• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

C. Ergonomi

1. Pengertian Ergonomi

Definisi ergonomi secara keilmuan telah diberikan oleh beberapa ahli di bagian ergonomi antara lain sebagai berikut :

a. Menurut DR. Suma’mur P.K.,MSc

Ergonomi adalah penerapan ilmu-ilmu bioligis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknoligi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan peoduktivitas kerja.

b. Menurut Prof. Sutarman

Ergonomi adalah ilmu terapan, yang memasalahkan hal dengan ikhwal mengenai manusia kerja dengan tujuan membina keserasian antara kesanggupan tenaga kerja dengan sarana kerjanya, tata kerja dan lingkungan kerjanya sehingga diperoleh efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi, yang pada akhirnya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerjaan.

c. Menurut Prof. A. Manuaba

Ergonomi adalah ilmu atau pendekatan multidisipliner yang bertujuan mengoptimalkan sistem manusia denagn pekerjaannya, sehingga tercapai alat, cara dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien.

d. Menurut Dr. Daniel Kurniawan, MSc

Ergonomi adalah pemaduan alat-alat, tempat dan waktu kerja di satu pihak terhadap tenaga kerja di pihak lain, sedemikian rupa sehingga dicapai sistem kerja yang harmonis antara kedunya yang mencapai produktivitas, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan estetika kerja.[6]

2. Tujuan Ergonomi

Secra umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas

kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ergonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercapai kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.[7]

3. Produktivitas kerja

a. Pengertian Produktivitas

Produktivitas pada dasarnya merupakan sikap mental yang sesuai mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari ini dikerjakan untuk kebaikan hari esok.[8] Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu konsep

universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kebutuhan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas. Untuk mencapai produktivitas yang optimal, maka diperlukan melalui pendekatan multidisipliner yang melibatkan semua usaha, kecepatan, keahlian, modal, teknologi, manajemen informasi, dan sumber - sumber daya lain secara terpadu untuk melakukan perbaikan dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia.[6]

b. Faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja. Soedirman (1986) dan Tarwaka (1991) merici faktor - faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja secara umum. 1) Motivasi 2) Kedisiplinan 3) Keterampilan 4) Pendidikan[9] Produktivitas = (𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 𝑥 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑡 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 )∶ 3600 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 /𝑗𝑎𝑚 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 4. Beban kerja

Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang dengan kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja antara lain :

a. Faktor eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja. Yang termasuk beban kerja eksternal adalah : 1) Tugas - tugas itu sendiri

Tugas-tugas yang dilakukan baik yang bersifat fisik seperti : stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, sikap kerja, cara angkat – angkut, beban yang diangkat – angkut, alat bantu kerja, sarana informasi termasuk displai dan kontrol, alur kerja, dll. Sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti : kompleksitas pekerjaan atau tingkat kesulitan pekerjaan yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dll.

2) Organisasi

Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja sepetri : lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang, dll.

3) Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang dapat memberika beban tambahan kepada pekerja adalah :

a. Lingkungan kerja fisik seperti : mikroklimat ( suhu udara ambient, kelembaban udara, kecepatan rambat udara, suhu radiasi ), intensitas penerangan, itensitas kebisingan, vibrasi mekanis, dan tekanan udara.

b. Lingkungan kerja kimiawi seperti : debu, gas-gas pecemar udara, uap logam, fume dalam udara, dll.

c. Lingkungan kerja biologis seperti : bakteri, virus dan parasit, jamur, serangga, dll.

d. Lingkungan kerja psikologis seperti : pemilihan dan penempatan tenaga kerja, hubungan antara pekerja dengan pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan keluarga dan pekerja dengan lingkungan sosial yang berdampak kepada performasi kerja di tempat kerja.[8]

b. Faktor internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi :

1) Faktor somatis, meliputi : jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, status gizi, dan lain-lain.

2)

Faktor psikis, meliputi : motivasi, persepsi, kepercayaan,

keinginan, kepuasan, dan lain-lain.

[14]

5. Waktu kerja

Secara umum di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan selebihnya adalah waktu istirahat (untuk kehidupan keluarga dan sosial ke masyarakatan). Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efesiensi kerja, meningkatkan kelelahan, kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetapkan (8 jam per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktu - waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas - batas toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum dimaksudkan untuk : a. Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan

kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja.

b. Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran.

c. Memberi kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial.[7] 6. Hari Kerja

Jumlah kerja yang efisien untuk seminggu adalah antara 40-48 jam yang terbagi dalam 5 atau 6 hari kerja. Sedangkan diantara waktu kerja harus disediakan waktu istirahat yang jumlahnya antara 15-30% dari seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi dari ketentuan tersebut akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang kemampuannya akan berpuara kepada rendahnya tingkat produktivitas kerja.

Di Indonesia telah dikenal dengan sistem 6 hari kerja dan 5 hari kerja seminggu penerapan sistem kerja dengan 5 hari kerja sebetulnya sudah lama dikenalkan di Indonesia, terutama dikantor pemerintahan dan BUMN. Sedangkan untuk lingkungan perusahaan masalah sedikit yang menerapkannya. Sistem 5 hari kerja tersebut sebetulnya hanya mengadopsi sistem berat. Salah satu pertimbanganannya adalah agar

karyawan mempunyai waktu libur yang cukup sehingga kualitas hidup meningkat.[7]

7. Penetapan Waktu Longgar dan waktu Buka

Waktu normal elemen operasi kerja adalah semata - mata menujukan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesikan pekerjaan pada kecepatan atau tempo kerja yang normal. Dalam kenyataannya seorang operator tidak akan mampu bekerja terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya intruksi sama sekali. Intruksi yang biasa dilakukan antara lain :

a. Kelonggaran waktu untuk keputusan personal (Personal Allow) Jumlah waktu longgar untuk keputusan personal dapat ditetapkan dengan jalan melaksanakan aktivitas studi sehari kerja penuh atau dengan metode sampling kerja. Untuk pekerjaan - pekerjaan yang relative ringan dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi sekitar 2 sampai 5% (10 sampai 24 menit) setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan yang bersifat personal.

b. Kelonggaran Waktu untuk Melepas Lelah (Fatique Allow)

Kelelahan fisik manusia bias disebabkan oleh beberapa pikiran banyak (lelah mental) dan fisik. Yang paling utama dilakukan adalah memberikan satu kali periode istirahat pada pagi hari, dan sekali pada siang hari menjelang sore hari, lama waktu periode istirahat tersebut berkisar antara 5 sampai 15 menit.

c. Kelonggaran waktu karena keterlambatan (Delay Allow)

Keterlambatan yang terlalu besar atau lama tidakkan dipertimbangkan sebagai dasar untuk menetapkan waktu buka.

Avoidable delay terdiri dari saat ke saat yang umumnya disebabkan

oleh mesin, operator atau hal-hal diluar kontrol.

Dengan demikian waktu buka dari suatu pekerjaan sama dengan waktu normal keja dengan waktu longgar. Apabila ketiga jenis kelonggaran waktu tersebut diaplikasikan secara bersamaan untuk seluruh elemen kerja, maka hal ini bisa menyederhanakan perhitugan yang harus dilakukan untuk mempermudah waktu buka (standart

time) untuk penyelesaian suatu oprasi kerja disini, normal time harus

ditambahkan dengan allowance time ini sebagai waktu yang diberikan atau dilonggarkan untuk berbagai macam hal per hari kerja. Dengan demikian waktu buka tersebut dapat diperoleh dengan mengaplikasikan rumus berikut : [14]

Standart time = normal time + (normal time x %allowance)

Atau

Standar time = normal time + 100%

100%−%𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒

8. Kapasitas Kerja

Agar seorang tenaga kerja berada dalam keserasian sebaik - baiknya yang berarti dapat terjamin keadaan kesehatan dan peoduktivitas setinggi - tingginya, maka perlu ada keseimbangan dari faktor, yaitu a. Beban kerja

b. Beban tambahan akibat dari lingkungan kerja c. Kapasitas kerja

Kemajuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung kepada keterampilan, keserasian, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran-ukuran tubuh.[12]

9. Kelelahan Akibat Kerja

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan dikelarifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah merupakan trauma perasan pada otot / perasan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, serta kesehatan dan keadaan gizi.[7]

Dokumen terkait