• Tidak ada hasil yang ditemukan

er mencegah pengosongan lambung, misalnya

makanan yang tinggi lemak akan cenderung menunda pengosongan lambung. Tertundanya obat mencapai usus halus dapat berdampak pada tertundanya absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik. Berangkat dari pemahaman ini, maka pemberian beberapa obat oral seringkali direkomendasikan saat perut kosong ketika dibutuhkan absorpsi yang cepat (akan menyebabkan onset efek terapi yang cepat pula). Untuk sebagian besar obat, khususnya yang ditujukan untuk penggunaan kronis, penundaan onset absorpsi tidak memiliki dampak konsekuensi klinis selama jumlah obat yang terabsorpsi tidak berubah, sehingga pemberian obat saat perut kosong tidak menjadi suatu keharusan. Berikut adalah beberapa contoh obat yang absorpsinya tertunda dengan adanya makanan.

Makanan dan Jumlah Obat yang Diabsorpsi

Makanan atau komposisi tertentu yang ada dalam makanan dapat mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi. Berkurangnya jumlah obat yang diabsorpsi berdampak pada penurunan bioavailibilitas obat yang dapat menyebabkan obat berada pada level subterapetik. Hal ini akan berdampak lebih lanjut pada kegagalan terapi maupun terapi yang tidak efektif. Obat-obat tersebut direkomendasikan untuk diminum saat perut kosong (secara umum yaitu 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan). Berikut adalah beberapa contoh obat yang jumlah absorpsinya menurun dengan adanya makanan atau komposisi tertentu pada makanan dan bermakna secara klinis.

makanan dan metabolisme obat

Mekanisme interaksi makanan dan obat yang sering terjadi pada tahap metabolisme yaitu:

1. Makanan menghambat enzim

nO. nAMA OBAT KETERAngAn

1. Azithromycin Absorpsi Azithromycin untuk formulasi kapsul dan (bentuk sediaan kapsul sediaan lepas lambat berkurang jika dikonsumsi dan lepas lambat) bersama dengan makanan, sehingga mengakibatkan penurunan bioavailibilitas.

2. Captopril Bioavailibilitas Captopril berkurang hingga 40% dengan adanya makanan.

3. Digoxin Makanan yang kaya serat dan pektin (misal: buah pir, apel) dapat berikatan dengan obat sehingga menurunkan bioavailibilitasnya.

4. Gemfibrozil Jika diberikan setelah makan, maka AUC Gemfibrozil menurun. Sebaiknya diberikan 30 menit sebelum sarapan atau makan malam.

5. Levothyroxine Makanan seperti kedelai, jus buah grapefruit, kopi, kenari, kaya akan zat besi, dan serat dapat mengurangi absorpsi obat. Sebaiknya diberikan 30-60 menit sebelum sarapan. Pemberian obat bersama dengan nutrisi enteral dapat menurunkan bioavailibilitas hingga menyebabkan hipotiroidism. 6. Tetracycline Dapat berikatan dengan ion kalsium dan garam

besi yang terdapat dalam makanan (misalnya: susu, yogurt, keju, suplemen kalsium/zat besi) sehingga membentuk kelat yang tidak dapat larut, absorpsi obat menurun dan berisiko pada kegagalan terapi. 7. Ciprofloxacin Dapat berikatan dengan kation polivalen

seperti kalsium, zinc, zat besi, magnesium, selenium yang terdapat dalam multivitamin, minuman yang difortifikasi mineral, dairy product (susu, yogurt, keju) dan makanan yang mengandung kalsium >800 mg sehingga membentuk kelat yang tidak dapat larut, absorpsi obat menurun dan berisiko pada kegagalan terapi. Obat dapat diberikan 2 jam sebelum atau 4-6 jam setelah pemberian jenis makanan di atas.

Beberapa jenis makanan tertentu dapat mempengaruhi metabolisme obat. Salah satu enzim pemetabolisme obat dalam tubuh yaitu enzim CYP450. Jika suatu jenis makanan tertentu menghambat enzim CYP450, maka aktivitas metabolisme obat akan terganggu sehingga menyebabkan peningkatan kadar obat dalam darah. Peningkatan ini dapat berdampak pada peningkatan efek samping dari obat yang bersangkutan, dan dapat bersifat fatal. Contoh makanan yang menghambat enzim CYP450 adalah grapefruit.

2. Makanan mengurangi metabolisme lintas pertama obat

Berkurangnya obat yang melewati metabolisme lintas pertama tentunya akan meningkatkan kadarnya di dalam darah. Berikut adalah beberapa contoh obat yang mengalami interaksi dengan makanan pada tahap metabolisme.

makanan dan ekskresi obat

Makanan dapat mempengaruhi ekskresi beberapa obat di ginjal. Misalnya, Lithium. Lithium dan Natrium berkompetisi dalam reabsorpsi tubular ginjal. Oleh karena itu, makanan dengan kadar garam tinggi dapat menyebabkan peningkatan ekskresi Lithium. Sebaliknya, makanan rendah garam menyebabkan penurunaan

gambar 2. Contoh pemberian label obat di luar negeri untuk mencegah Interaksi obat-makanan

dengan Makanan pada Tahap Metabolisme

Tabel 4. Daftar Beberapa Contoh Obat yang Mengalami Interaksi Farmakodinamik dengan Makanan

nO. nAMA OBAT KETERAngAn

1. Warfarin Makanan dengan vitamin K tinggi seperti sayur brokoli, bayam, kale, lobak hijau, kubis, memberikan efek antagonis dengan warfarin, sehingga dapat menurunkan aktivitas antikoagulan warfain dan menyebabkan fluktuasi INR (international normalized ratio Jenis Makanan tersebut sebaiknya dikonsumsi pada jumlah yang tetap dalam diet yang seimbang, serta hindari konsumsi jenis sayuran tersebut dalam jumlah besar.

2. MAO (Monoamin oksidase) Inhibitor Tidak direkomendasikan diminum bersama dengan makanan yang kaya akan tyramin, seperti alpukat, pisang, kacang kedelai, kecap, hati ayam/daging, keju (kecuali cream dan cottage cheese), dan produk fermentasi lainnya. Tyramin menstimulasi tubuh untuk melepaskan katekolamin (epineprin, norepineprin), sedangkan MAO-I bekerja dengan menekan destruksi katekolamin sehingga epine- prin dan norepineprin pun terakumulasi kadarnya di dalam tubuh. Tyramin diinaktivasi oleh MAO untuk mencegah akumulasi di dalam tubuh. Dengan adanya MAO-I maka kadar tyramin akan meningkat, epineprin dan norepineprin meningkat sehingga berdampak pada terjadinya hipertensi krisis.

ekskresi Lithium di ginjal sehingga kadar Lithium meningkat dalam darah.

2.Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik antara

makanan dan obat terjadi pada tempat kerja obat (site of action) sehingga mempengaruhi aktivitas farmakologi obat. Berikut adalah contoh interaksi farmakodinamik obat dan makanan.

Contoh interaksi obat dan makanan di atas hanya beberapa saja, dan sejawat Apoteker dapat mengkaji contoh lainnya dari sumber yang terpercaya untuk masing-masing monograf obat, seperti Drug Information Handbook,

Micromedex, maupun textbook dan

jurnal-jurnal penelitian lainnya. Berubahnya paradigma pengobatan dari profit-oriented ke patient-oriented

tentunya membutuhkan eksistensi seorang apoteker yang tidak biasa. Jika interaksi obat dan makanan dapat menjadi salah satu hal yang menentukan keberhasilan terapi, maka profesi apoteker lah yang paling diharapkan dapat berperan di dalamnya. Jadi, sejauh mana perhatian apoteker mencegah interaksi obat dan makanan? n

nO. nAMA OBAT KETERAngAn

1. Felodipine, Nifedipine Tidak direkomendasikan diminum bersamaan dengan jus grapefruit karena jus grapefruit menghambat sistem enzim CYP450 34A, sehingga mengurangi metabolisme lintas pertama atau menurunkan klirens obat. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi obat dalam plasma dan memperpanjang kerja dari obat. Sebagai akibatnya, dapat terjadi hipotensi berat, miokardiak iskemik, dan meningkatnya efek samping vasodilator. 2. Propranolol Makanan dapat mengurangi metabolisme lintas per-

tama Propranolol, sehingga kadar obat dalam serum meningkat, memperpanjang kerja obat dan dapat meningkatkan efek samping. Makanan yang kaya protein juga dapat meningkatkan bioavailibilitas obat. Propranolol dalam bentuk sediaan immediate release diminum saat perut kosong.

J

ap Tjwan Bing, adalah apoteker kelahiran Solo 31 Oktober 1910. Ia memperoleh gelar apoteker dari Universitas Amsterdam (1939). Ketika remaja ia bersekolah di Jakarta, dan tinggal di sebuah asrama Kristen di Kramat Raya. Pada saat kuliah di Belanda, ia berkenalan dengan banyak pemimpin perjuangan Indonesia yang saat itu juga mukim di Belanda. seperti bung Hatta. Setelah

Dokumen terkait