• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kegiatan Industri Pengolahan Aspal Di Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kegiatan Industri Pengolahan Aspal Di Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT

AKIBAT KEGIATAN INDUSTRI PENGOLAHAN ASPAL

DI KELURAHAN KAYUMANIS, KOTA BOGOR

FADIAH KHAIRINA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Mayarakat Akibat Kegiatan Industri Pengolahan Aspal di Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)

ABSTRAK

FADIAH KHAIRINA. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kegiatan Industri Pengolahan Aspal di Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor. Dibimbing oleh AHYAR ISMAIL.

Meningkatnya kebutuhan hidup manusia telah mendorong terjadinya pembangunan di berbagai sektor, termasuk sektor industri. Aktivitas industri sendiri dapat memberikan dampak berupa penurunan kualitas lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kerugian yang dialami masyarakat akibat kegiatan industri, memperkirakan nilai kerugian masyarakat, mengetahui nilai Willingness to Accept (WTA) masyarakat, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA. Penelitian ini menggunakan pendekatan cost of illness, loss of earnings, dan Contingent Valuation Method (CVM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian ekonomi setiap rumahtangga adalah Rp161.751,04,- per tahun dan nilai rata-rata WTA setiap rumahtangga sebesar Rp821.428,56 per tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA adalah usia responden, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jarak tempat tinggal dengan industri, dan kualitas udara di sekitar tempat tinggal responden.

Kata kunci: CVM, industri pengolahan aspal, kerugian ekonomi, Willingness to Accept (WTA)

ABSTRACT

FADIAH KHAIRINA. Estimation of Economic Loss Value due to the Industrial Activity of Asphalt Processing in Kayumanis, Bogor. Supervised by AHYAR ISMAIL.

The increasing of livelihood needs has urged the development of various sectors, including the industrial sector. Industrial activity is able to give several impacts, for instance the environmental degradation. The objectives of this study is to identifiy public losses due to industrial activities, to estimate loss public values, to recognize value of Willingness to Accept (WTA), and to identifiy certain factors effecting to value of WTA. The approachment of this study takes cost of illness, loss of earnings, and Contingent Valuation Method (CVM). The result shows that the average economic loss of each household per year is IDR 161.751,04,- and the average value of WTA of each household per year approximates IDR 821.428,56. The underlying factors affecting value of WTA include the number of age, level of education, the number of family member, the distance from houses to the industrial areas, and the air quality around the neighbor.

(5)

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI MASYARAKAT

AKIBAT KEGIATAN INDUSTRI PENGOLAHAN ASPAL

DI KELURAHAN KAYUMANIS, KOTA BOGOR

FADIAH KHAIRINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kegiatan Industri Pengolahan Aspal di Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Kedua orangtua tercinta, Sutad Yudono Nyokrowati dan Listianingsih, adik Fathia Alya Shabrina, serta seluruh keluarga besar atas dukungan, perhatian, dan doa yang tidak pernah putus.

2. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Asti

Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen penguji wakil program studi yang telah memberikan banyak masukan dan saran.

4. Seluruh warga Kampung Poncol, RT 01 dan RT 02, RW 01, Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta informasi yang telah diberikan. 5. Muhammad Hasrialdy Qamalpasha Muchransyah atas dukungan,

semangat, dan bantuan yang tidak ada hentinya.

6. Sahabat-sahabat, Upe, Tommi, Maulita, Regi, Ina, Sauqi, Silmi, Salma, Sarah, dan Dian, serta seluruh keluarga besar ESL 48 atas motivasi, semangat, dan doa yang telah diberikan.

7. Teman-teman satu bimbingan, Novan, Firdha, Caca, Eno, Sifa, dan Nita yang telah memberikan bantuan dan dukungan.

8. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viiii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Aspal ... 7

2.2 Industri ... 7

2.3 Pencemaran Udara ... 9

2.4 Eksternalitas ... 12

2.5 Contingent Valuation Method ... 13

2.6 Penelitian Terdahulu ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 21

METODE PENELITIAN ... 25

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 25

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 25

4.4 Metode Analisis Data ... 26

GAMBARAN UMUM ... 37

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

5.2 Gambaran Umum Industri Pengolahan Aspal ... 38

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

6.1 Identifikasi Keadaan Masyarakat Akibat Pencemaran ... 43

6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran Udara . 45 6.3 Analisis Willingness to Accept (WTA) ... 50

6.4 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya WTA ... 54

6.5 Implikasi Penelitian ... 59

SIMPULAN DAN SARAN... 61

7.1 Simpulan ... 61

7.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 65

(11)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Provinsi Jawa Barat ... 1

2 Daftar jumlah penyakit pasien RW 01 Kelurahan Kayumanis, Agustus 2014 ... 3

3 Sumber utama pencemaran partikel ... 11

4 Penelitian terdahulu ... 15

5 Daftar kebutuhan data, jenis dan sumber data serta teknik pengumpulan data .... 26

6 Indikator pengukuran WTA ... 32

7 Jenis kelamin responden ... 39

8 Sebaran usia responden ... 39

9 Tingkat pendidikan responden ... 40

10 Jenis pekerjaan responden ... 41

11 Tingkat pendapatan responden ... 41

12 Jumlah tanggungan responden ... 41

13 Dampak negatif yang dirasakan responden... 45

14 Kualitas udara disekitar tempat tinggal responden ... 45

15 Biaya kesehatan yang dikeluarkan responden... 47

16 Nilai total rata-rata responden akibat biaya berobat ... 47

17 Nilai pendapatan responden yang hilang ... 49

18 Kerugian masyarakat akibat akitivitas industri ... 50

19 Nilai total kerugian akibat kegiatan industri pengolahan aspal ... 50

20 Kesediaan responden menerima ganti rugi ... 51

21 Dugaan nilai rataan WTA ... 52

22 Nilai total WTA responden ... 54

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Diagram alur kerangka berpikir ... 23

2 Dugaan kurva penawaran WTA ... 53

DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1 Hasil uji normalitas ... 65

2 Hasil analisis regresi linier berganda ... 65

3 Uji heteroskedastisitas ... 66

4 Uji autokorelasi ... 67

5 Uji multikolinearitas ... 67

6 Peta lokasi penelitian ... 68

7 Dokumentasi ... 68

8 Jumlah unit usaha industri menurut kabupaten dan kota 2008-2011 ... 69

(13)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya pertambahan penduduk di Indonesia mendorong adanya peningkatan permintaan akan kebutuhan barang dan jasa. Meningkatnya kebutuhan masyarakat mendorong terjadinya pembangunan di berbagai sektor, salah satunya sektor industri. Pembangunan industri di berbagai sektor tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan tapi juga terjadi di kota-kota kecil termasuk Bogor. Bogor merupakan kota satelit yang jaraknya dekat dengan Ibukota sehingga cukup potensial untuk mendirikan berbagai industri di kota ini. Terlebih dengan adanya peningkatan jumlah penduduk yang menyebabkan kebutuhan konsumen akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Peningkatan penduduk tersebut dapat dilihat melalui Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Provinsi Jawa Barat Tahun Kabupaten Bogor Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

2006 3.903.650 931.092 39.648.623

2007 3.971.128 964.434 40.329.051

2008 4.029.263 996.371 40.918.290

2009 4.086.428 1.028.907 41.501.564

2010 4.771.932 950.334 43.053.732

2011 4.857.612 967.398 43.826.775

2012 4.989.939 987.448 44.548.431

Sumber: BPS Jawa Barat (2014)

(14)

hidup masyarakat sekitar. Namun kerugian yang harus diterima oleh masyarakat sekitar juga tidak sedikit.

Limbah yang dihasilkan oleh sektor industri merupakan suatu masalah yang harus ditanggulangi karena dapat berdampak negatif untuk lingkungan sekitarnya. Limbah yang mengandung senyawa kimia berbahaya apabila dilepaskan begitu saja dapat menimbulkan pencemaran baik udara, air, maupun tanah. Pencemaran ini dapat mengganggu berbagai aktivitas masyarakat sekitarnya seperti pertanian, peternakan, penggunaan air dan udara bersih, dan lain-lain. Terganggunya aktivitas masyarakat tentunya akan menimbulkan kerugian secara ekonomi dan akan menimbulkan protes. Hal ini dapat menyebabkan konflik antara masyarakat dan pihak industri yang bersangkutan.

Kegiatan industri di Kota Bogor semakin mengalami peningkatan setiap tahunnya (Lampiran 8). Selain menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan manusia, kegiatan industri juga menghasilkan limbah yang dapat berdampak negatif bagi masyarakat yang ada di sekitarnya. Kegiatan industri umumnya banyak menggunakan bahan kimia sebagai input, sehingga akan menghasilkan limbah yang mengandung racun apabila dilepaskan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Begitu pula dengan industri pengolahan aspal. Selain menghasilkan output berupa aspal juga menghasilkan limbah yang berdampak negatif untuk masyarakat sekitarnya. Pencemaran yang dirasakan akibat industri pengolahan aspal di Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor telah mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan di daerah tersebut. Limbah dari industri berupa asap telah mencemari udara di daerah tersebut sehingga menyebabkan kerugian yang harus ditanggung masyarakat. Masyarakat mulai terserang penyakit yang dapat mengganggu aktivitas mereka, terutama masyarakat di Kampung Poncol, RW 01 yang jaraknya paling dekat dengan lokasi industri. Data penyakit yang diderita warga RW 01 dapat dilihat pada Tabel 2.

(15)

dan sakit kepala. Penyakit yang diderita warga ini tak lepas dari kualitas udara yang mereka hirup sehari-hari yang sudah tercemar oleh polusi dari kegiatan industri aspal.

Tabel 2. Daftar jumlah penyakit pasien RW 01 Kelurahan Kayumanis tahun 2014

No Jenis penyakit Bulan

April Mei Juni Juli Agustus 1 Infeksi Saluran Pernapasan Atas 20 49 29 58 94

2 Hipertensi 50 51 45 48 50

3 Influenza 32 28 30 25 20

4 Gatal 18 13 15 10 7

5 TB Paru 8 8 8 8 8

6 Sakit Kepala 19 15 18 14 10

7 Batuk 15 13 12 7 8

Sumber: Puskesmas Kayumanis (2014)

Kompensasi yang diberikan oleh industri berupa pengobatan gratis ke Puskesmas, uang sebesar Rp25.000,00/Kepala Keluarga/Hari Raya Idul Fitri dan bantuan sembako menjelang hari raya dianggap tidak sepadan bila dibandingkan dengan dampak yang harus mereka rasakan akibat kegiatan industri tersebut. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat dan besarnya nilai kompensasi minimum yang bersedia diterima masyarakat akibat pencemaran.

1.2 Perumusan Masalah

Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor merupakan salah satu daerah perluasan wilayah Kota Bogor. Di dalam wilayah Kelurahan Kayumanis ini terdapat sebuah pabrik pengolahan aspal yang sudah berdiri cukup lama. Awalnya pembangunan pabrik yang jaraknya hanya 100 meter dari pemukiman warga ini tidak menuai protes. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kegiatan industri pengolahan aspal ini mulai mengganggu aktivitas masyarakat. Pencemaran udara yang terjadi akibat asap hasil kegiatan industri mulai berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.

(16)

Keluarga/Hari Raya Idul Fitri, selain itu pihak industri juga turut serta mendanai pembangunan masjid. Namun menurut masyarakat sekitar, kompensasi yang diberikan ini tidak sebanding dengan kerugian yang mereka terima.

Keadaan udara yang tercemar ini mengganggu aktivitas warga. Berdasarkan keterangan yang didapat dari pihak Puskesmas Kayumanis, warga mulai banyak mengidap berbagai penyakit pernapasan seperti asma, ISPA, bahkan TBC semenjak industri pengolahan aspal tersebut beroperasi. Tingginya frekuensi warga yang menderita berbagai penyakit akibat pencemaran akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan warga. Ada harga yang harus dibayar warga akibat pencemaran tersebut, seperti biaya pengobatan dan hilangnya waktu bekerja akibat mengidap penyakit.

Berdasarkan uraian diatas, maka timbul beberapa pertanyaan yang perlu dikaji dalam penelitian ini, diantaranya :

1. Bagaimana keadaan masyarakat sekitar industri pengolahan aspal di Kelurahan Kayumanis akibat pencemaran?

2. Berapa nilai kerugian ekonomi yang harus ditanggung masyarakat akibat keberadaan industri pengolahan aspal?

3. Berapa nilai kompensasi minimum yang bersedia diterima masyarakat sekitar akibat pencemaran yang ditimbulkan oleh industri pengolahan aspal?

4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi besar kecilnya kesediaan masyarakat dalam menerima kompensasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi keadaan masyarakat sekitar industri pengolahan aspal di

Kelurahan Kayumanis akibat pencemaran.

(17)

3. Mengestimasi nilai kompensasi minimum yang bersedia diterima masyarakat sekitar akibat pencemaran yang ditimbulkan oleh industri pengolahan aspal. 4. Menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi besar kecilnya

kesediaan masyarakat dalam menerima kompensasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat :

1. Bagi Penulis, sebagai alat untuk mempraktikkan teori-teori yang telah dipelajari selama kuliah.

2. Bagi Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan perizinan untuk pembukaan sektor industri khususnya yang berdekatan dengan pemukiman penduduk.

3. Bagi Industri, untuk lebih memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar akibat kegiatan industri yang dilakukannya dan untuk memperhitungkan pemberian dana kompensasi kepada masyarakat sekitar akibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

4. Bagi Masyarakat, untuk lebih mengetahui pentingnya kualitas lingkungan yang baik dan mementingkan terjaganya kualitas lingkungan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(18)
(19)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal

Aspal merupakan material bersifat semen berwarna coklat kehitam-hitaman hingga hitam yang terdiri dari senyawa kompleks dan mengandung unsur karbon, hidrogen, sulfur, oksigen, nitrogen, dan sedikit logam. Aspal mempunyai sifat semen yang kuat, mudah merekat, dan sangat tahan terhadap air. Secara fisis aspal memiliki sifat termoplastis yaitu bila dipanaskan akan berubah ke bentuk cair dan bila didinginkan akan kembali pada bentuk awal, yaitu padat. Selain itu, aspal juga mempunyai sifat daya rekat, tahan terhadap air, dan daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh asam, basa, dan garam. (Utami, 2006).

Sukirman (2007) menyatakan bahwa aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Selanjutnya menurut Utami (2006), aspal merupakan salah satu bahan campuran untuk pembuatan jalan yang diformulasikan sedemikian rupa untuk memperbaiki jalan raya. Daya tahan aspal juga memiliki jangka waktu tertentu, misalkan kelenturan, kekerasan, dan penetrasi. Aspal minyak memiliki beberapa unsur penting pembentuk koloid, yaitu aspalten, resin, aromatik, dan hidrokarbon jenuh.

2.2 Industri

(20)

Menurut Undang-undang No.3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumberdaya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi.

Kementerian Perindustrian mengelompokkan industri nasional Indonesia dalam tiga kelompok besar, yaitu:

1. Industri Dasar

Industri dasar meliputi kelompok Industri Mesin dan Logam Dasar (IMLD) dan kelompok Industri Kimia Dasar (IKD). Kelompok yang termasuk dalam IMLD diantaranya industri mesin pertanian, elektronika, kereta api, pesawat terbang, kendaraan bermotor, besi baja, alumunium, tembaga, dan sebagainya. Industri dasar mempunyai misi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membantu struktur industri dan bersifat padat modal. Teknologi yang digunakan adalah teknologi maju, teruji, dan tidak padat karya namun dapat mendorong terciptanya lapangan kerja secara besar.

2. Aneka Industri

Aneka industri adalah industri yang mengolah sumberdaya hutan, sumberdaya pertanian secara luas, dan lain-lain. Aneka industri mempunyai misi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan atau pemerataan, memperluas kesempatan kerja, tidak padat modal dan teknologi yang digunakan adalah teknologi menengah atau teknologi maju.

3. Industri Kecil

(21)

Perusahaan industri sendiri mempunyai kewajiban dalam upaya pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Pasal 21 UU Perindustrian yang berbunyi:

(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumberdaya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya

(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.

(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.

Menurut Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian, perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumberdaya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan. Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat di sekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri.

2.3 Pencemaran Udara

(22)

ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Menurut Wardhana (2004), salah satu komponen pencemar udara adalah partikel. Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang berbentuk padatan. Namun dalam pengertian yang lebih luas, dalam kaitannya dengan masalah pencemaran lingkungan, partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Berdasarkan hal tersebut, maka partikel yang meliputi berbagai macam bentuk dapat berupa keadaan-keadaan berikut ini:

a. Aerosol, adalah isitilah umum yang menyatakan adanya partikel yang terhambur dan melayang ke udara.

b. Fog atau kabut, adalah aerosol yang berupa butiran-butiran air yang berada di udara.

c. Smoke atau asap, adalah aerosol yang berupa campuran antara butir padatan dan cairan yang terhambur melayang di udara.

d. Dust atau debu, adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang ke udara karena adanya hembusan angin.

e. Mist, artinya mirip kabut. Penyebabnya dalah butiran-butiran zat cair yang terhambur dan melayang di udara (bukan butiran air).

f. Fume, artinya mirip dengan asap hanya saja penyebabnya adalah aerosol yang berasal dari kondensasi uap panas (khususnya uap logam).

g. Plume adalah asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri (pabrik). h. Haze adalah setiap bentuk aerosol yang mengganggu pandangan di udara. i. Smog adalah bentuk campuran antara smoke dan fog.

(23)

ke udara akibat letusan gunung api, dan semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan (Wardhana, 2004).

Kegiatan industri pengolahan aspal dalam proses produksinya akan menimbulkan residu yang merupakan partikel yang dapat menjadi pencemar udara. Melalui Tabel 3 dapat dilihat sumber-sumber utama yang dapat menyebabkan pencemaran partikel. Proses produksi yang dilakukan oleh industri pengolahan aspal berupa pembakaran stasioner residu pengilangan minyak bumi untuk kemudian menghasilkan aspal menyumbang 1,0% dari total 31,4% sumber pencemaran partikel yang berasal dari pembakaran stasioner.

Tabel 3. Sumber utama pencemaran partikel

Sumber Pencemaran % bagian % total

Transportasi

(24)

disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Pneumoconiosis terdiri atas beberapa jenis, tergantung dari jenis partikel yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru (Wardhana, 2004).

2.4 Eksternalitas

Eksternalitas adalah pengaruh atau dampak yang dirasakan oleh beberapa pihak sebagai akibat dari kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, atau pertukaran, yang dilakukan oleh pihak lain. Eksternalitas terbagi menjadi dua, yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif terjadi ketika dampak dari kegiatan ekonomi tersebut memberikan manfaat untuk beberapa pihak. Misalnya sebuah pabrik membangun jalan sehingga harga tanah di sekitar jalan itu meningkat. Sementara eksternalitas negatif terjadi ketika kegiatan ekonomi yang terjadi mengakibatkan penurunan kesejahteraan bagi beberapa pihak. Misalnya sebuah pabrik telah menimbulkan pencemaran udara, sehingga penduduk di sekitarnya jatuh sakit akibat menghirup udara yang tercemar. (Mangkoesoebroto, 1994).

Menurut Fauzi (2004), eksternalitas didefinisikan sebagai dampak (positif atau negatif), atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost dan benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Eksternalitas dapat terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas dari pihak lain secara tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak. Eksternalitas menyangkut kedua belah pihak, yakni produsen dan konsumen, maka eksternalitas dapat terjadi dari konsumsi ke konsumsi, dari konsumsi ke produksi, dan juga sebaliknya.

Menurut Mangkoesoebroto (1994), eksternalitas dapat dibedakan menjadi empat kemungkinan sebagai berikut:

1. Eksternalitas konsumen-konsumen, yaitu tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas bagi konsumen lain, misalnya kebisingan, asap rokok.

(25)

pembuangan limbah rumahtangga ke aliran sungai dapat mengganggu nelayan atau perusahaan air minum

3. Eksternalitas produsen-konsumen, terjadi jika aktivitas suatu produsen mengakibatkan perubahan fungsi utilitas konsumen. Contoh: pabrik yang menyebabkan polusi sungai mengganggu penduduk yang menggunakan air tersebut.

4. Eksternalitas produsen-produsen, terjadi jika suatu kegiatan produksi mengakibatkan perubahan fungsi produksi dari produsen lain. Contoh: pabrik yang menimbulkan polusi air mengakibatkan kenaikan biaya produksi perusahaan lain yang menggunakan air sebagai salah satu faktor produksi. Eksternalitas terjadi karena faktor diantaranya keberadaan barang publik (public goods), kepemilikan bersama suatu sumberdaya (common property), ketidaksempurnaan pasar, dan kegagalan pemerintah dalam membuat dan menegakkan regulasi (Fauzi, 2004).

2.5 Contingent Valuation Method

Metode ini merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan semua komoditas yang tidak diperjualbelikan di pasar dapat diestimasi nilai ekonominya, termasuk nilai ekonomi dari barang lingkungan. Metode CVM menggunakan pendekatan secara langsung dengan menanyakan kepada masyarakat atas kesediaan untuk membayar (WTP) akibat manfaat tambahan yang diperoleh dari perubahan lingkungan dan atau seberapa besar kesediaan masyarakat untuk menerima (WTA) ganti rugi akibat penurunan kualitas barang lingkungan (Hanley dan Spash, 1993).

Asumsi dasar yang berlaku pada CVM adalah bahwa individu-individu memahami benar pilihan masing-masing dan cukup mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Oleh karena itu pasar hipotetik harus mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Untuk mengetahui nilai WTA, perlu dilakukan beberapa tahapan berikut ini (Hanley dan Spash, 1993) :

(26)

3. Memperkirakan nilai rata-rata dan nilai tengah WTA (calculating average and mean WTA)

4. Memperkirakan kurva penawaran (estimating bid curve) 5. Menjumlahkan data (aggregating data)

6. Mengevaluasi penggunaan CVM (evaluating the CVM exercise)

2.6 Penelitian Terdahulu

Analisis dan kajian terdahulu terkait estimasi nilai kerugian dan Willingness to Accept (WTA) masyarakat akibat eksternalitas negatif telah dilakukan sebelumnya. Tabel 4 menyajikan beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi. Penelitian yang dijadikan rujukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2009) dengan judul Analisis Kesediaan Menerima Ganti Rugi di TPAS Cipayung Kota Depok, Jawa Barat, pada penelitian ini didapat hasil nilai rata-rata WTA responden sebesar Rp52.750,-/KK/bulan dan nilai total WTA responden sebesar Rp4.585.500,-/KK/bulan.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan Ulhaq (2010) dengan judul Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Sekitar Kawasan Industri dan Kesediaan Membayar Terhadap Program Perbaikan Kualitas Lingkungan di Kelurahan Jatinegara, hasil dari penelitian ini yaitu didapatkan nilai total biaya pengganti dan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh responden sebesar Rp75.024.000,- per bulan dan Rp2.987.000,- per bulan, sementara nilai total kerugian akibat pencemaran air dan udara sebesar Rp78.011.000,- per bulan.

(27)

Tabel 4. Penelitian terdahulu

No Peneliti/Judul Metode Hasil

(28)

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Paramitha (2013) dengan judul Dampak Keberadaan Industri Peleburan Besi dan Baja terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat di Dusun Palahlar, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Hasil dari penelitian ini yaitu rumahtangga yang bertempat tinggal semakin dekat dengan industri merasa kondisi lingkungan semakin buruk setelah keberadaan industri, total biaya pengobatan yang ditanggung semakin besar dan nilai rataan WTA rumahtangga lebih tinggi.

Ahmeer (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Pencemaran Air Tanah di Sekitar Kawasan Industri (Studi Kasus Industri Keramik di Kelurahan Nanggewer, Kabupaten Bogor) mendapatkan hasil yaitu terjadi perubahan kualitas air tanah di kawasan sekitar industri. Rata-rata kerugian untuk biaya pengganti air bersih sebesar Rp64.850,-/KK/bulan. Biaya berobat sebesar Rp60.866,67,-/KK/bulan, dan nilai total WTA masyarakat adalah Rp21.400.000,-/bulan.

(29)

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pendekatan Pendapatan yang Hilang (Loss of Earnings)

Menurut Hufscmidt, et al. (1992) metode loss of earnings merupakan salah satu metode valuasi ekonomi untuk melakukan penilaian biaya lingkungan berdasarkan pendekatan yang berorientasi pasar. Penilaian manfaat dalam metode ini menggunakan harga aktual barang dan jasa (actual based market methods). Oleh karena itu penggunaan metode ini mudah digunakan karena mengikuti harga pasar aktual.

3.1.2 Pendekatan Biaya Pengobatan (Cost of Illness)

Dampak perubahan lingkungan menyebabkan penurunan kesehatan pada masyarakat yang tinggal di sekitar industri. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, cost of illness adalah metode yang digunakan apabila pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan menimbulkan gangguan kesehatan. Jika pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan mengakibatkan gangguan kesehatan, sehingga penderita tidak dapat bekerja, kerugian dapat dihitung selama yang bersangkutan menderita sakit.

(30)

mendapatkan pengobatan seperti biaya transportasi ke lokasi pengobatan, biaya logistik, akomodasi dan juga biaya lain yang terkait (Dixon, 1996). Penelitian ini hanya menghitung cost of illness dari biaya medis yang dikeluarkan oleh masyarakat. Hal ini dilakukan karena tidak ditemukan adanya biaya non-medis yang dikeluarkan.

3.1.3 Analisis Willingness To Accept

Willingness to accept (WTA) merupakan bagian dari metode CVM yang akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan dalam CVM akan mengarahkan pada besarnya nilai WTA akibat pencemaran di sekitar industri pengolahan aspal. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengumpulan nilai Willingness To Accept (WTA) adalah:

a. Responden adalah masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menerima dana kompensasi

b. Nilai WTA yang diberikan konsumen merupakan nilai minimum yang bersedia diterima oleh responden jika dana kompensasi benar-benar dilaksanakan.

c. Pabrik pengolahan aspal bersedia memberikan dana kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan.

d. Responden dipilih secara sengaja dengan pertimbangan tertentu dari populasi yang terkena dampak penurunan kualitas lingkungan dan merupakan anggota rumahtangga.

Metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA (Hanley dan Spash, 1993):

1. Bidding game (Metode tawar-menawar)

Metode yang digunakan dengan mempertanyakan kepada responden tentang sejumlah nilai tertentu yang diajukan sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimumnya disepakati.

2. Open Ended Question (metode pertanyaan terbuka)

(31)

perubahan kualitas lingkungan. Metode ini memiliki kelebihan yaitu responden tidak perlu diberikan petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai awal.

Kelemahan metode ini terletak pada kurangnya akurasi nilai serta terlalu besar variasinya, selain itu seringkali ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuisioner.

3. Closed-ended referendum (metode pertanyaan tertutup)

Metode yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan tertutup kepada responden terkait beberapa nilai WTA yang disarankan untuk dipilih, sehingga responden tinggal memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.

4. Payment Card (metode kartu pembayaran)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima, sehingga responden dapat memilih nilai maksimal/minimal sesuai dengan preferensinya. Metode ini dikembangkan untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar. Keunggulan metode ini adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu. Penggunaan metode ini membutuhkan pengetahuan statistik yang baik.

Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Pendekatan tersebut memiliki enam tahapan (Hanley dan Spash, 1993), yaitu:

1. Membangun pasar hipotetik

(32)

penjelasan mendetail, nyata, dan informatif mengenai barang/jasa lingkungan yang akan dinilai.

2. Memperoleh nilai penawaran

Tahapan yang dilakukan setelah membuat instrumen survei adalah administrasi survei. Tahapan ini dapat dilakukan melalui wawancara dengan tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA yang bersedia diterima.

3. Menghitung dugaan nilai rataan WTA

Setelah nilai WTA terkumpul, selanjutnya yang harus dilakukan adalah menghitung nilai tengah atau nilai rata-rata dari WTA. Nilai tengah dilakukan apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh.

4. Memperkirakan kurva penawaran WTA

Kurva penawaran dapat diperkirakan dari nilai WTA sebagai variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut sebagai variabel independen. Kurva penawaran berfungsi untuk memperkirakan perubahan nilai WTA karena perubahan sejumlah variabel independen, dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan.

5. Menjumlahkan data

Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai tengah atau nilai rata-rata penawaran dikonversikan terhadap populasi yang dimaksudkan.

6. Mengevaluasi penggunaan CVM

Evaluasi penggunaan CVM berfungsi untuk menilai sejauh mana penerapan CVM telah berhasil dilakukan. Penilaian dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA dengan nilai R-square (R2) dari model regresi berganda WTA.

3.1.4 Model Regresi Linier Berganda

(33)

analisis regresi berganda adalah; untuk menaksir nilai rata-rata tak bebas berdasarkan nilai-nilai variabel yang ada, untuk menguji hipotesis tentang sifat ketergantungan antar variabel, dan untuk memprediksi atau meramalkan nilai rata-rata tak bebas berdasarkan nilai variabel bebas yang berada diluar rentang sampel.

Model regresi linier berganda menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS). Secara spesifik asumsi-asumsi yang digunakan adalah (Gujarati, 2006):

1. Faktor kesalahan u mempunyai nilai rata-rata sebesar nol, dalam hal ini E(ui)=0 2. Homoskedastisitas, atau dengan kata lain, varians dari u, adalah konstan:

var (ui) =

3. Tidak ada autokorelasi antara faktor kesalahan ui dan uj : cov (ui, uj) i≠j

4. Tidak ada kolinearitas nyata antara X2 dan X3; dalam hal ini, tidak ada hubungan linear yang nyata antara kedua variabel penjelas.

5. Untuk pengujian hipotesis, faktor kesalahan u mengikuti distribusi normal dengan rata-rata sebesar nol dan varian (homoskedastis). Dalam hal ini, ui ~ N(0,

Secara umum fungsi regresi linier berganda dituliskan sebagai berikut (Juanda, 2009):

Dengan:

Y : Peubah tak bebas

i : Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sampel) Xki : Pengamatan ke-i untuk peubah tak bebas Xk

β1 : Intersep

β2,3,..n: Parameter penduga Xi εi : Pengaruh sisa (error term)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(34)

permintaan akan barang-barang yang dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan. Industri dewasa ini tidak hanya tumbuh di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan saja, namun sudah mulai tumbuh di kota-kota kecil khususnya kota satelit seperti Bogor. Kehadiran industri-industri di kota Bogor tentunya memberi pengaruh positif, seperti membuka lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat sekitarnya. Namun kehadiran industri juga membawa pengaruh buruk untuk masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan industri. Kegiatan industri membawa dampak eksternalitas negatif bagi masyarakat. Kegiatan industri pengolahan aspal di Kelurahan Kayumanis khususnya membawa dampak negatif berupa pencemaran udara yang menyebabkan warga mengalami kerugian.

(35)

Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Berpikir

Keterangan : = Ruang lingkup penelitian Perkembangan Kawasan Industri di Kota Bogor

Industri Pengolahan Aspal di Kelurahan

Estimasi Nilai Kerugian Mayarakat Akibat Kegiatan Industri Pengolahan Aspal

(36)
(37)

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Poncol, RT 01 dan RT 02, RW 01, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini sengaja dipilih (purposive) karena RT 01 dan RT 02 merupakan wilayah yang lokasinya paling dekat dengan industri pengolahan aspal. Kampung Poncol, RT 01 dan RT 02 merupakan pemukiman penduduk terdekat dengan kawasan industri pengolahan aspal yang terkena dampak negatif kegiatan pabrik tersebut. Pencemaran udara yang diakibatkan oleh limbah hasil pengolahan aspal membuat masyarakat di RT 01 dan RT 02, Kampung Poncol menderita kerugian karena menghirup udara yang tidak sehat. Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dalam waktu satu bulan, yaitu selama bulan Februari 2015.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan mencakup : 1) Respon responden terhadap pencemaran udara yang terjadi akibat kegiatan pabrik pengolahan aspal. 2) Respon responden terhadap kesediaan menerima kompensasi akibat dampak negatif yang diterima akibat kegiatan pabrik pengolahan aspal. Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan masyarakat setempat sebagai responden. Sementara data sekunder yang digunakan meliputi data tentang pencemaran, data tentang kependudukan, data tentang kesehatan masyarakat, dan data lain yang dibutuhkan. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Puskesmas, Dinas terkait, buku referensi, hasil penelitian terdahulu, dan literatur lainnya yang relevan.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

(38)

sampling) dengan berbagai pertimbangan tertentu karena responden dianggap sebagai pihak-pihak yang terkait untuk mencapai tujuan penelitian. Kriteria yang menjadi pertimbangan yaitu jarak tempat tinggal responden dengan industri tidak lebih dari 250 meter, dan di dalam rumahtangga tersebut tidak ada anggota keluarganya yang bekerja di industri pengolahan aspal. Jumlah populasi yang termasuk dalam kriteria tersebut yaitu sebanyak 73 rumahtangga. Sementara itu jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 45 rumahtangga. Penetapan jumlah responden ini sesuai dengan kaidah statistika dalam pengambilan sampel sosial yaitu minimal 30 data atau sampel agar mendekati sebaran normal (Walpole, 1995).

4.4 Metode Analisis Data

Data yang diambil dalam penelitian ini untuk mengestimasi nilai WTA dilakukan dengan metode close-ended referendum, dimana responden diberikan beberapa nilai WTA yang disarankan kepada mereka untuk dipilih, sehingga responden tinggal memberikan jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka. Tabel 5 menunjukkan daftar kebutuhan data, jenis dan sumber data, serta teknik pengumpulan data dalam penelitian ini.

Tabel 5. Daftar kebutuhan data, jenis dan sumber data serta teknik pengumpulan data

(39)

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2013 dan SPSS 16.

4.4.1 Teknik Perhitungan Nilai Kerugian Ekonomi

Penelitian ini menggunakan metode loss of earnings dan cost of illness untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang harus ditanggung masyarakat akibat pencemaran udara yang terjadi akibat kegiatan industri pengolahan aspal di Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor.

1. Cost of Illness (Biaya Berobat)

Pencemaran yang terjadi di sekitar kawasan pabrik pengolahan aspal membuat kualitas lingkungan khususnya udara menjadi menurun. Hal ini menyebabkan masyarakat sekitar terkena dampak negatifnya. Masyarakat sekitar mulai terjangkit berbagai macam penyakit pernapasan akibat menghirup udara yang sudah tercemar. Akibatnya masyarakat harus pergi berobat ke puskesmas atau rumah sakit. Biaya berobat yang ditanggung oleh masyarakat sebagai responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat. Sehingga untuk memperoleh biaya rata ratanya, maka total jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat dibagi jumlah responden yang mengeluarkan biaya untuk berobat, dimana :

RBB : Rata-rata biaya berobat (Rp/tahun) BB : Biaya Berobat (Rp/tahun)

n : Jumlah masyarakat yang sakit (orang) i : Responden ke-i (1,2,3,...n)

2. Loss of Earnings (Hilangnya pendapatan)

(40)

yang terjadi, maka mereka harus menanggung hilangnya waktu yang dapat digunakan untuk bekerja. Kerugian masyarakat sebagai responden yang tidak masuk kerja akibat sakit dihitung berdasarkan tingkat pendapatan per hari. Teknik perhitungan ini dihitung dengan cara jumlah hari tidak kerja responden dikali dengan tingkat pendapatan responden per hari.

KRTMK : Kerugian responden tidak masuk kerja (Rp/tahun) JHTK : Jumlah hari tidak kerja (dalam satu tahun)

TKP : Tingkat pendapatan per hari (Rp) n : Jumlah responden (orang)

i : Responden ke-i (1,2,3,…...,n) 4.4.2 Contingent Valuation Method (CVM)

CVM merupakan salah satu metode survei dengan bertanya langsung kepada responden secara individual. CVM juga merupakan suatu instrumen yang penting dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan, karena tidak semua barang lingkungan memiliki nilai pasar (Hanley dan Spash, 1993).

Tahapan penerapan analisis CVM dalam menentukan nilai WTA, yaitu: 1. Membuat pasar hipotetik (Setting up the hypothetical market)

(41)

tinggal di sekitar pabrik sebagai ganti rugi akibat pencemaran yang ditimbulkan. Selama ini sudah ada sejumlah uang yang diberikan sebagai ganti rugi namun dirasakan tidak sebanding dengan dampak negatif yang harus diterima masyarakat. Nilai ganti rugi yang sudah diberikan menjadi harga dasar dalam menentukan WTA dalam penelitian ini.

2. Mendapatkan penawaran besarnya nilai WTA (Obtaining bids)

Tahapan selanjutnya adalah membuat kuesioner untuk pengambilan sampel. Setelah kuesioner selesai dibuat maka langkah selanjutnya adalah wawancara langsung dengan responden untuk mendapatkan data. Wawancara langsung dilakukan agar lebih memudahkan responden menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti. Wawancara langsung juga memungkinkan pertanyaan dan jawaban lebih merinci dan memungkinkan terkumpulnya data-data baru yang sebelumnya tidak ditanyakan dalam kuesioner.

Responden ditanyai nilai minimum WTA dengan metode close-ended referendum. Melalui metode ini nilai ganti rugi yang bersedia mereka terima sudah

ditentukan besarnya sehingga memudahkan responden menentukan jawabannya karena tinggal memilih nominal yang telah disediakan dalam kuisioner. Metode ini dipilih untuk menghindari terjadinya nilai yang terlalu bervariasi dan menghindari terjadinya bias.

3. Memperkirakan nilai rata-rata WTA (Calculating aggregate WTA)

Setelah data terkumpul, maka tahapan selanjutnya adalah mencari nilai rata-rata (mean) dari nilai WTA yang sudah terkumpul. WTA dapat dihitung dengan melakukan penjumlahan keseluruhan dari nilai WTA dibagi dengan jumlah responden.

4. Memperkirakan kurva penawaran WTA (Estimating bid curves)

(42)

WTA karena perubahan sejumlah variabel independen, dan untuk menguji sensitivitas jumlah WTA terhadap variasi perubahan mutu lingkungan.

5. Menjumlahkan data (Aggregating data)

Tahapan selanjutnya adalah menjumlahkan data. Penjumlahan data merupakan proses dimana rata-rata penawaran dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksud. Setelah menduga nilai tengah WTA dari responden penjumlahan data dilakukan dengan persamaan:

dimana:

TWTA : Total WTA (Rp) WTAi : WTA individu ke-i P : Jumlah populasi

i : Responden ke-i (i=1,2,3...,n)

Jumlah populasi yang termasuk ke dalam perhitungan ini adalah jumlah kepala keluarga di Kampung Poncol, RT 01 dan RT 02, RW 01, sebanyak 73 kepala keluarga.

6. Mengevaluasi penggunaan CVM (Evaluating the CVM exercise)

Tahap ini merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil. Uji yang dapat dilakukan adalah dengan uji keandalan yang melihat R-Square dari model Ordinary Least R-Square (OLS).

4.4.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTA

Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai WTA masyarakat yang mengalami eksternalitas yang terjadi di Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis. Fungsi persamaannya adalah sebagai berikut:

midWTA = β0 –β1 DJK + β2 UR + β3 PDK + β4 PDT + β5 JT + β6LT + β7 JTT +

β8 KWUD + β9 NKR+ ε

(43)

midWTA : Nilai WTA respoden β : Konstanta

β1,,,β9 : Koefisien regresi

DJK : Dummy jenis kelamin (laki-laki = 1; perempuan = 0) UR : Usia responden (tahun)

PDK : Pendidikan (tahun) PDT : Pendapatan (Rp/bulan) JT : Jumlah tanggungan (orang) LT : Lama tinggal (tahun)

JTT : Jarak tempat tinggal (meter) KWUD : Skor kualitas udara

1 = tidak baik (panas, berdebu, menyesakkan)

2 = kurang baik (panas, berdebu, tidak menyesakkan) 3 = cukup baik (panas, tidak berdebu, tidak menyesakkan) 4 = baik (panas, tidak berdebu, segar)

5 = sangat baik (tidak panas, tidak berdebu, segar) TKR : Total kerugian responden (Rp/bulan)

i : Respoden ke i

ε : Galat

(44)

tinggal responden yang semakin dekat dengan sumber pencemaran atau pabrik aspal diduga akan membuat nilai yang diharapkan akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin dekat tempat tinggal dengan sumber pencemar maka pencemaran yang dirasakan juga semakin tinggi dibandingkan dengan tempat tinggal yang lokasinya jauh. Nilai kerugian terkait dengan besarnya nilai kerugian yang dialami oleh responden akibat pencemaran yang merupakan penjumlahan dari biaya pengobatan dan nilai pendapatan yang hilang akibat tidak bisa bekerja karena sakit. Semakin tinggi nilai kerugian responden maka akan semakin tinggi nilai kompensasi yang diinginkan. Indikator-indikator dalam pengukuran WTA disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Indikator Pengukuran WTA

No Variabel Pengukuran

1. Willingness To Accept Menggunakan metode close-ended referendum dengan

besaran kompensasi yang sudah ditentukan dengan starting point sebesar Rp25.000,- sehingga responden hanya tinggal memilih nominal yang telah disediakan dalam kuesioner.

2. Jenis Kelamin/ DJK Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan

3. Usia Responden/UR Dibagi menjadi lima kelas: a. 15-25 d. 46-55 b. 26-35 e. ≥ 56 c. 36-45

4. Pendidikan/ PDK Dikategorikan menjadi 4 kategori: a. SD (6 tahun) c. SMA (12 tahun)

6. Jumlah Tanggungan/ JT Dibedakan menjadi lima kategori: a. 0 orang d. 3 orang b. 1 orang e. > 3 orang c. 2 orang

(45)

9. Kualitas Udara Bersih/

Rata-rata kerugian yang dirasakan akibat biaya berobat dan kehilangan pendapatan dalam satu bulan per rumahtangga

Variabel-variabel yang diduga berpengaruh negatif adalah pendapatan dan kualitas udara. Semakin tinggi pendapatan responden maka responden tersebut akan merasa berkecukupan untuk mengatasi dampak pencemaran sehingga tidak akan mengharapkan nilai kompensasi yang besar. Sedangkan kualitas udara diduga berpengaruh negatif karena semakin baik kualitas udara di sekitar tempat tinggal responden maka nilai kompensasi yang diharapkan akan semakin kecil karena kerugian yang diderita juga sedikit.

4.4.4 Pengujian Parameter Regresi

Pengujian secara statistik terhadap model dapat dilakukan dengan cara: 1. Uji Keandalan

Uji ini dilakukan dalam evaluasi pelaksanaan CVM dilihat dari nilai R2 dari OLS (Ordinary Least Square) WTA. Koefisien determinasi atau R2 merupakan ukuran yang mengatakan seberapa baik garis regresi sampel cocok/sesuai dengan datanya (Firdaus, 2011). Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley and Spash (1993) merekomendasikan 15% sebagai batas minimum dari R2 yang realibel, karena nilai R2 yang lebih besar dari 15% menunjukkan tingkat realibilitas yang baik dalam penggunaan CVM.

2. Uji Normalitas

(46)

memiliki perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, sehingga dapat dikatakan data tidak normal.

3. Uji statistik F

Uji statistik F melihat bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Menurut Fidaus (2011) hipotesis yang diajukan untuk uji F ini adalah :

H0: B = 0 H1: B ≠ 0

Dimana:

JKK : jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG : jumlah kuadrat galat

Jika Fhit Ftabel maka terima H0 yang artinya secara bersama-sama variabel Xi tidak berpengaruh nyata terhadap Y. Jika Fhit Ftabel, maka terima H1 yang berarti variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap Y.

4. Uji Statistik t

Uji statistik t adalah pendekatan uji signifikasi yang dikembangkan sepanjang garis yang yang independen. Keputusan untuk menerima atau menolak H0 dibuat atas dasar nilai statistik uji yang diperoleh dari data yang dimiliki (Firdaus, 2011). Uji statistik t bertujuan untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya.

Rumus untuk mencari nilai t hitung adalah: thitung =

Jika t hit tα/2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika t hit tα/2, maka terima H1, artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).

(47)

Pada model dengan banyak variabel sering terjadi mulitikolinear yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Terjadi tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Varian Inflation Factor (VIF). Jika VIF 10 maka tidak ada masalah multikolinearitas.

6. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu pelanggaran atas asumsi metode OLS adalah heteroskedastisitas. Uji terhadap ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual yang telah di studentized.

7. Uji Autokorelasi

(48)
(49)

GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Kayumanis merupakan bagian dari daerah perluasan Kota Bogor, dan sebelumnya merupakan bagian dari Kecamatan Semplak yang merupakan pemekaran dari Desa Cibadak. Berkenaan dengan peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1995, tentang perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, 46 Desa yang ada di Kabupaten Bogor masuk menjadi wilayah Kota Bogor, termasuk Kelurahan Kayumanis yang sebelumnya bagian dari Kecamatan Semplak menjadi bagian Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor.

Kelurahan Kayumanis memiliki luas wilayah sebesar 244 Ha yang dibagi menjadi 12 RW dan 53 RT dengan jumlah penduduk sebanyak 12.189 jiwa. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Kayumanis sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Cimanggis Sebelah Selatan : Kelurahan Cibadak

Sebelah Barat : Desa Parakan Raya dan Kelurahan Curug Sebelah Timur : Kelurahan Mekarwangi

Dari aspek aksesibilitas dan mobilitas, Kelurahan Kayumanis terletak pada akses Jalan Sholeh Iskandar sebagai jalan utamanya, yang memiliki kondisi fisik jalan beton dengan kondisi cukup baik. Kelurahan Kayumanis berjarak sekitar 5 km dari pusat pemerintahan Kecamatan Tanah Sareal, dan berjarak sekitar 8 km dari pusat pemerintahan Kota Bogor.

(50)

pencaharian sebagai buruh, wiraswasta/pedagang, karyawan swasta, dan pegawai negeri sipil.

5.2 Gambaran Umum Industri Pengolahan Aspal

Industri pengolahan aspal yang berlokasi di Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor adalah salah satu unit usaha milik salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang kontraktor jalan, pemeliharaan jalan, dan produksi bahan konstruksi jalan. Produk utamanya adalah berbagai jenis aspal seperti aspal hotmix, aspal emulsi, aspal beton, dan aspal ready mix. Unit industri yang berlokasi di Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis merupakan tempat Asphalt Mixing Plant (AMP) milik perusahaan ini berada. Asphalt Mixing Plant (AMP) merupakan seperangkat peralatan yang akan menghasilkan produk berupa campuran aspal panas.

Campuran aspal panas atau hotmix berasal dari pencampuran agregat dengan aspal panas. Proses pencampurannya melewati berbagai tahapan termasuk pemanasan, pengeringan, penyaringan dengan saringan panas, pencampuran, dan pengisian filler. Proses-proses ini akan mneghasilkan debu-debu halus yang nantinya akan dikumpulkan oleh dust collector. Dust collector ini kemudian akan menghisap debu-debu yang dihasilkan dari AMP ke dalam suatu silo cyclone dan diputar sehingga partikel yang berat akan turun ke bawah, atau bisa juga dikumpulkan ke dalam suatu bak yang dialiri air sehingga partikel debu akan turun ke dalam bak penampung. Setelah itu udara yang sudah tidak mengandung partikel debu akan dikeluarkan melalui cerobong asap.

(51)

mengandung partikel-partikel sisaan proses kerja AMP yang dikeluarkan dari cerobong asap.

5.3 Karakteristik Responden Sekitar Kawasan Industri Pengolahan Aspal

Karakteristik umum responden diperoleh berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan terhadap 45 rumahtangga yang bertempat tinggal di RT 01 dan RT 02, RW 01, Kampung Poncol, Kelurahan Kayumanis, Kota Bogor. Variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian variabel meliputi jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, dan jumlah tanggungan keluarga.

5.3.1 Jenis Kelamin

Sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah laki-laki. Laki-laki umumnya merupakan kepala rumahtangga yang berperan penting dalam setiap pengambilan keputusan rumahtangga. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 45 orang dengan jumlah responden laki-laki sebanyak 29 orang (64,44%), sedangkan responden perempuan sebanyak 16 orang (35,56%). Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis kelamin responden

Jenis kelamin Jumlah responden (rumahtangga)

Persentase (%)

Laki-laki 29 64,44

Perempuan 16 35,56

Total 45 100

5.3.2 Usia

(52)

Tabel 8. Sebaran usia responden

Usia (tahun) Jumlah responden (rumahtangga) Persentase (%)

26-35 14 40

36-45 18 31,11

46-55 10 22,22

≥56 3 6,67

Total 45 100

5.3.3 Pendidikan

Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan lama tempuh pendidikan formal dimulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 19 orang atau sebesar 42,22%, latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak sepuluh orang atau sebesar 22,22%, latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak tiga orang atau sebesar 6,67% dan latar belakang Perguruan Tinggi sebanyak 13 orang atau sebesar 28,89%. Perbandingan persentase tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat pendidikan responden

Tingkat pendidikan Jumlah responden (rumahtangga)

Persentase (%)

SD 19 42,22

SMP dan sederajat 10 22,22

SMA dan sederajat 3 6,67

Perguruan Tinggi 13 28,89

Total 45 100

5.3.4 Pekerjaan

(53)

Tabel 10. Jenis pekerjaan responden

Berdasarkan hasil survei, tingkat pendapatan responden bervariasi mulai dari yang terkecil sebesar Rp750.000 sampai yang terbesar >Rp3.000.000. Sebaran pendapatan responden yang berada pada rentang Rp500.000-Rp1.000.000 yaitu sebanyak sembilan orang atau sebesar 20%. Sebagian besar responden berada pada rentang pendapatan Rp1.001.000-Rp2.000.000 yaitu sebanyak 21 orang atau sebesar 46,67%. Responden dengan pendapatan Rp.2.001.000-Rp3.000.000 yaitu sebanyak enam orang atau sebesar 13,33%, dan responden dengan pendapatan > Rp3.000.000 yaitu sebanyak sembilan orang atau sebesar 20%. Sebaran tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat pendapatan responden

Tingkat pendapatan (rupiah) Jumlah responden (rumahtangga)

(54)

orang yaitu ada sebanyak 16 responden atau sebesar 35,56%, dan responden yang memiliki tanggungan sebanyak empat orang ada sebanyak enam responden atau sebesar 13,33%. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa jumlah individu dalam setiap keluarga rata-rata masih cukup besar. Hal ini disebabkan karena dalam satu rumah biasanya terdiri dari dua keluarga inti, misalnya orangtua yang ikut tinggal bersama dengan anaknya yang sudah menikah. Persentase jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah tanggungan responden

Jumlah tanggungan (orang) Jumlah responden (rumahtangga)

Persentase (%)

0 3 6,67

1 1 2,22

2 16 35,56

3 19 42,22

4 6 13,33

(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Identifikasi Keadaan Masyarakat Akibat Pencemaran

Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Kualitas lingkungan yang baik akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Namun pada kenyataannya seringkali kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dapat mengakibatkan pencemaran. Pencemaran akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang akan mengganggu kenyamanan hidup manusia. Kegiatan yang dilakukan oleh suatu pihak terkadang dapat menimbulkan eksternalitas negatif yang dirasakan oleh pihak lainnya, sehingga pihak lain harus menanggung kerugiannya.

Aktivitas manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan kualitas hidup yang berupa produksi, konsumsi, dan distribusi dalam prosesnya membutuhkan input dan akan menghasilkan output. Proses untuk menghasilkan output tentu saja akan menghasilkan residu atau limbah. Limbah sebagai salah satu hasil dari proses produksi apabila dilepaskan langsung ke lingkungan akan menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, padahal kualitas lingkungan yang baik akan mampu mewujudkan kualitas hidup manusia yang baik pula. Salah satu aktivitas manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya adalah sektor industri. Sektor industri memiliki peran besar dalam pembangunan perekonomian, namun di sisi lain juga memberikan dampak berupa pencemaran baik pencemaran udara, padat, dan cair akibat limbah yang dihasilkannya. Pencemaran ini dapat memberikan dampak (eksternalitas) negatif terhadap masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

(56)

dampak negatif untuk masyarakat. Kerugian yang paling dirasakan oleh masyarakat adalah penurunan kualitas udara karena limbah dari proses pengolahan aspal tersebut adalah asap dan debu. Hasil penelitian terhadap 45 responden menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) merasakan adanya perubahan lingkungan akibat kegiatan industri. Bentuk perubahan lingkungan yang dirasakan bervariasi, namun yang paling dominan dirasakan adalah asap dan debu yang mencemari udara, yang dinyatakan oleh sebanyak 32 responden atau sebesar 71,11%.

Berdasarkan hasil wawancara, banyak responden yang mengeluhkan asap dan debu yang dihasilkan oleh industri apabila sedang banyak produksi. Proses produksi industri pengolahan aspal tersebut biasanya berlangsung dari pagi hingga malam hari. Asap dan debu yang dihasilkan sangat mengganggu masyarakat, selain itu timbul juga kebisingan dari suara mesin saat produksi. Bahkan beberapa responden mengaku ada getaran pada dinding rumahnya bila industri sedang dalam proses produksi. Debu yang dihasilkan juga menempel pada atap, kaca jendela, dan lantai rumah, sehingga warga harus sering membersihkannya terutama pada saat musim kemarau. Asap dan debu yang mencemari udara ini juga membuat warga menderita penyakit seperti batuk, flu, sesak nafas, bahkan penyakit paru-paru.

Selain pencemaran udara, sebanyak lima orang responden atau sebesar 11,11% mengeluhkan bahwa kenyamanannya terganggu. Hal ini disebabkan karena aktivitas pabrik yang mencemari udara, bising, dan menimbulkan bau aspal yang tajam. Sebanyak delapan orang responden atau sebesar 17,78% mengeluhkan lingkungan menjadi kumuh semenjak adanya industri pengolahan aspal, hal ini disebabkan oleh banyaknya jelaga di sepanjang jalan dan dinding-dinding rumah yang jaraknya sangat dekat dengan industri. Dampak negatif yang dirasakan responden dapat dilihat pada Tabel 13.

(57)

Tabel 13. Dampak negatif yang dirasakan responden

1. Terganggunya kenyamanan 5 11,11

2. Asap dan debu yang mencemari udara

32 71,11

3. Lingkungan menjadi kumuh 8 17,78

Total 45 100

Sementara itu persentase persepsi responden terhadap kualitas udara di sekitar tempat tinggalnya dapat dilihat pada Tabel 14. Sebanyak 84,45% responden menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar rumahnya tidak baik dengan indikator panas, berdebu, dan menyesakkan. Sebanyak 13,33% responden menyatakan kualitas udara di sekitar rumahnya kurang baik dengan indikator panas, berdebu, dan tidak menyesakkan. Sementara sebanyak 2,22% responden menyatakan bahwa udara di sekitar rumahnya cukup baik. Responden yang menyatakan kualitas udaranya cukup baik memiliki jarak tempat tinggal dengan industri yang relatif lebih jauh dibandingkan responden lain yang menyatakan kualitas udara di sekitar rumahnya tidak baik dan kurang baik. Tabel 14. Kualitas udara di sekitar tempat tinggal responden

Kualitas udara Jumlah responden

6.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Pencemaran Udara

(58)

aspal. Biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat pencemaran udara merupakan kerugian ekonomi yang seharusnya ditanggung oleh pihak industri sebagai pihak pencemar. Penelitian ini mencoba untuk menilai kerugian ekonomi masyarakat melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama yaitu nilai kerugian masyarakat diestimasi dari biaya yang harus dikeluarkan responden untuk berobat karena sakit, dan pendekatan kedua melalui nilai pendapatan yang hilang akibat tidak bisa bekerja ketika sakit. Nilai kerugian ekonomi diperoleh dari rataan dari masing-masing pendekatan, kemudian nilai rataan dari masing-masing pendekatan tersebut dijumlahkan sehingga akan diperoleh nilai kerugian tiap rumahtangga akibat pencemaran udara dalam satu tahun.

6.2.1 Biaya Berobat (Cost of Illness)

Pencemaran udara yang timbul akibat kegiatan industri pengolahan aspal berdampak pada penurunan kesehatan masyarakat. Sebanyak 44 dari 45 responden (97,78%) mengaku mengalami keluhan kesehatan akibat pencemaran. Sebanyak 26 responden (59,1%) mengeluhkan mengalami ISPA akibat pencemaran udara. Sebanyak enam responden (13,63%) mengaku menderita penyakit paru-paru atau TBC, dan sebanyak 12 responden (27,27%) mengaku mengalami gatal-gatal akibat pencemaran udara. Menurut keterangan responden, anggota keluarga lebih sering terkena penyakit ISPA dan gatal-gatal pada saat musim kemarau karena udara yang panas dan kering disertai angin menyebabkan asap dan debu yang dihasilkan oleh industri terbawa angin lebih banyak dan biasanya menempel di atap rumah selama berhari-hari.

(59)

ke dokter yang ada di klinik atau rumah sakit dengan alasan lebih terpercaya. Tabel 15 menunjukkan data perhitungan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh rumahtangga responden setiap tahunnya.

Tabel 15. Biaya kesehatan yang dikeluarkan responden

Biaya Pengobatan (Rp)

Total biaya kesehatan yang dikeluarkan setiap rumahtangga berbeda-beda sesuai dengan penyakit yang diderita. Rata-rata kerugian rumahtangga akibat ISPA sebesar Rp126.000 per tahun, sedangkan rata-rata kerugian rumahtangga akibat TBC sebesar Rp146.666,67 per tahun, dan rata-rata kerugian rumahtangga akibat gatal-gatal sebesar Rp39.166,67 per tahun. Untuk memperoleh nilai total rata-rata kerugian responden akibat biaya berobat dilakukan dengan cara mendapatkan nilai persentase jumlah responden yang harus mengeluarkan biaya berobat dari jumlah keseluruhan responden yang sakit, kemudian hasilnya dikalikan dengan nilai rata-rata biaya berobat masing-masing penyakit per rumahtangga setiap tahunnya. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Nilai total rata-rata responden akibat biaya berobat Jenis Penyakit Jumlah

Gambar

Tabel 1. Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Provinsi Jawa Barat
Tabel 2. Daftar jumlah penyakit pasien RW 01 Kelurahan Kayumanis tahun 2014
Tabel 3. Sumber utama pencemaran partikel
Tabel 4. Penelitian terdahulu
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan aplikasi web pelayanan operasional pembayaran tagihan listrik yang dibuat guna menunjang pekerjaan yang bersifat Pelayanan antara pengelola dengan Pelanggan

maupun diluar kelas. Terdapat kategori baik dengan rata-rata sebesar 78,2% karena pada prosentase keberpengaruhan 75% - 100%. 2) Berdasarkan hasil perhitungan di bab IV, maka

Tabel 4.8 Perbandingan Rata-rata Nilai MSE, PSNR, dan Runtime Hasil Reduksi Noise dengan Kombinasi Mean dan Median Filtering Terhadap Exponential Noise 65 Tabel 4.9

Metode studi kasus pada penelitian kualitatif adalah bersifat explanatory research untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan program WASH oleh PT Aqua Golden Misisipi dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk koreografi tari Tayub Encling di Subang dalam acara hajatan khitanan, tarian yang bertemakan kesuburan ini masih diyakini

Dosen Pembimbing Lapangan Simokerto Tambakrejo 6 Dwi Apriliawati, Dr., dr., M.Kes., SpGK Dosen Pembimbing Lapangan Tegalsari Tegalsari. 7 Lilis

Pada bagian akhir disimpulakan bahwa KATCOM (Karang Taruna competition) akan menjadi sebuah wadah yang akan menjadi alat untuk melakukan pencegahan

57 Kemudian pada saat dalam kondisi mendesak menghadapi sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia dengan membentuk sebuah Badan Penyidik