Tingkat erosi Ringan e1 II

4. Kedalaman tanah 50 – 90 cm k1 II

5.Tekstur lapisan atas lempung berpasir t4 III 6.Tekstur lapisan bawah lempung berpasir t4 III

7. Permeabilitas agak lambat p2 I

8. Drainase agak baik d2 II

9. Kerikil/batuan tidak ada b0 I

10. Bahaya banjir tidak pernah O0 I

11. Garam/salinitas - -

-Kelas Kemampuan Lahan IVe

Tabel 11. Data Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan pada SPL 3

Berdasarkan data kemampuan lahan diatas dapat diketahui bahwa di titik ke-3 berada pada kelas IV, yang dimana erosi menjadi faktor pembatas pada lahan tersebut. Pada titik ke-3 dapat dijumpai tanaman jagung dan kopi. Seperti yang diketahui bahwa pada lahan tersebut dapat dipergunakan untuk hutan produksi, hal tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada kelas IV sesuai digunakan untuk kegiatan bercocok tanam seperti lahan persawahan dan kegiatan budidaya tanaman semusim. Menurut Reyes (2007) bahwa pada kelas IV ini lebih cocok untuk digunakan sebagai lahan pertanian komoditas semusim. Kendala sendiri pada kelas IV ini yaitu memiliki kategori lereng yang miring berbukit, kepekaan erosi rendah, tingkat erosi ringan, kedalaman tanah yang tegolong sedang, tekstur lapisan atas lempung berpasir, tekstur lapisan bawah lempung berpasir, permeabilitas agak lambat, drainase agak baik, kerikil/batuan tidak ada, dan bahaya banjir tidak pernah. Sub kelas e menunjukkan tingkat erosi yang ringan. Dalam hal ini yang bisa dilakukan untuk melakukan pencegahan erosi adalah dengan menerapkan pembuatan teras pada lahan produksi. Alternatif yang dapat digunakan yaitu dengan membuat teras untuk mengurangi bahaya erosi serta memperbanyak tanaman lamtoro, nangka dan pinus dengan perakaran yang dalam yang

(35)

4.4 Kesesuaian Lahan

4.4.1 Kesesuaian Lahan Aktual

Pada lahan daerah yang kami survei merupakan daerah yang penggunaan lahannya sebagai hutan, dengan tegakan tanaman yang mendominasi yaitu tanaman kopi dan ada tanaman jagung. Daerah pegunungan dengan topografi perbukitan atau dataran tinggi. Tanaman kopi juga dapat hidup didaerah dataran tinggi sebagai tanaman budidaya. Serta untuk tanaman jagung yang dapat hidup di daerah dataran rendah sebagai tanaman budidaya dengan penggunaan lahan hutan produksi. Evaluasi kesesuaian lahan adalah bagian dari proses kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu secara lebih khusus, seperti padi sawah, tanaman palawija, tanaman perkebunan, atau bahkan untuk jenis tanaman tertentu (Hardjowigeno, 2007). Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan dapat ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan atau drainase yang sesuai untuk usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Rayes, 2007). Kesesuaian lahan aktual pada setiap titik komoditas Talas, sebagai berikut : 1. Titik 1 Talas (Colocasia esculenta SCHOTT))

No. Faktor Pembatas Data Kelas

1. Temperature (tc)

Temperatur rata-rata (oC) 23,5oC S1

3.

Ketersediaan air (wa)

Curah Hujan (mm) 1595mm S1

Jumlah Bulan Kering -

-Kelembapan (%) 77,5% S1

7. Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Sedang S2

9. Keadaan media perakaran (rc)

Tekstur tanah di permukaan CL, SiC,

(36)

Kedalaman tanah (cm) >90 S1 13. Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg) - -Kejenuhan basa (%) - -Ph H2O - -C-Organik (%) - - 18. Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) - -20. Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) - -22. Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) - -24.

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 60% N

Tingkat bahaya erosi (eh) Tidak Ada S1

27. Bahaya banjir (fh)

Banjir Tidak ada S1

29. Penyiapan lahan (lp) Batuan permukaan (%) 0 S1 Singkapan batuan (%) 0 S1 32. Gambut - -Kelas Kesesuaian N Faktor Pembatas Eh Sub Kelas N eh

Tabel 12. Titik 1 Data Hasil Kesesuaian Lahan Aktual Talas 2. Titik 2 Talas (Colocasia esculenta SCHOTT)

(37)

1. Temperature (tc)

Temperatur rata-rata (oC) 23,5 oC S1 2. Ketersediaan air (wa)

Curah Hujan (mm) 1595mm S1

Jumlah Bulan Kering

-Kelembapan (%) 77,5 % S1

3. Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Sedang S2

4. Keadaan media perakaran (rc)

Tekstur tanah di permukaan Agak Kasar S2

Fraksi kasar (%) - -Kedalaman tanah (cm) >90 cm S1 5. Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg) - -Kejenuhan basa (%) - -Ph H2O - -C-Organik (%) - -6. Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) - -7. Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) - -8. Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) -

-9. Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 50% N

Tingkat bahaya erosi (eh) Ringan S2

10. Bahaya banjir (fh)

Banjir Tidak ada S1

11. Penyiapan lahan (lp) Batuan permukaan (%) 0 S1 Singkapan batuan (%) 0 S1 12. Gambut - -Kelas Kesesuaian N Faktor Pembatas Eh Sub Kelas N eh

Tabel 13. Titik 2 Data Hasil Kesesuaian Lahan Aktual Talas

No. Faktor Pembatas Data Kelas

1. Temperatur rata-rata (Temperature (tc)oC) 23,5oC S1

2.

Ketersediaan air (wa)

Curah Hujan (mm) 1595mm S1

Jumlah Bulan Kering -

-Kelembapan (%) 77,5% S1

3. Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Sedang S2

4.

Keadaan media perakaran (rc)

Tekstur tanah di permukaan Agak kasar S3

Fraksi kasar (%) - -Kedalaman tanah (cm) >90 S1 5. Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg) - -Kejenuhan basa (%) - -Ph H2O - -C-Organik (%) - -6. Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) - -7. Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) - -8. Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) - -9.

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 24 N

Tingkat bahaya erosi (eh) Ringan S2

10. Bahaya banjir (fh)

Banjir Tidak ada S1

11. Penyiapan lahan (lp) Batuan permukaan (%) 0 S1 Singkapan batuan (%) 0 S1 12. Gambut - -Kelas Kesesuaian N Faktor Pembatas Eh Sub Kelas N eh

(38)

3. Titik 3 Talas (Colocasia esculenta SCHOTT)

Tabel 14. Titik 3 Data Hasil Kesesuaian Lahan Aktual Talas

Berdasarkan data kesesuaiaan aktul tanaman talas pada ketiga titik berada pada kelas N eh dengan factor pembatas kelerengan. Factor pembatas kelerengan menyebabkan tanaman talas tidak sesuai untuk ditanami. Namun, pada kondi aktualnya lahan tersebut ditanami talas. Kesesuaian lahan aktual pada setiap titik komoditas Kopi, sebagai berikut :

1. Titik 1 Kopi Robusta ( coffea caephora )

No. Faktor Pembatas Data Kelas

1. Temperature (tc)

Temperatur rata-rata (oC) 23,5°C S1

2.

Ketersediaan air (wa)

Curah Hujan (mm) 1595mm S3

Jumlah Bulan Kering

Kelembapan (%) 77,5% S1

3. Ketersediaan oksigen (oa)Drainase Sedang S2

4. Keadaan media perakaran (rc)

(39)

Kedalaman tanah (cm) >90 S1 5. Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg) - -Kejenuhan basa (%) - -Ph H2O - -C-Organik (%) - -6. Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) - -7. Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) - -8. Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) - -9.

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 60% N

Tingkat bahaya erosi (eh) Ringan S2

10. Bahaya banjir (fh)

Banjir Tidak ada S1

11. Penyiapan lahan (lp) Batuan permukaan (%) 0 S1 Singkapan batuan (%) 0 S1 12. Gambut - -Kelas Kesesuaian N Faktor Pembatas Eh Sub Kelas N eh

Tabel 15. Titik 1 Data Hasil Kesesuaian Lahan Aktual Kopi

(40)

No. Faktor Pembatas Data Kelas

1. Temperature 23,5oC S1

Suhu tahunan rata- rata (oC)

2.

Ketersediaan air (wa)

1595mm S3

Curah hujan tahun an rata – rata (mm)

Jumlah bulan kering (monlh) -

-Kelembaban nisbi (%) 77,5 % S1

3. Ketersediaan oksigen (oa) Sedang S2

Drainase 4.

Keadaan media perakaran (rc)

Agak kasar S3 Tekstur tanah dipermukaan

Fraksi kasar (%) - -Kedalaman tanah (cm) > 90 S1 5. Retensi hara - -KTK liat (cmol/kg) Kejenuhan basa (%) - -Ph H2O - -C-organik (%) - -6. Toksisitas (xc) - -Salinitas (ds/m) - -7. Sodisitas (xs) - -Alkalinitas/ESP (%) -

-8. Bahaya sulfidic (xs)Kedalaman sulfidic (cm) -- - -9.

Bahaya erosi (eh)

50 % S3

Lereng (%)

Tingkat bahaya erosi (eh) Ringan S2

10. Bahaya banjir (fh)Banjir 0 S1

11.

Penyiapan lahan (Ip)

0 S1 Batuan permukaan (%) Singkapan batuan (%) 12. Gambut - -Ketebalan (cm)

Ketebalan (cm), bila berlapis dengan bahan mineral/ pengkayaan mineral kematangan

Kelas Kesesuaian S3

Faktor Pembatas wa rc, eh

(41)
(42)
(43)

No. Faktor Pembatas Data Kelas 1. Temperature (tc)Temperatur rata-rata (oC) 23,5 S1

2.

Ketersediaan air (wa)

Curah Hujan (mm) 1595mm S3

Jumlah Bulan Kering -

-Kelembapan (%) 77,5% S1

3. Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Sedang S2

4.

Keadaan media perakaran (rc)

Tekstur tanah di permukaan Agak

kasar S3 Fraksi kasar (%) - -Kedalaman tanah (cm) >90 S1 5. Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg) - -Kejenuhan basa (%) - -Ph H2O - -C-Organik (%) - -6. Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) - -7. Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) - -8. Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) - -9.

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 24 S3

Tingkat bahaya erosi (eh) Ringan S2

10. Bahaya banjir (fh) Banjir Tidak ada S1 11. Penyiapan lahan (lp) Batuan permukaan (%) 0 S1 Singkapan batuan (%) 0 S1 12. Gambut - -Kelas Kesesuaian S3 Faktor Pembatas wa rc, eh

Sub Kelas S3 wa,

(44)

Menurut Rayes (2007) Keseseuaian lahan aktual ialah kesesuaian lahan alami yang menunjukkan kesesuaian lahan pada kondisi saat dilakukan evaluasi lahan, tanpa adaya perbaikan yang berarti dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor pembatas yang ada dalam suatu lahan (satuan peta lahan).

Menurut FAO(1976) dalam Rayes 2007 terdapat 2 ordo kesesuaian lahan. 1 Ordo S: Sesuai (Suitable)

Lahan yang termasuk dalam ordo ini dapat digunakan untuk penggunaan tertentu secara lestari, tana atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya. Dengan kata lain, keuntungan lebih besar dari masukan yang diberikan.

2 Ordo N: Tidak Sesuai (Not Suitable)

Lahan yang termasuk dalam ordo ini mempunyai pembatas demikian rupa sehingga mencegah penggunaan secara lestari untuk suatu tujuan yang direncanakan.

Berdasarkan data diatas, kelas kesesuian tanaman kopi untuk titik 1 yaitu N eh dengan pembatasnya adalah kelerengan yang sangat berat sebesar 60%. Faktor kelerengan pada tanaman kopi tidak dapat diperbaiki sesuai dengan pernyataan Sinatala (2006) bahwa unit lahan yang mempunyai faktor penghambat iklim dan kelerengan sulit untuk di diperbaiki keadaannya. Selain itu, berdasarkan Tikha (2011) kelerengan yang baik untuk tanaman kopi yaitu 2-15%. Namun, pada kondisi aktualnya lahan tersebut ditanaaman kopi.

Selanjutnya pada titik 2 dan 3 kelas kesesuaian tanaman kopi yaitu S3 wa,rc,eh dengan pembatas yang sangat berat ketersediaan air, tekstur dan bahaya erosi. Menurut Rayes (2007), kelas S3 (Sesuai Marginal/Marginally Suitable) merupakan lahan yang mempunyai

Titik Kesesuaian Lahan Aktual

Kopi

1 N eh

2 S3 wa, rc, eh

(45)

yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan.Pembatas kesesuaian tanaman kopi meliputi curah hujan, tekstur agak kasar dan kelerengan. Sesuai dengan penyataan Zahriyah (2010) bahwa tekstur agak kasar kurang baik untuk tanaman kopi. 4.4.2 Kesesuaian Lahan Potensial

Pada lahan daerah yang kami survei merupakan daerah yang penggunaan lahannya sebagai hutan, dengan tegakan tanaman yang mendominasi yaitu tanaman kopi dan ada tanaman jagung. Daerah pegunungan dengan topografi perbukitan atau dataran tinggi. Tanaman kopi juga dapat hidup didaerah dataran tinggi sebagai tanaman budidaya. Serta untuk tanaman jagung yang dapat hidup di daerah dataran rendah sebagai tanaman budidaya dengan penggunaan lahan hutan produksi. Evaluasi kesesuaian lahan adalah bagian dari proses kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu secara lebih khusus, seperti padi sawah, tanaman palawija, tanaman perkebunan, atau bahkan untuk jenis tanaman tertentu (Hardjowigeno, 2007).

Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan dapat ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan atau drainase yang sesuai untuk usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Rayes, 2007).

Kesesuaian lahan potensial menunjukkan terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang akan di capai, setelah diadakan usaha usaha perbaikan tertentuk yang diperlukan, terhadap factor-faktor pembatasnya. Dalam hal ini hendaklah diperinci factor factor ekonomis yang disertakan dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan tersebut. Usaha perbaikan merupakan karakteristik kualitas lahan yang akan dilakukan disesuaikan dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan. (Rayes, 2007)

Kesesuaian lahan potensial pada setiap titik Talas, sebagai berikut, : 1. Titik 1 Talas (Colocasia esculenta SCHOTT)

Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Nilai data Rating kelas kesesuaian lahan actual Usaha perbaikan Rating kelas kesesuaian lahan potensial

(46)

Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) 23,5°C S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Ketersediaan air (wa) Bulan kering - - - -Curah hujan (mm/tahun) 1595 S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Kelembaban udara

(%) 77,5% S1 Tidak dapatdilakukan

perbaikan

S1

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase SEDANG S2 Perbaikan

sistem drainase, seperti pembuatan saluran drainase S1 Media perakaran (rc) Tekstur CL, SiC, SL, L S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Bahan kasar (%) - - - -Kedalaman efektf (cm) >90 S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Gambut: - - - -Ketebalan (cm) - - - -Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan

- - -

(47)

-Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) - - - -Kejenuhan basa (%) - - - -pH H2O - - - -C-organik (%) - - - -Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) - - - -Sodisitas (xn) - - - -Alkalinitas/ESP (%) - - - -Bahaya sulfidik (xs) - - - -Kedalaman sulfidik (cm) - - -

-Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 60 N Tidak dapat

dilakukan perbaikan

N

Bahaya erosi TIDAK ADA S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Bahaya banjir (fh) Genangan TIDAK ADA S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) TIDAK ADA S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Singkapan batuan (%) TIDAK ADA S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 ORDO N N

(48)

SUB KELAS N eh N Tabel 18. Titik 1 Data Hasil Kesesuaian Lahan Potensial Talas 2. Titik 2 Talas (Colocasia esculenta SCHOTT)

Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Nilai data Rating kelas kesesuaian lahan actual Usaha perbaikan Rating kelas kesesuaian lahan potensial Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) 23,5°C S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Ketersediaan air (wa) Bulan kering - - - -Curah hujan (mm/tahun) 1595mm S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Kelembaban udara (%) 77,5% S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase SEDANG S2 Perbaikan

sistem drainase, seperti pembuatan saluran drainase S1 Media perakaran (rc) Tekstur AGAK KASAR S2 Tidak dapat dilakukan perbaikan S2 Bahan kasar (%) - - - -Kedalaman efektf (cm) >90 S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1

(49)

Gambut: - - -

-Ketebalan (cm) - - -

-Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan - - - -Kematangan - - - -Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) - - - -Kejenuhan basa (%) - - - -pH H2O - - - -C-organik (%) - - - -Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) - - - -Sodisitas (xn) - - - -Alkalinitas/ESP (%) - - - -Bahaya sulfidik (xs) - - - -Kedalaman sulfidik (cm) - - -

-Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 50 N Tidak dapat

dilakukan perbaikan

N

Bahaya erosi RINGAN S2 Usaha

pengurangan laju erosi, pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, penanaman tanaman penutup lahan S1 Bahaya banjir

(50)

ADA dilakukan perbaikan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) TIDAK ADA S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 Singkapan batuan (%) TIDAK ADA S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 ORDO N N KELAS N N SUB KELAS N eh N

Tabel 19. Titik 2 Data Hasil Kesesuaian Lahan Potensial Talas 3. Titik 3 Talas (Colocasia esculenta SCHOTT)

Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Nilai data Rating kelas kesesuaian lahan actual Usaha perbaikan Rating kelas kesesuaian lahan potensial Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) 24,8°C22- S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 Ketersediaan air (wa) Bulan kering - - - -Curah hujan (mm/tahun) 1595mm S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 Kelembaban udara (%) 79,75 S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase SEDANG S2 Perbaikan

sistem drainase,

seperti pembuatan

(51)

drainase Media perakaran (rc) Tekstur SL, LS S3 - S3 Bahan kasar (%) - - - -Kedalaman efektf (cm) >90 S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 Gambut: - - - -Ketebalan (cm) - - - -Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan - - - -Kematangan - - - -Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) - - - -Kejenuhan basa (%) - - - -pH H2O - - - -C-organik (%) - - - -Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) - - - -Sodisitas (xn) - - - -Alkalinitas/ESP (%) - - - -Bahaya sulfidik (xs) - - - -Kedalaman sulfidik (cm) - - -

-Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) 24 N Tidak perlu

dilakukan perbaikan

N

(52)

pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, penanaman tanaman penutup lahan Bahaya banjir (fh) Genangan TIDAK ADA S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) TIDAK ADA S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 Singkapan batuan (%) TIDAKADA S1 Tidak perlu dilakukan perbaikan S1 ORDO N N KELAS N N SUB KELAS N eh N

Tabel 20. Titik 3 Data Hasil Kesesuaian Lahan Potensial Talas

INTEPRETASI

Kesesuaian lahan potensial pada setiap titik Kopi, sebagai berikut, : 1. Titik 1 Kopi Robusta ( coffea caephora )

Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan Nilai data Rating kelas kesesuaian lahan aktual Usaha perbaikan Rating kelas kesesuaian lahan potensial Temperatur (tc) Temperatur rerata (°C) 23,5 S1 Tidak dapat dilakukan perbaikan S1 Ketersediaan air (wa) Bulan kering - - -

Gambar

Tabel 1. Alat dan Fungsi
Tabel 2. Bahan dan Fungsi 2.3 Metode Penentuan Titik Pengamatan
Tabel klasifikasikan berisi 5 kolom yaitu nomor, faktor pembatas, hasil  pengamatan, pengelompokkan kriteria dari faktor pembatas, dan kelas
Gambar 1. Peta Dusun Turungrejo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
+7

Referensi

Dokumen terkait

SISWO SUYANTO. ISA DARMAWIDJAJA).. PENGKAJIAN SIFAB-SIFAT TANAH, KLASIFIKASI, DAN SEBARANNYA SERTA PENGKLASIFIKASIAEI SUBORDER ANDEPT KEDALAM ORDER. ANDISOL. STUD1 KASUS

Pada praktikum ini kadar lengas tanah yang diamati yaitu tanah Vertisol.Tanah vertisol merupakan tanah yang memiliki sifat kusus yakni mempunyai sifat vertik,hal

dan sifat kimia tanah lahan pertanian ataupun lahan perkebunan kelapa sawit.

Sifat fisik tanah yang menentukan kualitas fisik tanah adalah yang terkait dengan perkembangan akar tanaman dalam tanah, pasokan air tersedia bagi tanaman serta

Adanya lapisan tapak bajak bajak pada tanah sawah ditunjukkan dengan besarnya nilai bobot isi yang lebih tinggi dan mempunyai konsistensi yang lebih teguh daripada

Arah lereng : Barat daya; cembung Erosi : Erosi alur; sedang Drainase : Agak cepat Air Tanah : Tidak tahu Batuan : Kapur. Dideskripsikan di lapangan oleh B2 STELA 2013, 20 April

 Pendekatan analitik adalah Membagi ‘kontinum’ atas persil-persil atau satuan-satuan berdasarkan pada pengamatan perubahan dalam sifat-sifat tanah ‘eksternal’ ( sifat

Sifat fisik tanah yang menentukan kualitas fisik tanah adalah yang terkait dengan perkembangan akar tanaman dalam tanah, pasokan air tersedia bagi tanaman serta