• Tidak ada hasil yang ditemukan

Esensi dan Eksistensi Bahasa Indonesia dalam Bangsa

Dalam dokumen ESENSI DAN EKSISTENSI BAHASA INDONESIA D (Halaman 60-74)

2.4 Bahasa Indonesia dan Era Globalisasi

2.4.3 Esensi dan Eksistensi Bahasa Indonesia dalam Bangsa

A. Jati Diri Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memilki ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah tertentu yang

membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia ini, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Dengan ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok ini pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia dan mana bahasa asing ataupun bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri- ciri umum dan kaidah-kaidah pokok tersebut merupakan jati diri dari bahasa Indonesia. Ciri- ciri umum dan kaidah-kaidah pokok yang dimaksud adalah antara lain sebagai berikut.

1. Bahasa Indoensia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jenis kelamin. Kalau kita ingin menyatakan jenis kelamin, cukup diberikan kata keterangan jenis kelamin, misalnya:

 Untuk manusia dipergunakan kata laki-laki atau pria dan perempuan atau wanita.

 Untuk hewan dipergunakan kata jantan atau betina.

Dalam bahasa asing (misalnya bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Sanskerta) untuk menyatakan jenis kelamin digunakan dengan cara perubahan bentuk.

Bahasa Inggris : lion-lioness, host-hostess, steward-stewardness

Bahasa Arab : muslimin-muslimat, mukminin-mukminat, hadirin-hadirat. Bahasa Sanskerta : siswa-siswi, putera-puteri, dewa-dewi

Dari ketiga bahasa tersebut yang diserap kedalam bahasa Indoensia beberapa kata yang berasal dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta; sedangkan perubahan bentuk dalam bahasa Inggris tidak pernah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penyerapan dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta pun dilakukan secara leksikal, bukan sistem perubahannya.

2. Bahasa Indonesia mempergunakan kata tertentu untuk menunjukkan jamak. Artinya, bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk bentuk jamak. Sistem ini pilalah yang membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya,

misalnya bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa lainnya. Untuk menyatakan jamak, antara lain, mempergunakan kata segala, seluruh, semua, para, sebagian, beberapa, dan kata bilangan dua, tiga, empat, dan seterusnya; misalnya: segala urusan, seluruh tenaga, para siswa, semua persoalan, sebagian pendapat, beberapa anggota, dua teman, tiga pohon, empat mobil.

Bentuk Boy dan Man dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi boys dan men ketika menyatakan jamak, tidak pernah dikenal dalam bahasa Indonesia. Bentuk bukus (jamak dari kata buku), mahasiswas (jamak dari mahasiswa), dan penas (jamak dari pena), misalnya, tidak dikenal dalam bahasa Indoensia karena memang bukan kaidah bahasa Indonesia.

3. Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan waktu. Kaidah pokok inilah yang juga membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing lainnya. Dalam bahasa Inggris misalnya, kita temukan kata eat (untuk menyatakan sekarang), eating (untuk menyatakan sedang), dan eaten (untuk menyatakan waktu lampau). Bentukan kata seperti ini tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia. Bentuk kata makan tidak penah mengalami perubahan bentuk yang terkait dengan waktu, misalnya menjadi makaning (untuk menyatakan waktu sedang), atau makaned (untuk menyatakan waktu lampau). Untuk menyatakan waktu, cukup ditambah kata-kata aspek akan, sedang, telah, sudah, atau kata keterangan waktu kemarin, seminggu yang lalu, hari ini, tahun ini, besok, besok lusa, bulan depan, dan sebagainnya. 4. Susunan kelompok kata dalam bahasa Indoensia biasanya mempergunakan hukum D-

yang menerangkan (M). Kelompok kata rumah sakit, jam tangan, mobil mewah, baju renang, kamar rias merupakan contoh hukum D-M ini. Oleh karena itu, setiap

kelompok kata yang diserap dari bahasa asing harus disesuaikan dengan kaidah ini. Dengan demikian, bentuk-bentuk Garuda Hotel, Bali Plaza, International Tailor, Marah Halim Cup, Jakarta Shopping Center yang tidak sesuai dengan hukum D-M harus disesuaikan menjadi Hotel Garuda, Plaza Bali, Penjahit Internasional, Piala Marah Halim, dan Pusat Perbelanjaan Jakarta.

Bahasa indoenesia juga mengenal lafal baku, yaitu lafal yang tidak dipengaruhi oleh lafal asing atau lafal daerah. Apabila seseorang menggunakan bahasa Indonesia lisan dan lewat lafalnya dapat diduga atau dapat diketahui dari suku mana ia berasal, maka lafal orang bukanlah lafal bahasa Indoensia baku. Dengan kata lain, kata-kata bahasa Indoensia harus bebas dari pengaruh lafal asing atau lafal daerah. Kesulitan yang dialami oleh sebagian besar pemakai bahasa Indoensia adalah sampai saat ini belum disusun kamus lafal bahasa Indoensia yang lengkap. Akibatnya, sampai sekarang belum ada patokan yang jelas untuk pelafalan kata peka,teras, perang, sistem, elang. Tetapi, pengucapan semangkin (untuk semakin),

mengharapken (untuk mengharapkan), semua (untuk semua), mengapa (untuk mengapa), thenthu (untuk tentu), therima kaseh (untuk terima kasih), mBandung (untuk Bandung), nDemak (untuk Demak) bukanlah lafal baku bahasa Indonesia.

B. Sikap Pemakai Bahasa Indonesia yang Negatif

Bangsa Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga

menggunakan bahsa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan lengkap kepada orang lain. Mereka semestinya bangga memiliki bahasa yang demikian itu. Namun, berbagai kenyataan yang terjadi, tidaklah demikian. Rasa bagga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing (dahulu bahasa Belanda, sekarang bahasa Inggris) masih terus menampak pada sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa Indonesia.

Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut.

1. Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya dalam menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.

2. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris), tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indoensia.

3. Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.

4. Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.

Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa indonesia yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia dala mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan jelas, lengkap, dan sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-isltilah, dan ungkapan-ungkapan asing, pdahal kata-kata, istilah-istilah,dan ungkapan-

ungkapan tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia. Misalnya page, background, reality, alternative, airport, masing-masing untuk “halaman”, “latar belakang”,

“kenyataan”, “(kemungkinan) plihan”, dan “lapangan terbang ” atau “bandara”. 2. Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebiha sehingga

ditemukan kata dan istilah asing yang “amat asing”, “terlalu asing”, atau “hiper asing”. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerakan kata-kata asing tersebut, misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan), (dianggap) syah. Padahal, kata-kata itu cukup diucapkan dan di tulis roh, insaf, pihak, pasal, sarat (muatan), dan (dianggap) sah.

3. Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik, tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang Indonesia mempunyai bermacam-macam kamus bahasa asing, tetapi tidak mempunyai satu pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosa kata bahasa Indonesia telah dikuasainya dengan baik. Akibatnya, kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang sesuai dengan bahasa

Indonesia, mereka akan mencari jalan pintas dengan cara sederhana dan mudah. Mislanya, penggunaan kata yang mana yang kurang tepat, pencapuradukan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata ganti saya, kami, kita yang tidak jelas.

Kenyataan-kenyataan dan akibat-akibat tersebut kalau tidak diperhatikan akan

berakibat perkembangan bahasa Indonesia terhambat. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sepentasnyalah bahasa Indonesia itu dicintai dan dijaga. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena bahasa Indonesia itu merupakan salah satu identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Setiap orang Indonesia patutlah bersikap positif terhadap bahasa Indonesia, jangan menganggap remeh dan bersikap negatif setiap orang Indonesia mestilah berusaha agar selalu cermat dan teratur menggunakan bahasa Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mestilah dikembangkan budaya malu apabila mereka tidak mempergunakan bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata, istilah dan ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang “canggih” adalah anggapan yang keliru. Begitu juga, penggunaan kalimat yang berpanjang-panjang dan berbelit-belit, sudah tentu memperlihatkan kekacauan cara berpikir orang yang menggunakan kalimat itu. Apabila seseorang

menggunakan bahasa yang kacau-balau, sudah tentu hal itu menggambarkan jalan pikiran yang kacau-balau pula. Sebaliknya, apabila seseorang menggunakan bahasa yang teratur, jelas, dan bersistem, cara berpikir orang itu teratur dan jelas ula. Oleh sebab itu, sudah seharusnyalah setiap orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang teratur, jelas, bersistem, dan benar agar jalan pikiran orang Indonesia (sebagai pemilik bahasa Indonesia) juga teratur dan mudah dipahami oleh orang lain.

C. Bahasa Indonesia di Era globalisasi

Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar kemungkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan situasi dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pemakai bahasa

Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.

Setiap warga negara Indonesia, sebagai warga masyarakat, pada dasarnya adalah pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan dengan:

1. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia terungkap jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. 2. Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia. Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia

terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu

mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap bahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian bahasa Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan menutup diri dari saling pengaruh dengan bahasa daerah dan bahasa asing.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan mana pengaruh yang negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia itu tidak ada bedanya dengan bahasa asing lain. Masing-masing bahasa mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia memberikan sumbangan yang signifikan bagi terciptana disiplin berbahasa Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atau kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan antarbangsa di era globalisasi ini.

Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan cinta terhadap bahasa , tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu menggunakannya denagn baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negra yang baik mesti malu apabilatidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini merupakan sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan berdampak pada pemakaian bahasa

yang kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan jenis bahasa lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan bahasa Indonesia. Padahal pemakai bahasa Indonesia mengenal ungkapan “ Bahasa menunjukkan bangsa”, yang membawa pengertian bahwa bahasa yang digunakan akan menunjukkan jalan pikiran si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang berdisiplin dalam berbahasa, berarti pemakai bahasa itu pun kurang berdisiplin dalam berpikir. Akibat lebih lanjut bisa diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari pun akan kurang berdisiplin. Padahal, kedisiplinan itu sangat diperlukan pada era globalisasi ini. Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak

berdisiplin dalam segala segi kehidupan akan mengakibatkan kekacauan cara bepikir dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Apabila hal ini terjadi, kemajuan bangsa Indonesia pasti

terhambat dan akan kalah bersaing dengan bangsa lain.

Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat

mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sngat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa ynag sederhana, tatabahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang memermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa Indoensia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhanaan dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia pergaulan dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu engetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa di era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti Amerika Serikat, Australia, Belanda, Jepang, Inggris, Cina, dan Korea Selatan.

Dalam menghadapi permasalahan yang berasal dari pergerakan zaman yang begitu cepat dapat dilihat dari berbagai macam kondisi yang terjadi saat ini. Hal-hal tersebut antara lain:

a. Lebih eksisnya bahasa prokem di kalangan remaja dibandingdengan bahasa Indonesia.

Hal ini disebabkan karena selain bahasa prokem menurut sebgian banyak remaja sebagai bahasa yang lebih mudah digunakan dan dapat dijadikan sebgai identitaas kelompok tertentu, bahasa prokem juga disebabkan karena perkembangan IPTEK komunikasi dan informasi yang pesat. Bisa dilihat sebagian besar kelompok individu akan lebih memilih kosa kata-kosa kata yang hanya mereka pahami saja atau melakukan penyingkatan kata-kata untuk mempermudah mereka dalam melafalkannya. Selain itu, bahasa prokem juga lebih memberi predikat gaul bagi remaja yang menggunakannya atau tidak ketinggalan zaman. Kebanyakan remaja yang tidak mengerti arus pergerakan bahasa prokem yang juga ikut berkembang tentunya akan membuat remaja tersebut merasa dituntut untuk mempelajari bahkan menggunakannya.

b. Penggunaan media sosial yang keliru tidak banyak memberikan manfaat. Sebagian besar kalangan remaja sering menggunakan media sebagai salah satu sarana komunikasi. Media ikut berperan penting dalam perkembangan atau justru pergeseran eksistensi dari bahasa Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya remaja yang lebih memilih media surat elektronik atau menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi mereka. Bagi mereka hal tersebut dilakukan untuk menghidupkan media sosial dengan cara mengeksiskan diri dengan tulisan- tulisan yang mereka buat.

c. Kurangnya motivasi individu dalam berpikir mandiri.

Kebanyakan individu/siswa lebih memanjakan diri terhadap perkembangan IPTEK saat ini. Misalnya dalam memecahkan setiap permasalahan tugas dan tanggung jawab di sekolah mereka lebih sering mejiplak hasil buah pemikiran orang lain tanpa harus menjadikannya sebagai bahan referensi untuk

dibandingkan dan diolah dengan sumber yang lain serta atas pemikiran/analisis sendiri. Hal ini disebabkan karena kurangnya pembelajaran bahasa Indonesia yang sejatinya melatih kemampuan keterampilan berbahasa, meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan.

d. Adanya rasa kurang percaya diri pada diri individu dalam penggunaan bahasa Indonesia.

Hal ini dikarenakan individu akan lebih merasa berpengetahuan luas, terlihat lebih pintar dan berpendidikan jika menyelipkan berbagai bentuk bahasa asing ke dalam

berbahasanyamelihat lingkungan sekitar yang ada.

Sebagaimana yang telah di bahas pada pembahasan di atas. Menyikapi akan esensi bahasa Indonesia karena dampak arus perkembangan IPTEK informasi dan komunikasi yang sangat pesat dan menimbulkan berbagai dampak terhadap keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional. Ini merupakan kesempatan bagi mahaiswa sebagai calon guru untuk mengatasi seluruh permasalahan tersebut yang dapat dijadikan sebagai peluang untuk memperluas lahan bagi pengembangan kreatifitas mahasiswa setelah lulus nanti maupun selama masih di bangku kuliah.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh mahasiswa, seperti:

a. membuka lembaga bimbingan belajar bahasa Indonesia sebagai upaya untuk pengembangan diri, ilmu pengetahuan dan pelestarian bahasa Indonesia b. Nusa Tenggara Barat khususnya sebagai daerah yang cukup terkenal sebagai

daerah pariwisata, sebagai mahasiswa maupun setelah lulus nanti dapat membuka kursus bahasa Indonesia bagi wisatawan asing, karena wisatawan saat ini lebih banyak yang ingin menggunakan bahkan mempelajari bahasa Indonesia untuk berkomunikasi

c. menjadikan diri sebagai lulusan yang berkualitas sebagai modal untuk bersaing. Ini dapat memberikan nilai yang tinggi agar dengan mudah ditempatkan pada sekolah-sekolah yang memilki predikat baik

d. pandai melihat kebutuhan, artinya bahwa masih banyak sekolah-sekolah di bagian pinggiran yang menjadikan guru di luar bidang studi bahasa Indonesia sebagai guru bahasa indonesia. Hal ini akan mengakibatkan informasi pembelajaran yang tidak baik sehingga penerimaan pembelajaran pun juga ikut tidak baik

e. tetap ikut serta dalam berbagai bentuk kegiatan menulis, entah menulis suatu karangan ilmiah maupun karangan non ilmiah. Ini bisa dilakukan untuk mengeksiskan diri dan latar belakang mahasiswa sebagai mahasiswa bahasa Indonesia

f. menjadikan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai pembelajaran yang menarik di sekolah, karena sebagian besar siswa selalu berpikir pelajaran bahasa Indonesia adalah pelajaran yang membosankan

g. dalam lingkungan sekolah, seharusnya guru bahasa Indonesia menjadi garda terdepan sebagai pembimbing KIR bagi siswa. Pada kenyataannya guru IPA sejak dulu lebih mendominasi

h. jika kita jeli mahasiswa bahasa Indonesia masih banyak diperlukan di bidang lain, seperti bidang komunikasi.

Strategi yang dapat dilakukan dalam memecahkan permasalahan yang ada yaitu: a. perlu ditingkatkannya kualitas akademik pendidik (khususnya guru bahasa

Indonesia) untuk peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Hal ini bisa dilakukan dengan cara melakukan berbagai macam pelatihan kebahasaan. Tes kebahasan tersebut dapat berupa: tes UKBI dengan memberi standar yang baik bagi para calon sarjana untuk memenuhi syarat wisuda, banyak membuat karya tulis ilmiah sebagai sarana latihan dan uji kemahiran dalam menulis, menaikkan standar lulus uji bagi mahasiswa PPL dalam hal bagaimana mahasiswa mampu mengkomunikasikan pembelajaran dengan baik, dan uji kemahiran mahasiswa dalam berpikir, menalar, serta tes pengetahuan umum untuk mengetahui apakah mahasiswa memilki pengetahuan atau wawasan yang luas.

b. meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana dalam berkomunikasi di dunia pendidikan sejalan dengan terus berkembangya ilmu pengetahuan dan teknologi.

c. Memanfaatkan media, khususnya media sosial yag sering dijamah anak-anak remaja atau masyarakat pada umunya sebagai wadah untuk mengembangkan kreatifitas menulis. Misalnya, membuat lomba artikel, opini, karya ilmiah, berita, cerpen/puisi, penulisan blog dan lain sebagainya bersama dengan organisasi himpunan mahasiswa program studi.

d. Menjadikan pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan dan berbobot di dalam lingkungan kelas dengan tetap ikut mengikuti perkembangan IPTEK. e. Menanamkan rasa cinta akan bahasa Indonesia kepada siswa.

f. Memberi motivasi kepada siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia.

g. Sebagai guru nantinya, individu harus ikut mempelajari perkembangan IPTEK yang ada. Misalnya membuat website khusus untuk memposting tugas siswa sebagai sarana untuk menampilkan hasil mereka agar dapat dibaca oleh semua

orang. Ini juga dapat menumbuhkan motivasi dan tekad untuk mempelajari bahasa dengan baik.

Permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas meruapakan suatu ruang bagi mahasiswa untuk terjun di dalamnya. Jika mahasiswa jeli

Dalam dokumen ESENSI DAN EKSISTENSI BAHASA INDONESIA D (Halaman 60-74)

Dokumen terkait