• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Deskripsi teori

2) Etiologi dan predisposisi i) Etiologi

Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah CTS. Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk CTS.

Pada kasus yang lain etiologinya adalah :

a) Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya Hereditary Motor and Sensory Neuropathies (HMSN) tipe III.

b) Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.

c) Pekerjaan: gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang.

d) Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis. e) Metabolik: amiloidosis, gout.

f) Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi, kehamilan.

g) Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.

h) Penyakit kolagen vaskular: artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik.

i) Degeneratif: osteoartritis.

j) Iatrogenik: punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

7

ii) Predisposisi

Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam masalah kerja belum diketahui karena sampai tahun 2001 masih sangat sedikit diagnosis penyakit akibat kerja yang dilaporkan karena berbagai hal, antara lain sulitnya diagnosis. Penelitian pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi CTS antara 5,6% sampai dengan 15%. Penelitian Harsono pada pekerja suatu perusahaan ban di Indonesia melaporkan prevalensi CTS pada pekerja sebesar 12,7%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya hubungan positif antara keluhan dan gejala CTS dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan faktor kekuatan melakukan gerakan pada tangan. (8)(9)

3) Anatomi berhubungan dengan Carpal Tunnel Syndrome

Terowongan carpal terletak pada pergelangan tangan yang kerangkanya dibentuk oleh 8 tulang carpal yang tersusun atas 2 deretan. Bagian proksimal (terdiri dari lateral dan medial : naviculare, lunatum, triquertum dan psiformis) dan bagian distal (trapezium, trapezoideum, capitatum dan hamatum). Tulang-tulang tangan susunannya membusur dengan bagian konkaf menghadap kearah telapak tangan. Bagian tersebut terdiri dari ruangan yang tertutup oleh ligamentum carpi transversum sehingga terbentuk suatu terusan yang sempit yang disebut terowongan carpal.

Terowongan terdiri dari banyak struktur yaitu : a) empat tendon dari m. Flexsor digitorum supervisialis, b) empat dari m. Flexsor digitorum profundus, c) tendon dari m. Flexor pollicis longus, d) n medianus (De Wolf, 1994). N. Medianus dibentuk dari persatuan radiks lateral N. medianus dan radiks medial N. Medianus. Saraf ini akan berjalan ke bawah pada sisi lateral a. brachialis. Pada pertengahan lengan atas, saraf ini menyilang a. brachialis dan terus berjalan ke bawah pada sisi medial a. brachialis. Oleh karena itu saraf, seperti juga arteri, terletak superfisial,

3) Anatomi berhubungan dengan Carpal Tunnel Syndrome

tetapi pada siku saraf ini disilang oleh aponeurosis bicipitalis. Pada lengan atas N. medianus tidak mempunyai percabangan kecuali untuk saraf vasomotor kecil untuk a. brachialis. N. medianus meninggalkan fossa cubiti dengan berjalan di antara kedua caput m.pronantor teres dan terpisah dari a.ulnaris oleh caput ulnare tersebut. Saraf ini berjalan ke bawah di bawah m.flexor digitorum superficialis dan melekat ke permukaan dalam otot ini melalui jaringan ikat. Saraf ini terletak posterior dari m. flexor digitorum profundus. Pada pergelangan tangan, N. Medianus keluar dari pinggir lateral m. Flexor digitorium profundus, dan terletak di belakang tendo m. Palmaris longus. Cabang-cabang N. Mendianus pada ruang fasial anterior lengan bawah :

1. R. Muscularis : pada fossa cubiti, mempersarafi m. Pronator teres, m. Flexor carpi radialis, m. Palmaris longus, dan m. Flexor digitorum profundus.

2. R. Articularis : ke sendi siku

3. N. Interosseus anterior : M. Flexor pollicis lonugs, M. Pronator quadratus, dan setengah bagian lateral m. Flexor digitorum profundus, sendi pergelangan tangan, art. Radioulnaris, dan sendi-sendi tapak tangan.

4. R. Cutaneus palmaris : berasal dari sepertiga bawah lengan bawah, menyilang di depan reticaculu, flexorum dan mempersarafi kulit setengah bagain lateral telapak tangan.

9

Gambar 2.1 Persarafan n. Medianus

3) Anatomi berhubungan dengan Carpal Tunnel Syndrome

Permukaan anterior tulang tapak tangan sangat cekung dan membentuk saluran tulang. Saluran tersebut menjadi terowongan karena adanya retinaculum flexorum. Tendo panjang m. fleksor digitorum dan m. fleksor pollicis longus berjalan melalui canalis carpi dan berjalan bersama N. Medianus.

Di lateral ke delapan tendo m.fleksor digitorum superfisialis dan profundus diliputi selubung sinozial bersama. Ini memungkinkan suplai darah ke tendo dari sisi lateral. Tendo m.fleksor pollicis longus berjalan melalui bagian lateral canalis carpalai di dalam selubung sinovialnya sendiri. N. medianus berjalan di bawah retinaculum fleksorum di dalam ruang yang menyempit di antara m.fleksor digitorum superfisial dan m.fleksor carpi radialis. Memasuki pergelangan tangan N. Medianus berjalan dibawah retinaculum flexorum; urutan dari medial ke lateral :

1. Tendo m. Flexor digitorum superfisialis dan posterior terhadap tendo tersebut adalah tendo m. Flexor digitorum profundus, kedua kelompok tendo tersebut mempunyai selubung sinovial bersama.

3) Anatomi berhubungan dengan Carpal Tunnel Syndrome

2. N. Medianus : mempersarafi tiga otot thenar, dua m. Lumbricales yang pertama, dan r. Digitalis palmaris 3 ½ jari lateral (inervasi sensorik pada kulit permukaan palmar tiga setengah jari lateral, termasuk kuku pada dorsum manus). 3. Tendo M. Flexor pollicis longus, dikelilingi oleh selubung

sinovial.

4. Tendo M. Flexor carpi radialis yang membelah di reticulum flexorum.

Gambar 2.2 Anatomi n. medianus

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang – tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot – otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada region cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hamper

11

3) Anatomi berhubungan dengan Carpal Tunnel Syndrome

Sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm. Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis.

Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus. Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari jempol.(12)

4) Patofisiologi

Kawasan sensoris n. Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar. Dan pola itu seusai dengan variasi antara tiga jari sampai 4 jari kawasan radial telapak tangan (Gambar A3). Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensoris n. medianus bervariasi antara dua sampai tiga falangs distal jari kedua, ketiga dan keempat.

Gambar 2.3 Tinel test dan Phalen test 4) Patofisiologi

Di terowogan karpal n. medianus sering terjepit, sehingga menghasilkan kesemutan yang menyakiti juga. Itulah parestesia “capal tunnel syndrome”. Karena kerja tangan telalu keras (hiperaktivitas m. pronator teres), n. medianus mengalami iritasi di dekat kaput m. pronator teres (Gambar). Karena itu, maka nyeri terasa di lipatan siku, otot lengan bawah lemas sehingga tidak kuat “menjinjing barang”, “menyapu”,”nyekrup” dan sebagainya. Nyeri di lipatan siku itu meluas ke kawasan n. medianus di tangan bilamana kaput m. pronator teres ditekan. Umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intravaskuler. Akibatnya aliran darah vena intravaskuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intravaskuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga edema epineural dan akan menyebabkan parastesia.(8)

13

5) Tanda dan Gejala i) Gangguan sensoris

Pada tahap awal gejala umum berupa gangguan sensorik saja. Gejala awal biasanya adalah parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa jari seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari, walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari, keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainya adalah nyeri ditangan yang juga dirasakan lebih memberat di malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya (Coannaly, 1981). Rasa nyeri umunya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakan tangannya atau dengan meletakan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang nyeri dapat terasa sampai kelengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan.(9)

Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari tangan dan pergalangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita menggunakan tangannya. Hiperetesia dapat dijumpai pada daerah yang implus sensoriknya diinervasi oleh nevus medianus.(9) Gejala dapat bertambah pada waktu mengankat tangan atau setelah mengerjakan sesuatu seperti menjahit dan mengetik. ii) Gangguan motoris

Pada tahap lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang terampil misalnya saat atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada penderita CTS

ini pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.(9)

6) Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada Carpal Tunnel Syndrome antara lain : atrofi otot-otot thenar, gangguan sensorik yang mengenai bagian radial telapak tangan serta sisi palmar dari tiga jari tangan yang pertama, deformitas ”ape hand” (ibu jari sebidang dengan tangan dan atrofi otot-otot thenar), tidak mampu menjauhkan atau memfleksiskan ibu jari atau melakukan abduksi dalam bidangnya sendiri, genggaman tangan melemah terutama ibu jari dan telunjuk dan jari-jari ini cenderung hyperekstensi dan ibu jari abduksi, tidak mampu memfleksikan phalank distal ibu jari dan jari telunjuk.

7) Prognosis

Penderita Carpal Tunnel Syndrome pada umumnya mengeluh nyeri pada sendi-sendi interphalangeal. Manifestasi lanjut yang terjadi adalah hypertrophy otot-otot thenar. Pada kasus ringan dengan diberikan terapi konservatif pada umumnya prognosa baik dan secara umum prognosa post operasi juga baik.

Bila hanya ada kelainan sensorik yang dijumpai kelainan ini bersifat reversible. Tapi bila sudah ada kelainan motorik maka kesembuhannya akan lebih lama, bahkan bisa bersifat inkomplit walaupun telah memperoleh terapi yang adekuat.(6)

8) Tes pemeriksaan Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Untuk menegakkan diagnosis terjadinya CTS digunakan suatu prosedur test yaitu Phalen test.

Test ini mendukung diagnosa jika timbul parastesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus responden melakukan fleksi dengan cara maksimal atau menyatukan pergelangan tangannya ke arah bawah sejauh yang pasien bisa dan bertahan pada posisi itu selama 1 menit. Bila dalam waktu 1 menit timbul gejala-gejala seperti gejala Carpal Tunnel Syndrome, maka tes ini dapat menyokong diagnosa

15

8) Tes pemeriksaan Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Carpal Tunnel Syndrome. Kelebihan tes ini yaitu sangat sensitive untuk menegakkan diagnosa, selain itu phalen test juga memiliki sensitifitas 40-80% dan sensitifitas lebih dari 81%. Dan hasil yang diperoleh dari test diatas adalah positif.

Gambar 2.4 Phalen maneuver

II. 2. Usia

Carpal Tunnel Syndrome biasanya mulai terdapat pada usia 40-60 tahun. (6) Laki-laki menunjukkan peningkatan kejadian Carpal Tunnel Syndrome secara bertahap dengan meningkat sampai usia lanjut, sedangkan wanita memuncak setelah menopause (sesuai dengan kelompok usia 50-54 tahun), hal tersebut secara umum konsisten dengan konsep bahwa pada wanita mungkin ada komponen hormonal dalam penyebab Carpal Tunnel Syndrome (Hadge, 2009; Mattioli, 2008; Asworth, 2010).

II. 3. Masa kerja

Dengan peningkatan masa kerja pada tangan menunjukkan adanya pekarjaan berulang yang dilakukan oleh tangan dalam jangka waktu yang lama, dengan peningkatan jumlah tahun kerja menunjukkan risiko lebih tinggi untuk terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (Ali, 2006) . Fung et al (2007) mengidentifikasi bahwa semakin sering fleksi / ekstensi yang berkelanjutan dari pergelangan tangan dapat meningkatkan risiko Carpal Tunnel Syndrome. Hal

tersebut juga diperkuat dengan adanya studi yang menyatakan bahwa pengulangan dan eksposur gabungan dari kedua kekuatan dan pengulangan dapat menimbulkan risiko dua kali lipat terhadap terjadinya Carpal Tunnel Syndrome. (Barcenilla et al, 2012).

Dokumen terkait