• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4.1 Etiologi

Menurut Ballenger faktor-faktor yang menyebabkan infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain :

1. Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis akibat : a.infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang. b.obstruksi anatomi tuba Eustachius partial atau total. 2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten dimastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan pertahanan tubuh (Ballenger, 1997).

Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang yang dimulai setelah dewasa. Terjadinya otitis media disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial ekonomi. Anak lebih mudah mendapat infeksi telinga tengah karena struktur tuba anak yang berbeda dengan dewasa serta kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi saluran napas atas maka otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi. Fokus infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) mencapai telinga tengah melalui tuba Eustacius (Helmi, 2005).

Secara umum OMSK dapat disebabkan oleh:

1.Lingkungan

Dalam berbagai penelitian, dijumpai hubungan yang erat antara pasien OMSK dan sosial ekonomi, dimana insidens yang tinggi dijumpai pada sosial ekonomi yang rendah (Browning, 1997). Prevalensi lebih tinggi berkisar 5-6 kali lebih banyak dibanding penduduk dengan sosial ekonomi baik (Mangape, 1995).

Mayoritas peneliti dari berbagai negara melaporkan faktor yang berpengaruh terhadap otitis media antara lain:

1.Kondisi sosial ekonomi

2.Kebersihan perorangan (personal hygiene) 3.Jumlah keluarga dalam satu keluarga 4.Kondisi tempat tinggal

5.Malnutrisi

6.Kurangnya sarana kesehatan

7.Kurangnya pengobatan pada stadium dini (Mangape, 1995).

2.Genetik

Hubungan antara faktor genetik dengan terjadinya OMSK masih menjadi pertanyaan sehubungan dengan adanya kecenderungan pada ras tertentu untuk terjadinya OMSK. Sebagai contoh diduga bahwa ras kulit putih Amerika lebih cenderung menderita OMSK dibandingkan ras negro Amerika (Browning, 1997).

Peran faktor genetik masih diperdebatkan akhir-akhir ini, khususnya apakah insiden OMSK berhubungan dengan ukuran sel-sel udara mastoid yang diduga telah terganggu secara genetik. Secara histologis, tidak diragukan lagi bahwa dengan adanya proses inflamasi yang berulang, maka sel-sel udara mastoid menjadi lebih sklerotik secara progresif (Browning, 1997).

3.Riwayat otitis media sebelumnya

Secara umum dikatakan bahwa otitis media kronis merupakan sekuele dari otitis media akut dan otitis media efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan mengapa satu telinga berlanjut menjadi kondisi yang kronis, sedangkan telinga lainnya tidak (Browning, 1997).

4.Faktor infeksi

Bakteri hampir selalu dijumpai pada isolasi mukopus atau dari mukosa telinga tengah pada otitis media kronis yang aktif. Proporsi berbagai organisme berbeda-beda diantara beberapa penelitian, tetapi organisme yang paling banyak dijumpai adalah bakteri gram negatif, bowel-type flora dan kadang-kadang dijumpai berbagai organisme yang berbeda dari satu telinga (Browning, 1997).

Telah terbukti bahwa bakteri dapat menghasilkan substansi yang mempengaruhi fungsi silia sehingga akan menyebabkan stasis sekresi didalam telinga tengah. Selain itu juga diketahui bahwa kolonisasi polimikrobial menyebabkan kerusakan yang lebih hebat dibandingkan dengan monomikrobial (Browning, 1997).

5.Infeksi saluran napas

Sebagian besar pasien mengeluh keluarnya cairan dari telinga setelah mengalami infeksi saluran napas atas. Dalam hal ini diduga infeksi virus akan mempengaruhi mukosa telinga tengah sehingga kurang resisten terhadap organisme yang secara normal memang ditemukan didalam telinga tengah sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri (Browning, 1997).

6.Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun cenderung mempunyai insiden yang lebih tinggi terhadap OMSK (Browning, 1997).

7.Alergi

Walaupun sebagian penulis menganggap alergi merupakan faktor yang penting, tetapi tetap harus dibuktikan bahwa individu dengan alergi mempunyai insidens OMSK yang lebih tinggi dibandingkan dengan non-alergi (Browning, 1997).

8.Gangguan fungsi tuba Eustachius

Pada otitis media kronis yang aktif, tuba Eustachius sering mengalami sumbatan akibat edema, tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder tetap tidak diketahui. Pada telinga yang inaktif, berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba Eustacius dan sebagian besar menduga bahwa tuba telah gagal untuk mengembalikan tekanan negatif dalam telinga tengah menjadi normal (Browning, 1997).

2.4.2 Klasifikasi

Secara klinis, OMSK dibagi dalam dua tipe :

1.Tipe tubotimpanik

Di sebut juga tipe benigna, meliputi bagian anteroinferior dari telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi sentral. Tidak ada dijumpai komplikasi yang serius pada tipe ini.

2.Tipe atikoantral

Di sebut juga tipe berbahaya atau danger tipe, meliputi bagian posterosuperior dari telinga tengah (atik, antrum dan mastoid) dan berhubungan dengan perforasi atik atau perforasi marginal. Penyakit ini sering berhubungan dengan proses erosi tulang seperti kolesteatoma, granulasi atau osteitis. Risiko terjadinya komplikasi tinggi pada tipe ini (Dhingra, 2004).

Tipe jinak (benigna) biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan kavum timpani, disebut juga tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah. Tipe bahaya (atikoantaral) karena proses biasanya dimulai di daerah atik, disebut juga tipe tulang karena penyakit menyebabkan erosi tulang. Di Indonesia tipe bahaya lebih terkenal sebagai tipe maligna (Helmi, 2005).

Faktor predisposisi (predisposing factors) pada penyakit tubotimpanal adalah: 1.Infeksi saluran napas atas yang berulang, nasal alergi, rinosinusitis kronis. 2.Pembesaran adenoid pada anak-anak, tonsilitis kronis.

3.Mandi dan berenang dikolam renang, mengorek telinga dengan alat yang terkontaminasi.

4.Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia

2.4.3 Patogenesis

Patogenesis OMSK benigna terjadi karena proses patologi telinga tengah, pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba maka disebut juga sebagai penyakit tubotimpanik. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Terjadinya otitis media disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial ekonomi. Anak lebih mudah mendapat infeksi telinga tengah karena struktur tuba anak yang berbeda dengan dewasa serta kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi saluran nafas atas, maka otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi. Fokus infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadilah proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap didalam kantong mukosa telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Bila terjadi perforasi membran timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke dunia luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang setiap waktu. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Bila terjadi infeksi maka mukosa telinga tengah tampak tipis dan pucat (Helmi, 2005).

Mukosa telinga tengah yang normal memperlihatkan kurang dalam sel-sel imunokompeten pada beberapa penelitian sebelumnya, tetapi sel-sel itu diaktivasi dengan infeksi mikroba, telinga tengah dapat menjadi tempat yang aktif secara imunologi, baik dengan imunitas mukosa atau imunitas sistemik, sama halnya dengan imunitas untuk melawan berbagai kuman patogen. Karena itu dapat juga diterangkan bahwa epitel mukosa telinga tengah dapat diaktivasi untuk menghasilkan berbagai kemokin (seperti IL-8 melalui Toll-like receptors) dan perekrutan sel-sel imunokompeten ke telinga tengah bersama sama dengan sistem imun di sistem dibagian lain mukosa dalam mengekspresikan suatu respon imun lokal pada telinga tengah selama suatu otitis media (Barenkam et al, 2003).

Sebagai respons alergi terjadi sekresi berbagai mediator dan sitokin yang mempengaruhi terjadinya inflamasi dan kondisi ini dapat berulang hingga kronis. Interleukin-1 (IL-1) merupakan sitokin yang kadarnya tinggi pada pasien-pasien OMSK. Demikian juga tumor necrosis factor-α (TNF-α). Selain faktor fungsi tuba, patogenesis OMSK juga dipengaruhi oleh faktor mukosa telinga tengah sebagai target organ alergi. Pada biopsi mukosa telinga tengah didapatkan esinophilic cationic protein (ECP), IL-5

dan binding major protein (BMP) yang lebih tinggi pada pasien otitis media dibanding

dengan pasien non otitis media (Restuti, 2006).

Penyakit alergi THT seperti halnya penyakit alergi pada umumnya adalah suatu reaksi abnormal yang bersifat khas, timbul pada orang yang berbakat alergi (atopi) dan terjadi bila ada kontak dengan suatu bahan tertentu (alergen). Penyakit ini sebagai manifestasi reaksi antigen antibodi. Pada kontak pertama dengan antigen/alergen tubuh membentuk antibodi IgE spesifik yang menempel pada permukaan sel mastosit/basofil.

Pada keadaan ini orang tersebut sudah siap untuk mendapatkan penyakit alergi. Pada kontak ulang dengan alergen yang sama, maka alergen akan menempel pada IgE pada permukaan sel mastosit/basofil tersebut sehingga menyebabkan degranulasi sel-sel mastosit/basofil, sehingga terlepaslah bahan-bahan mediator antara lain histamin. Bahan-bahan mediator ini akan berkumpul pada organ sasaran antara lain pada kulit liang telinga luar, mukosa telinga, hidung dan tenggorok sehingga menimbulkan reaksi alergi. Mukosa kavum timpani merupakan salah satu organ sasaran, hal ini dijelaskan oleh Siegel :

1. Telinga tengah berfungsi sebagai ”Shock organ”.

2. Merupakan perluasan dari reaksi alergi saluran napas bagian atas (Harmadji, 1993).

Dari berbagai penelitian, ditemukan bahwa inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada saluran napas atas dan bawah berhubungan dengan sitokin-sitokin yang dihasilkan oleh sel Th2 seperti interleukin-4 (IL-4) dan IL-5. Proses ini merupakan hasil dari infiltrasi eosinofil yang merupakan karakteristik dari respon alergi. IL-4 membantu produksi IgE oleh sel-sel B dan mengatur adhesi molekul sel vaskular pada sel endotel, yang lebih jauh akan membantu transmigrasi eosinofil ke jaringan. IL-5 bertindak sebagai faktor penstimulasi koloni (colony stimulating factor) untuk eosinofil, dan membantu proliferasi eosinofil serta diferensiasinya dijaringan (Wright et al, 2000).

Peningkatan sekresi IgE didalam telinga tengah tinggi pada OMSK dibanding OMA. Maka alergi berperan pada OMSK dan IgE meningkat didalam sekresi otitis media yang merupakan respon mukosa (Lasisi, 2008).

Dokumen terkait