• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Hygiene Pedagang dan Sanitasi dengan Keberadaan Escherichia Coli pada Kol Sebagai Menu Lalapan Ayam Penyet pada Penjual Ayam Penyet di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Hygiene Pedagang dan Sanitasi dengan Keberadaan Escherichia Coli pada Kol Sebagai Menu Lalapan Ayam Penyet pada Penjual Ayam Penyet di Kecamatan Medan Selayang Tahun 2016"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pengertian Hygiene Pedagang

Hygene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk

melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring,

membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan

secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).

Menurut Sudira yang dikutip Rezeki (2015), berdasarkan buku Theory of Catering dikemukakan bahwa hygiene adalah ilmu kesehatan dan pencegahan

timbulnya penyakit. Hygiene lebih banyak membicarakan masalah bakteri sebagai

penyebab timbulnya penyakit. seorang juru masak di samping harus mampu

mengolah makanan yang enak rasanya, menarik penampilannya, juga harus layak

dimakan. Untuk itu, makanan harus bebas bakteri atau kuman penyakit yang

membahayakan kesehatan manusia, sedang sanitasi lebih memperhatikan masalah

kebersihan untuk mencapai kesehatan.

Menurut Rezeki (2015), masalah hygiene tidak dapat dipisahkan dari

masalah sanitasi, dan pada kegiatan pengolahan makanan masalah sanitasi dan

hygiene dilaksanakan bersama-sama. Kebiasaan hidup bersih, bekerja bersih

sangat membantu dalam mengolah makanan yang bersih pula.

Higiene perorangan adalah semua hal yang berhubungan dengan

kebersihan badan. Higiene perorangan penting karena bagian-bagian tubuh seperti

(2)

mencemari makanan selama penyiapan, pengolahan, dan penyajian melalui

sentuhan dan pernapasan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009).

Menurut Hiasinta (2001) yang mengutip pendapat Loken, hygiene

perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu diperhatikan untuk

menjamin keamanan makanan, disamping untuk mencegah terjadinya penyebaran

penyakit melalui makanan. Di amerika serikat, 25% dari semua penyebaran

penyakit melalui makanan disebabkan pengolah makanan yang terinfeksi dan

higiene perorangan yang buruk.

Menurut Hiasinta (2001) yang mengutip pendapat Stokes, ada 3 kelompok

penderita penyakit yang tidak boleh dilibatkan dalam penanganan makanan, yaitu

penderita infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan penyakit kulit. Menurut

Hiasinta (2001), ketiga jenis penyakit ini dapat dipindahkan kepada orang melalui

makanan yang diolah atau disajikan penderita. Orang sehat pun sebetulnya masih

membawa milyaran mikroorganisme di dalam mulut, hidung, kulit dan saluran

pencernaannya. Akan tetapi kebanyakan mikroorganisme ini tidak berbahaya,

meskipun ada pula yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Dengan

demikian, pekerjaan harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk

mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang penting

bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan, dan

kesehatan diri.

2.1.1 Pencucian Tangan

(3)

pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang

terlibat dalam penanganan makanan. Pencucian tangan, meskipun tampaknya

merupakan kegiatan ringan atau sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam

upaya mencegah kontaminasi pada makanan. Pencucian tangan dengan sabun dan

diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat

pada tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan,

dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung

mikroba (Hiasinta, 2001).

Langkah-langkah pencucian tangan yang memadai untuk menjamin

kebersihan adalaha sebagai berikut :

1. Membasahi tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun

2. Menggosok tangan secara menyeluruh selama sekurang-kurangnya 20 detik,

pada bagian-bagian meliputi punggung tangan, telapak tangan, sela-sela jari,

dan bagian di bawah kuku

3. Menggunakan sikat kuku untuk membersihkan sekeliling dan bagian bawah

kuku

4. Pembilasan dengan air mengalir

5. Pengeringan tangan dengan handuk kertas (tissue) atau alat pengering

6. Menggunakan alas kertas tissue untuk mematikan tombol atau kran air dan

membuka pintu ruangan

Menurut Hiasinta (2001) yang mengutip pendapat Loken, frekuensi

pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya pencucian

(4)

menjadi sumber kontaminan atau cemaran. Berikut adalah beberapa pedoman

praktis, bilamana pencucian tangan haris dilakukan :

1. Sebelum memulai pekerjaan dan pada waktu menangani kebersihan tangan

harus tetap dijaga

2. Sesudah waktu istirahat

3. Sesudah melakukan kegiatan-kegiatan pribadi misalnya merokok, makan,

minum, bersin, batuk, dan setelah menggunakan toilet (buang air besar atau

kecil)

4. Setelah menyentuk benda-benda yang dapat menjadi sumber kontaminan

misalnya telepon, uang, kain atau baju kotor, bahan makanan mentah atau pun

segar, daging, cangkang telur, dan peralatan kotor

5. Setelah mengunyah permen karet atau setelah menggunakan tusuk gigi

6. Setelah menyentuh kepala, rambut, hidung, mulut, dan bagian-bagian tubuh

yang terluka

7. Setelah menangani sampah serta kegiatan pembersihan misalnya menyapu

atau memungut benda yang terjatuh dilantai

8. Sesudah menggunakan bahan-bahan pembersih dan atau sanitaiser kimia

9. Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan kerja.

Menurut Hiasinta (2001) yang mengutip pendapat Anonim, fasilitas yang

diperlukan untuk pencucian tangan yang memadai adalah bak cuci tangan yang

dilengkapi dengan saluran pembuangan tertutup, kran air panas, sabun, dan

handuk kertas atau tissue atau mesin pengering. Bak air yang digunakan untuk

(5)

prepasi maknan. Jumlah fasilitas cuci tangan disesuaikan dengan jumlah

karyawan. Satu bak pencuci tangan disediakan maksimal untuk 10 orang

karyawan. Tempat cuci tangan harus diletakkan sedekat mungkin dengan tempat

kerja.

2.1.2 Kebersihan dan Kesehatan Diri

Menurut Hiasinta (2001) yang mengutip pendapat Stokes, syarat utama

pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan yang baik. Untuk itu disarankan

pekerja melalukan tes kesehatan, terutama tes darah dan pemotretan rontgen pada

dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran pernapasannya. Tes

kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali, terutama bagi

pengolah makanan di dapur rumah sakit.

Ada beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh para pengolah

makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang diolahnya. Beberapa

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Berpakaian dan berdandan

Pakaian pengolah dan penyaji makanan harus selalu bersih. Apabila tidak

ada ketentuan khusus untuk penggunaan seragam, pakaian sebaiknya tidak

bermotif dan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar pengotoran pada pakaian

mudah terlihat. Pakaian kerja sebaiknya dibedakan dari pakaian harian.

Disarankan untuk mengganti dan mencuci pakaian secara periodik, untuk

(6)

Menurut Hiasinta (2001) yang mengutip pendapat Colleer, pekerja harus

mandi setiap hari. Penggunaan make-up dan deodoran yang berlebihan dihindari. Kuku pekerja harus selalu bersih, dipotong pendek, dan sebaiknya tidak dicat.

Perhiasan dan aksesoris misalnya cincin, kalung, anting, dan jam tangan

sebaiknya dilepas. Kulit dibagian bawah perhiasan seringkali menjadi tempat

yang subur untuk tumbuh dan berkembangbiak bakteri.

Celemek (apron) yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh

digunakan lap tangan. Setelah tangan menyentuh celemek, sebaiknya segera

dicuci menurut prosedur yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Celemek

harus ditinggalkan bila pekerja meninggalkan ruang pengolahan. Pekerja juga

harus memakai sepatu yang memadai dan selalu dalam keadaan bersih. Sebaiknya

dipilih sepatu yang tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya. Sepatu boot

disarankan untuk dipilih (Hiasinta, 2001).

2. Rambut

Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama mengolah dan

menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak berjatuhan ke dalam

makanan. Meskipun rambut yang jatuh bukan penyebab utama kontaminasi

bakteri, tetapi adanya rambut dalam makanan amat tidak disukai oleh konsumen.

Oleh karena itu pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya, dan

disarankan menggunkan topi atau jala rambut (hairnet). Setiap kali tangan

menyentuh, menggaruk, menyisir, atau mengikat rambut, harus segera dicuci

(7)

Menururt Hiasinta (2001) yang mengutip pendapat Gisslen menyarankan

agar pekerja yang memiliki kumis atau jenggot selalu menjaga kebersihan dan

kerapiannya. Akan lebihbaik jika kumis atau jenggit tersebut dicukur bersih.

3. Kondisi sakit

Pekerja sedang sakit flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan

terlebih dahulu dalam proses pengolahan makanan, sampai gejala-gejala penyakit

tersebut hilang. Pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka

tersebut dengan pelindung yang kedap air, misalnya plester, sarung tangan plastik

atau karet, untuk menjamin tidak berpindahnya mikroba yang terdapat pada luka

ke dalam makanan.

Selain hal-hal tersebut di atas, berikut ini ada beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh pekerja yang terlibat dalam pengolahan makanan, sebagai

berikut :

a. Tidak merokok, makan, atau mengunyah (misal permen karet, tembakau, dan

lain-lain) selama melakukan aktivitas penanganan makanan

b. Tidak meludah atau membuang ingus di dalam daerah pengolahan

c. Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau penanganan

makanan

d. Tidak mencicipi atau menyentuh makanan dengan tangan atau jari. Gunakan

sendiok bersih, spatula, penjepit atau peralatan lain yang sesuai.

e. Sedapat mungkin tidak sering menyentuh bagaian tubuh misalnya mulut,

hidung, telinga, atau menggaruk bagian-bagian tubuh pada waktu menangani

(8)

f. Seminimal mungkin menyentuh bibir gelas

g. Jangan sekali-kali duduk di atas meja kerja

2.2 Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada

pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi

derajat kesehatan masyarakat (Azwar, 1996).

Sanitasi makanan adalah suatu upaya pencegahan yang menitik beratkan

kegiatan dan tindakan yang perlu untuk dapat membebaskan makanan dan

minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari

sebelum makanan itu diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan,

pengangkutan, penjualan sampai saat dimana makanan dan minuman itu

dikonsumsi oleh masyarakat (Sri Rezeki, 2015).

2.3 Hygiene Sanitasi Makanan

Hygiene dan sanitasi merupakan suatu tindakan atau upaya untuk

meningkatkan kebersihan dan kesehatan melalui pemeliharaan dini setiap individu

dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, agar individu terhindar dari

ancaman kuman penyebab penyakit ( Depkes RI, 1994 ).

Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor

makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat

(9)

Menurut Naria (2010), hygiene sanitasi makanan dan minuman yang baik

perlu ditunjang oleh kondisi lingkungan dan sarana sanitasi yang baik pula.

Sarana tersebut antara lain:

1. Tersedianya air yang bersih yang mencukupi, baik dari segi kuantitas

maupun kualitas

2. Pembuangan air limbah yang tertata dengan baik agar tidak menjadi

sumber pencemar

3. Tempat pembuangan sampah yang terbuat dari bahan kedap air, mudah

dibersihkan, dan mempunyai tutup.

Menurut Depkes RI (2007), tujuan higinene dan sanitasi makanan dan

minuman adalah:

a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehtan

konsumen.

b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan kesehatan

melalui makanan.

c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan

makanan di institusi.

Prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat

faktor penyehatan makanan yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang dan

bahan makanan. Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan empat

faktor yaitu tempat, orang, alat, dan makanan yang dapat atau mungkin dapat

(10)

2.3.1 Lokasi dan Bangunan 2.3.1.1 Lokasi

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa rumah makan

terletak pada lokasi yang terhindar dari pencemaran yang diakibatkan antara lain

debu, asap, serangga dan tikus.

2.3.1.2 Bangunan

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persayatan

bangunan rumah makan adalah :

1. Umum

a. Bangunan dan rancang bangun harus dibuat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

b. Terpisah dengan tempat tinggal

2. Tata ruang

a. Pembangian ruang minimal terdiri dari dapur, gudang, ruang makan, toilet,

ruang karyawan dan ruang administrasi

b. Setiap ruangan mempunyai batas dinding serta ruangan sati dengan

lainnya dihubungkan dengan pintu

c. Setiap ruangan harus ditata sesuai fungsinya, sehingga memudahkan arus

tamu, arus karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang

(11)

3. Kontruksi :

a. Lantai

1) Lantai dibuat kedap air, rata, tidak licin dan mudah dibersihkan

2) Pertemuan lantai dan dinding harus conus atau tidak boleh membuat

sudut mati

b. Dinding

1) Permukaan dinding sebelah dalam harus rata, mudah dibersihkan

2) Kontruksi dinding tidak boleh dibuat rangkap

3) Permukaan dinding yang terkena percikan air harus dibuat kedap air

atau dilapisi dengan bahan kedap air dan mudah dibersihkan seperti

porselen dan sejenisnya setinggi 2 (dua) meter dari lantai

c. Ventilasi

1) Cukup menjamin peredaran udara dengan baik

2) Dapat menghilangkan uap, gas asap, bau dan debu dalam ruangan

3) Ventilasi buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi

persyaratan

d. Pencahayaan

1) Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan

pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan

pembersihan ruang

2) Di setiap ruangan kerja seperti gudang, dapur, tempat cuci peralatan

dan tempat pencuci tangan, intensitas pencahayaan sedikitnya 10 food

(12)

3) Pencahayaan/penerangan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata

sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan nyata.

e. Atap

Atap tidak bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan

serangga lainnya.

f. Langit-langit

1) Permukaan rata, berwarna terang serta mudah dibersihkan

2) Tidak terdapat lubang-lubang

3) Terdapat lubang-lubang dan tinggi dari lantai sekurang-kurangnya 2,4

meter

g. Pintu

1) Pintu dibuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan

2) Pintu dapat ditutup dengan baik, membuka ke arah luar

3) Setiap bagian bawah pintu setinggi 36 cm dilapisi logam

4) Jarak antara pintu dan lantai tidak lebih dari 1 cm

2.3.2 Fasilitas sanitasi 2.3.2.1 Air bersih

Harus ada persediaan air bersih yang cukup dan memenuhi syarat

kesehatan. Minimal syarat fisik yaitu tidak bewarna, tidak berasa, tidak berbau.

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

(13)

1. Harus sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang

berlaku

2. Jumlahnya cukup memadai untuk seluruh kegiatan dan tersedia pada setiap

tempat kegiatan.

2.3.2.2 Air limbah

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

air limbah adalah :

1. Sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap

air, tidak merupakan sumber pencemaran, misalnya memakai saluran tertutup,

septick tank dan riol

2. Sistem perpipaan pada bangunan bertingkat harus memenuhi persyaratan

menurut Pedoman Plumbing Indonesia

3. Saluran air limbah dari dapur harus dilengkapi perangkap lemak (grease trap).

2.3.2.3 Toilet

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

toilet adalah :

1. Letak tidak berhubungan langsung (terpisah) dengan dapur, ruang persiapan

makanan, ruang tamu dan gudang makanan

2. Di dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan dan bak air

(14)

4. Toilet untuk tenaga kerja terpisah dengan toilet untuk pengunjung

5. Toilet dibersihkan dengan detergent dan alat pengering

6. Tersedia cermin, tempat sampah, tempat abu rokok serta sabun

7. Luas lantai cukup untuk memelihara kebersihan.

8. Lantai dibuat kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan dan kelandaiannya/

kemiringannya cukup

9. Ventilasi dan penerangan baik

10. Air limbah dibuang ke septick tank, roil atau lubang peresapan yang tidak

mencemari air tanah

11. Saluran pembuangan terbuat dari bahan kedap air

12. Tersedia tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan bak penampung dan

saluran pembuangan

13. Di dalam kamar mandi harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup

14. Peturasan dilengkapi dengan air mengalir

15. Jamban harus dibuat dengan type leher angsa dan dilengkapi dengan air

penggelontoran yang cukup serta sapu tangan kertas (tissue).

16. Jumlah toilet untuk pengunjung pria dan wanita harus sesuai peraturan

Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003

17. Jumlah toilet untuk tenaga kerja harus sesuai dengan peraturan Permenkes RI

No.1098/MENKES/SK/VII/2003

18. Diberi tanda/tulisan pemberitahuan bahwa setiap pemakai harus mencuci

(15)

2.3.2.4 Tempat sampah

Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran.

Sampah harus dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering serta

diusahakan pencegahan masuknya serangga ketempat pembuangan sampah.

Disamping itu sampah harus dikeluarkan dari tempat pengolahan makanan

sekurang-kurangnya setiap hari. Segera setelah sampah dibuang, tempat sampah

dan peralatan lain yang kontak dengan sampah harus dibersihkan. Berdasarkan

Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan hygiene

sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk tempat sampah

adalah :

a. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat,

mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa

bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk

b. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produk sampah

yang dihasilkan pada setiap tempat kegiatan

c. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah

d. Sampah sudah harus dibuang dalam waktu 24 jam dari rumah makan dan

restoran

e. Disediakan tempat pengumpul sementara yang terlindung dari seranga,

tikus atau hewan lain dan terletak di tempat yang mudah dijangkau oleh

(16)

2.3.2.5 Tempat cuci tangan

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

tempat cuci tangan adalah :

1. Jumlah tempat cuci tangan untuk tamu disesuaikan dengan kapasitas tempat

duduk sebagai berikut :

Tabel 2.1 Jumlah Tempat Cuci Tangan untuk Tamu Berdasarkan Kapasitas Tempat Duduk

Kapasitas tempat duduk Jumlah cuci tangan (buah)

1-60 orang 1

61-120 orang 2

121-200 orang 3

Setiap penambahan 150 orang ditambah 1 buah

Sumber : Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003

2. Tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun/sabun cair dan alat pengering

3. Apabila tidak tersedia fasilitas seperti butir (1) di atas dapat disediakan :

a. basah Sapu tangan kertas (tissue) yang mengandung alcohol 70%

b. Lap dengan suhu 43,3ºC

c. Air hangat dengan suhu 43,3ºC

4. Tersedia tempat cuci tangan khusus untuk karyawan dengan kelengkapan

seperti tempat cuci tangan yang jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya

karyawan

5. Fasilitas cuci tangan di tempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai

(17)

6. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan air yang mengalir, bak penampungan

yang permukaannya halus, mudah dibersihkan dan limbahnya dialirkan ke

saluran pembuangan yang tertutup.

2.3.2.6 Tempat mencuci Peralatan

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

tempat mencuci peralatan adalah :

1. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan

2. Air untuk keperluan pencucian dilengkapi dengan air panas dengan suhu 40

°C – 80 °C dan air dingin yang bertekanan 15 psi (1,2 kg/cm2)

3. Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan air

limbah

4. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) bilik/bak pencuci yaitu untuk

mengguyur, menyabun dan membilas.

2.3.2.7 Tempat pencuci bahan makanan

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

tempat pencuci bahan makanan adalah :

1. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan

2. Bahan makanan dicuci dengan air mengalir atau air yang mengandung larutan

Kalium Permanganat 0,02%

(18)

2.3.3 Persyaratan Dapur dan Ruang Makan 2.3.3.1 Dapur

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

dapur yaitu :

1. Luas dapur sekurang-kurangnya 40% dari ruang makan atau 27% dari luas

bangunan

2. Permukaan lantai cukup lantai ke arah saluran pembuangan air limbah

3. Permukaan langit-langit harus menutup seluruh atap ruang dapur, permukaan

rata, berwarna terang dan mudah dibersihkan

4. Penghawaan dilengkapi dengan alat pengeluaran udara panas maupun

bau-bauan yang dipasang setinggi 2 meter dari lantai atau disesuaikan dengan luas

dapur

5. Tungku dapur dilengkapi dengan sungkup asap (hood), alat perangkap asap,

cerobong asap, saringan dan saluran serta pengumpul lemak,

6. Semua tungku terletak dibawah sungkup asap (hood)

7. Pintu yang berhubungan dengan halaman luar dibuat rangkap, dengan pintu

bagian luar membuka ke arah luar

8. Ruangan dapur terdiri dari tempat pencucian peralatan, tempat penyimpanan

bahan makanan, tempat pengolahan, tempat persiapan, dan ruang administrasi

9. Intensitas pencahayaan alam maupun buatan minimal 10 fc

10. Pertukaran udara sekurang-kurangnya 15 kali per jam untuk menjamin

(19)

11. ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya

12. udara di dapur tidak boleh mengandung angka kuman lebih dari 5 juta/gram

13. tersedia sedikitnya meja peracikan, peralatan, lemari/fasilitas penyimpanan

dingin, rak-rak peraltan, bak-bak pencucian yang berfungsi dan terpelihara

dengan baik

14. Tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban/wc, peturasan, kamar

mandi dan tempat tinggal.

2.3.3.2 Ruang makan

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

ruang makan adalah :

1. Setiap kursi tersedia ruangan minimal 0,85 m2

2. Pintu yang berhubungan dengan halaman dibuat rangkap, pintu bagian luar

membuka ke arauh luar

3. Meja, kusi dan taplak meja harus dalam keadaan bersih

4. Tempat untuk menyediakan//peragaan makanan jadi harus dibuat fasilitas

khusus yang menjamin tidak tercemarnya makanan

5. Rumah makan dan restoran yang tidak mempunyai dinding harus terhindar

dari pencemaran

6. Tidak boleh mengandung gas-gas beracun sesuai dengan ketentuan yang

berlaku

(20)

8. Tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban/WC, peturasan/urinoir,

kamar mandi dan tempat tingal

9. Harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya

10. Lantai, dinding dan langit-langit harus selalu bersih, warna terang

11. Perlengkapan set kursi harus bersih

12. Perlengkapan set kursi tidak boleh mengandung kutu busuk/kepinding dan

serangga pengganggu lainnya.

2.3.3.3 Gudang bahan makanan

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

gudang bahan makanan adalah Jumlah bahan makanan yang disimpan disesuaikan

dengan ukuran gudang, gudang bahan makanan tidak boleh untuk menyimpan

bahan lain selain makanan, pencahayaan gudang minimal 4 foot candle pada

bidang setinggi lutut, gudang dilengkapi dengan rak-rak tempat penyimpanan

makanan, gudang dilengkapi dengan ventilasi yang menjamin sirkulasi udara dan

gudang harus dilengkapi dengan pelindung serangga dan tikus.

2.3.4 Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi 2.3.4.1 Bahan makanan

Perlindungan terhadap bahan baku dari bahaya-bahaya bahan kimia atau

pertumbuhan mikroorganisme patogen dan pembentukan toksin selama

transportasi dan penyimpanan bahan baku mutlak diperhatikan. Bahan bahan yang

(21)

baku lain dan bahan-bahan yang bukan bahan pangan. Bahan pangan harus

dikirim sedemikian rupa sehingga mencegah pertumbuhan mikroorganisme

patogen atau pembentukan toksin dengan mengatur lamanya waktu pengiriman,

suhu dan aktifitas air bahan baku (Rezeki, 2015).

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

bahan makanan adalah :

1. Bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk

2. Bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi

3. Bahan makanan kemasan, bahan tambahan makanan dan bahan penolong

memenuhi persyaratan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

2.3.4.2 Makanan jadi

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

makanan jadi adalah :

1. Makanan jadi dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak busuk, makanan

dalam kaleng harus tidak boleh menunjukkan adanya penggembungan, cekung

dan kebocoran

2. Angka kuman E. coli pada makanan 0 per gram contoh makanan

3. Angka kuman E. coli pada miniman 0 per 100 ml contoh minuman

4. Jumlah kandungan logam berat dan residu pestisida dan cemaran lainnya tidak

boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut peraturan

(22)

5. Buah-buahan dicuci bersih dengan air yang memenuhi persyaratan, khusus

untuk sayuran yang dimakan mentah dicuci dengan air yang mengandung

larutan Kalium Permanganat 0,02% atau dimasukkan dalam air mendidih

untuk beberapa detik.

2.3.5 Pengolahan makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan dari bahan mentah

menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang

mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip higiene dan sanitasi (Rezeki, 2015).

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah

menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang

mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan

pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak

langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan

dilakukan dengan jalan menggunakan sarung tangan plastik dan penjepit makanan

(Arisman, 2009).

Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang

memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa yang sesuai, serta mempunyai

bentuk yang mengundang selera (Azwar, 2000).

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

pengolahan makanan adalah :

(23)

2. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan :

a. Sarung tangan plastik

b. Penjepit makanan

c. Sendok garpu dan sejenisnya.

3. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai :

a. Celemek/apron

b. Tutup rambut

c. Sepatu dapur

d. Berperilaku :

1) Tidak merokok

2) Tidak makan atau mengunyah

3) Tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang tidak berhias

4) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk

keperluannya

5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar

kecil

6) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar

7) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar

tempat rumah makan atau restoran.

4. Tenaga pengolah makanan harus memiliki sertifikat vaksinasi chotypa dan

(24)

2.3.6 Tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi 2.3.6.1 Tempat penyimpanan bahan makanan

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

tempat penyimpanan bahan makanan adalah :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan

bersih

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan :

a. Dalam suhu yang sesuai

b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm

c. Kelembaban penyimpanan dalam ruang 80% - 90%

d. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak

menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai

berikut :

1) Jarak makanan dengan lantai 15 cm

2) Jarak makanan dengan dinding 5 cm

3) Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

e. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak

sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan,

bahan makanan yang masuknya lebih dahulu dikeluarkan belakangan

(25)

2.3.6.2 Penyimpanan makanan jadi

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

penyimpanan makanan jadi adalah :

1. Terlindung dari debu, bahan berbahaya, serangga, tikus dan hewan lainnya

2. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5ºC atau lebih, atau

disimpan dalam suhu dingin 4ºC atau kurang

3. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam)

disimpan dalam suhu –5ºC sampai –1ºC.

2.3.7 Penyajian makanan

Proses terakhir dari prinsip higiene sanitasi makanan adalah penyajian

makanan atau penjajaan makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan

tempat penyajian, alat penyajian, dan tenaga penyaji. Makanan disajikan pada

tempat yang bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, peralatan yang digunakan

bersih, dan orang yang menyajikan makanan harus berpakaian bersih,

menggunakan tutup kepala, dan tangan penyaji tidak boleh kontak langsung

dengan makanan yang disajikan (Soemirat, 2009).

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

penyajian makanan adalah :

1. Cara menyajikan makanan harus terhindar dari pencemaran

(26)

3. Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan

yang bersih

4. Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas

penghangat makanan dengan suhu minimal 60ºC

5. Penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian bersih

6. Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Di tempat yang bersih

b. Meja di mana makanan disajikan harus tertutup kain putih atau tutup

plastik berwarna menarik kecuali bila meja dibuat dari formica, taplak

tidak mutlak ada

c. Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, tomato sauce, kecap, sambal

dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut-mulutnya

d. Asbak tempat abu rokok yang tersedia di atas meja makan setiap saat

dibersihkan

e. Peralatan makan dan minum yang telah dipakai paling lambat 5 menit

sudah dicuci.

2.3.8 Peralatan Pengolahan Makanan

Berdasarkan Permenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang

Persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran bahwa persyaratan untuk

penyajian makanan adalah :

1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan

(27)

(Cd), dan Antimony (Sb)

2. Peralatan pengolahan makanan tidak boleh rusak, gompel, retak, dan tidak

menimbulkan pencemaran terhadap makanan.

3. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan makanan harus conus

atau ada sudut mati, rata, halus, dan mudah dibersihkan.

4. Peralatan pengolahan makanan dalam keadaan bersih sebelum digunakan.

5. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak

boleh mengandung Escherichia coli

6. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan yaitu pencucian

peralatan harus menggunakan sabun atau detergent, serta dibebas hamakan

sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm dan air panas 800 C, dilap dengan

kain

7. Pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan peralatan yang sudah

didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri

dengan bantuan sinar matahari atau mesin pengering dan tidak boleh dilap

dengan kain

8. Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1) semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam

keadaan kering dan bersih

2) Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus

dibalik

3) Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak

(28)

5) Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber

pengotoran/kontaminasi dan binatang perusak.

2.4 Ayam Penyet

Ayam penyet merupakan sajian kuliner khas Indonesia yang sangat

terkenal dan sudah menyebar di seluruh daerah di Indonesia. Ayam penyet adalah

masakan yang berbahan ayam yang disajikan dalam bentuk ayam goreng dan

diberi sambal dan lalapan sebagai pelengkap makanan.

2.4.1 Cara Membuat Ayam Penyet

Berdasarkan pendapat yuni dan raninta (2008), pembuatan ayam penyet

membutuhkan beberapa bumbu yang biasanya dilakukan dengan dihaluskan

seperti bawang putih, kunyit, kemiri, ketumbar, garam dan gula pasir. Nantinya

bumbu tersebut akan dijadikan bumbu untuk merebus ayam agar cita rasa

menyatu dengan ayam. Setelah ayam siap direbus, ayam tersebut di goreng.

Sambal dan lalapan merupakan khas yang melengkapi menu ayam penyet.

Ayam yang telah selesai di goreng akan dilumuri dengan sambal dan di

tekan-tekan agar ayam tersebut penyet. Setelah ayam penyet siap maka dalam

penyajiannya akan diberi lalapan. Lalapan yang biasa diberikan seperti daun

kemangi, daun selada, kol, kacang panjang dan sebagainya.

2.5 Lalapan

Menurut Srianna dkk (2012) yang menutip pendapat Sudjana, sayuran

(29)

dikonsumsi secara mentah. Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan untuk

mengkonsumsi lalapan.

Menurut Astawan yang dikutip oleh Tindry dkk (2015), Sayur lalapan

memiliki kelebihan gizi karena dikonsumsi dalam keadaan mentah sehingga

zat-zat gizi yang terkandung didalamnya tidak mengalami denaturasi atau perubahan.

Tetapi manfaat dari sayur lalapan tersebut tidak akan berguna apabila sayur

lalapan tersebut mengandung bakteri Escherichia coli yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan proteksi atau pencegahan

maupun pemeriksaan terhadap sayur lalapan. Jenis sayuran yang umum dipakai

sebagai lalapan mentah adalah daun kemangi, daun jambu mete, kenikir, terong

bulat, kacang panjang, tomat, selada, mentimun dan kol.

2.5.1 Selada

Selada tergolong sayuran yang populer di seluruh negara. Di tanah air,

sayuran daun ini banyak digunakan sebagai salad. Ada empat macam selada,

yakni selada krop (Lactuca sativa var. Capitata), selada daun (L. sativa var.

Longifolia), selada yang daunnya tidak membentuk crop tetapi bergerombol atau

open head atau loosed lettuce (L. Sativa var. Crisp a), dan selada batang atau

selada asparagus (L. Sativa-var. Anguistana).

Selada memiliki kalori yang sangat renda, sebab kadar dari komponen

yang berbentuk kalori (karbohidrat, protein, dan lemak) sangat sedikit, selada baik

jika dikombinasikan dengan sayuran atau makanan lain yang berkalori tinggi.

Selada adalah sayuran yang kaya dengan vitamin A dan vitamin C. Selain untuk

(30)

yang normal. Vitamin A akan meningkatkan serapan kalsium yang diperlukan

untuk mineralisasi tulang (Lanny, 2010).

2.5.2 Kol atau Kubis

Kubis adalah sayuran yang dimanfaatkan dan bernilai gizi tinggi. Kubis

dimasyarakat lebih dikenal dengan sebutan kol. Kol atau kubis sering dikonsumsi

sebagai lalapan, asinan, gado-gado, sop dan cap cay (S. Mulyono, 2009)

2.5.3 Mentimun atau Ketimun atau Timun

Berdasarkan pendapat Rahmat (1994), mentimun atau ketimun atau timun

(Cucumis sativa L.) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan (Cucurabitaceae) yang sudah populer di seluruh dunia. Bagian tanaman

mentimun yang paling banyak dijadikan bahan sayuran adalah buah muda, kecuali

jenis mentimun Suri (Puan), umumnya dipanen sebagai buah tua (masak) dan

sering dijadikan pencampur minuman es-sirup. Buah mentimun dapat dibuat acar,

pencampur lotek atau gado-gado, asinan, lalapan dan lain-lain. Kegunaan

mengkonsumsi buah mentimun, selain menambah cita rasa makan juga

mengandung gizi cukup tinggi untuk kesehatan tubuh.

2.5.4 Kemangi

Kemangi adalah jenis sayur yang daunnya memiliki aroma yang khas.

Kemangi juga dikenal sebagai sayuran yang dapat dimakan segar sebagai lalapan.

Daun kemangi sebagai lalapan biasanya dimakan bersama-sama daun kubis,

(31)

2.6 Kol atau Kubis

Kol atau kubis adalah nama yang diberikan untuk tumbuhan daun yang

populer. Tumbuhan ini dimanfaatkan daunnya untuk dimakan. Daun ini tersusun

sangat rapat membentuk bulatan atau bulatan pipih ( Wikipedia, 2015).

Kubis atau kol atau engkol yang kita kenal sekarang, pada mulanya

merupakan tumbuhan liar di daerah sub-tropik. Tanaman ini berasal dari Eropa

dan Asia Kecil, terutama tumbuh di daerah Great Britain dan Mediterranean (Rukmana, 1994).

Kubis umumnya dikenal sebagai famili sawi (mustar). Rasa getir adalah

ciri umum famili ini. Kepala kubis paling tepat digambarkan sebagai tunas akhir

tunggal yang besar, yang terdiri atas adaun yan saling bertumpang-tindih secara

ketat, yang menempel dan melingkupi batang pendek tidak bercabang. Tinggi

tanaman umumnya berkisarantara 40 dan 60 cm (Rubatzky, 1998).

2.6.1 Klasifikasi Kol atau Kubis

Klasifikasi kol atau kubis adalah sebagai berikut (Pracaya, 2001) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

(32)

Genus : Brassica Spesies : Brassica oleracea var. capitata L.

Kubis-kubisan adalah tanaman herba dikotil setahun dan dua-tahunan;

bentuk dua-tahunan umumnya ditanam sebagai tanaman setahun. Ketika berupa

kecambah muda, berbagai tanaman kubis-kubisan sulit dibedakan, tetapi tidak

lama kemudian masing-masing mengembangkan karakteristik yang dapat

dibedakan.

2.6.2 Jenis-jenis Kol atau Kubis

Menurut Novary (1999) secara umum kubis terbagi dalam 3 kelompok

besar, yaitu:

1. Kubis putih

Kubis dari kelompok ini daunnya berwarna putih. Dalam kelompok ini terdiri dari

kubis kepala bulat atau kol bulat, kubis kepala bulat datar, dan kubis kepala bulat

runcing.

2. Kubis merah

Sesuai dengan namanya, daun kubis merah berwarna merah keunguan. Di bagian

daun sebelah luar terdapat lapisan lilin. Pada umumnya kubis merah mempunyai

bentuk bulat.

3. Kubis savoy

Kubis savoy mempunyai daun yang sangat khas, yaitu kering.

2.6.3 Kandungan Gizi Dan Manfaat Kol atau Kubis

Kubis sangat kaya vitamin A. selain itu, gizi lain yang dikandung kubis

(33)

B3 juga terdapat di dalam sayuran ini. Dalam 100 gram bahan mentah kubis

terdapat 24 kalori (Novary, 1999).

Kubis atau kol dikonsumsi sebagai sayuran daun, diantaranya sebagai

lalab (lalap) mentah dan dimasak, lodeh, campuran bakmi, lotek, pecal, asinan,

dan aneka makanan lainnya (Rukmana, 1994).

Selain enak dan lezat untuk sayur-mayur, ternyata kubis juga mempunyai

kegunaan sebagai tanaman obat. Dalam buku “ Tanaman Obat Penyembuh Ajaib”

karangan seorang pakar kesehatan Fillipina bernama Herminia de Guzman

Ladion, disebutkan bahwa kubis berkhasiat untuk obat “Hyperaciditas”.

Hyperaciditas ini adalah akibat pengeluaran asam lambung secara berlebihan yang

dapat disebabkan oleh ketegangan pikiran, kelaparan dan berbagai hal (Rukmana,

1994).

2.7 Penyakit Yang Ditularkan Melalui Makanan dan Minuman

Makanan tidak saja bermanfaat bagi manusia tapi juga sangat baik untuk

pertumbuhan mikroba yang patogen. Oleh karenanya, untuk mendapat

keuntungan yang maksimum dari makanan, perlu dijaga sanitasi makanan.

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan

menjadi keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Soemirat, 2009).

Keamanan makanan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat

atau bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan

apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau

tercampur secara sengaja atau tidak sengaja ke dalam bahan makanan atau

(34)

Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari

tumbuhan atau hewan itu sendiri dan racun yang ada di dalam panganan akibat

pengotoran atau kontaminasi. Sedangkan penyakit bawaan makanan adalah

penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan

yang terkontaminasi mikroba pathogen, kecuali keracunan.

Secara umum, istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk

menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme, mencakup :

1. Intoksikasi pangan adalah gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya

toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan

akibat terinfeksi organisme penghasil toksin.

2. Infeksi pangan adalah disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui

makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap

bakteri atau hasil-hasil metabolismenya. Salah satu jenis daripada organisme

penyebab infeksi pangan adalah Eschericia coli (Albiner, 2002).

2.8 Escherichia Coli

Escherichia coli, atau biasa disingkat E. Coli, adalah salah satu jenis

spesies utama bakteri gram negative umumnya merupakan flora normal saluran

pencernaan manusia dan hewan (Supardi, 1998).

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan didalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat

(35)

lain diluar usus. Genus Esceherichia terdiri dari 2 spesies yaitu: Escherichia coli

dan Escherichia hermanii (Staf pengajar FKUI, 1994).

Menurut Wardhana (2004), adapun alasan memilih bakteri E. coli adalah

sebagai berikut :

1. Lebih tahan dibanding dengan bakteri usus patogen. Karena lebih tahan

dibanding dengan bakteri usus patogen lainnya, maka dapat dipastikan bakteri

patogen usus sudah tidak ada apabila bakteri coli tidak ada ditemukan dalam pemeriksaan air

2. Terdapat banyak di dalam tinja maka bagian manapun yang diambil dari tinja

dan dianalisa akan ditemukan

3. Mudah dianalisis dengan cara melihat reaksi pada media selktif tertentu maka

dapat dipastikan keberadannya.

2.8.1 Klasifikasi Escherichia Coli(Wikipedia, 2015) :

Domain : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammmaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

(36)

2.8.2 Sifat-sifat Escherichia Coli

Escherichia coli merupakan flora komersal yang paling banyak pada usus manusia dan hewan. Dapat berubah menjadi oportunis pathogen bila hidup di luar

usus yaitu lokasi normal tempatnya berada dan dapat menyebabkan infeksi

salurah kemih, saluran empedu, infeksi luka dan masitis pada sapi (Supardi,

1999).

Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μ dan lebar 1,1-01,5 μ, tersusun tunggal, berpasangan dengan flagella peritikus. Bakteri relatif

sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi

makanan atau selama pemasakan makanan (Pelczar, 1988).

Menurut WHO (2005), bakteri Escherichia coli adalah salah satu bakteri

indikator untuk menilai pelaksanaan sanitasi makanan. Bakteri merupakan salah

satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada

suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari

500.000 sel dalam 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000

(dua juta) sel, dalam 12 jam sudah menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel.

Bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama, dan akan mati pada suhu 600 C selama 30 menit. Bila dilihat

dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah, sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media (Depkes RI, 1991).

2.8.3 Patogenesis Escherichia Coli

(37)

Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC), Escherichia coli enteroinvasif (EIEC),

dan Esherichia coli enterohemoragik (EHEC). EPEC menyebabkan diare yang parah pada bayi, meskipun mekanismenya belum dapat dijelaskan. ETEC

menghasilkan dua jenis toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap panas

dan menyebabkan diare pada anak serta bayi, yaitu penyakit yang mirip dengan

kolera (didaerah endemis kolera) dan diare petualang (ditularkan lewat air dan

makanan). EIEC menginvasi dan berproliferasi di dalam sel epitel mukosa

sehingga tidak jarang menimbulkan colonic epithelial cell death (Arisman, 2009).

Escherichia coli enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab utama

traveller’s diarrhea dan infantile di negara berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan gradasi keparahan berkisar dari ringan

sampai parah. Patogenesis diare oleh famili ETEC berkaitan dengan enterotoksin

yang dihasilkannya (Arisman, 2009).

Escherichia coli enteroinvasif (EIEC) dapat menginvasi sel-sel epitel mukosa usus sehingga menyebabkan terjadinya watery diarrhea, disentri, demam, muntah, kram dan nyeri perut hebat, serta tenesmus. Tinja kerap mengandung

darah (leukosit dan eritrosit) (Arisman, 2009).

Escherichia coli enteropatogenik (EPEC), Escherichia coli

enteroaggregatif (EAEC), dan diffusely adherent Escherichia coli (DAEC) menyebabkan diare berair dan disentri (Arisman, 2009).

Escherichia coli enterohemoragik (EHEC) mampu mengeluarkan

(38)

jawab terhadap gejala sisa sistemik (systemic sequelae) akibat penyakit ini

(Arisman, 2009).

Pada lambung, jejenum, dan duodenum orang yang sehat adalah bebas dari

coliform, sedangkan orang dengan diare akut oleh ETEC bagian tersebut terdapat

kuman ETEC dan untuk menimbulkan diare ada 3 syarat :

1. Strain Escherichia Coli harus toksigenik (di tes pada hewan percobaan)

2. Jumlah Escherichia Coli lebih dari 105 – 106 / ml

3. Strain yang toksigenik harus kontak dengan mukosa yang sensitif, jadi harus

ada kolonisasi di usus halus karena usus halus lebih sensitif terhadap

Escherichia Coli dari pada usus besar, Enterotoksin mempunyai efek terjadinya sekresi ion CL disertai dengan penghambatan K+. Untuk

mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit lain seperti Na+, K+ dan

HCO3 sehingga tetap isotonik.

2.8.4 Gejala klinis

Inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-48

jam setelah menyantap makanan yaang tercemar berupa nyeri dan diare, terkadang

disertai oleh demam serta muntah. Beberapa faktor berperan dalam pencegahan

infeksi Escherichia coli, seperti keasaman lambung, keutuhan flora, dan

montilitas usus. Bayi yang diberikan ASI kemungkinan untuk mengalami diare

akibat bakteri tersebut kecil sekali karena di dalam ASI terkandung faktor

pelindung (Arisman, 2009).

(39)

Muntah dapat timbul, tetapi sebagian besar penderita tidak disertai demam.

Penyakit ini bersifat self-limited, biasanya gejala ini akan lenyap sendiri dalam kurun waktu kurang dari 5 hari (Arisman, 2009).

EPEC yang menyerang terutama bayi dan anak, menyebabkan diare berair.

Jika keadaan ini menjadi parah pada anak-anak, akan terjadi dehidrasi yang

(seandainya situasi beerubah kronik) mengarah kepada gagal pertumbuhan.

Gejala yang ditimbulkan EHEC berkisar dari diare berair ringan (mild watery diarrhea) hingga kolitis hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5

hari dilalui, diare berair terjadi dan kerap diikuti oleh kram perut serta muntah.

Pada kebanyakan pasien, diare berdarah biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala

pertama timbul, tetaoi tidak terkait dengan keberadaan leukosit dalam tinja.

Demam sering kali menjangkiti sepertiga kasus, sementara penyakit ini

berlangsung 4-10 hari (Arisman, 2009).

EHEC tak mungkin diisolasi dari tubuh penderita ketika HUS (Hemolytic-uremic syndrome). HUS terdiri atas trias mikroangiop[ati akibat anemia hemolitik, trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Sindrom ini biasanya terjadi

pada minggu kedua (kisaran 2-14 hari) perjalan penyakit, bahkan tidak jarang

baru timbul setelah diare sembuh. Ketika HUS terjadi, penderita tampak pucat,

sangat lemah, gelisah, serta oliguri atau anuri pada pemeriksaan. Gagal ginjal

kronis (GGK) akan terjadi pada sebanyak 10% penderita HUS. HUS adalah

(40)

2.9 Kerangka Konsep

Hygiene Pedagang/Penjamah Makanan

Hygiene Sanitasi Tempat dan Makanan

(PERMENKES RI

No.1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene

Sanitasi Rumah Makan Dan Restoran)

Keberadaan Escherichia Coli pada

Kol

(PERMENKES RI No.1098/MENKES/SK/

VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene

Gambar

Tabel 2.1 Jumlah Tempat Cuci Tangan untuk Tamu Berdasarkan Kapasitas

Referensi

Dokumen terkait

*Penulis, Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara ** Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara.. *** Pembimbing II,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut: 1) Secara simultan kesehatan, lingkungan, keinginan dan kebutuhan dasar manusia dan keselamatan

Dalam kegiatan ini mahasiswa melakukan pengamatan secara langsung untuk dapat mengetahui gambaran nyata tentang penampilan guru dalam proses pembelajaran dan

Selain itu dengan situs yang telah dibuat, toko Altec berusaha memberikan informasi mengenai barang-barang yang dijual kepada konsumen yang juga sebagai tempat pemesanan

Based on the result of this research, the teachers can know the errors in the use of subject-verb agreement in writing made by the students and can be a reflection for them

Informasi yang di dapat berdasarkan dari buletin pariwisata dan buku-buku tentang tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia Mungkin banyak pembaca hanya mendengar daerah

Aplikasi database penjualan barang jadi ini dibuat sebagai salah satu sarana untuk mengolah transaksi penjualan sehari-hari, pengadaan laporan penjualan barang dan laporan

[r]