• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

2.4. Erosi DAS Hulu dan Pendangkalan Waduk

Sedimentasi merupakan sebuah proses pengangkutan sedimen hasil erosi oleh gerakan air permukaan. Proses sedimentasi terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap produksi, transportasi dan pengendapan. Bogen at al. (1992) menjelaskan bahwa sedimentasi dapat berasal dari dua sumber utama, ialah erosi permukaan yang disebabkan oleh fenomena alam (adanya pengolahan tanah untuk pertanian, permukiman) dan erosi sungai yang dapat disebabkan oleh adanya aliran air yang sangat deras. Menurut Ward and Elliot (1995), sedimentasi merupakan fungsi dari erosi yang terjadi di wilayah hulu, dengan demikian besarnya sedimentasi yang terjadi pada sebuah waduk ditentukan oleh besarnya erosi pada DTA. Erosi pada daerah itu sendiri sangat ditentukan oleh vegetasi yang merupakan pengaturan pola penggunaan lahan.

Ilyas (1987) telah menguraikan beberapa metode pemantauan kerusakan DAS secara empiris, yaitu metode: (1) pemantauan langsung dari angkutan sedimen pada suatu Pos Duga Air secara kontinyu dan berkala, (2) perkiranaan besarnya erosi permukaan dengan menggunakan formula Universal Soil Loss Equation (USLE), dan (3) model kombinasi erosi dan transpor sedimen. Secara empiris, metode yang ketiga dirasakan relatif mudah dilaksanakan karena dapat mengatasi keterbatasan atau ketidaktersediaan data tentang debit dan konsentrasi sedimen. Disamping itu, model erosi-sedimen mampu memberikan penafsiran dari berbagai faktor yang menyebabkan kerusakan suatu DAS. Data yang diperlukan untuk menyusun model adalah karakteristik DAS (basin) yang

terdiri atas peta topografi, tataguna tanah, kemampuan tanah dan besarnya hujan. Model tersebut juga mempunyai kelebihan lain, yaitu dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasi kondisi suatu DAS menjadi beberapa kriteria, yaitu DAS yang mengalami kerusakan lebih cepat dan kerusakan DAS berjalan lambat.

Metode erosi-sedimen yang dikembangkan oleh Fleming dan Alkadhimi (1981) dalam Ilyas (1987) merupakan hubungan antara indeks erosi dan hasil sedimen. Beberapa karakteristik fisik dari DAS yang dipertimbangkan dalam model adalah: kemiringan lahan, faktor hujan terhadap erosi, kepekaan tanah terhadap erosi, jenis tanaman dan gangguan lahan. Dengan memodifikasi variable tersebut, Ilyas (1987) telah menerapkan untuk mendapatkan model erosi-sedimen Pulau Jawa. Dua model yang dihasilkan, yaitu besarnya erosi diperkirakan dengan formula USLE dan model yang lain dengan menggunakan modifikasi formula USLE. Sayangnya tidak diuraikan lebih lanjut kelebihan dan kekurangan dari kedua model yang dihasilkan tersebut.

Secara umum, volume waduk multiguna dibagi atas tiga bagian tampungan; yakni: (1) kapasitas tampungan pengendalian banjir (flood control storage), (2) kapasitas berguna (conservation storage), dan (3) kapasitas tampungan mati atau dead storage (Qomariah, 1992).

Pendugaan kapasitas waduk dapat dilakukan melalui model simulasi- optimasi (model Reser) dan pengurangan kapasitas waduk (Qomariah, 1992) dan Budihardja, 1992). Metode Reser dikembangkan oleh Simonovic (dalam Qomariah, 1992) untuk menghitung kapasitas waduk (conservation storage) yang optimal guna memenuhi volume total permintaan tertentu dengan tingkat reliabilitas yang diinginkan. Pengukuran pengurangan kapasitas tampung dilakukan dengan menggunakan perkiraan distribusi endapan sedimen di dalam waduk yang dikenal dengan Empirical Area Reduction Methode. Distribusi

endapan sedimen bergantung pada: bentuk waduk, cara pengoperasian waduk, tekstur dan ukuran partikel sedimen, serta volume sedimen. Adapun metode penentuan jumlah sedimen yang tertahan dalam waduk secara empiris dapat didekati dengan besarnya trap efficiency; yaitu perbandingan antara jumlah sedimen yang mengendap di dalam waduk dibagi total angkutan sedimen yang masuk dalam waduk. Besaran tersebut selanjutnya dipergunakan untuk menentukan luas dan volume sedimen pada setiap interval kedalaman waduk yang mencerminkan pengurangan kapasitas tampung waduk untuk setiap interval kedalaman. Bila pengurangan kapasitas waduk diketahui, maka kapasitas tampung waduk dapat ditentukan.

Perhitungan pendangkalan waduk yang disebabkan oleh erosi telah dilakukan oleh Yuningsih dan Soewarno (1995). Metode yang diterapkan terdiri atas: (1) inflow-outflow, (2) pendekatan rumus empiris, dan (3) pemetaan topografi waduk.

Metode inflow-outflow adalah menghitung laju sedimentasi dengan cara pengukuran debit dan sedimen yang masuk dan keluar waduk secara langsung di lapangan. Hasil perhitungan debit dan angkutan sedimen dipergunakan sebagai dasar penghitungan volume sedimen yang mengendap di waduk. Volume sedimen yang masuk dan keluar didekati dengan hasil pembagian antara hasil perhitungan total angkutan sedimen dan berat jenis material dari masing- masing sungai.

Prinsip dasar dari metode pendekatan rumus empiris adalah memperkira- kan volume sedimen yang terendap di dalam waduk. Metode ini mengandalkan hasil pengukuran volume sedimen dan debit inflow yang masuk ke waduk. Hasil perkiraan volume sedimen yang akan mengendap di dalam waduk didasarkan pada hubungan antara efisiensi tangkapan sedimen dengan angka perbandingan

kapasitas waduk dan aliran total tahunan. Parameter dari hubungan tersebut disebut dengan koefisien efisiensi tangkapan sedimen (trap efficiency).

Pemetaan topografi waduk pada prinsipnya adalah melakukan penggukur- an secara langsung volume sedimen yang mengendap dalam waduk; yakni dengan menerapkan metode echo-sounding. Pengukuran volume sedimen yang terendap didekati dengan hasil perhitungan kapasitas waduk yang didasarkan pada data pengukuran kedalam dan luas genangan waduk per elevasi. Pengukuran kedalaman waduk menggunakan alat duga kedalaman (Echo- Sounder) dan luas genangan waduk dengan alat pengukur luas (planimeter)

Metode pendekatan pengurangan kapasitas waduk dengan perkiraan distribusi endapan sedimen secara empiris telah diterapkan oleh Priatminto (1986) untuk menduga umur bendungan Sutami dan Sengguruh. Sedimen di Waduk Sutami terdiri atas 54.08% pasir; 5.33% lumpur dan 12.15% lempung, maka berat jenis sedimen adalah 0.94639. Berdasarkan: (1) inflow sedimen yang berasal dari tujuh sub-sub DAS sebesar 1 351 061.28 ton/ha , (2) inflow

waduk tahunan 2 170.63 juta m3, (3) trap efficiency, dan (4) waktu yang diperlukan untuk pengisian tampungan mati (5 juta m3) adalah 4.10 tahun, maka dapat diduga usia guna waduk Sutami tinggal 41.90 tahun. Apabila Waduk Sengguruh mampu menghambat inflow sedimen yang masuk ke Waduk Sutami sebesar 24.07%, maka usia guna Waduk Sutami tinggal 51.40 tahun.

Berdasarkan data perkembangan sedimen dari tahun 1973 hingga 2003, didapatkan rata-rata tingkat sedimen 3 964 428 m3/th (Tabel 5). Sedimen dapat terjadi pada tampungan efektif maupun tampungan mati.

Tabel 5. Perkembangan Volume Sedimen Waduk Sutami Tahun Volume sedimen Rata-2/tahun

(m3) (m3)

1973-1974 9 662 026 9 662 026

1975-1976 12 621 850 12 621 850 1976-1977 4 663 830 4 663 830 1977-1982 10 255 000 2 045 000 1982-1983 1 426 232 1 426 232 1983-1984 1 727 000 1 727 000 1984-1985 1 387 000 1 387 000 1985-1987 4 871 320 2 435 660 1987-1994 16 313 850 2 330 550 1994-1995 2 563 035 256 035 1995-1997 4 781 476 2 390 738 1997-2002 13 665 154 2 390 738 2002-2003 571 628 571 628 Rata-rata 3 964 428

Sumber: PERUM Jasa Tirta I (2003)

Hasil kajian Tim Peneliti Jurusan Teknik Pengairan (2003a) menunjukan bahwa pengendapan sedimen di Waduk Sutami tidak saja terjadi pada tampungan mati (elevasi < 246 m), namun terjadi pada tampungan efektif (elevasi ≥ 246 m). Dari Tabel 5.2 dalam laporan tim tersebut dapat diperoleh informasi bahwa volume sedimen yang terjadi selama kurun waktu tahun 2002 hingga 2003 terdistribusi pada tampungan efektif waduk sebesar 7.23% dan sisanya tertahan pada tampungan mati. Pada laporan Tim Peneliti Jurusan Teknik Pengairan (2003b) dideskripsikan secara kuantitatif adanya perbedaan nilai antara perhitungan pendugaan dan hasil pengukuran sedimentasi pada tiga (3) titik pemantauan. Dari data yang disajikan pada Tabel 5.1 dalam laporan tersebut dapat diperoleh informasi bahwa sedimentasi hasil pengukuran (analisis transportasi sedimen) relatif lebih kecil daripada hasil perhitungan sedimen potensial (analisis erosi lahan). Rata-rata rasio antara pengukuran dan perhitungan sedimen sebesar 0.78. Disamping itu, juga diinformasikan bahwa dalam perhitungan sedimen potensial Waduk Sengguruh digunakan efisiensi tangkapan sebesar 40%. Besaran sedimen yang terdistribusi pada tampungan efektif yang merupakan rasio antara hasil pengukuran dan perhitungan sedimen, serta efisiensi tangkapan tersebut selanjutnya akan dipergunakan sebagai dasar

perumusan penyesuaian perhitungan volume sedimen serta kendala transisi kapasitas volume waduk dalam model analisis.