• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran Udara

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di RT 01 dan RT 02, RW 01, Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis, masyarakat sekitar adalah pihak yang dirugikan akibat pencemaran udara yang timbul akibat aktivitas industri pengolahan

aspal. Biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat pencemaran udara merupakan kerugian ekonomi yang seharusnya ditanggung oleh pihak industri sebagai pihak pencemar. Penelitian ini mencoba untuk menilai kerugian ekonomi masyarakat melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama yaitu nilai kerugian masyarakat diestimasi dari biaya yang harus dikeluarkan responden untuk berobat karena sakit, dan pendekatan kedua melalui nilai pendapatan yang hilang akibat tidak bisa bekerja ketika sakit. Nilai kerugian ekonomi diperoleh dari rataan dari masing-masing pendekatan, kemudian nilai rataan dari masing-masing pendekatan tersebut dijumlahkan sehingga akan diperoleh nilai kerugian tiap rumahtangga akibat pencemaran udara dalam satu tahun.

6.2.1 Biaya Berobat (Cost of Illness)

Pencemaran udara yang timbul akibat kegiatan industri pengolahan aspal berdampak pada penurunan kesehatan masyarakat. Sebanyak 44 dari 45 responden (97,78%) mengaku mengalami keluhan kesehatan akibat pencemaran. Sebanyak 26 responden (59,1%) mengeluhkan mengalami ISPA akibat pencemaran udara. Sebanyak enam responden (13,63%) mengaku menderita penyakit paru-paru atau TBC, dan sebanyak 12 responden (27,27%) mengaku mengalami gatal-gatal akibat pencemaran udara. Menurut keterangan responden, anggota keluarga lebih sering terkena penyakit ISPA dan gatal-gatal pada saat musim kemarau karena udara yang panas dan kering disertai angin menyebabkan asap dan debu yang dihasilkan oleh industri terbawa angin lebih banyak dan biasanya menempel di atap rumah selama berhari-hari.

Biaya kesehatan dihitung per keluarga yang didapat dari biaya yang dikeluarkan untuk berobat ke dokter atau tenaga medis lainnya serta membeli obat. Dari beberapa kasus penyakit di atas, sebanyak 32 responden (72,73%) harus mengeluarkan biaya untuk berobat ke klinik dan rumah sakit atau membeli obat- obatan yang dijual bebas, sedangkan 12 responden lainnya (27,27%) memilih untuk berobat gratis ke Puskesmas Kayumanis. Sebagai bentuk kompensasi, pihak industri pengolahan aspal memang memberikan pembebasan biaya berobat ke Puskesmas bagi warga yang sakit, namun tidak sedikit warga yang lebih memilih pergi berobat

ke dokter yang ada di klinik atau rumah sakit dengan alasan lebih terpercaya. Tabel 15 menunjukkan data perhitungan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh rumahtangga responden setiap tahunnya.

Tabel 15. Biaya kesehatan yang dikeluarkan responden

Biaya Pengobatan (Rp) Jenis

Penyakit

Jumlah

Responden Min Maks Total

Rata-rata/tahun /rumahtangga

ISPA 20 10.000 750.000 2.520.000 126.000

TBC 6 100.000 160.000 880.000 146.666,67

Gatal-gatal 6 10.000 60.000 235.000 39.166,67

Total biaya kesehatan yang dikeluarkan setiap rumahtangga berbeda-beda sesuai dengan penyakit yang diderita. Rata-rata kerugian rumahtangga akibat ISPA sebesar Rp126.000 per tahun, sedangkan rata-rata kerugian rumahtangga akibat TBC sebesar Rp146.666,67 per tahun, dan rata-rata kerugian rumahtangga akibat gatal- gatal sebesar Rp39.166,67 per tahun. Untuk memperoleh nilai total rata-rata kerugian responden akibat biaya berobat dilakukan dengan cara mendapatkan nilai persentase jumlah responden yang harus mengeluarkan biaya berobat dari jumlah keseluruhan responden yang sakit, kemudian hasilnya dikalikan dengan nilai rata-rata biaya berobat masing-masing penyakit per rumahtangga setiap tahunnya. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Nilai total rata-rata responden akibat biaya berobat Jenis Penyakit Jumlah

Responden Persentase (%)

Nilai total rata-rata (Rp/tahun/rumahtangga)

ISPA 20 45,45 57.267

TBC 6 13,64 20.005,34

Gatal-gatal 6 13,64 5.342,68

Total 82.614,68

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai total rata-rata responden akibat biaya berobat yaitu sebesar Rp82.614,68,- per rumahtangga per tahun.

6.2.2 Nilai Pendapatan yang Hilang (Loss of Earnings)

Pencemaran udara yang terjadi di kawasan pemukiman sekitar industri pengolahan aspal telah menyebabkan masyarakat menderita berbagai penyakit, terutama penyakit yang berhubungan dengan pernapasan. Akibatnya, produktivitas masyarakat pun mengalami penurunan. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 22 dari 44 responden (50%) mengaku apabila mereka jatuh sakit, selain mengeluarkan biaya untuk berobat mereka juga harus menanggung hilangnya waktu yang dapat digunakan untuk bekerja. Responden dengan profesi wiraswasta seperti pengrajin dan pedagang adalah profesi yang rentan kehilangan pendapatan karena penghasilan mereka bersifat harian.

Berdasarkan keterangan dari responden yang mengaku tidak dapat bekerja ketika sakit, sebanyak delapan responden (36,36%) tidak bekerja selama satu hari dalam setahun, sedangkan sebanyak 12 responden (54,54%) tidak bekerja selama dua hari dalam setahun, dan sebanyak dua responden (9,1%) tidak bekerja selama tiga hari dalam setahun. Rata-rata responden yang tidak dapat bekerja ketika sakit berprofesi sebagai wiraswasta seperti pedagang dan pengrajin. Profesi tersebut rentan kehilangan pendapatan karena penghasilannya bersifat harian, berbeda dengan karyawan swasta atau PNS yang ketidakhadirannya tidak terlalu mempengaruhi gaji yang mereka terima. Responden yang mengaku tetap bekerja ketika sakit biasanya memaksakan diri karena menganggap penyakit yang diderita tidak terlalu parah. Tetapi apabila seseorang yang menderita sakit tetap dapat melakukan pekerjaannya sehari-hari, walaupun tidak ada pendapatan yang hilang, namun penyakit yang dideritanya membuat kondisi tubuh tidak segar sehingga produktivitas seseorang akan menurun. Penurunan produktivitas ini merupakan nilai intangible yang tidak termasuk dalam nilai pendapatan yang hilang.

Data nilai pendapatan responden yang hilang karena tidak dapat bekerja ketika sakit dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai pendapatan responden yang hilang

Nilai Pendapatan yang Hilang No . Tidak Bekerja (Hari) Jumlah

Responden Min Maks Total

Rata-rata Kerugian/rumah tangga/tahun 1. 1 8 33.000 120.000 455.000 56.875 2. 2 12 66.000 132.000 1.136.000 94.666,67 3. 3 2 75.000 75.000 150.000 75.000 Total 1.741.000 79.136,36

Nilai pendapatan yang hilang per rumahtangga bervariasi. Rumahtangga yang respondennya tidak bekerja selama satu hari dalam setahun mengalami rata-rata kerugian sebesar Rp56.875 per tahun, sementara rumahtangga yang respondennya tidak bekerja selama dua hari mengalami rata-rata kerugian sebesar Rp94.666,67 per tahun, dan rumahtangga yang respondennya tidak bekerja selama tiga hari mengalami rata-rata kerugian sebesar Rp75.000 per tahun. Berdasarkan hasil tersebut dapat diperoleh total nilai rata-rata kerugian rumahtangga akibat kehilangan waktu untuk bekerja sebesar Rp79.136,36 per rumahtangga per tahun. Hasil ini diperoleh dari nilai total pendapatan yang hilang sebesar Rp1.741.000,- dibagi jumlah responden sebanyak 22 orang.

6.2.3 Rata-rata Kerugian Akibat Pencemaran Oleh Industri

Kerugian yang diterima masyarakat akibat pencemaran oleh industri diestimasi dengan menghitung biaya berobat akibat gangguan kesehatan yang dialami masyarakat akibat pencemaran, dan nilai pendapatan masyarakat yang hilang karena tidak dapat bekerja ketika sakit. Rata-rata kerugian masyarakat setiap rumahtangga dalam satu tahun dihitung dengan menjumlahkan nilai rata-rata kerugian masyarakat akibat biaya berobat dan nilai rata-rata kerugian masyarakat akibat pendapatan yang hilang. Melalui perhitungan matematis dengan menjumlahkan nilai rata-rata kerugian akibat biaya berobat dan pendapatan yang hilang diperoleh nilai rata-rata total kerugian masyarakat akibat pencemaran oleh industri pengolahan aspal sebesar Rp161.751,04 per tahun. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Kerugian masyarakat akibat aktivitas industri No. Kerugian masyarakat Total kerugian yang

diderita (Rp/tahun)

Rata-rata total kerugian (Rp/rumahtangga/tahun)

1. Biaya berobat 3.635.000 82.614,68

2. Nilai pendapatan yang hilang

1.741.000 79.136,36

Total 5.376.000 161.751,04

6.2.4 Estimasi Nilai Total Kerugian Masyarakat Akibat Kegiatan Industri Pengolahan Aspal

Pencemaran udara yang terjadi akibat kegiatan industri pengolahan aspal menyebabkan kerugian yang harus diterima oleh masyarakat. Nilai kerugian diestimasi dengan cara menghitung biaya yang dikeluarkan untuk berobat dan nilai pendapatan yang hilang ketika sakit. Potensi biaya eskternal akibat pencemaran ini dapat dirasakan oleh seluruh warga RT 01 dan RT 02, RW 01, Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis. Estimasi total nilai kerugian masyarakat diestimasi dengan mengalikan rata-rata biaya berobat dan nilai pendapatan yang hilang dengan jumlah Kepala Keluarga di RT 01 dan RT 02, RW 01, Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis. Perhitungan total nilai kerugian dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Nilai total kerugian akibat kegiatan industri pengolahan aspal

Biaya eksternal Rata-rata biaya (Rp/KK/tahun) Jumlah KK Total biaya (Rp/KK/tahun) Biaya berobat 82.614,68 73 5.998.021,64 Nilai pendapatan yang hilang 79.136,36 73 5.776.954,28 Total 11.774.975,92

Total nilai kerugian yang diterima masyarakat dalam satu tahun adalah sebesar Rp11.774.975,92,-. Jumlah ini sangat besar bila dibandingkan dengan kompensasi yang sudah diberikan oleh pihak industri pengolahan aspal yaitu biaya pengobatan gratis ke Puskesmas sebesar Rp3.000 per kunjungan, serta uang tunai sebesar Rp25.000 dan santunan sembako per rumahtangga setiap hari raya Idul Fitri. Kerugian yang ditanggung oleh masyarakat ini sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak industri untuk lebih memperhatikan nilai kompensasi yang seharusnya diberikan kepada masyarakat.

6.3 Analisis Willingness to Accept (WTA)

6.3.1 Analisis Kesediaan Responden Menerima Kompensasi

Aktivitas industri pengolahan aspal telah menyebabkan pencemaran udara bagi warga Kampung Poncol RT 01 dan RT 02, RW 01, Kelurahan Kayumanis. Hal ini menyebabkan warga harus menerima kerugian secara ekonomi. Industri pengolahan aspal sudah seharusnya menanggung atau memberikan kompensasi kepada masyarakat akibat pencemaran tersebut. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan kepada 45 responden, sebanyak 42 responden atau sebesar 93,33% bersedia menerima ganti rugi berupa dana kompensasi. Sisanya sebesar 6,67%% tidak bersedia menerima dana kompensasi.

Tabel 20. Kesediaan responden menerima ganti rugi

Kesediaan menerima ganti rugi Jumlah responden (orang) Persentase (%)

Ya 42 93,33

Tidak 3 6,67

Total 45 100

Sebanyak tiga orang atau 6,67% responden tidak bersedia menerima dana kompensasi sebagai ganti rugi karena merasa dana kompensasi tidak efektif untuk menyelesaikan masalah pencemaran yang telah dialami selama ini. Responden mengutarakan jika pencemaran yang mereka alami sudah terlalu lama, mengganggu dan tidak akan sepadan jika dinilai dengan sejumlah dana kompensasi. Responden merasa pencemaran udara yang mereka rasakan sangat mengganggu dan dalam jangka panjang akan menimbulkan dampak yang lebih berbahaya sehingga lebih baik jika dilakukan relokasi industri tersebut ke tempat yang jauh dari pemukiman penduduk.

6.3.1 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept)

Analisis nilai Willingness to Accept (WTA) responden dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM). Hasil pelaksanaan langkah metode CVM adalah sebagai berikut:

1. Membangun pasar hipotetik

Pasar hipotetik dalam penelitian ini dibentuk berdasarkan skenario bahwa dana kompensasi yang sebelumnya sudah diberikan pihak industri pada masyarakat

berupa uang sejumlah Rp25.000,- per rumahtangga setiap hari raya Idul Fitri dan biaya pengobatan gratis ke Puskesmas tidak sebanding dengan kerugian yang dirasakan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat diminta memberikan nilai minimum kesediaan menerima kompensasi dari pihak industri yang dianggap dapat mencerminkan kerugian yang selama ini dirasakan.

2. Memperoleh nilai penawaran WTA

Nilai WTA diperoleh dengan cara wawancara langsung terhadap responden dengan alat bantu kuisioner. Nilai WTA responden diperoleh dengan metode closed- ended referendum, sehingga responden dapat langsung menentukan nilai WTA dari nilai-nilai yang telah diberikan. Starting point yang digunakan adalah Rp25.000,-. Nilai ini didapatkan dari besarnya nilai kompensasi yang selama ini sudah diberikan oleh pihak industri.

3. Menghitung dugaan nilai rataan WTA

Dugaan nilai rataan WTA responden dihitung berdasarkan distribusi data WTA responden yang dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Dugaan nilai rataan WTA responden

No. WTA (Rp/bulan) Frekuensi (orang) Mean WTA (Rp)

1. 25.000 7 4.166,67

2. 50.000 10 11.904,76

3. 75.000 12 21.428,57

4. 100.000 13 30.952,38

Total 42 68.452,38

Hasil perhitungan menunjukkan dugaan nilai WTA responden sebesar Rp68.452,38 per bulan atau Rp821.428,56 per tahun. Menurut hasil wawancara dengan responden, nilai kompensasi ini akan dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, biaya berobat, dan dimasukkan ke kas masyarakat untuk digunakan dalam pembuatan infrastruktur, sarana keagamaan, dan pengujian kualitas udara.

4. Menduga kurva penawaran WTA

Setelah mendapatkan nilai rataan WTA, langkah selanjutnya adalah menduga kurva penawaran WTA. Kurva penawaran dibentuk berdasarkan nilai WTA responden terhadap dana kompensasi yang diinginkan. Kurva ini menggambarkan hubungan antara besarnya nilai kompensasi yang diinginkan dengan jumlah responden yang bersedia menerima pada tingkat WTA tersebut. Kurva penawaran WTA memiliki slope positif yang berarti semakin tinggi nilai WTA yang ditawarkan, maka semakin banyak responden yang bersedia menerima. Kurva penawaran WTA dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Dugaan kurva penawaran WTA

5. Menentukan total WTA

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai total WTA responden adalah sebesar Rp2.875.000,- per bulan atau Rp34.500.000,- per tahun. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 22, sementara nilai total WTA masyarakat diduga sebesar Rp4.997.023,74,- per bulan atau sebesar Rp59.964.284,88,- per tahun. Nilai total WTA masyarakat ini diperoleh dari hasil kali dari nilai rata-rata WTA responden dengan jumlah populasi di RT 01 dan RT 02 yaitu sebanyak 73 kepala keluarga.

0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 0 10 20 30 40 50 WTA linear (WTA)

Tabel 22. Nilai total WTA responden

No. WTA (Rp/bulan) Frekuensi (orang) Total WTA (Rp/bulan)

1. 25.000 7 175.000 2. 50.000 10 500.000 3. 75.000 12 900.000 4. 100.000 13 1.300.000 Total 42 2.875.000 6. Mengevaluasi pelaksanaan CVM

Pelaksanaan model CVM dievaluasi dengan melihat nilai R2 yang dihasilkan dari Ordinary Least Square. Hasil analisis regresi linier berganda pada penelitian ini menunjukkan nilai R2 sebesar 56,6%. Nilai tersebut berarti sebesar 56,6% keragaman WTA responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang ada pada model, sedangkan sisanya 43,4% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993) menyatakan penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R2 sampai 15%. Oleh karena itu, hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya.

Dokumen terkait