• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Penelaahan Pustaka

3. Etiologi

Faktor penyebab penyakit hipertensi sangat bervariasi. Penganjuran untuk memulai gaya hidup sehat, seperti mengurangi kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, memulai melakukan aktivitas seperti yoga atau meditasi, dapat mengurangi prevalensi hipertensi. Peningkatan pemahaman tentang hipertensi, serta penghimbauan untuk mematuhi mengonsumsi obat-obat antihipertensi juga dapat mengendalikan faktor-faktor risiko yang relevan (Qiao et al., 2013).

Faktor risiko hipertensi memiliki korelasi yang signifikan dengan usia, aktivitas fisik, body mass index (BMI), dan pola hidup. Penelitian di Suburban (Nepal) menemukan bahwa adanya peningkatan prevalensi hipertensi terhadap usia (Sharma et al., 2006). Aktivitas fisik dan BMI berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara hipertensi dan BMI (Chataut, Adhikari, and Sinha, 2011). Pola hidup dilihat dari kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol, maupun jumlah garam yang dikonsumsi. Seseorang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol memiliki risiko hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak memiliki riwayat tersebut (Wang et al., 2006).

Faktor risiko hipertensi sangat penting untuk dikendalikan dalam mencegah komplikasi kardiovaskuler. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain tekanan darah, kelainan metabolik (diabetes mellitus, lipid darah, asam urat dan obesitas), merokok, alkohol, dan inaktivitas, sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, dan faktor genetik (Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, 2007).

a. Usia

Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Pasien berusia 60 tahun ke atas, 50–60% memiliki tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya (Oktora, 2005). Pada kelompok usia 31-55 tahun, penyakit hipertensi paling banyak dialami. Pada umumnya kejadian hipertensi cenderung meningkat pada usia paruh baya, khususnya usia lebih dari 40 tahun, bahkan pada usia lebih dari 60 tahun (Krummel, 2004).

Pada usia 45 tahun ke atas, dinding arteri akan mengalami penebalan akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Peningkatan umur

20

akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik (Kumar, 2005).

b. Jenis Kelamin

Wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.Wanita yang belum menopause memiliki proteksi berupa hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Pada premenopause, wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen. Umumnya proses ini mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2005).

LDL mudah menembus plak dalam dinding nadi pembuluh darah jika dalam keadaan teroksidasi. Estrogen pada wanita juga berfungsi sebagai antioksidan dengan cara mencegah proses oksidasi LDL sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak menurun. Estrogen pada wanita juga berfungsi dalam melebarkan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah lancar dan suplai oksigen ke jantung cukup (Khomsan, 1996).

c. BMI

Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998), prevalensi hipertensi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional) (Cortas, 2008). BMI atau Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu cara untuk mengukur status gizi seseorang.

Pengukuran ini hanya berlaku bagi orang dewasa berusia diatas 18 tahun. Seseorang yang mengalami obesitas memiliki risikoterkena berbagai penyakit degeneratif, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes mellitus (Supariasa, 2002). Berikut tabel klasifikasi status gizi menggunakan BMI orang dewasa.

Tabel III. Klasifikasi BMI pada Orang Dewasa

Kategori BMI (kg/m2) Kurus <18,5 Normal ≥18,5 - <25,0 BB lebih ≥25,0 - <27,0 Obesitas ≥27,0 (Depkes RI, 2008). d. Pola makan

Konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan dalam porsi yang memadai dapat menjadi sumber asupan antioksidan bagi tubuh. Adanya antioksidan dapat menangkap radikal bebas dan mencegah kerusakan pada pembuluh darah (Almatsier, 2003). Konsumsi pangan tinggi lemak dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis). Lemak yang terdapat dalam minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh rantai panjang (long-saturated

fatty acid). Lemak yang berada dalam waktu yang lama dalam tubuh,

menyebabkan penumpukan dan pembentukan plak di pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan pembuluh darah semakin sempit dan terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah (Almatsier, 2003).

e. Merokok

Kandungan nikotin dan karbondioksida yang terkandung dalam rokok dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan berkurangnya elastisitas

22

pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan tekanan darah meningkat (Depkes, 2007). Merokok dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah dan menurunkan kadar HDL. Merokok juga dapat meningkatkan pengaktifan platelet (sel-sel penggumpal darah) (Khomsan, 1996). Asap rokok yang mengandung karbonmonoksida, memiliki kemampuan menarik eritrosit lebih kuat dibandingkan kemampuan menarik oksigen. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas eritrosit pembawa oksigen ke jantung dan jaringan lainnya (Karyadi, 2002).

f. Alkohol

Kebiasaan ini diduga dapat meningkatkan kadar kortisol dan peningkatan volume eritrosit, serta kekentalan darah yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah (Suyono dan Slamet, 2001). Terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal tingginya tekanan darah jika dilakukan perbandingan antara orang bukan peminum alkohol dan orang peminum alkohol. Konsumsi alkohol 3 kali dalam sehari dapat memicu peningkatan tekanan darah dan berhubungan dengan peningkatan 3mmHg (Krummel, 2004).

g. Aktivitas fisik

Orang yang jarang melakukan aktivitas fisik, seperti olahraga, dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah. Olahraga teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (Suyono dan Slamet, 2001). Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap

kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005, dalam Aris, 2007).

h. Riwayat Penyakit Penyerta yang berhubungan dengan Kardiovaskuler

Hipertensi sering muncul dengan faktor risiko lain yang timbul sebagai sindrom metabolik, yaitu hipertensi dengan gangguan toleransi glukosa atau diabetes mellitus (DM), dislipidemia (tingginya kolesterol darah) dan obesitas (Krummel, 2004). Kondisi fisiologis lainnya yang dapat menyebabkan hipertensi diantaranya adalah aterosklerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas pembuluh darah), bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan system saraf simpatis (Ganong, 1998).

Hipertensi lama dan/atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa kerusakan organ pada jantung, otak, ginjal, mata dan pembuluh darah perifer. Kerusakan pada jantung yang dapat terjadi adalah hipertrofi ventrikel kiri sampai gagal jantung, pada otak dapat terjadi stroke akibat pecahnya pembuluh darah serebral dan pada ginjal dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal. Hipertensi juga merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis dengan akibat penyakit jantung koroner dan stroke iskemik. Pengendalian berbagai faktor risiko hipertensi sangat penting dalam mencegah komplikasi kardiovaskuler (Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, 2007).

Dokumen terkait