• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS MAKALAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS MAKALAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MAKALAH

SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

PRINSIP-PRINSIP DAN METODE DALAM SURVEI TANAH

Disusun oleh : Kelas C Kelompok 1

Etik Nurhayati : 135040200111006

Ainur Rofiq Edy

Kurniawan

: 135040200111008 Ahmad Rizal Yogaswara : 135040200111014

Putri Hidayanti : 135040200111016

Andy Agus Cahyono : 135040200111025

Fauziyah Ghina Tsamarah : 135040200111033

Rami Andhina : 135040200111048

Puji Nur Rahayu : 135040200111055

Abyan Farhandhitya S. : 135040200111056

M. Arief Biamrillah : 135040200111058

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2014

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1...Latar Belakang 4 1.2...Tujuan 5 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Peta dan Peta Tanah...6

a. Pengertian Peta...6

b. Skala peta dan Ketelitian Informasi...6

c. Peta Tanah...7

2.2 Prinsip-prinsip Survei Tanah...8

a. Satuan Peta dan Satuan Taksonomi...8

b. Satuan Peta Tanah dalam survei Tanah...11

2.3 Metode Survei Tanah...25

a. Sistem Fisiografi...25

b. Sistem Grid...26

c. Sistem Grid Bebas...27

d. Survei Non-sistematik...28

BAB III PENUTUP

Simpulan ...29

DAFTAR PUSTAKA

(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat, taufiq dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul

“Prinsip-prinsip dan Metode dalam Survei Tanah”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan.

Makalah ini dapat terwujud berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak, yaitu anggota kelompok yang telah bekerja keras, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih banyak memiliki kekurangan.

Kritikan dan saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan makalah ini di masa mendatang. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Malang, 28 Februari 2015

Penyusun

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai suatu benda alami yang heterogen, tanah terbentuk dari hasil interaksi iklim, organisme, bahan induk, relief dimana terbentuknya (topografi), serta waktu. Tanah merupakan benda yang melapisi bumi yang berfungsi dalam memenuhi kebutuhan manusia. Tanah memiliki jatidiri yang unik dan bersama- sama dengan faktor lingkungan lainnya seperti air dan udara, sehingga selain dapat menentukan kehidupan manusia juga menentukan kehidupan flora dan fauna (Mulyanto, 2010).

Tanah merupakan perkembangan dari batuan induk, oleh karena itu sifat yang dimilikinya sesuai dengan batuan penyusunnya. Perkembangan tanah akan berlangsung terus-menerus, sehingga menjadikan sifatnya berubah. Perbedaan batuan penyusunnya ternyata juga mengakibatkan sifat tanah berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap penggunaan dari tanah itu sendiri. Oleh karena itu, harus diadakan suatu kegiatan guna mempelajari perbedaan tersebut, sehingga tanah dapat diketahui karakteristiknya dan dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik tersebut.

Survei tanah dapat memberikan informasi tentang sumber daya alam, terutama tentang sifat-sifat dan faktor-faktor pembatas tanah untuk suatu tujuan- tujuan tertentu. Informasi ini sangat diperlukan untuk keputusan pengembangan sumber daya lahan, baik untuk pertanian maupun untuk kepentingan lain, agar bermanfaat secara optimal dan berkesinambungan (Rayes, 2007).

Menurut Soil Survey Division Staff (1993), survei tanah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan.

Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai prinsip-prinsip serta metode-

metode apa saja yang digunakan dalam kegiatan survei tanah.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Peta dan Peta Tanah 2.1.1 Pengertian peta

Pengertian peta secara umum adalah gambaran dari permukaan bumi yang digambar pada bidang datar, yang diperkecil dengan skala tertentu dan dilengkapi simbol sebagai penjelas. Beberapa ahli mendefinisikan peta dengan berbagai pengertian, namun pada hakikatnya semua mempunyai inti dan maksud yang sama. Berikut beberapa pengertian peta dari para ahli.

1) Menurut ICA (International Cartographic Association)

Peta adalah gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil/diskalakan.

2) Menurut Aryono Prihandito (1988)

Peta merupakan gambaran permukaan bumi dengan skala tertentu, digambar pada bidang datar melalui sistem proyeksi tertentu.

3) Menurut Erwin Raisz (1948)

Peta adalah gambaran konvensional dari ketampakan muka bumi yang diperkecil seperti ketampakannya kalau dilihat vertikal dari atas, dibuat pada bidang datar dan ditambah tulisan-tulisan sebagai penjelas.

2.1.2 Skala peta dan kedetilan informasi

Dalam sebuah peta pastinya akan disertai dengan adanya skala peta, skala peta merupakan perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi di lapangan. Semakin kecil nilai perbandingannya, maka detail yang diberikan pada peta akan semakin banyak.

Berdasarkan skala, peta tanah terbagi menjadi 6 macam yaitu :

1) Peta tanah bagan (skhematic/generalised soil map), pada umumnya menggunakan skala 1 : 2.500.000.

2) Peta tanah eksplorasi (Exploratory soil map), menggunakan skala 1 :

1.000.000 - 1: 500.000, namun pada umumnya menggunakan skala

1:1.000.000.

(6)

3) Peta tanah tinjau (Reconnaissance soil map), umumnya di buat pada skala 1 : 250.000. Satuan peta didasarkan pada tanah bentuk lahan, atau sistem lahan yang telah di delineasi melalui intepretasi foto udara dan citra satelit.

4) Peta tanah semi-detail (semi detaile), skala publikasi 1 : 50.000.

penggunaan dari skala peta ini adalah penyusunan peta tata ruang wilayah kota/kabupaten.

5) Peta tanah detail (detailed soil map) , yaitu peta dengan 1: 25.00 sampai dengan skala 1 : 10.000. Penggunaan dari skala peta ini adalah perencanaan mikro dan operasional proyek-proyek pengembangan tingkat kabupaten atau kecamatan, transmigrasi, perencanaan dan perluasan jaringan irigasi sekunder dan tersier.

6) Sangat detail, yaitu peta tanah dengan skala lebih dari 1:10.000 atau pada umumnya dengan skala 1:5.000. Contoh penggunaannya adalah untuk perencanaan dan pengolahan lahan di tingkat petani, penyusunan rancangan usaha tani konservasi, serta intensifikasi penggunaan lahan kebun.

2.1.3 Peta tanah

Peta tanah adalah peta yang dibuat dengan tujuan untuk memberikan penggambaran jenis-jenis tanah pada suatu wilayah dilihat dari kenampakan fisik dari permukaan bumi. Peta tanah dibuat berdasarkan hasil pemetaan dan survei tanah. Tujuan pemetaan tanah adalah melakukan pengelompokan tanah ke dalam satu satuan peta tanah yang masing-masing mempunyai sifat-sifat yang sama.

Masing-masing satuan peta diberi warna yang sedapat mungkin sesuai dengan

warna tanah yang sesungguhnya. Satuan peta tanah pada dasarnya tersusun atas

unsur-unsur yang pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, yaitu satuan

tanah, satuan bahan induk, dan satuan wilayah (Darmawidjaya, 1990)

(7)

2.2 Prinsip-prinsip dalam Survei Tanah

2.2.1 Satuan peta tanah dan satuan taksonomi

Satuan peta tanah (satuan peta) dan satuan taksonomi merupakan dua istilah yang berbeda. Satuan peta tanah merupakan satuan yang dibatasi dilapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam (landscape). Satuan taksonomi (satuan tanah) merupakan satuan yang diperoleh dari menentukan satu selang sifat (Range in Cracteristic) tertentu dari sifat-sifat tanah yang didefenisikan oleh suatu sistem klasifikasi tanah. Setiap satuan peta tanah bisa berisi satu atau lebih satuan taksonomi tanah.

a. Satuan peta tanah

Satuan peta tanah (soil mapping unit) atau satuan peta terdiri atas kumpulan-kumpulan semua deliniasi tanah yang ditandai oleh simbol, warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta. Delineasi tanah (soil deliniation) adalah daerah yang dibatasi oleh suatu batas tanah pada suatu peta. Umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan peta. Data atau informasi dari masing- masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah dijelaskan dalam legenda peta.

Satuan peta ialah satuan lahan yang mempunyai sistem fisiografi/landform yang sama, yang dibedakan satu sama lain dilapangan oleh batas-batas alami dan dapat dipakai sebagai suatu evaluasi lahan. Satuan-satuan yang dihasilkan umunya berupa tumbuhan lahan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang dibedakan oleh batas-batas alami ditempat terjadinya perubahan ciri-ciri yang paling cepat kearah lateral. Pendekatannya merupakan pendekatan fisiografis.

Satuan peta disusun untuk menampung informasi penting dari suatu lahan (poligon) tentang hal-hal yang berkaitan dengan survei tanah. Satuan peta tanah harus dengan mudah dapat di kenali, diukur, dan dapat dipetakan pada skala yang tersedia dari peta dasarnya, waktu yang tersedia, kemampuan dari para pemetanya, dan tujuan dari survei tersebut.

Dalam taksonomi tanah dikenal istilah pedon dan polipedon. Pedon

dianggap terlalu kecil untuk dapat menunjukkan kenampakkan yang lebih luas

lereng dan permukaan berbatu. Polipedon, seperti dikemukakan dalam taksonomi

tanah, merupakan suatu satuan klasifikasi tumbuhan tanah dan homogen pada

(8)

tingkatan seri dan cukup luas untuk menggambarkan semua karakteristik tanah yang dipertimbangkan dalam deskripsi dan klasifikasi tanah. Polipedon jarang dapat bertindak sebagai sesuatu yang nyata untuk klasifikasi karena amat sangat sulit menemukan batas suatu polipedon dilapangan dan karena adanya kontradiksi dan circular nature dari konsep tersebut. Ahli tanah mengklasifikasikan pedon tanpa memperhatikan batas ukurannya, yang secara sadar atau tanpa disadari mengaitkan berbagai sifat-sifat yang lebih luas yang dibutuhkan dari daerah sekitar tanah tersebut ke pedon. Polipedon mengaitkan tubuh tanah nyata dialam kepada konsep mental dari klas taksonomi.

Oleh dari itu batasan dari polipedon ini secara konsepsional awal sama dengan batasan dari seri tanah, yaitu yang merupakan kategori terendah dari sistem klasifikasi taksonomi tanah. Dengan demikian, setiap polipedon dapat diklasifikasikan dalam seri tanah, hanya saja bahwa seri tanah mempunyai selang sifat yang lebih lebar dari pada polipedon. Polipedon mempunyai luasan minimal

> 1 m

2

dan maksimalnya tak terbatas.

Menurut Soil Survei Division Staff (1993), satuan peta merupakan kumpulan daerah-daerah (area) yang didefenisikan dan komponen tanah atau daerah anaeka atau kedua-duanya diberi nama yang sama. Setiap satuan peta tanah berbeda dalam beberapa dengan yan lainnya dalam satu daerah survei dan secara unik didefenisikan pada suatu peta tanah. Masing-masing daerah (luasan) pada peta tersebut disebut delineasi. Suatu peta terdiri atas 1 atau lebih komponen (taksa) tanah. Komponen individu dari suatu satuan peta mewakili kumpulan polipedon-polipedon atau bagian-bagian polipedon yang merupakan anggota dari taksa tersebut atau macam dari daerah aneka.

b. Satuan taksonomi

Satuan taksonomi adalah sekelompok tanah dari satuan sistem klasifikasi tanah, masing-masing diwakili oleh suatu profil tanah yang mencerminkan

‘central concept’ (konsep pusat) dengan sejumlah kisaran menyimpan sifat-sifat

dari konsep pusat tersebut. Jadi satuan taksonomi tanah menentukan suatu selang

tertentu dari sifat-sifat tanah dalam kaitannya dengan selang sifat tanah secara

(9)

total dalam suatu sistem klasifikasi tanah tertentu. Pendekatannya merupakan pendekatan morfologik.

Satuan taksonomi tanah sering kali dibuat tanpa mempertimbankan fakta- fakta yang ada dilapangan. Misalnya kita dapat saja mengelompokkan tanah-tanah dengan lapisan-bawah warna kelabu sebagai kelas tersendiri dan yang memiliki kontak litik yang dankal sebagai kelas yang lain. Pengelompokan ini mungkin dapat didelineasi pada peta. Tetapi pada umumnya sangat sukar dilakukan karena tidak terlihat dilapangan secara lansung.orang yang melakukan klasifikasi atau pengelompokkan tadi menciptakan konsep yang abstrak. Yang dapat diterima sebagai anggota suatu kelas hanyalah tanah-tanah yang memenuhi sifat tertentu.

Kelas yang berwarna kelabu merupakan suatu taksa didalam sistem taksonomi, sebagai suatu pembagian lebih lanjut dari tanah yang universal. Masing-masig nama tersebut akan menunjuk semua tanah yang mempunyai sifat-sifat yang telah ditentukan.

Hampir tidak mungkin mendelineasi secara akurat pada peta daerah yang benar-benar termasuk kedalam taksonomi dilapangan. Artinya tidak seorangpun yang mampu memetakan tanah dengan satuan taksonomi. Semua tanah tersembunyi dibawah permukaan. Han ya kenampakkan permukaan dan sifat-sifat permukaan tanah yan terlihat dengan demikian tidak mungkin menulusurinya dilapangan.

Menurut Van Wambeke Dan Forbes (1986), perbedaan yang prinsip antara satuan taksonomi dan satuan peta adalah satuan taksonomi merupakan suatu konsep yang dihasilkan dari membagi tanah sejagat (soil universal) sedangkan satuan peta merupakan hasil dari pengelompokan delineasi tanah yang mempunyai nama, simbol, warna, atau lambang khas lainnya yang sama pada suatu peta yang dapat dikenali, diukur, dan dipetakan dilapangan dengan mudah.

Komponen dari satuan peta tanah berbeda-beda, tergantung pada skala survei tanah. Semakin besar skala peta tanah semakin banyak jumlah pengamatan yang dilakukan dan semakin rendah kateori dari satuan taksonomi.

Kenampakkan permukaan bentang-alam sangat membantu pemeta dalam

mendelineasi satuan peta tanah. Tanah-tanah yang berada dalam suatu delineasi

(10)

(satuan) peta, seringkali tidak semuanya dapat dikelompokkan kedalam satu satuan taksonomi, melainkan termasuk dua tau lebih satuan taksonomi yang berbeda. Karena satuan peta mengikuti kenampakkan bentang-alam, dapat dikatakan bahwa satuan peta itu benar-benar terdapat di alam dan dapat dilihat serta diraba, sedangkan satuan taksonomi merupakan satuan yang abstrak.

Klasifikasi (taksonomi) tanah merupakan pengembangan konsep fikiran manusia. Dalam hal ini satuan taksonomi tanah adalah buatan manusia, sedangkan satuan peta merupakan batas tanah sesungguhnya (merupakan tubuh tanah alami).

Berikut adalah fungsi sistem klasifikasi tanah :

 Sebagai media komunikasi bagi para pakar tanah, penyuluh, peneliti, dan lain-lain.

 Mengekstrapolasikan hasil-hasi penelitian.

Beberapa sistem klasifikasi tanah yang digunakan sebagai satuan taksonomi di indonesia antara lain sistem Puslittan (1981) yang merupakan penyempurnaan dari sistem Dudal dan Supraptohardjo (1957), sistem FAO- Unesco (1974 : 1998) dan sistem soil taxsonomi USDA (Soil Survey Staff, 1999, 2003).

2.2.2 Satuan Peta Tanah Dalam Survey Lahan

Satuan peta tanah (SPT) dibuat tergantung tingkat ketelitian survei atau tingkat pemetaan yang dilakukan, sehingga satuan peta tanah dapat memiliki kisaran karakteristik yang luas maupun sempit. Macam satuan peta tanah menurut (Wambeke & Forbes, 1986) ada 4, yaitu konsosiasi, asosiasi, kompleks, dan kelompok tak dibedakan (‘undefferentiated groups’) yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

a. Satuan peta tanah sederhana (simple mapping unit)

Satuan peta ini hanya mengandung satu satuan tanah saja atau terdapat tanah lain yang disebut sebagai inklusi. Satuan peta tanah ini banyak dijumpai pada survei tanah detail, dari daerah yang relatif seragam. Satuan peta ini disebut konsosiasi. Menururt Wambeke dan Forbes (1986), konsosiasi merupakan satuan peta yang didominasi oleh satu satuan tanah dan tanah yang mirip (similar soil).

Sekurang-kurangnya 50% dari pedon-pedon yang ada di dalam satuan peta

(11)

tersebut sama dengan yang tertulis dalam satuan peta tanah, sedangkan pedon- pedon atau tanah-tanah yang berbeda (dissimilar soil) yang disebut inklusi, dalam satuan peta konsosiasi tidak lebih dari 25%, 15% atau 10% tergantung dari sifat yang diuraikan sebagai berikut:

 Jika tanah yang berbeda tersebut lebih baik sama dengan tanah utamanya, maka diperkenakan 25%.

 Jika tanah yang berbeda tersebut bersifat sebagai pembatas untuk pembangunannya, maka hanya diperkenankan hingga 15%.

 Jika tanah yang berbeda tersebut berbeda kontras dan merupakan faktor pembatas yang berat, maka hanya diperbolehkan hingga 10%.

Sedangkan sisanya merupakan tanah-tanah yang serupa (similar soil).

Gambar 1.

b. Satuan peta tanah majemuk (compound mapping unit)

Terdiri atas dua satuan tanah atau lebih yang berbeda (dissimilar soil).

Biasanya satuan peta tanah ini digunakan pada survei tinjau atau survei lainnya yang berskala lebih kecil pada daerah yang rumit/heterogen. Satuan peta tanah majemuk dibedakan menjadi :

1) Asosiasi tanah

SPT jenis ini mengandung dua atau lebih satuan tanah yang tidak serupa

yang digunakan dalam penamaan SPT dan mempunyai komposisi yang hampir

sama. Satuan-satuan tanah penyusun SPT ini tidak dapat dipisahkan satu sama

lain kedalam SPT-SPT yang berbeda karena keterbatasan skala pemetaan. SPT

(12)

asosiasi dalam skala peteaan yang lebih besar dapat dipisahkan kedalam SPT-SPT konsosiasi yang berbeda. Sekelompok tanah, terutama yang berbeda dalam tingkat drainase alamiah, dan secara geografis bersatu karena bahan induk yang relatif seragam sifatnya.

Gambar 1 Komposisi Asosiasi/Kompleks

2) Kompleks tanah

Suatu jenis satuan peta tanah yang digunakan dalam survei tanah dan tersusun dari delineasi, dimana masing-masingnya menunjukkan ukuran, bentuk, dan lokasi satuan lanskap yang tersusun dari dua atau lebih komponen tanah, atau komponen tanah dan areal miselaneus, ditambah inklusi yang diperbolehkan.

Tubuh komponen dan areal miselaneus terlalu kecil untuk dapat didelineasi secara individuil dalam skala 1:24.000. Beberapa tubuh dari tiap komponen tanah atau areal miselaneus sesuai untuk ada dalam setiap delineasi. Proporsi komponen dapat bervariasi dari satu delineasi ke delineasi lain dan semua komponen dan semua komponen tidak harus ada dalam delineasi meskipun mereka ada dalam hampir semua delineasi. Dulu ditentukan seperti dalam tetapi skala petanya tidak ditentukan. Lihat komponen tanah, konsosiasi tanah, asosiasi tanah, grup tak terbedakan, areal miselaneus.

SPT ini mirip dengan SPT asosiasi karena terdapat dua atau lebih satuan- satuan tanah yang tidak serupa yang digunakan dalam penamaan SPT, demikian juga komposisi masing-masing satuan tanahnya serupa dengan SPT asosiasi.

Persebaran satuan tanah yang ada pada SPT ini tidak mengikuti pola tertentu

(13)

sehingga dalam skala pemetaan yang lebih besar, satuan-satuan tanah yang menyusunnya tetap tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

3) Daerah aneka

SPT ini mengandung dua atau lebih satuan-satuan tanah yang tidak serupa yang menyusun nama SPT. Satuan-satuan tanah yang ada didalamnya dikelompokkan kedalam satu SPT yang sama karena mempunyai kesamaan dalam penggunaan dan pengelolaan yaitu penggunaan yang umum. Persebaran satuan- satuan tanah di dalam SPT ini tidak secara konsisten mengikuti pola fisiografis tertentu.

4) Kelompok tak dibedakan (undifferenti ated groups)

Terdiri dari  2 jenis tanah yg secara geografis tidak selalu berupa konsosiasi tetapi termasuk dalam satuan peta yang sama karena untuk penggunaan dan pengelolaannya sama atau mirip. Tanah-tanah tersebut dimasukkan ke dalam satuan peta yang sama karena sama-sama mempunyai sifat: berlereng terjal, berbatu, terpengaruh banjir, dan lain-lain yang membatasi penggunaan/pengelolaaanya. Ketentuan proporsi dari masing-masing tanah yang menyusunnya sama dengan asosiasi atau kompleks.

Gambar 2 Komposisi Kelompok Tak-dibedakan

Beberapa kriteria untuk menentukan satuan peta menurut Dent dan Young

(1981) adalah :

(14)

a) Satuan peta hendaknya sehomogen mungkin (tidak perlu mempunyai karakteristik yang seragam, tetapi variasi dalam satu satuan peta dipertahankan dalam batasan yang telah dibuat). Macam variasi hendaklah tetap konsisten dengan semua satuan peta yang mempunyai nama yang sama.

b) Pengelompokkan hendaklah mempunyai nilai yang praktis.

c) Harus memungkinkan untuk memetakan satuan secara konsisten.

d) Pemetaan hendaklah diselesaikan dalam waktu yang layak dan dengan peralatan yang umum. Sifat tanah yang digunakan dalam pemetaan haruslah (terutama) sifat yang dapat diamati dan dirasakan seperti warna dan tekstur. Banyak sifat-sifat tanah penting didalam praktek seperti unsur hara misalnya, tidak dapat langsung diamati dan dipetakan dilapangan.

Hubungan sifat tanah yang dapat diamati dan sifat tanah penting lainnya harus ditemukan selama survei.

e) Sifat tanah yang relatif stabil, seperti tekstur dan litologi, hendaklah digunakan untuk memberi batasan satuan taksonomi, bukan sifat yang cepat berubah dengan pengelolaan seperti struktur atau bahan organik tanah-atas.

f) Satuan taksonomi tanah pada masing-masing satuan peta tanah, baik satuan sederhana maupun majemuk, tergantung dari skala peta final yang akan dihasilkan. Makin besar skala makin rendah kategori klasifikasi (taksonomi) tanah yang di gunakan.

Satuan taksonomi tanah pada masing-masing satuan peta tanah, baik satuan sederhana maupun majemuk, tergantung dari skala peta final yang akan dihasilkan. Makin besar skala makin rendah kategori klasifikasi (taksonomi) tanah yang digunakan. Dalam survei tanah detail, satuan peta yang sering digunakan adalah :

a) Seri tanah, merupakan sekelompok tanah yang memiliki ciri dan perilaku serupa,

berkembang dari bahan induk yang sama dan mempunyai sifat-sifat dan susunan

horizon, terutama dibagian bawah horizon olah dan sama dalam rezim

(15)

kelembaban dan suhu tanah. Nama seri diambil dari nama lokasi pertama kali ditemukan seri tanah tersebut. Misalnya seri Labuanteratak.

b) Fase tanah, merupakan pembagian lebih lanjut dari seri tanah sesuai dengan ciri- ciri penting bagi pengelolaan/penggunaan lahan, seperti drainase dan erosi. Fase dapat juga digunakan pada tingkat kategori lainnya seperti famili, sub-group dan lain-lain

c) ‘Soil variant’, merupakan tanah yang sangat mirip dengan seri yang sudah ditemukan, tetapi berbeda dalam beberapa sifat penting. Hal ini mengurangi banyak seri tanah yang mungkin ditemukan dalam suatu survei, dimana perbedaan tidak terlalu besar. ‘Soil variant’ dapat menjadi seri tersendiri, jika pengkajian lapangan telah dilakukan lebih intensif.

c. Penamaan satuan peta tanah

Penamaan satuan tanah yang dikemukakan dalam hal ini adalah penamaan mengunakan sistem klasifikasi taksonomi tanah USDA (Soil Survey Staff, 1990:

2003). Satuan peta tanah terdiri atas satuan tanah dan fasenya. Kategori untuk penamaan satuan tanah tergantung dari skala peta. Pemetaan skala besar (pemetaan detail) mengunakan kategori rendah (famili atau seri), sedangkan skala kecil menggunakan kategori tinggi (sub-group, great-group, sub-ordo atau ordo) masing-masing kategori dapat menggunakan satuan fase.

Fase merupakan segala sifat tanah atau faktor lingkungan yang mempengaruhi penggunaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Biasanya merupakan sifat-sifat atau corak tambahan suatu seri tanah atau satuan tanah lainnya dalam kategori klasifkasi tanah. Misalnya tekstur lapisan atas, kemiringan lahan (lereng) batuan diatas permukaan maupun didalam prifil tanah dan sebagainya.

Cara penamaan satuan peta tanah mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1) Konsosiasi

 Nama pertama terdiri dari satuan tanah atau taxon yang kemudian diikuti dengan fase.

 Untuk fase tekstur lapisan atas atau lapisan organik dipermukaan tidak

disertai dengan tanda ‘koma’. Contoh : Ciawi liat. Tidak ditulis Ciawi, liat.

(16)

 Jika fase tekstur lapisan atas tidak digunakan tetapi karena berbatu, berkerikil dsbnya, maka penulisannya menggunakan ‘koma’. Contoh : Cobanrondo, berbatu.

 Untuk dua atau tiga fase digunakan ‘koma’. Contoh : pujian liat, lereng 15- 20%, tererosi.

 Penulisan fase erosi ditulis paling belakang.

 Penulisan fase lereng ditu;s paling belakang kecuali jika ada fase erosi.

Contoh : pujian skeletal berliat, substratum padas, leren 5-30%, tererosi.

2) Kompleks

 Ditulis kata ‘kompleks; jika fase dari masing-masing taxon tersebut tidak sama, misalnya tekstur lapisan atas tidak sama. Contoh : Kompleks Cobanrondo-Sebaluh.

 Kata ‘kompleks’ tidak ditulis jika fase tekstur lapisan atas seri-seri tanah yang menyusunnya sama. Contoh : Jeho-Cula liat.

Perhatikan beberapa contoh berikut :

3) Asosiasi

Berbeda dengan kompleks, maka kata asosiasi selalu digunakan. Contoh penamaannya adalah sebagai berikut:

 Asosiasi Cangar-Batu, terjal (dua seri tanah dengan fase lereng terjal)

 Asosiasi Cangar, terjal-Batu (fase lereng terjal hanya pada seri cangar)

 Asosiasi Typic Frgiochrepts-Aeric Fragioaquepts (asosiasi sub-group)

4) Kelompok tak dibedakan (‘undiferentiated groups’)

Untuk penamaan digunakan kata dan guna menggabunkan satu seri dengan seri lainnya. Atau digunakan kata ‘tanah’ didepan nama seri tanah tersebut. Contoh :

 Batu dan Cangar lempung berdebu atau tanah Batu dan Cangar

 Tanah Ciasem dan Ido, sangat terjal

 Tanah Pendem dan Dau, sangat berbatu

(17)

d. Inkluisi Dalam Satuan Peta Tanah

Dalam setiap satuan peta tanah hampir selalu mengandung satuan tanah lain yang didalam legenda peta tanah namanya tidak muncul. Satuan tanah ini disebut inkluisi. Inkluisi tersebut terlalu kecil untuk dideliniasi tersendiri, atau kadang memang tidak teramati oleh metode survei yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa delineasi terkecil dalam peta adalah 0.4 cm

2

(USDA, 1989). Inkluisi dapat berupa tanah yang serupa atau tanah yang tidak serupa dengan tanah yang digunakan sebagai nama satuan peta tersebut. Tanah yang tidak serupa dapat pula berupa tanah penghambat (limiting) atau tanah yang bukan penghambat (non limiting).

1) Inkluisi tanah serupa

 Mempunyai beberapa sifat penciri yang sama dengan sifat tanah utama.

 Berperilaku dan berpotensi serupa dengan tanah utama.

 Memerlukan usaha konservasi dan pengelolaan yang sama dengan tanah utama.

Contoh : Typiq Argiaquolls dan Udollic Ocharaqualfs. Kedua tanah ini mempunyai persamaan sifat dalam hal :

 Kelembaban tanah

 Kejenuhan basa

 Kandungan bahan organik

 Memiliki perbedaan tidak lebih dari 2 atau 3 kriteria.

 Kesamaan sifat dapat terjadi pada sembarang tingkat kategori (fase, seri, famili, subroup).

2) Inkluisi tanah tidak serupa

 Tidak mempunyai kesamaan terhadap sifat-sifat penciri penting atau memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah utama.

 Perbedaan antara tanah yang tidak serupa dapat dalam arti banyaknya sifat tanah yang berbeda atau besarnya tingkat perbedaan atau kedua-duanya.

 Perbedaan dapat terjadi pada tingkat fase, seri famili atau kategori yang lebih tinggi. Tanah tidak serupa dapat sebagai penghambat atau bukan penghambat.

Contoh: tanah sempit dengan lereng 15-25% yang merupakan inkluisi

dalam satuan peta tanah dengan lereng dominan 4-8% dapat merupakan

(18)

penhambat serius penggunaan tanah di daerah tersebut. Inkluisi ini disebut inkluisi penghambat. Berikut adalah keterangan dari dua macam inkluisi yaitu :

 Inkluisi penghambat adalah inkluisi tanah tidak serupa yang mempunyai faktor penghambat lebih besar dari tanah utama atau mempengaruhi tingkat pengelolaannya.

 Inkluisi bukan penghambat adalah inkluisi tanah tidak serupa dengan faktor penghambat lebih rendah dari pada tanah utama. Tidak akan mempenaruhi interpretasi terhadap potensi satuan peta tersebut.

e. Fase Tanah

Fase merupakan pengelompokkan tanah secara fungsional yang bermanfaat untuk memprediksi potensi tanah didaerah yang disurvei. Semua sifat yang mempengaruhi potensi tanah yang tidak digunakan sebagai pembeda pada tingkat seri tanah atau kategori yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai pembeda untuk fase.

Fase yang biasa digunakan untuk seri tanah menurut Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun (1993) adalah sebagai berikut:

1) Tekstur lapisan atas tanah mineral

 Fase tekstur diambil dari nama tekstur lapisan atas.

 Bila terdapat lapisan tipis bahan organik dipermukaan, maka nama tekstur diambil dari tekstur setelah lapisan sampai kedalaman paling sedikit 12 cm (tetapi tidak lebih dari 25 cm dicampur)

Untuk tanah yang mempunyai desert pavement (umumnya tanah daerah arid) adalah tekstur etelah dicampur dengan horizon A dan E.

Contoh : Bogor lempung berliat, Cibinong liat berdebu.

Catatan : seri tanah yan diikuti dengan fase tidak perlu ditulis kata seri didepannya.

2) Lapisan organik di permukaan tanah

 Fase lapisan organik diberi nama sebagai berikut :

Bergambut kasar (peat), bergambut sedang (mucky peat) dan bergambut halus (muck).

Peat, setara dengan bahan fibrik (bahan organik kasar)

Mucky peat, setara dengan bahan hemik (bahan organik dengan

tingkat dekomposisi sedang)

(19)

Muck, setara dengan bahan saprik (bahan organik halus).

Contoh : Cinta manis bergambut kasar; Banjar lempung berdebu, bergambut halus (lapisan mineral di permukaan yang banyak mengandung bahan organik halus).

3) Fragmen batuan di dalam tanah atas

Di gunakan untuk framen batuan (kerikil) didalam tanah atas yan jumlahnya lebih dari 15% volume. Contoh :

 Pakem lempung berkerikil (fragmen batuan 15 – 30%).

 Kaliurang lempung sangat berkerikil (fragmen batuan 35 – 60%)

 Tempel lempung amat sanagat berkerikil (framen batuan lebih dari 60%)

4) Batuan dipermukaan tanah

Digunakan untuk batu atau batuan dipermukaan tanah yang jumlahnya lebih dari 0.01% volume. Batu tersebut akan mempengaruhi pengolahan tanah, panen, penggunaan mesin-mein pertanian.

Tabel 1. Perbandingan batuan di permukaan tanah

Tidak berbatu < 0.01 %

Berbatu 0.01– 0.1 %

Sangat berbatu 0.1 – 3.0 %

Amat sangat berbatu 3.0 – 15.0 %

Berbatuan (rubly) 15 – 75 %

Lahan batuan >75 %

Contoh :

 Cangkringan lempung, lereng 10 – 20 %, amat sangat berbatu.

Ciapus lempung, lereng 15 – 30 %, berbatuan (rubly).

5) Fase lereng

 Fase lereng digunakan baik sebagai lereng tunggal maupun lereng majemuk.

 Lereng majemuk (kompleks) adalah lereng dengan lebih dari satu arah

dan ditujukan oleh daerah punggung dan lembah dalam satu delineasi,

sedangkan lereng tunggal relatif mempunyai arah lereng yang

seragam.

(20)

 Satuan peta dengan lereng tunggal menggunakan nama fase dengan selang lereng dalam persen. Contoh :

 Darmaga lempung berdebu, lereng 4 – 8 %, tererosi

 Kompleks seri Darmaga-Cimulang, lereng 8 – 15 %

Satuan peta dengan seri majemuk, biasanya mengunakan adjective.

Contoh :

 Asosiasi Darmaga-Cimulang, berbukit

Seri Pakem dan Kaliurang, bergelombang.

6) Erosi tanah

Fase erosi tanah digunakan untuk menunjukkan besarnya erosi yang telah terjadi dan bukan untuk potensi terjadinya erosi. Fase erosi tanah ditentukan berdasarkan atas kela-kelas erosi yang didefenisikan dalam soil survey manual (USDA, 1989) berikut :

 Agak tererosi – kelas 2 erosi.

 Sanagt tererosi – kelas 3 erosi

Gulled tanah yang mengalami erosi parit kurang dari 10%.bila yang mengalami erosi parit lebih dari 10%, satuan peta menjadi komplek atau daerah aneka.

 Agak tererosi angin – kelas 1 erosi agin.

 Sangat tererosi angin – kelas 2 atau 3 erosi angin.

Contoh : turgo lempun berdebu, lereng 10 – 15 % sangat tererosi.

7) Fase pengendapan

Fase pengendapan digunakan untuk bahan-banah yang diendapkan oleh air atau angin diatas tanah lain yang tidak memenuhi syarat sebagai tanah tertimbun.

(tebal kurang dari 30 cm atau antara 30 – 50 cm, tetapi kuarang dari setengah dari tebal horizon penciri tanah yang tertimbun.

8) Fase kedalaman

Yang dimaksud kedalaman dalam tingkat fase adalah kedalaman sampai

kelapisan dengan sifat-sifat tertentu yang berpengaruh nyata terhadap tujuan

survei tersebut, dan belum digunakan sebagai pembeda dalam seri tanah atau

kategori yang lebih tinggi.

(21)

Tabel 2. Kelas kedalaman pada fase kedalaman

Sangat Dangkal < 25 cm

Dangkal 25 – 50 cm

Agak dalam (agak dangkal) 50 – 100 cm

Dalam 100 – 150 cm

Sangat dalam Lebih dari 150 cm

9) Fase substratum

Digunakan untuk substratum yang terletak dibawah control section dari seri dan famili. Biasanya digunakan untuk substratum yang tidak padu dibawah kedalaman 100 cm. Berikut ini Jenis Fase Substratum:

 Substratum kalkareus.

 Substratum kapur (batu gamping-lunak).

 Substratum liat.

 Substratum berkerikil.

 Substratum bergipsum.

 Substratum endapan danau (Lakustrin)

 Substratum bernapal (marly)

 Substratum berpasir

 Substratum berdebu

 Substratum serpi (Shale).

10) Fase yang berhubungan dengan air

Fase ini digunakan membedakan sekuen dari status air tanah, permukaan air tanah dan drainase tanah. Pada beberapa tanah, satus air tanah yang ada tidak dicerminkan oleh sifat-sifat tanah yang dimilikinya. Misalnya tanah yang tidak menunjukkan sifat-sifat drainase buruk, padahal. Tanah tersebut tergenang.

Contoh: Imogiri lempung berdebu, basah.

Dalam kedalaman lain, ada tanah yang masih mencerminkan pengaruh air, tetapi sudah tidak tergenang lagi karena telah dilakukan perbaikan drainase.

Contoh: rawapening lempung berdebu, drainase. Beberapa jenis fase yang berhubung dengan air adalah :

 Basah

 Agak Basah

 Cukup Basah

(22)

 Tergenang

 Didrainase

 Muka air tanah tinggi 11) Fase salin

Digunakan untuk membedakan derajat salinitas yang penting untuk penggunaan dan pengelola tanah didalam kisaran suatu seri tanah.

Tabel 3. Kelas-kelas salin Sedikit agak salin < 0.4 mmho

Agak salin 0.4 – 0.8 mmho

Cukup salin 0.8 – 1.6 mmho

Sangat salin > 1.6 mmho

Contoh : Kupang lempung berdebu, cukup salin.

12) Fase sodik

Beberapa tanah mempunyai sifat salin dan sodik; untuk itu fase sodi perlu ditambahkan. Contoh : Dili lempung berdebu sangat salin, sodik.

13) Fase fisiografi

Fase ini digunakan untuk mengelompokkan tanah yang memunyai sifat yan sama (masuk dalam seri yang sama) tetapi ditemukan dalam satu fisiografis yang berbeda misalny tanah berpasir clari loessdiatas teras dan tanah berpasir dari loess diatas dataran aluvial termasuk dari seri yang sama tetapi dalam peta perlu dibedakan dalam fisiografis. Contoh :

 Parangkritis lempung berpasir, teras, lereng 0 – 5%

 Parangkritis lempung berpasir, dataran aluvial lereng 0 – 3%

14) Fase iklim

 Fase iklim didasarkan pada suhu udara, evapotranspirasi potensial (PE) dan curah hujan

 Fase iklim digunakan bila perbedaan cukup nyata untuk tujuan survei dan dapat diidentifikasikan dan dipetakan secara konsisten dilapangan.

 Ada dua kemungkinan keadaan iklim untuk seri yang sama

 Keadaan iklim yang sama dengan keadaan iklim seri yang dimaksud,

sehingga fase iklim tidak digunakan.

(23)

 Terdapat penyimpanan keadaan iklim dari iklim yang biasanya ditemukan pada seri yang dimaksud. Untuk itu fase iklim perlu digunakan.

Contoh : tawang sari lempung berpasir, dingin.

15) Fase-fase lain

Semua sifat pembeda yang berguna untuk tujuan survei dan dapat

dipetakan dengan konsisten, dapat diunakan sebagai fase. Contoh: Sering banjir,

kadang-kadang banjir, jarang banjir, terbakar (gambut), kalkareus (berkapur),

permukaan tercuci. Jenis-jenis fase tersebut biasanya digunakan untuk seri tanah

dalam pemetaan tanah detail (skala 1:10.000), sehingga dalam satu satuan peta

tanah mungkin dapat ditemukan satu jenis fase secara homogen.

(24)

2.3 Metode Survei Tanah 2.3.1 Sistem fisiografi (IFU)

Metode survei fisiografi diawali dengan melakukan interpretasi foto udara (IFU) untuk mendelineasi landform yang terdapat di daerah yang disurvei, diikuti dengan pengecekan lapangan dengan komposisi satuan peta, biasanya hanya di daerah pewakilan. Tidak semua delineasi dikunjungi. Contoh metode Fisiografi adalah pendekatan Geopedologi yang dikembangkan oleh ITC Belanda.

Survei ini umumnya dilakukan pada skala 1 : 50.000 – 1 : 200.000. Pada skala kecil, hanya satuan lansekap dan landform yang luas saja yang dapat digambarkan. Metode survei ini hanya dapat diterapkan jika tersedia foto udara yang berkualitas tinggi. Batas satuan peta sebagian besar atau seluruhnya dideliniasi dari hasil IFU.

Pengamatan lapangan dengan kerapatan rendah dilakukan untuk mengecek batas satuan dan mengidentifikasi sifat dan cirri tanah di setiap satuan peta.

Pengecekan batas fisiografi/landform dilakukan terutama jika batas-batas tersebut tidak begitu jelas yang disebabkan lansekap yang relatif datar .

Jumlah pengamatan setiap satuan peta ditentukan oleh : (1) Ketelitian hasil interpretasi foto udara dan keahlian atau kemampuan penyurvei dalam memahami hubungan fisiografi dan keadaan tanah ; (2) Kerumitan satuan peta yang apabila semakin rumit satuan peta tersebut, maka semakin banyak pengamatan yang dilakukan ; (3) Luas satuan peta yang apabila semakin luas satuan peta tersebut, maka semakin banyak pengamatan yang dilakukan.

Gambar 4.

(25)

2.3.2 Metode survei grid

Metode survei grid disebut juga metode grid kaku. Pengambilan contoh tanah dalam survei ini dilakukan secara sistematik. Jarak pengamatan dibuat secara teratur pada jarak tertentu untuk menghasilkan jalur segi empat di seluruh daerah survei. Pengamatan tanah dilakukan dengan pola teratur (interval titik pengamatan berjarak sama pada arah vertikal dan horizontal). Jarak pengamatan tergantung dari skala peta. Metode survei grid sangat cocok untuk survei intensif dengan skala besar, dimana penggunaan interpretasi foto udara sangat terbatas dan intesitas pengamatan yang rapat memerlukan ketepatan penempatan titik pengamatan di lapangan dan pada peta (Rayes, 2007).

Metode grid kaku dapat diterapkan pada survei tanah detail sampai dengan sangat detail, dimana tidak tersedia foto udara. Atau pada daerah yang foto udaranya tersedia, namun skalanya terlalu kecil dan mutunya sangat rendah sehingga hasil dari foto udara menjadi tidak maksimal. Ketidakmaksilan foto juga juga bisa dikarenakan pada saat pengambilan foto udara, daerah yang disurvei tertutup awan/kabut, kenampakan permukaan tidak jelas atau daerahnya sangat homogen dan datar, daerah yang disurvei tertutup vegetasi yang rapat dan lebat, daerah survei berawan, padang rumput atau savana yang tidak menampakkan gejala permukaan.

(Gambar :Lokasi titik observasi pada metode Grid Kaku)

Gambar 5.

Dalam metoda ini, pengamatan dilakukan dalam pola teratur pada interval titik pengamatan yang berjarak sama dalam kedua arah. Sangat cocok diterapkan pada daerah-daerah di mana posisi pemeta, sukar ditentukan dengan pasti.

Keuntungan Metoda Grid-Kaku:

(26)

Tidak memerlukan penyurvei yang berpengalaman, karena lokasi titik-titik pengamatan sudah di plot pada peta rintisan (peta rencana-pengamatan).

Kerugian Metoda Grid-Kaku:

 Perlu waktu sangat lama, terutama untuk medan berat.

 Penggunaan titik pengamatan, tidak efektif.

 Sebagian dari lokasi pengamatan, tidak mewakili satuan peta yang dikehendaki (misal pada tempat pemukiman, daerah peralihan 2 satuan lahan dll).

2.3.3 Sistem grid bebas

Gambar 6. Lokasi Titik Observasi Pada Metode Grid Bebas

Metode grid bebas (Adapted Grid Survey), merupakan metode survei tanah yang merupakan kombinasi dari metode Grid Kaku dan metode Fisiografi, dimana pengamatan lapangan dilakukan pada titik yang sama seperti pada metode grid kaku, adapun jarak titik-titik pengamatan tidak perlu sama dalam 2 arah seperti pada grid kaku, akan tetapi pendekatan yang dilakukan ialah dengan memperhatikan keadaan fisiografi lahan.

Metode ini sangat baik diterapkan oleh surveyor yang belum banyak

berpengalaman dalam interpretasi foto udara, karena metode grid bebas ini

dilakukan secara detil sampai dengan semi-detil yang kemampuan foto udara

dianggap terbatas dan di tempat-tempat yang orientasi lapangan cukup sulit. Dan

jika terjadi perubahan fisiografi yang menyolok dalam jarak dekat, maka jarak

(27)

titik-titik pada pengamatan adalah rapat. Sebaliknya jika bentuk lahan relatif seragam, maka jarak titik-titik pada pengamatan adalah renggang.

2.3.4 Survey non-sistematik

Dalam survey ini batas tanah ditentukkan dari peta lain, seperti peta geologi dan peta fisiografi. Pengecekkan lapangan hanya dilakukan di beberapa tempat dengan intensitas sangat rendah untuk menentukkan sifat-sifat tanah tipikal. Dalam metode ini tidak dipertimbangkan keragaman internal tanah.

Metode survey ini diterapkan pada skala lebih kecil 1:500,000. Peta yang

dihasilkan bukanlah peta tanah, Melainkan peta bagan dan tidak dapat

digabungkan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG). (Rayes, 2007)

(28)

BAB III PENUTUP

Simpulan

Survei tanah merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan

karakteristik tanah, kemudian mengklasifikasikannya ke dalam suatu sistem. Hasil

dari survei tanah diwujudkan dalam bentuk peta yang dilengkapi dengan

keterangan guna menjelaskan isi dari peta tersebut. Dalam melakukan survei,

terdapat prinsip-prinsip yang harus diketahui oleh pengamat, meliputi satuan peta

tanah dan satuan taksonomi. Selanjutnya, terdapat pula metode yang bisa

digunakan dalam kegiatan survei, misalnya metode fisiografi, metode grid kaku,

metode grid bebas, dan metode survei non-sistematik. Informasi yang dapat

dikumpulkan dalam survei tanah dapat digunakan dalam membantu

pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan

memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Erwin Raisz. 1948. General Cartography. New York: Mc Graw Hill Book Companyu Inc.

Nurdin, Yurnalis. Peta, Atlas, dan Globe. Palembang : Balai Diklat Keagamaan Palembang

Prihandito, Aryono. 1988. Proyeksi Peta. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius Rayes, M Lutfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta:

C.V Andi Offset

Gambar

Gambar 1 Komposisi Asosiasi/Kompleks
Gambar 2 Komposisi Kelompok Tak-dibedakan
Tabel 1. Perbandingan batuan di permukaan tanah
Tabel 2. Kelas kedalaman pada fase kedalaman
+2

Referensi

Dokumen terkait

Blok Pengujian Pengiriman Data Data pengiriman dapat dilihat pada LCD 16X2 yang ditunjukkan pada tabel 3 dan setelah data dikirim maka pada LCD akan tertampil seperti

Pada penelitian kali ini akan dilakukan sintesis dan karakterisasi reflection loss dari lapisan penyerap gelombang radar berbahan dasar BaM/PANi yang bertujuan

Secara umum metodologi yang digunakan adalah mendapatkan data (dimensi dan material sasis), pembuatan geometri sasis, meshing , memasukkan data material, menetapkan

Analisis : dari gambar grafik 4.5 menunjukkan bahwa pengujian bedasarkan Response Time dari 3 server untuk 10 Client dengan masing – masing link pada Client

Dapat disimpulkan bahwa penggunaan media benda konkret dalam pembelajaran IPA kelas V di MI Ma’arif NU Penaruban Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga Tahun Pelajaran

Saya persilakan Pihak Terkait dulu, ya, Pihak Terkait sumpah enam orang Saksi; Muhammad Natsir, Simplisius, Abdul Kadir, Johanes Pela, Maria Margaretha,

Persebaran satuan tanah yang ada pada SPT ini tidak mengikuti pola tertentu sehingga dalam skala pemetaan yang lebih besar, satuan-satuan tanah yang menyusunnya

• Inklusi dapat berupa tanah yg serupa atau tanah yg tidak serupa dg tanah yg disebut sbg nama satuan peta tsb.. • Tanah yg tidak serupa dapat pula