• Tidak ada hasil yang ditemukan

Escherichia coli, atau biasa disingkat E. Coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negative umumnya merupakan flora normal saluran pencernaan manusia dan hewan (Supardi, 1998).

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan didalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan sinfeksi pada jaringan tubuh

lain diluar usus. Genus Esceherichia terdiri dari 2 spesies yaitu: Escherichia coli

dan Escherichia hermanii (Staf pengajar FKUI, 1994).

Menurut Wardhana (2004), adapun alasan memilih bakteri E. coli adalah sebagai berikut :

1. Lebih tahan dibanding dengan bakteri usus patogen. Karena lebih tahan dibanding dengan bakteri usus patogen lainnya, maka dapat dipastikan bakteri patogen usus sudah tidak ada apabila bakteri coli tidak ada ditemukan dalam pemeriksaan air

2. Terdapat banyak di dalam tinja maka bagian manapun yang diambil dari tinja dan dianalisa akan ditemukan

3. Mudah dianalisis dengan cara melihat reaksi pada media selktif tertentu maka dapat dipastikan keberadannya.

2.8.1 Klasifikasi Escherichia Coli(Wikipedia, 2015) : Domain : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gammmaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : E. Coli

2.8.2 Sifat-sifat Escherichia Coli

Escherichia coli merupakan flora komersal yang paling banyak pada usus manusia dan hewan. Dapat berubah menjadi oportunis pathogen bila hidup di luar usus yaitu lokasi normal tempatnya berada dan dapat menyebabkan infeksi salurah kemih, saluran empedu, infeksi luka dan masitis pada sapi (Supardi, 1999).

Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μ dan lebar 1,1-01,5 μ, tersusun tunggal, berpasangan dengan flagella peritikus. Bakteri relatif sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan (Pelczar, 1988).

Menurut WHO (2005), bakteri Escherichia coli adalah salah satu bakteri indikator untuk menilai pelaksanaan sanitasi makanan. Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalam 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, dalam 12 jam sudah menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel. Bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama, dan akan mati pada suhu 600 C selama 30 menit. Bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah, sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media (Depkes RI, 1991).

2.8.3 Patogenesis Escherichia Coli

Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC), Escherichia coli enteroinvasif (EIEC), dan Esherichia coli enterohemoragik (EHEC). EPEC menyebabkan diare yang parah pada bayi, meskipun mekanismenya belum dapat dijelaskan. ETEC menghasilkan dua jenis toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap panas dan menyebabkan diare pada anak serta bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera (didaerah endemis kolera) dan diare petualang (ditularkan lewat air dan makanan). EIEC menginvasi dan berproliferasi di dalam sel epitel mukosa sehingga tidak jarang menimbulkan colonic epithelial cell death (Arisman, 2009).

Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab utama

traveller’s diarrhea dan infantile di negara berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan gradasi keparahan berkisar dari ringan sampai parah. Patogenesis diare oleh famili ETEC berkaitan dengan enterotoksin yang dihasilkannya (Arisman, 2009).

Escherichia coli enteroinvasif (EIEC) dapat menginvasi sel-sel epitel mukosa usus sehingga menyebabkan terjadinya watery diarrhea, disentri, demam, muntah, kram dan nyeri perut hebat, serta tenesmus. Tinja kerap mengandung darah (leukosit dan eritrosit) (Arisman, 2009).

Escherichia coli enteropatogenik (EPEC), Escherichia coli

enteroaggregatif (EAEC), dan diffusely adherent Escherichia coli (DAEC) menyebabkan diare berair dan disentri (Arisman, 2009).

Escherichia coli enterohemoragik (EHEC) mampu mengeluarkan

Shigalike toxins, yang menyebabkan dua macam sindrom, yaitu hemorrhagic colitis dan HUS (Hemolytic-uremic syndrome). Toksin ini pula yang bertanggung

jawab terhadap gejala sisa sistemik (systemic sequelae) akibat penyakit ini (Arisman, 2009).

Pada lambung, jejenum, dan duodenum orang yang sehat adalah bebas dari coliform, sedangkan orang dengan diare akut oleh ETEC bagian tersebut terdapat kuman ETEC dan untuk menimbulkan diare ada 3 syarat :

1. Strain Escherichia Coli harus toksigenik (di tes pada hewan percobaan) 2. Jumlah Escherichia Coli lebih dari 105 – 106 / ml

3. Strain yang toksigenik harus kontak dengan mukosa yang sensitif, jadi harus ada kolonisasi di usus halus karena usus halus lebih sensitif terhadap

Escherichia Coli dari pada usus besar, Enterotoksin mempunyai efek terjadinya sekresi ion CL disertai dengan penghambatan K+. Untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit lain seperti Na+, K+ dan HCO3 sehingga tetap isotonik.

2.8.4 Gejala klinis

Inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-48 jam setelah menyantap makanan yaang tercemar berupa nyeri dan diare, terkadang disertai oleh demam serta muntah. Beberapa faktor berperan dalam pencegahan infeksi Escherichia coli, seperti keasaman lambung, keutuhan flora, dan montilitas usus. Bayi yang diberikan ASI kemungkinan untuk mengalami diare akibat bakteri tersebut kecil sekali karena di dalam ASI terkandung faktor pelindung (Arisman, 2009).

Muntah dapat timbul, tetapi sebagian besar penderita tidak disertai demam. Penyakit ini bersifat self-limited, biasanya gejala ini akan lenyap sendiri dalam kurun waktu kurang dari 5 hari (Arisman, 2009).

EPEC yang menyerang terutama bayi dan anak, menyebabkan diare berair. Jika keadaan ini menjadi parah pada anak-anak, akan terjadi dehidrasi yang (seandainya situasi beerubah kronik) mengarah kepada gagal pertumbuhan.

Gejala yang ditimbulkan EHEC berkisar dari diare berair ringan (mild watery diarrhea) hingga kolitis hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5 hari dilalui, diare berair terjadi dan kerap diikuti oleh kram perut serta muntah. Pada kebanyakan pasien, diare berdarah biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala pertama timbul, tetaoi tidak terkait dengan keberadaan leukosit dalam tinja. Demam sering kali menjangkiti sepertiga kasus, sementara penyakit ini berlangsung 4-10 hari (Arisman, 2009).

EHEC tak mungkin diisolasi dari tubuh penderita ketika HUS (Hemolytic-uremic syndrome). HUS terdiri atas trias mikroangiop[ati akibat anemia hemolitik, trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Sindrom ini biasanya terjadi pada minggu kedua (kisaran 2-14 hari) perjalan penyakit, bahkan tidak jarang baru timbul setelah diare sembuh. Ketika HUS terjadi, penderita tampak pucat, sangat lemah, gelisah, serta oliguri atau anuri pada pemeriksaan. Gagal ginjal kronis (GGK) akan terjadi pada sebanyak 10% penderita HUS. HUS adalah penyebab kematian pada 3-5% penderita GGK (Arisman, 2009).

Dokumen terkait