SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP PARTISIPASI
STAKEHOLDER DI DESA CICADAS, KABUPATEN BOGOR
GRESSAYANA SUCIARI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Implementasi Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap Partisipasi
Stakeholder di Desa Cicadas, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta saya dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Gressayana Suciari
ABSTRAK
GRESSAYANA SUCIARI Analisis Implementasi Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap Partisipasi Stakeholder di Desa Cicadas, Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan Ir FREDIAN TONNY NASDIAN. MS
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan program kepedulian perusahaan kepada masyarakat sebagai bentuk partisipasi dalam pembangunan berkelanjutan. PT Aqua Golden Misisipi memiliki program akses sarana air bersih dan sanitasi. Keberlangsungan program pengembangan masyarakat ini mampu menciptakan kemandirian dan partisipasi pada masyarakat dengan bantuan dari
stakeholder terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aksi pemberdayaan masyarakat belum mampu meningkatkan partisipasi masyarakat, namun partisipasi stakeholder berpengaruh terhadap keberhasilan program ini.
Kata kunci: Corporate Social Responsibility, Komprehensivitas Aksi Pemberdayaan Masyarakat, Partisipasi Stakeholder.
ABSTRACT
GRESSAYANA SUCIARI Implementation Analysis of Corporate Social Responsibility Program of the Rural Stakeholder Participation in Cicadas, Bogor regency. Under the guidance of Ir Fredian TONNY NASDIAN. MS
Corporate Social Responsibility (CSR) is a program of corporate responsibility to the community as a form of participation in sustainable development. PT Aqua Golden Misisipi programs have access to water and sanitation. Sustainability of the community development program is to create self-reliance and participation in the community with the help of relevant stakeholders. Results of this study indicate that the action has not been able to increase the empowerment of community participation, but the participation of stakeholder influence on the
success of this program.
ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM TANGGUNGJAWAB
SOSIAL PERUSAHAAN TERHADAP PARTISIPASI
STAKEHOLDER DI DESA CICADAS, KABUPATEN BOGOR
GRESSAYANA SUCIARI
Skripsi
Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Implementasi Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap Partisipasi Stakeholder di Desa Cicadas, Kabupaten Bogor
Nama : Gressayana Suciari
NRP : I34090080
Disetujui oleh:
Ir Fredian Tonny Nasdian. MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo. MS Ketua Departemen
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Implementasi Program Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap Partisipasi Stakeholder di Desa Cicadas, Kabupaten Bogor.
Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk menganalisis implementasi program CSR PT Aqua Golden Misisipi dalam partisipasi
stakeholder guna upaya pemberdayaan masayarakat. Tujuan lainnya adalah untuk menjadi referensi baik bagi semua pihak yang terkait.
Peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepadaBapak Fredian Tonny Nasdian selaku dosen pembimbing yang telah memberikan inspirasi dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. Tak lupa kepada Ibunda Rini Rahayu, Ayahanda Irianto, dan adik saya Ratu Sangga Aqshoya, serta keluarga besar atas segala bentuk doa dan dukungan juga dorongan semangat yang sangat besar kepada penulis. Juga kepada M. Buyung Syahrial, rekan Departemen Sains Komunikasi dan Pemberdayaan masyarakat angkatan 46, rekan satu bimbingan Adia Yuniarti dan Shofiyatul Azimi yang saling memberi masukan dan dorongan. Terimakasih juga kepada rekan-rekan Komunitas BicaraDesa.com, Syifa Selvia, Harumi Aini, Noor Aspasia dan Kukuh Iman juga rekan dari komunitas Sanggar Juara dan sahabat-sahabat terbaik saya, Rizka, Abida, Sylvie, Hildalina, Octaviana, dan Nurul Latifah. yang selalu mengirimkan doa serta semangat yang tiada henti.
Penulis mengetahui bahwa karya ini belum sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Juli 2013
DAFTAR ISI
Masalah Penelitian 3
Tujuan Penelitian 5
Kegunaan Penelitian 5
PENDEKATAN TEORITIS 7
Tinjauan Pustaka 7
Corporate Social Responsibility (CSR) 7 Peran dan Fungsi Stakeholder dalam CSR 10
Pemberdayaan Masyarakat 11
Partisipasi 15
Kerangka Pemikiran 20
Hipotesis Penelitian 21
Definisi Operasional 21
METODE PENELITIAN 23
Lokasi dan Waktu Penelitian 23
Pendekatan Kuantitatif 24
Pendekatan Kualitatif 25
Kombinasi Pendekatan Kuantitatif dan Pendekatan Kualitatitf 26
PROFIL DESA 27
Kondisi Geografis dan Administratif 27
Karateristik Penduduk 29
Struktur dan Kultur 30
Pola Adptasi Ekologi 31
Ikhtisar 31 PROFIL PERUSAHAAN DAN IMPLEMENTASI PROGRAM AKSES
AIR BERSIH DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
33
Profil Perusahaan 33
PT Aqua Golden Misisipi 33
Visi dan Misi PT Aqua Golden Misisipi 33
Departemen CSR PT Aqua Golden Misisipi 33
Implementasi Program 34
Perencanaan Program 34
Pelaksanaan Program 35
Hasil Program 36
Ikhtisar 37 AKSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN TINGKAT
PARTISIPASI STAKEHOLDER
39
Aksi Pemberdayaan Masyarakat 39
Tingkat Partisipasi Stakeholder (Masyarakat, Pemerintah, dan Perusahaan)
42
Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Tahap Evaluasi 45 Tingkat Partisipasi stakeholder (Pemerintah dan Perusahaan) 46 Hubungan Komprehensivitas Aksi Pemberdayaan Masyarakat dan
Tingkat Partisipasi Masyarakat
48
Komprehensivitas Aksi Pemberdayaan Masyarakat dan Tingkat Partisipasi Masyarakat
48
Hubungan Antar Stakeholder (masyarakat, pemerintah dan perusahaan) Dalam Implementasi Program WASH
53
Ikhtisar 54
SIMPULAN DAN SARAN 55
Simpulan 55
Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 59
DAFTAR TABEL
1 Karateristik tahap-tahap kedermawanan sosial 9 2 Pengukuran skor tingkat partisipasi masyarakat 21 3 Jumlah dan persentase jenis kelamin mayarakat di Desa Cicadas 28 4 Jumlah dan interval umur masyarakat di Desa Cicadas 28 5 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di
Desa Cicadas
29
6 Jumlah dan persentase pemeluk agama masyarakat di Desa Cicadas
29
7 Jumlah dan persentase mata pencaharian masyarakat di Desa Cicadas
30
8 Jumlah dan persentase keadaan rumah di Desa Cicadas berdasarkan sifat dan bahan
30
9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dalam program WASH di Desa Cicadas.
40
10 Keterlibatan stakeholder (perusahaan dan pemerintah) dalam aksi pemberdayaan masyarakat program WASH di Desa Cicadas.
41
11 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat (tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi) dalam program WASH di Desa Cicadas.
42
12 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan program WASH di Desa Cicadas.
43
13 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan program WASH di Desa Cicadas.
44
14 Jumlah dan persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi program WASH di Desa Cicadas.
45
15 Keterlibatan Stakeholder (pemerintah dan perusahaan) dalam partisipasi program WASH di Desa Cicadas.
47
16 Jumlah dan persentase warga menurut hubungan komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dan tingkat partisipasi masyarakat (tahap perencanaan) di Desa Cicadas.
48
17 Jumlah dan persentase warga menurut hubungan komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dan tingkat partisipasi masyarakat (tahap pelaksanaan) di Desa Cicadas.
49
18 Jumlah dan persentase warga menurut hubungan komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dan tingkat partisipasi masyarakat (tahap evaluasi) di Desa Cicadas.
50
19 Jumlah dan persentase warga menurut hubungan tingkat partisipasi masyarakat (tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) dan komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat di Desa Cicadas.
DAFTAR GAMBAR
1 Penurunan angka kemiskinan di Indonesia. 1
2 Diagram the triple bottom line in 21st century business. 8 3 Bentuk-bentuk stakeholder dalam masyarakat 11
4 Lima aksi pemberdayaan masyarakat. 14
5 Eight rungs on the ladder of citizen participation 19 6 Kerangka pemikiran analisis komprehensivitas aksi
pemberdayaan masyarakat terhadap partisipasi stakeholder
(masyarakat, pemerintah, dan perusahaan).
20
7 Luas wilayah Desa Cicadas menurut penggunaan lahan. 27 8 Persentase warga berdasarkan komprehensivitas aksi
pemberdayaan masyarakat dalam program WASH di Desa Cicadas.
40
9 Persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat (tahap pelaksanaan, perencanaan, dan evaluasi) dalam program WASH di Desa Cicadas.
41
10 Persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dalam program WASH di Desa Cicadas.
43
11 Persentase warga berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan dalam program WASH di Desa Cicadas.
45
12 Persentase berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi dalam program WASH di Desa Cicadas.
46
13 Skema alur hubungan antar stakeholder (masyarakat, pemerintah, dan perusahaan) dalam penyelenggaraan program WASH di Desa Cicadas
DAFTAR LAMPIRAN
1 SketsaDesa Cicadas, KecamatanGunungPutri, Kabupaten Bogor61
2 Jadwal Penelitian 62
3 Kerangka Sampling 63
Daftar informan 64
4 Pengolahan Data (Tabel Frekuensi) 65
5 Korelasi Rank Spearman 66
6 Dokumentasi 68
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah pelik dan persoalan yang kritis bagi kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia. Menurut data BPS jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada September 2011 mencapai 29 juta orang (12.36 persen), turun satu juta orang (0.13 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30 juta orang (12.49 persen). Penurunan tersebut teridentifikasi sejak tahun 1998-2011. Penurunan tersebut tidak lepas dari usaha pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program yang bersinergi bersama dengan pihak swasta. Pemerintah dapat bekerjasama dengan pihak lain, salah satunya perusahaan, maka pemerintah
menempatkan perusahaan sebagai partner dalam penanggulangan kemiskinan.
Gambar 1 menunjukkan penurunan angka kemiskinan dari tahun ke tahun.
Sumber: BPS (2011)
Gambar 1 Penurunan angka kemiskinan di Indonesia
Tanggungjawab sosial perusahaan atau kita kenal sebagai Corporate
Social Responsibility (CSR) semakin sering terdengar aktivitasnya. Banyak perusahaan besar yang mulai memunculkan aktivitas kegiatan CSR-nya dengan tujuan yang berbeda-beda. Terlebih dengan dikukuhkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, yang menyatakan kedudukan CSR sebagai salah satu kewajiban perusahaan semakin kuat. Walaupun baru tahun 2007 CSR memiliki kedudukan atas dasar hukum, namun kegiatan dan aktivitas CSR telah dilakukan lama oleh sebagian perusahaan besar di Indonesia. Menurut Harmoni dan Andriani (2008)
Suatu perusahaan tidak lagi terpaku oleh single bottom line, tetapi harus dapat
mengacu pada triple bottom lines. Paradigma ini menekankan pentingnya peran
people, planet, dan profit. Selain ekonomi, perusahaan harus mampu memperhatikan keadaan sosial dan lingkungan, karena hal tersebut sebagai nilai yang mampu menjamin mutu perusahaan agar berkelanjutan. Menempatkan aspek sosial dan lingkungan dalam posisi sejajar dengan aspek ekonomi membutuhkan keberanian dan pandangan yang visioner dari manajemen suatu perusahaan.
Dalam rangka menjaga keberlanjutan suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut harus dapat menjaga keseimbangan dengan pihak lain yang dapat
mempengaruhi eksistensi perusahaan dan mencapai Good Bussines.
Kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh perusahaan umumnya melibatkan pihak dari perusahaan itu sendiri, maupun dari pihak luar, menurut Soemanto (2007) seperti dikutip Rosyida dan Nasdian (2011), ada peran dan fungsi masing-masing
stakeholder, yaitu pemerintah yang mampu melakukan peran dalam empat ranah, yakni menyediakan data dan informasi, memberi dukungan infrastruktur publik, melakukan sosialisasi program dan menginisiasi kebijakan insentif fiskal, LSM memiliki tugas untuk menjadi fasilitator, advokasi, dan edukasi, serta masyarakat
yang merupakan last people yang ditempatkan di garda depan, baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi CSR serta stakeholder lainnya.
Masyarakat juga merupakan pihak yang paling merasakan dampak dari kegiatan produksi suatu perusahaan, baik dampak positif maupun negatif. Dampak ini terjadi di bidang sosial, politik, ekonomi, maupun lingkungan. Berbagai macam dampak negatif yang diminimalisir dengan menerapkan CSR, seperti melakukan program pemberdayaan masyarakat, seperti bantuan pendidikan, lingkungan, peningkatan ekonomi, dan mampu mengatasi konflik sosial yang terjadi. Idealnya CSR harus menjadi bagian yang terintegrasi dalam kebijakan
perusahaan yang merupakan investasi masa depan perusahaan (social investment)
bukan hanya dianggap sebagai biaya sosial (cost social). Menerapkan kegiatan
CSR akan melibatkan partisipasi stakeholder, baik sebagai objek maupun sebagai
subjek program CSR. Hal ini dikarenakan masyarakat merupakan salah satu pihak yang berpengaruh dalam menjaga eksistensi suatu perusahaan.
Definisi di atas cukup menggambarkan bagaimana hubungan antara
implementasi program pemberdayaan masyarakat dengan partisipasi stakeholder,
juga fenomena-fenomena yang dihadapi, serta pengaruh-pengaruhnya.
Sejak didirikan pada tahun 1973, PT Aqua Golden Misisipi dikenal sebagai pelopor produsen air minum dalam kemasan,dengan 14 pabrik tersebar di seluruh Indoneisa. Kini PT Aqua Golden Misisipi tercatat sebagai perusahaan produsen air mineral dengan volume penjualan terbesar di dunia.
Aqua Lestari, yaitu sebuah model berkelanjutan untuk mewujudkan kondisi lingkungan dan sosial yang lebih baik. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan PT Aqua Golden Misisipi adalah pendekatan partisipasi yang berpedoman pada peran aktif dari masyarakat dan melibatkan berbagai pihak. Aspek penting dalam konsep berkelanjutan ini adalah kebijakan mengenai
penggunaan air hanya dari sumber air pegunungan yang artesis. Aspek tersebut
Aqua Lestari merupakan salah satu payung dari berbagai kegiatan yang menjadi wujud pelaksanaan tanggungjawab sosial Danone Aqua. Terdapat empat program yang menjadi fokus utama pelaksanaan program CSR, yaitu:
1. Konservasi;
2. Akses Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan atau Water Access
Sanitation and Hygiene (WASH);
3. Pengelolaan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat; dan
4. Pertanian Berkelanjutan.
Program-program tersebut dirancang oleh PT Aqua Golden Misispi untuk bisa berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan, meningkatkan dampak positif dan mengurangi dampak negatif perusahaan, serta mengurangi tekanan dari masyarakat maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). PT Aqua Golden Misisipi selalu berupaya untuk melibatkan semua pihak didalam mengimplementasikan program-program CSR nya.
Berdasarkan keempat program CSR PT Aqua Golden Misisipi yang telah dijelaskan di atas, beberapa telah dilaksanakan oleh PT Aqua Golden Misisipi di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Desa Cicadas merupakan desa yang secara geografis berdekatan dengan PT Aqua Golden Misisipi Citeureup. Oleh karena itu, desa tersebut dijadikan desa binaan CSR PT Aqua Golden Misisipi Citeureup karena desa tersebut berada dalam “Ring 1” PT Aqua Golden Misisipi Citeureup. Terdapat dua program yang sejauh ini telah dilaksanakan oleh CSR PT Aqua Golden Misisipi Citeureup, diantaranya ialah
WASH (Water Access Sanitation and Hygiene) dan Konservasi.
Program CSR WASH yang dilaksanakan pada tahun 2012 berupa pengadaan sarana air bersih dan penyehatan lingkungan di wilayah RT 03 RW 13 Desa Cicadas merupakan fokus dari penelitian ini. Program tersebut bertujuan untuk memberikan penyediaan sarana dan prasarana air bersih, memfasilitasi kelembagaan pengguna air, serta membangun perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat pra-sejahtera di sekitar PT Aqua Golden Misisipi. Kurangnya kesadaran masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat, serta kesulitan yang dihadapi untuk mengakses air bersih ketika musim kemarau menjadi alasan yang kuat bagi PT Aqua Golden Misisipi untuk melaksanakan program WASH di wilayah tersebut.
Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan
utama penelitian yakni bagaimana implementasi program CSR di PT Aqua
Golden Misisipi terhadap tingkat partisipasi stakeholder dalam upaya
pemberdayaan masyarakat?
Masalah Penelitian
Sebelum jauh melihat hubungan antara pemberdayaan masyarakat dalam
program CSR PT Aqua Golden Misisipi dan partisipasi stakeholder, penting
sebelumnya untuk melihat struktur masyarakat di desa dimana program CSR berlangsung. Dengan pemahaman yang baik mengenai hal ini akan membantu
untuk selanjutnya memahami lebih baik bagaimana partisipasi stakeholder di
wilayah tersebut, seperti apa partisipasi stakeholder-nya dan korelasi-korelasinya.
Oleh karenanya dirumuskan pertanyaan penelitian yang akan dilihat secara
adaptasi komunitas di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor?
PT Aqua Golden Misisipi telah melaksanakan berbagai macam program CSR. Program CSR yang dimaksud adalah program pemberdayaan masyarakat lokal yang merupakan bagian dari proses pembangunan berkelanjutan dengan tujuan akhir keberlanjutan. Oleh karena itu pertanyaan penelitian yang ingin
dijawab secara kualitatif selanjutnya adalah bagaimana implementasi program
CSR PT Aqua Golden Misisipi dalam pemberdayaan masyarakat di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor?
Menurut Sa’adah (2010), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya membantu masyarakat untuk mengetahui kemampuan yang Ia miliki dan juga mengatasi masalahnya sendiri tidak dapat dilalui melalui proses singkat.
Maka penting untuk menganalisis bagaimana komprehensivitas aksi
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh PT Aqua Golden Misisipi dalam implementasi program CSR di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor?
Dalam pelaksanaannya, program CSR tidak lepas dari partisipasi
stakeholder. Partisipasi stakeholder disini dibagi dalam tiga tahapan, yaitu pada saat perencanaan program, pelaksanaan program dan evaluasi program, dimana setiap tahapan memiliki jenis aktivitas yang berbeda-beda. Arnstein (1969) mengemukakan delapan tingkatan dalam tangga partisipasi, tingkatan tersebut dari tingkat partisipasi paling rendah sampai tingkat partisipasi paling tinggi adalah
manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation/menenangkan, kemitraan,
delegasi kewenangan, dan kontrol warga negara. Partisipasi sangat penting dalam pelaksanaan program, oleh karena itu yang akan dibahas selanjutnya adalah
bagaimana tingkat partisipasi stakeholder di Desa Cicadas, Kecamatan
Gunung Putri, Kabupaten Bogor dalam program CSR PT Aqua Golden Misisipi?
Pemberdayaan masyarakat menurut Sunarti (2012) pada hakikatnya adalah pemberdayaan setiap anggota masyarakat serta lembaga-lembaga masyarakat yang menampung produktifitas dari anggotanya. Masyarakat dalam suatu masyarakat madani, yaitu masyarakat yang percaya atas kemampuan para anggotanya untuk menciptakan kehidupan lebih baik, masyarakat yang setiap anggotanya sadar akan hak-haknya dan juga tahu kewajibannya. Menurut Tilaar seperti dikutip Sunarti (2012) menyejajarkan pengertian partisipasi dengan pemberdayaan masyarakat. Peningkatan partisipasi atau pemberdayaan masyarakat menurut beberapa prasyarat, yaitu 1) menciptakan kondisi pemberdayaan, 2) memberikan kesempatan agar masyarakat semakin berdaya, 3) perlindungan agar keberdayaan dapat berkembang, 4) meningkatkan kemampuan agar semakin berdaya, dan 5) fungsi pemerintah. Oleh karena itu perlu dijelaskan, bagaimana hubungan antara komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dalam program CSR PT Aqua Golden Misisipi dengan tingkat
partisipasi stakeholder di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri,
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk menganalisis implementasi
program CSR PT Aqua Golden Misisipi terhadap partisipasi stakeholder dalam
upaya pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut:
1. Memaparkan profil komunitas Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri,
Kabupaten Bogor.
2. Memaparkan implementasi program CSR yang diterapkan oleh PT Aqua
Golden Misisipi dalam mengembangkan masyarakat di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan oleh PT Aqua Golden Misisipi dalam implementasikan program CSR di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.
4. Menganalisis tingkat partisipasi stakeholder (pemerintah, masyarakat, dan
swasta) di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.
5. Menganalisis hubungan antara komprehensivitas aksi pemberdayaan
masyarakat dengan tingkat partisipasi stakeholder dalam program CSR PT
Aqua Golden Misisipi di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
dan kajian mengenai tingkat aksi pemberdayaan masyarakat dan tingkat
partisipasi stakeholder dalam program CSR perushaan.
2. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana peran
yang dilakukan PT Aqua Golden Misisipi dalam program CSR sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan serta memberi manfaat bagi masyarakat dalam mengoptimalkan peran program CSR perusahaan.
3. Bagi perusahaan, sebagai sarana membentuk paradigma baru terhadap apa
dan bagaimana seharusnya bentuk tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.
4. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Coorporate Social Responsibility (CSR)
Sejarah terbentuknya CSR (Wiwoho 2008) dimulai dengan diskusi
mengenai social responsibility dari perusahaan yang telah berkembang ke arah
apa yang dikenal sebagai permulaan gerakan CSR modern pada tahun 1920-an. Dengan berlangsungnya industrialisasi, dampak bisnis terhadap masyarakat, dan
lingkungan mengalami dimensi yang baru sama sekali. “Corporate Patrenalist” di
akhir abad ke-20 telah bersedia untuk menyisihkan sebagian dari kekayaan guna mendukung perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kemanusiaan (philanthropic ventures). Lalu sejak awal 1970-an CSR diartikan sebagai
kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholder,
nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat, dan lingkungan; serta komitmen badan usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan. Perkembangan konsep CSR menurut Solihin (2009) di Era tahun
1990-an sampai saat ini adalah diperkenalkannya konsep sustainability
development, sebagai kontribusi bisnis bagi pembangunan berkelanjutan serta adanya perilaku korporasi yang tidak semata-mata menjamin adanya pengembalian bagi para pemegang saham, upah bagi para karyawan, dan pembuatan produk serta jasa bagi para pelanggan, melainkan perusahaan bisnis juga harus memberi perhatian terhadap berbagai hal mengenai nilai-nilai masyarakat.
CSR merupakan pelebaran perusahaan untuk berbagai persoalan seperti isu sosial atau lingkungan, lalu suatu komitmen yang berkelanjutan untuk para pelaku bisnis dalam beroperasi dan berusaha untuk mampu meningkatkan
kesejahteraan taraf hidup pekerja dan masyarakat sekitar. Menurut World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) seperti dikutip Kementerian Lingkungan Hidup (2011), sebagai komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku secara etis dan memberikan kontribusi pada perkembangan ekonomi seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Jika kita melihat pengertian CSR menurut Kotler dan Lee seperti dikutip Suriany (2008), maka CSR merupakan sebuah komitmen perusahaan untuk memajukan komunitas melalui praktek bisnis dan memberikan kontribusi dari sumber daya perusahaan itu sendiri yang dilakukan melalui
penilaian yang baik. Menurut ISO 26000, tanggungjawab sosial perusahaan (CSR)
adalah tanggungjawab sebuah organisasi terhadap dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis, yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat melalui suatu perilaku yang terbuka dan etis, yaitu:
1. Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat;
3. Tunduk pada hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma perilaku internasional; dan
4. Diintegrasikan ke dalam seluruh bagian organisasi.
Menurut Wiwoho (2008) terdapat tiga hal pokok tentang pemahaman
CSR, yaitu pertama, suatu peran memiliki sifat sukarela (voluntary). Dimana
suatu perusahaan membantu mengatasi problem sosial dan lingkungan, dengan sebuah kehendak bebas untuk melakukan peran ini atau tidak. Kedua, perusahaan menyisihkan sebagian profit yang ada untuk memberdayakan secara sosial serta memperbaiki kerusakan lingkungan akibat eksploitasi dan eksplorasi. Ketiga,
CSR sebagai bentuk kewajiban (obligation) sebuah perusahaan untuk dapat peduli
terhadap lingkungan dan mengentaskan krisis kemanusiaan. Hal ini seperti yang
tersirat di dalam buku Cannibals With Forks: The Triple Line 21st Century karya
Elkington (1998) seperti dikutip Gunawan (2008) bahwa sebuah perusahaan dalam produksinya tidak hanya mengejar profit semata namun juga mempertimbangkan keberadaan komunitas dan lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat digambarkan dengan bagan seperti dibawah ini:
Sumber: Elkington seperti dikutip Gunawan (2008)
Gambar 2 Diagram the triple bottom line in 21st century business
Elkington seperti dikutip Gunawan (2008) pada Gambar 2 di atas menunjukkan, proses operasional perusahaan yang mempunyai tanggungjawab
sosial dengan alur: people (mensejahterakan masyarakat sekitarnya), planet
(menjaga lingkungan sekitarnya), profit (mencapai keuntungan yang maksimal),
dan ketiganya dijalankan dengan process (metode yang baik). Semua proses itu
harus dilaksanakan dengan SDM (Sumber daya Manusia) yang unggul, SDA (Sumber daya Alam) secara bijak, SDE (Sumber daya Ekonomi) dengan efektif dan efisien termasuk penggunaan anggaran, dan semuanya dikendalikan dengan
suatu SDS (Sumber daya Sosial) yang biasa disebut Modal Sosial (Social Capital)
baik intern perusahaan maupun ekstern.
Melalui ini CSR menurut UU No. 40 tahun 2007 berkisar pada tiga hal pokok, yaitu pertama, suatu peran yang sifatnya sukarela dimana suatu perusahaan membantu mengatasi masalah sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan memiliki kehendak bebas untuk melakukan atau tidak melakukan peran ini; Kedua, di samping sebagai institusi profit, perusahaan menyisihkan sebagian keuntungannyauntuk kedermawanan yang tujuannya untuk memberdayakan sosial dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi dan eksplorasi; Ketiga, CSR sebagai bentuk kewajiban perusahaan untuk peduli terhadap dan mengentaskan krisis kemanusiaan dan lingkungan yang terus meningkat. Dalam Suharto (2006), kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan
bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak – for better or worse, bagi
perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya
shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Menurut Ginting (2007), dalam CSR terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas,
dan keberlanjutan. Dalam perwujudan Good Corporate Governance (GCG), maka
Good Corporate Citizenship (GCC) merupakan komitmen dunia usaha untuk
mewujudkan Community Development.
Dalam mengaktualisasikannya aktivitas yang bersifat charity manjadi
aktivitas yang menekankan pada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan. Metamorphosis tersebut antara lain pernah diungkapkan oleh Zaidi (2003) seperti dikutip Ambadar (2008) dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Karateristik Tahap-tahap kedermawanan sosial
Paradigma Charity Philantropy Good Corporate
Citizenship (GCG)
Motivasi Agama, tradisi,
adaptasi
Pengelolaan Jangka pendek,
mengatasi
Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/
dana/abadi/ profesionalitas
Keterlibatan baik dana maupun sumber dayalain
Penerima manfaat Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas
dan perusahaan
Kontribusi Hibah sosial Hibah
pembangunan
Hibah (sosial dan pembangunan serta keterlibatan sosial)
Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama
Sumber: Za’im Zaidi seperti dikutip Ambadar (2008), sumbangan sosial perusahaan (2003), hal 130
Zaidi (2003) seperti dikutip Ambadar (2008), mengatakan bahwa terdapat
perbedaan antara aktivitas charity dengan philanthropy, yaitu dalam aktivitas
Peran dan Fungsi Stakeholder dalam CSR
Berawal dari dua premis dasar yang diutarakan Solihin (2008) tanggungjawab sosial dan untuk memenuhi kontrak sosialnya kepada masyarakat, maka perusahaan memiliki tanggungjawab sosial kepada para pemangku
kepentingan (stakeholders). Pemangku kepentingan (stakeholders), perusahaan
terbagi menjadi dua yaitu, inside stakeholders dan outside stakeholders. Inside
stakeholders, yaitu mereka yang berada di dalam organisasi perusahaan dan
outside stakeholders, yaitu mereka yang berada di luar organisasi perusahaan.
Sedangkan, stakeholder menurut Wheelen dan Hunger seperti dikutip Wibisono
(2007) adalah pihak-pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan. Rhenald
Kasali seperti dikutip Wibisono (2007) mengatakan bahwa stakeholder bisa
berarti pula setiap orang yang mempertaruhkan hidupnya pada perusahaan, dan kelompok ini berada di dalam maupun di luar perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan.
Menurut Rudito et al. (2008) korporat merupakan stakeholder yang juga
sebuah sistem stakeholder yang terdiri dari elemen pemilik dan karyawan. Kedua
elemen ini mempunyai kekuatan yang berbeda, keselarasan dan fungsi yang kedua elemen ini menentukan berjalannya sebuah aktivitas korporat. Masyarakat merupakan sebagai kumpulan dari peran-peran yang diwujudkan oleh individu yang terkait pada kedudukan tertentu sebagai anggota masyarakat dan diatur peranannya melalui pranata sosial yang bersumber dari kebudayaan yang berlaku. Sedangkan, pemerintah memiliki birokrasi yang mampu mengatur berjalannya sebuah korporat yang tertuang dalam peraturan yang harus dilakukan oleh korporat dalam beraktivitas. Aturan-aturan ini tertuang dalam pranata sosial yang berlaku dalam negara.
Crosby (1992) seperti dikutip Iqbal (2007) mengatakan bahwa dalam pemangku kepentingan dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:
1. Pemangku kepentingan utama, yakni yang menerima dampak positif atau
negatif dari suatu kegiatan;
2. Pemangku kepentingan penunjang, adalah yang menjadi perantara dalam
membantu proses penyampaian kegiatan. Mereka dapat digolongkan atas pihak penyandang dana, pelaksana, pengawas, dan organisasi advokasi seperti organisai pemerintah, LSM, dan pihak swasta; dan
3. Pemangku kepentingan kunci, yakni yang berpengaruh kuat atau penting
terkait dengan masalah, kebutuhan, dan perhatian terhadap kelancaran kegiatan.
Menurut Khrisna dan Lovell (1985) seperti dikutip Iqbal (2007) paling tidak ada empat alasan pentingnya partisipasi dalam menunjang keberhasilan suatu program, yaitu:
1. Partipasi diperlukan untuk meningkatkan rencana pengembangan program;
2. Partisipasi dikehendaki agar implementasi kegiatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
3. Partisipasi dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan program; dan
4. Partisipasi dapat meningkatkan kesetaraan dalam implementasi kegiatan.
berfungsi satu sama lain serta mempunyai tujuan masing-masing, seperti yang tertera pada Gambar 3.
Didalam perusahaan terdiri dari:
1. Pemilik saham/investor
2. Pensiunan karyawan pemegang
dana
3. Manager penyandang dana
Komuniti terdiri dari:
1. Penduduk yang tinggal dekat
dengan usaha
2. Asosiasi-asosiasi masyarakat
(RT/RW, Karang Taruna, Perkumpulan Petani)
3. Organisasi amal
4. Sekolah dan Universitas
5. Kelompok-kelompok
kepentingan
Costumer terdiri dari:
1. Individu pembeli
2. Pasar tradisional
3. Lembaga konsumen
4. Asosiasi konsumen
Lingkungan terdiri dari:
1. Lingkungan alam
2. Spesies bukan manusia
3. Generasi mendatang
4. Ilmuan
5. Kelompok lingkungan
Karyawan terdiri dari:
1. Karyawan baru
2. Karyawan lama
3. Karyawan minoritas
4. Pensiunan
5. Karyawan dengan keluarganya
6. Perusahaan
Media massa terdiri dari:
1. Wartawan
1. Pengambil keputusan (DPRD,
DPR)
2. Pemerintah daerah
Sumber: Rudiato et al. (2008)
Gambar 3 Bentuk-bentuk stakeholder dalam masyarakat
Analisis pemangku kepentingan bermanfaat dalam menentukan prioritas mengenai komunitas atau kelompok masyarakat yang dibutuhkan dan sejauh mana implementasi program pembangunan bermanfaat bagi mereka.
Pemberdayaan Masyarakat
Ide utama pemberdayaan masyarakat sebagai terjemahan dari kata
Dengan pemahaman kekuasaan yang demikian, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan memiliki konsep yang bermakna.
Menurut Sa’adah (2010), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya membantu masyarakat untuk mengetahui kemampuan yang Ia miliki dan juga mengatasi masalahnya sendiri tidak dapat dilalui melalui proses singkat. Ada beberapa indikator pemberdayaan yang dapat menunjukkan apakah program pemberdayaan sosial yang diberikan teroptimalkan. CSR perusahaan secara
konseptual berdasar pada tiga prinsip yang dikenal Triple Bottom Line walau pada
awalnya komitmen perusahaan masih berupa Corporate Philantropy belum
Community Development. Ada empat model CSR yang diterapkan perusahaan di Indonesia. Dalam hal pemberdayaan ini, pelatihan tidak dapat dipisahkan dari proses pemberdayaan. Pelatihan menduduki tempat terpenting dalam proses pemberdayaan, terutama dalam mengembangkan sumber daya manusia yang akan menghasilkan keterampilan dan dapat digunakan untuk mengembangkan diri mereka sendiri.
Pemberdayaan menurut Swift dan Levin (1978) seperti dikutip Mardikanto (2010) menunjuk pada kemampuan orang, khususya kelompok rentan dan lemah, untuk:
1. Memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa yang mereka perlukan.
2. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.
Sehingga pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin, marjinal, dan terpinggirkan) untuk menyampaikan pendapat atau kebutuhannya, pilihan-pilihannya, berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi, dan mengelola kelembagaan masyarakatnya secara
bertanggung-gugat (accountable) demi perbaikan kehidupannya (Mardikanto
2010). Seperti, pengertian yang disebutkan Mardikanto (2010) di atas, pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik dalam arti: (1) perbaikan ekonomi, terutama kecakupan pangan; (2) perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan); (3) kemerdekaan dari segala bentuk penindasan; (4) terjaminnya keamanan; (5) terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran; (6) dan lain-lain. Dan perlu diperhatikan, pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ialah masyarakat merupakan subjek dari upaya pembangunnya sendiri bukan merupakan objek.
Sa’adah (2010), pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.
Indikator keberdayaan dapat digunakan untuk menunjukkan fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional apakah sudah sesuai dengan aspek-aspek program pemberdayaan dan sasaran program pemberdayaan yang dijalankan.
Sa’adah (2010) menyatakan bahwa, yang mereka sebut sebagai empowerment
index antara lain, yaitu:
1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau keluar wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, dan kerumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian;
2. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk membeli barang-barang (beras, minyak tanah, minyak goreng, dan bumbu) kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, dan
shampoo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri;
3. Kemampuan membeli komuditas besar: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas,
point tertinggi diberikan individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri;
4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga. Mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami atau istri mengenai keputusan-keputusan keluarga;
5. Kebebasan relative dan dominasi keluarga;
6. Kesadaran hukum dan politik;
7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap berdaya jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes misalnya terhadap kekerasan dalam ramah tangga, gaji yang tidak adil, penyalahgunaan bantuan sosial atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah; dan
8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, aset produktif, dan tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dan pasangannya.
Sumber: Lubis 2012
Gambar 4 Lima aksi pemberdayaan masyarakat
1. Advokasi (Advocacy)
Upaya untuk mengubah atau mempengaruhi perilaku penentu kebijaksanaan agar berpihak pada kepentingan publik melalui penyampaian pesan-pesan yang didasarkan pada argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, legal, dan moral. Melalui kegiatan advokasi dilakukan identifikasi dan pelibatkan semua sektor di berbagai level untuk mendukung program.
2. Pengorganisasian Komunitas (Community Organizing)
Agar masyarakat mempunyai arena untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan atas masalah di sekitarnya. Bila terorganisir, masyarakat juga akan mampu menemukan sumber daya yang dapat mereka manfaatkan. Biasanya, dalam pengembangan masyarakat, dibentuk kelompok-kelompok sebagai wadah refleksi dan aksi bersama anggota komunitas. Pengorganisasian ini bisa dibentuk berjenjang: di tingkat komunitas, antar komunitas ditingkat desa, antar desa di tingkat kecamatan dan seterusnya sampai ke tingkat nasional bahkan regional.
3. Pengembangan Jaringan (Networking and Alliance Building)
Menjalin kerjasama dengan pihak lain agar bersama-sama saling mendukung untuk mencapai tujuan. Jaringan dan saling percaya merupakan salah satu unsur penting dari modal sosial, sehingga menjadi komponen penting dalam pengembangan masyarakat.
4. Pengembangan kapasitas (Capacity Building)
kemampuan masyarakat mencakup kemandirian, keswadayaan, dan kemampuan mengantisipasi perubahan.
5. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
Proses pengelolaan informasi, pendidikan masyarakat, danpenyebaran informasi untuk mendukung keempat komponen di atas. Pengelolaan informasi juga menyangkut mencari dan mendokumentasikan informasi agar informasi selalu tersedia bagi masyarakat yang memerlukannya. Kegiatan edukasi perlu dilakukan agar kemampuan masyarakat dalam segala hal meningkat, sehingga masyarakat mampu mengatasi masalahnya sendiri setiap saat. Untuk mendukung proses komunikasi, berbagai media komunikasi (modern – tradisional; massa – individu – kelompok) perlu dimanfaatkan dengan kreatif.
Strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga aras seperti yang dinyatakan Suharto seperti dikutip Sa’adah (2010), yaitu:
1. Aras mikro: pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, dan crisis intervention.
Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai
Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (Task Centered Approach);
2. Aras mezzo: pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya; dan
3. Aras makro: pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial,
kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, dan
manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orangan yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
Untuk itu juga diperlukan pendekatan pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan, dan pemeliharaan dalam pemberdayaan masyarakat untuk mencapai tujuan pemberdayaan di atas.
Partisipasi
proses kegiatan yang bersangkutan, mencangkup pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pemantauan, evaluasi, dan pengawasan), serta pemanfaatan hasil-hasil kegitan yang dicapai. Sementara Nasdian (2006) mengartikan partisipasi sebagai proses aktif dan inisiatif yang diambil oleh warga komunitas itu sendiri, dibimbing melalui cara mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Kategori partisipasi meliputi: (1) warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah difikirkan atau dirancang dan dikontrol oleh orang lain; (2) partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar. Dengan partisipasi, program yang dilaksanakan akan lebih berkelanjutan karena disusun berdasarkan kebutuhan dasar yang sesungguhnya dari masyarakat setempat.
Partisipasi masyarakat terbagi menjadi empat tahap menurut Uphoff et al.
(1979), yaitu:
1. Tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pemberdayaan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya.
2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam
pemberdayaan, sebab inti dari pemberdayaan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.
3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pemberdayaan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran.
4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap
ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal), yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut Max Weber dan Zanden seperti dikutip Sunarti (2012), mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan.
Bentuk partisipasi, menurut Ericson seperti dikutip Slamet (1994) yang diberikan kepada masyarakat dalam tahapan pembangunan memiliki beberapa bentuk yang terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planning stage). Partisipasi
dengan memberikan usulan, saran, kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan;
2. Partisipasi dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi
pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang ataupun material/barang, serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut; dan
3. Partisipasi di dalam pemanfaatan. Partisipasi pada tahap ini maksudnya
adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjaan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang pengoperasian, serta memelihara proyek yang telah dibangun.
Terdapat usaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat yang berkaitan dengan beberapa kondisi awal yang harus dipenuhi sebelum partisipasi menurut Sunarti (2012), yaitu:
1. Masyarakat menyadari bahwa situasi sekarang tidak memuaskan, tidak
sesuai dengan tujuan merek, yang mungkin untuk dirubah dan diperbaiki, serta mereka akan menyumbang terhadap perubahan situasi ini;
2. Masyarakat harus diyakinkan bahwa keuntungan berkaitan dengan proses
pembangunan direncanakan dan partisipasi mereka lebih besar dari biayanya. Masyarakat diyakinkan bahwa bahwa akan mendapatkan keuntungan ekologi, sosial atau material; dan
3. Masyarakat harus diberi kesempatan untuk terlihat dalam beberapa tahap
dari proses pembangunan yang direncanakan. Masyarakat akan berpartisipasi bila dari konteks sosial dan politik membuatnya mungkin untuk berpartisipasi.
Dalam makalahnya yang berjudul “A Ladder of Citizen Participation”
seperti dikutip Journal of The American Planning Association, Arnstein (1969)
mengemukakan delapan tangga atau tingkatan partisipasi. Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Manipulation (Manipulasi)
Dengan mengatasnamakan partisipasi, masyarakat diikutkan
sebagai ‘stempel karet’ dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa. 2. Therapy (Terapi)
3. Informing (Menginformasikan)
Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak,
tanggungjawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitahuan, pamflet, dan poster.
4. Consultation (Konsultasi)
Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis
menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga,dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat.
5. Placation (Menenangkan)
Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggungjawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali.
6. Partnership (Kemitraan)
Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggungjawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan
tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpin bertanggungjawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan.
Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat mendudukimayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar.
8. Citizen Control (Kontrol warga negara)
Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggungjawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.
Manipulasi dan Terapi termasuk ke dalam level ‘non-partisipasi’, inisiatif pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik” komunitas. Informasi dan konsultasi termasuk dalam level ‘tokenisme’. Komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat akan tetapi
tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai
level tertinggi dalam tokenisme. Komunitas bisa memberikan saran kepada pemegang kekuasaan, tetapi penentuan tetap berada pada pemegang kekuasaan. Kemitraan,membuat komunitas dapat bernegosiasi, dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kewenangan dan kontrol, komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga
level terakhir termasuk kedalam level Kekuatan Warga Negara (Citizen Power).
Tingkatan partisipasi ini dapat dilihat secara lebih jelas pada Gambar 5 berikut:
Sumber: Arnstein (1969)
Gambar 5 Eight rungs on the ladder of citizen participation
Kerangka Pemikiran
PT Aqua Golden Misisipi merupakan perusahaan yang berupaya mengutamakan prinsip tanggungjawab sosial dengan mendorong perkembangan prinsip-prinsip berkelanjutan dalam pengembangan masyarakat. Hal tersebut ditujukan untuk menjamin keberlangsungan perusahaan dan penerimaan masyarakat serta pemerintah yang positif terhadap setiap aktivitas perusahaan.
Perusahaan berupaya mewujudkan setiap inisiatif tanggungjawab sosial perusahaan, termasuk insiatif tanggungjawab sosial di bidang lingkungan melalui beragam program CSR kelestarian lingkungan salah satunya adalah program
Akses Air Bersih dan Penyehatan Linkungan atau Water Access Sanitation and
Hygiene (WASH).
Analisis implementasi program WASH dilakukan berdasarkan indikator
komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dan partisipasi stakeholder
(masyarakat, swasta, dan pemerintah). Komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dalam program CSR dianalisis melalui lima aksi seperti advokasi; pengorganisasian komunitas; pengembangan jaringan; pengembangan kapasitas;
dan komunikasi, informasi, dan edukasi. Lalu Keterlibatan para stakeholder
digambarkan melalui tingkat partisipasi masing-masing stakeholder. Tingkat
partisipasi menurut Arnstein (1969) terdiri dari tahap kontrol warga negara, delegasi kewenangan, kemitraan, menenangkan, konsultasi, informasi, terapi, dan manipulasi.
Gambar 6 Kerangka pemikiran analisis aksi pemberdayaan masyarakat terhadap
partisipasi stakeholder (masyarakat, pemerintah, dan perusahaan)
Keterangan:
berhubungan
cakupan partisipasi stakeholder
Program Implementasi CSR
Komprehensivitas Aksi
1. Kontrol Warga Negara
2. Delegasi Kewenangan
3. Kemitraan
4. Placation / Menenangkan
Hipotesis Penelitian
Semakin tinggi tingkat komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat
maka akan semakin tinggi tingkat partisipasi stakeholder.
Definisi Operasional
Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Tingkat komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan
implementasi program WASH yang dilaksanakan oleh PT Aqua Golden Misisipi dalam aksi pemberdayaan masyarakat. Terdapat lima komponen yaitu, advokasi; pengorganisasian komunitas; pengembangan kapasitas; dan komunikasi, informasi, dan edukasi.
a. Tinggi: jika menjawab empat sampai lima pertanyaan dari
komponen aksi pemberdayaan masyarakat.
b. Sedang : jika menjawab tiga pertanyaan dari komponen aksi
pemberdayaan masyarakat.
c. Rendah: jika menjawab satu sampai dua pertanyaan dari komponen
aksi pemberdayaan masyarakat.
2. Tingkat partisipasi adalah tingkatan partisipasi yang dicapai dalam
keikutsertaan stakeholder (masyarakat, pemerintah, dan swasta) yang
melaksanakan serta mendapatkan program CSR PT Aqua Golden Misisipi. Tahap partisipasi yang dilihat dari tiga tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Lalu kegiatan sesuai dengan tahapan Arnstein (1969) yang dipersempit menjadi tiga tingkatan
partisipasi yaitu kekuatan warga negara (citizen power) (partnership,
delegated power, citizen power), tokenism (informing, consultation, placation), dan non-partisipasi (manipulation, therapy)
Pernyataan yang tertera di dalam kuesioner ditanyakan menurut tangga Arnstein, mulai dari tingkat terendah sampai dengan tertinggi. Pertanyaan dihentikan apabila responden menjawab ‘Tidak’ saat melakukan wawancara.
Pemberian skor pengukuran tingkat partisipasi secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengukuran skor tingkat partisipasi masyarakat
Partisipasi Masyarakat
Tingkat Partisipasi Arnstein (1969)
Non-METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang menganalisis implementasi program tanggungjawab sosial perusahaan PT Aqua Golden
Misisipi dengan partisipasi stakeholder. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan secara kuantitatif yang di dukung dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei kepada responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner dijadikan sebagai instrumen dalam mengumpulkan data dan informasi dari responden. Metode survei digunakan untuk memperoleh data tingkat komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat
dan tingkat partisipasi stakeholder dalam program WASH.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode studi kasus kepada informan menggunakan teknik bola salju. Pendekatan kualitatif dilakukan karena mampu memberikan informasi mendalam, lebih jelas, dan terperinci yang berupa studi kasus. Dalam penelitian kualitatif analisis yang digunakan yaitu mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Sitorus 1998). Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam kepada informan serta pengamatan.
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri,
Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Desa ini di pilih karena merupakan desa yang
menjadi binaan dari PT Aqua Golden Misisipi dan sebagai partisipan dalam program CSR atau dalam hal ini disebut dengan Program WASH. Sebelum memilih lokasi penelitian, peneliti melakukan telaah data sekunder dan observasi. Data sekunder dilakukan dengan telaah dokumen. Observasi dilakukan untuk melihat desa mana yang menjadi binaan dari PT Aqua Golden Misisipi dan
kondisi lapangan. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive).
Berdasarkan informasi yang didapat, PT Aqua Golden Misisipi merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang produksi air minum dalam kemasan. Penelitian ini dilakukan di unit usaha Desa Cicadas, Kabupaten Bogor Pagar. PT Aqua Golden Misisipi telah menerapkan CSR sebagai tanggungjawab perusahaan dalam mengembangkan masyarakat sekitar pabrik sehingga sangat relevan untuk mengkaji lebih dalam dampak pelaksanaan program Akses Air Bersih dan
Penyehatan Lingkungan atau Water Access Sanitation and Hygiene (WASH).
Fokus penelitian ini yaitu pada program akses air bersih dan penyediaan sanitasi kepada warga Desa Cicadas RT 03 RW 13. Pelaksanaan program kemitraan ini hampir mencakup beberapa RT dan RW di Desa Cicadas, namun penelitian ini difokuskan ke RT 03 RW 13. RT 03 RW 13 dipilih menjadi lokasi penelitian karena jumlah warga masyarakatnya yang paling banyak menjadi partisipan program WASH. Penelitian ini juga difokuskan untuk melihat sejauhmana implementasi program tanggungjawab sosial terhadap partisipasi masyarakat yang
mendapatkan program WASH dan sejauhmana peran stakeholder dalam
pelaksaannya serta hubungannya dengan implementasi program WASH. Penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada awal bulan April 2013 dan penelitian
Pendekatan Kuantitatif
Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode survei dan penyebaran kuesioner. Metode survei digunakan untuk memperoleh data tingkat
komprehensifitas aksi pemberdayaan masyarakat dan partisipasi stakeholder
dalam program WASH. Populasi atau universe didefinisikan sebagai jumlah
keseluruhan unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun dan Effendi 1989). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga masyarakat Desa Cicadas yang menjadi partisipan program WASH, yang berjumlah 50 orang. Dari keseluruhan populasi, dibentuklah kerangka sampling yang berjumlah 50
orang (Lampiran 3) dengan meliputi partisipan program WASH yang tersebar di
Desa Cicadas.
Responden didefinisikan sebagai orang atau pihak yang memberikan keterangan tentang identitas diri dan kegiatan yang dilakukannya. Pemilihan
responden dilakukan dengan teknik simple random sampling. Singarimbun dan
Effendi (1989) menyampaikan bahwasanya sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, sedangkan pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka sampel. Cara pengambilan sampel seperti ini ialah kita memilih subgrup dari populasi sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang sesuai dengan sifat-sifat populasi.. Mengingat penelitian ini diarahkan untuk melihat dampak penyelenggaraan program sehingga responden yang dipilih merupakan partisipan program kemitraan yang tergolong aktif dalam kegiatan penyelenggaraan WASH.
Penentuan jumlah responden yang diambil didasarkan pada pernyataan Singarimbun dan Effendi (2006) bahwasanya bilamana analisa yang dipakai adalah teknik korelasi, maka sampel yang diambil minimal 30 kasus. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga partisipan program WASH. Pemilihan unit analisis dengan cakupan rumah tangga didasarkan pada pertimbangan tujuan penelitian, dimana untuk melihat bagaimana aksi pengembangan masyarakat dan partisipasi tidak dapat diukur dalam cakupan skala individu.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan penyebaran kuesioner dilakukan kepada 30 responden yang merupakan penerima manfaat program dengan menggunakan daftar pertanyaan
(Lampiran 8). Data sekunder didapatkan dari data perusahaan dan dokumen
pihak kelurahan.
Data kuantitatif dianalisis dengan mengukur tingkat komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dan tingkat partisipasi dari pelaksanaan program WASH terhadap masyarakat akibat adanya program CSR melalui kuesioner. Data
kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows dan dianalisis disesuaikan
dengan metode yang digunakan. Analisis tingkat partisipasi stakeholder dan
masyarakat untuk mengetahui sejauh mana partisipasi dari stakeholder dalam
setiap tahap penyelenggaraan program, baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Selanjutnya, untuk mengetahui hubungan komprehensifitas aksi pemberdayaan masyarakat dengan tingkat partisipasi
masyarakat program WASH digunakan uji korelasi Rank Spearman. Uji statistik
komprehensivitas aksi pemberdayaan masyarakat dengan tingkat partisipasi penerima manfaat program CSR dalam setiap tahapan penyelenggaraan program, baik perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Selain itu juga, penelitian ini melihat keeratan hubungan dan arah hubungan antar variabel pelaksanaan program WASH. Tabel frekuensi digunakan untuk melihat jumlah dan persentase hasil perhitungan dari setiap variabel yang digunakan sehingga memudahkan
dalam membaca dan memahami tabel (Lampiran 4). Tabulasi silang digunakan
untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yang digunakan sehingga memudahkan peneliti dalam perhitungan.
Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif dilakukan karena mampu memberikan informasi mendalam, lebih jelas, dan terperinci yang berupa studi kasus. Metode studi kasus
pada penelitian kualitatif adalah bersifat explanatory research untuk mengetahui
bagaimana penyelenggaraan program WASH oleh PT Aqua Golden Misisipi dalam setiap tahapan, baik perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang
melibatkan masyarakat dan stakeholder terkait dan juga menggali infomasi
mengenai aksi pemberdayaan masyarakat pada program WASH.
Informan adalah orang atau pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Pemilihan informan
dilakukan secara purposive dengan menggunakan teknik snowball (teknik bola
salju). Informan yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 7 orang (Lampiran
3) yang terdiri dari informan utama yang pihak PT Aqua Golden Misisipi yang
bertanggungjawab langsung di bidang CSR. Selain itu, tokoh masyarakat berserta masyarakat Desa Cicadas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor yang mendapat manfaat dari program WASH. Informan selanjutnya, yaitu pemerintah setempat, yakni pemerintah Desa Cicadas. Untuk melengkapi data yang didapatkan dari informan utama, diperlukan data dari informan-informan lainnya yang kemudian akan didiskusikan bersama informan kunci. Pemerintah dipilih sebagai informan didasarkan pada pertimbangan bahwa pemerintah memiliki tanggungjawab dalam setiap kegiatan yang diadakan di wilayahnya. Tokoh masyarakat dalam hal ini dilibatkan sebagai informan kunci sebagai pihak yang dapat memberikan informasi dengan jelas terkait populasi masyarakat, seperti tokoh adat, ketua RT/RW, dan karakteristik-karakteristik yang sesuai dengan konteks penelitian.
Data primer kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam kepada
sejumlah informan menggunakan teknik snowball dan yang diarahkan dengan
panduan pertanyaan wawancara mendalam kepada beberapa informan. Sedangkan data sekunder merupakan yaitu data pendukung yang di dapat dari literatur baik dokumen ilmiah, jurnal, dokumen yang berhubungan dengan keadaan wilayah, demografi penduduk, karakteristik desa dan lain-lain yang dapat digunakan dalam menunjang penelitian
dan tokoh yang berpengaruh di masyarakat di Desa Cicadas. Data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk deskriptif maupun tabel dan gambar yang menjelaskan mengenai aksi pemberdayaan masyarakat, tingkat partisipasi
stakeholder, dan tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan partisipasi.
Kombinasi Pendekatan Kuantitatif dan Pendekatan Kualitatif
Kombinasi dari pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yang dalam hal ini, yaitu
partisipan penerima program WASH. Selanjutnya dilakukan FGD (focus group
discussion) kepada partisipan program untuk mengetahui permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan program WASH.
Metode triangulasi merupakan metode yang dipilih untuk pengumpulan data kualitatif agar diperoleh kombinasi yang akurat berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta dan penelusuran dokumen. Data yang di dapat dari literatur baik dokumen ilmiah, jurnal, dan lain-lain. Pengumpulan data yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan data dan metode pengumpulannya (Sitorus 1998) seperti:
1. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih kelas dan akurat terhadap informan. Informan dilakukan dengan
menggunakan teknik bola salju dan dilakukan secara sengaja (purposive)
dengan mengunjungi salah satu penanggungjawab CSR PT Aqua Golden Misisipi yang membantu dalam pengumpulan data di lapang. Wawancara mendalam juga dilakukan dengan tokoh masyarakat, tokoh adat serta pemerintah Desa Cicadas dengan membuat daftar panduan pertanyaan yang digunakan sebagai pedoman dalam mengumpulkan data.
2. Pengamatan dan observasi
Pengamatan dalam penelitian ini bersifat participant as observer yaitu