• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

B. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

11. Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan;

12. Program Pengadaan, Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit/Rumah Sakit Jiwa/Rumah Sakit Paru-Paru/Rumah Sakit Mata;

13. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan; 14. Program Upaya Kesehatan Masyarakat; 15. Program Keluarga Berencana;

16. Program Bina Keluarga;

17. Program Peningkatan Ketahanan Pangan (Pertanian/ Perkebunan); 18. Program Peningkatan Peran serta Kepemudaan;

19. Program Pembinaan dan Pemasyarakatan Olah Raga.

Data Indeks Pembangunan Manusia 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

TAHUN 2012 2013 2014 2015 2016

NILAI IPM 78,05 78,51 78,87 79,47 80,07*)

Sumber: BPS Kota Surabaya (Buku Saku Ekonomi Bappeko Surabaya) *) data sangat sementara per 31 Desember 2016 Bappeko Surabaya

Target Nilai Indikator Kinerja IPM Tahun 2016 adalah sebesar 79-80 dan terealisasi sebesar 80,07 sehingga capaian kinerjanya adalah 100,09%. Angka IPM tahun 2016 merupakan angka proyeksi yang diolah berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 dan jumlah penduduk tahun 2016.

Meskipun indikator Indeks Pembangunan Manusia tercapai 100,09% namun beberapa permasalahan yang dihadapi diantaranya :

1. Kegiatan ujian sertifikasi kompetensi untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan pada tahun 2016 tidak dapat dilaksanakan karena adanya proses pelimpahan P2D (Personil, Peralatan dan Dokumen) ke Provinsi Jawa Timur.

2. Beberapa tenaga kesehatan yang teregistrasi belum maksimal karena adanya beberapa tenaga kesehatan yang habis masa berlaku Surat Tanda Registrasi (STR) yang dimiliki dan masih menunggu proses perpanjangan STR di PTSP Provinsi Jawa Timur.

Upaya tindak lanjut atas hambatan/permasalahan:

1. Kegiatan ujian sertifikasi kompetensi untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan pada tahun berikutnya dihapus karena kewenangan Penyelenggaran Pendidikan Menengah diserahkan ke Pemerintah Provinsi. 2. Solusi terhadap permasalahan pada Urusan Wajib Kesehatan adalah

terlepas dari waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan STR, Dinas Kesehatan dan RSUD secara aktif melakukan updating terhadap data tenaga kesehatan, termasuk di dalamnya tenaga kesehatan yang masa berlaku STR-nya akan habis serta melakukan sosialisasi pada tenaga kesehatan terkait. Dengan demikian, Dinas Kesehatan dan RSUD telah mengupayakan antisipasi terhadap tenaga kesehatan yang tidak memiliki STR/masa berlaku STR-nya habis.

2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Dengan semakin bertambahnya penduduk maka tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah penduduk usia kerja (tenaga kerja) dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun hal ini belum diiringi dengan perkembangan lapangan pekerjaan sehingga menimbulkan pengangguran. Perkembangan tingkat pengangguran terbuka dalam kurun waktu tahun 2012-2016 cukup fluktuatif.Beberapa faktor yang menyebabkan semakin tingginya tingkat pengangguran di Kota Surabaya antara lain faktor kependudukan yang terdiri dari jumlah penduduk usia produktif yang cukup tinggi namun tidak dibekali dengan ketrampilan dan mental kerja, tingkat pendidikan rendah, tingkat urbanisasi yang tinggi serta faktor jumlah lapangan kerja yang terbatas, faktor tenaga kerja kontrak (outsourcing), dan faktor pemutusan hubungan kerja.

Indikator Kinerja Tingkat Pengangguran Terbuka ini didukung oleh program: 1. Program Peningkatan Kesempatan Kerja;

2. Program peningkatan kompetensi tenaga kerja dan produktivitas; 3. Program Pengembangan Hubungan Industrial dan Syarat Kerja; 4. Program Pengawasan dan Perlindungan Ketenagakerjaan.

Data Tingkat Pengangguran Terbuka 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

TAHUN 2012 2013 2014 2015 2016

NILAI TPT 5,07 5,28 5,82 7,01 7,01*)

Sumber: BPS Kota Surabaya (Buku Saku Ekonomi Bappeko Surabaya) *) data per 31 Desember 2015 Bappeko Surabaya

Target Nilai Indikator Kinerja TPT Tahun 2016 adalah sebesar 6,87% dan terealisasi sebesar 7,01% sehingga capaian kinerjanya adalah 97,96%.

Permasalahan yang dihadapi pada pelaksanaan indikator Tingkat Pengangguran Terbuka ini adalah tidak seimbangnya pertumbuhan lapangan pekerjaan dibanding pertumbuhan usia angkatan kerja sehingga beberapa tenaga kerja usia angkatan kerja tidak terserap di lapangan kerja yang ada. Beberapa program yang sudah dilaksanakan mungkin belum sepenuhnya dapat meningkatkan serapan tenaga kerja di kota Surabaya. Kegiatan Job Fair yang dilaksanakan melalui Dinas Tenaga Kerja sesungguhnya diharapkan dapat mempertemukan para pencari kerja dengan perusahaan yang sedang membutuhkan tenaga kerja.

3. Indeks Ketertiban dan Ketentraman Kota

Stabilitas keamanan daerah merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh seorang investor apabila hendak melakukan investasi di suatu wilayah. Frekuensi terjadinya demonstrasi merupakan indikasi bahwa potensi terjadinya masalah ketertiban yang berdampak pada masalah ketentraman masyarakat kota cukup tinggi.

Indikator Kinerja Indeks Ketertiban dan Ketentraman Kota ini didukung oleh program:

1. Program Pemeliharaan Kantrantibmas dan Pencegahan Tindak Kriminal; 2. Program Peningkatan Keamanan dan Kenyamanan Lingkungan.

Indikator ini diukur dengan mengambil data dari kejadian anarkis per 10.000 penduduk dan pelanggaran peraturan daerah per 1.000 penduduk. Indikator ini merupakan indikator makro yang baru digunakan sehingga data tahun-tahun

sebelumnya masih belum ada. Data yang tersedia baru ada pada tahun 2016 dan diperoleh angka indeks ketertiban dan ketentraman kota surabaya sebesar 1,26 (sumber : Bappeko Surabaya).

Target Nilai Indikator Kinerja Indeks Ketertiban dan Ketentraman Kota Tahun 2016 adalah sebesar 0,90 dan terealisasi sebesar 1,26 sehingga capaian kinerjanya adalah 140,00%.

Penyelenggaraan ketertiban dan ketentraman umum telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2014 yang bertujuan agar masyarakat kota Surabaya dapat melaksanakan kegiatan dengan tentram, tertib, dan teratur. Namun, budaya masyarakat dan pemahaman terhadap peraturan daerah tersebut berpengaruh terhadap realisasi indikator kinerja indeks ketertiban dan ketentraman kota.

4. Indeks Gini

Tingkat pemerataan distribusi pendapatan sering diukur dengan koefisien gini. Koefisien Gini bernilai nol, jika pendapatan secara nyata menyebar merata, dan mendekati 1 jika secara nyata distribusi pendapatan menyebar tidak merata. Berdasarkan nilai gini ratio, terdapat tiga kelompok ketimpangan yaitu ketimpangan tinggi jika nilai koefisien gini ratio 0,5 atau lebih, sedang jika nilainya antara 0,30 - 0,49 dan rendah jika kurang dari 0,30.

Indikator Kinerja Indeks Gini ini didukung oleh program: 1. Program pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial; 2. Program pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial; 3. Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat.

Data Indeks Gini 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Indeks Gini

TAHUN 2012 2013 2014 2015 2016

NILAI INDEKS GINI 0,40 0,37 0,39 0,42 0,38*)

Sumber: BPS Kota Surabaya (Buku Saku Ekonomi Bappeko Surabaya) *) data sangat sementara per 31 Desember 2016 Bappeko Surabaya

Target Nilai Indikator Kinerja Indeks Gini Tahun 2016 adalah sebesar 0,38 – 0,37 dan terealisasi sebesar 0,38 sehingga capaian kinerjanya adalah 100,00%. Indeks Gini Ratio tahun 2016 merupakan angka proyeksi yang dihitung berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 dan jumlah penduduk tahun 2016.

Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian indikator ini antara lain Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial usia produktif yang memiliki usaha omzetnya ≥ 1 juta rupiah per bulan yang menjadi target dalam pelaksanaan program peningkatan keberdayaan belum maksimal karena diantaranya:

a. Peserta banyak yang memilih tetap melanjutkan bekerja di pabrik/ di toko; b. Peserta memilih bekerja sebagai baby sitter (pengasuh bayi);

c. Peserta kembali bekerja sebagai guru/bunda PAUD; d. Peserta dilarang oleh suaminya;

e. Lebih memilih untuk mengasuh anak/cucu; f. Peserta sakit/hamil;

g. Peserta tidak berminat lagi (orientasi pada bantuan modal).

Kelompok Usaha Ekonomi Masyarakat (UEM) yang berdaya melebihi target yang telah ditentukan pada program peningkatan dan keberdayaan masyarakat karena tingginya jumlah kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan ekonomi dikarenakan adanya fasilitasi pemasaran melalui Rukmaya (Rumah Kreatif masyarakat Surabaya) dan pameran-pameran insidentil.

Upaya tindak lanjut atas hambatan/permasalahan adalah dengan melakukan assessment untuk meningkatkan partisipasi dan kesiapan peserta pada kegiatan-kegiatan yang disiapkan oleh Pemerintah Kota Surabaya.

Sasaran strategis 2 ‘pelayanan umum’ memiliki 6 indikator kinerja utama, yaitu IPG (Indeks Pembangunan Gender), IKLHS (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Persampahan), Persentase Luas Kawasan Permukiman Kumuh, Nilai

PELAYANAN UMUM

SAKIP, Rata-rata Nilai Kepuasan Masyarakat, dan Indeks Ketimpangan Wilayah. Rinciannya, sebagai berikut :

1. IPG (Indeks Pembangunan Gender)

Indeks Pembangunan Gender (IPG) sebagai ukuran keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan dari waktu ke waktu menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, meski relatif lambat. IPG digunakan untuk mengukur persamaan peranan antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan ekonomi, politik dan pengambilan keputusan.

Indikator Kinerja Indeks Pembangunan Gender (IPG) ini didukung oleh Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan dan Anak dengan beberapa kegiatan yaitu:

1. Pengembangan Sistem Pendataan Dinamika Gender; 2. Fasilitasi Pencapaian Indikator Kota Layak Anak;

3. Fasilitasi Penanganan Permasalahan Perempuan Dan Anak;

4. Penguatan dan Pengembangan Jaringan Pengarusutamaan Gender; 5. Penguatan dan Pengembangan Jaringan Pengarusutamaan Gender;

6. Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender Dan Anak di 31 Kecamatan.

Data Indeks Pembangunan Gender (IPG) 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6 Indeks Pembangunan Gender (IPG)

TAHUN 2012 2013 2014 2015 2016

NILAI IPG 93,49 93,64 93,65 N/A 93,66*)

Sumber: BPS Kota Surabaya (Buku Saku Ekonomi Bappeko Surabaya) *) data sangat sementara per 31 Desember 2016 Bappeko Surabaya

Target Nilai Indikator Kinerja Indeks Pembangunan Gender (IPG) Tahun 2016 adalah sebesar 93,66 dan terealisasi sebesar 93,66 sehingga capaian kinerjanya adalah 100,00%. Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) merupakan angka proyeksi yang dihitung berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 dan jumlah penduduk tahun 2016.

2. IKLHS (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Persampahan) Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Persampahan (IKLHS) bertujuan memberikan informasi tentang kondisi lingkungan hidup menggunakan kualitas air sungai, kualitas udara, tutupan hutan dan persampahan sebagai indikator.

Indikator Kinerja Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Persampahan (IKLHS) ini didukung oleh program:

1. Program Penataan Ruang;

2. Program Pengadaan Tanah dan/atau Bangunan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

3. Program Sertifikasi Tanah Milik Pemerintah Kota; 4. Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); 5. Program Pengelolaan Kebersihan Kota;

6. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup; 7. Program Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.

Data Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Persampahan (IKLHS) 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Tabel 3.7 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Persampahan (IKLHS)

TAHUN 2012 2013 2014 2015 2016

NILAI IKLHS - 51,91 56,42 59,18 62,09*)

Sumber: BPS Kota Surabaya (Buku Saku Ekonomi Bappeko Surabaya) *) data sangat sementara per 31 Desember 2016 Bappeko Surabaya

Target Nilai Indikator Kinerja Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Persampahan (IKLHS) Tahun 2016 adalah sebesar 60,25 dan terealisasi sebesar 62,09 sehingga capaian kinerjanya adalah 103,05%. IKLHS dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai Indeks Persampahan, Indeks Pencemaran Air, Indeks Pencemaran Udara, dan Indeks Tutupan Hijau.

Meskipun target yang telah ditentukan tercapai namun ada beberapa permasalahan pada Indikator Kinerja Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Persampahan (IKLHS), antara lain:

1. Realisasi indikator Proporsi luas area yang telah terlayani sistem informasi rencana tata ruang kota jauh melebihi target karena SKPD terkait telah membuat sistem informasi rencana tata ruang kota berupa c-map pada

tahun 2015 dan 2016. Saat ini c-map telah melayani rencana tata ruang di seluruh kota Surabaya berdasarkan peta rincian RTRW Kota Surabaya. Target tersebut merupakan persentase pentahapan luas area yang telah terlayani pada tahun 2016 berdasarkan RDTRK sebesar 20%. Untuk RDTRK sedang dalam proses penyelesaian Raperda yang nantinya akan menggantikan peta rincian RTRW Kota Surabaya sebagai dasar perijinan. 2. Belum terpenuhinya luas tanah dan/atau bangunan yang disediakan bagi

pembangunan untuk kepentingan umum karena:

a. Waktu proses administrasi yang cukup panjang untuk penyediaan lahan; b. Melibatkan beberapa instansi dan masyarakat sehingga sulit untuk

mendapat titik temu karena membutuhkan kesepakatan dan persetujuan bersama;

c. Terbatasnya anggaran yang tersedia.

3. Belum terpenuhinya rasio aset pemkot yang tersertifikat dikarenakan terkendalanya pemenuhan dokumen administrasi yang dibutuhkan untuk kelengkapan permohonan sertifikasi (bukti perolehan pengadaan tanah, bukti penguasaan atas tanah).

4. Selisih luasan RTH yang dibangun dan dipelihara belum sesuai karena adanya kendala proses pembebasan lahan pada kegiatan pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau yang belum dapat direalisasikan

5. Belum semua RTH yang berfungsi optimal karena:

a. Status kepemilikan dan kewenangan pengelolaan lahan RTH yang belum sepenuhnya dikuasai oleh Pemerintah Kota;

b. Adanya kendala pasang surut air laut terutama di kawasan pesisir.

6. Jumlah sampah yang dikelola di TPA belum maksimal karena tingginya aktivitas perdagangan dan jasa mempengaruhi peningkatan volume sampah hotel, apartemen, dan mall, demikian pula migrasi penduduk di sekitar wilayah Surabaya juga mempengaruhi peningkatan volume sampah rumah tangga.

Upaya tindak lanjut atas hambatan/permasalahan:

1. meningkatkan koordinasi antar pihak terkait guna percepatan proses pengadaan tanah.

a. Pemenuhan dokumen persyaratan permohonan sertifikasi b. Koordinasi dengan instansi terkait

3. Perlunya penyusunan strategi terhadap:

a. Prioritas jenis RTH yang perlu dibangun serta lokasi berdasarkan analisa kebutuhan;

b. Berkoordinasi dengan DPBT dalam rangka upaya percepatan pembebasan lahan, mengingat target penambahan RTH dibangun dan dipelihara sebesar 2 Ha untuk DKRTH;

c. Prioritas jenis RTH yang perlu diptimalkan serta prioritas lokasi berdasarkan analisa kebutuhan;

d. Melakukan analisa permasalahan secara rutin untuk target lokasi dan luasan yang seharusnya dioptimalkan namun belum tercapai, sehingga dapat diketahui akar permasalahan serta upaya yang perlu segera dilakukan.

4. Dalam hal pengelolaan sampah yang dikelola di TPA perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Secara periodik melakukan evaluasi terhadap produksi volume sampah dan sumber-sumber yang berkontribusi cukup dominan dalam peningkatan produksi sampah kota, untuk mempermudah penentuan intervensi terhadap objek-objek yang disasar

b. Peningkatan kegiatan:

1) Upaya pengurangan produksi sampah melalui 3R serta pemberdayaan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam penerapan 3R serta pemilahan sampah.

2) Peningkatan jumlah TPS dengan pengelolaan sampah mandiri/3R, untuk mengurangi beban volume sampah yang dikelola TPA.

3. Persentase Luas Kawasan Permukiman Kumuh

Penanganan permukiman kumuh merupakan salah satu kebijakan prioritas yang telah dilaksanakan secara berkelanjutan oleh Pemerintah Kota. Bentuk implementasi dari kebijakan tersebut diwujudkan melalui beberapa kegiatan yang juga ditujukan untuk mendukung program nasional 100-0-100, seperti

peningkatan sarana prasarana dasar permukiman antara lain jalan lingkungan, sanitasi, drainase lingkungan dan perbaikan kualitas kawasan permukiman.

Indikator Kinerja Persentase Luas Kawasan Permukiman Kumuh ini didukung oleh program:

1. Program Perumahan dan Permukiman;

2. Program Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi.

Target Nilai Indikator Kinerja Persentase Luas Kawasan Permukiman Kumuh Tahun 2016 adalah sebesar 0,78% dan terealisasi sebesar 0,78% sehingga capaian kinerjanya adalah 100%. Angka persentase luas kawasan permukiman kumuh tahun 2016 merupakan angka perbandingan antara luas kawasan permukiman kumuh tahun 2016 dengan luas perumahan dan permukiman di Surabaya.

Permasalahan pada Indikator Kinerja Persentase Luas Kawasan Permukiman Kumuh adalah :

- Realisasi Program Perumahan dan Permukiman tidak mencapai target, dikarenakan terdapat kendala terkait status lahan pada beberapa lokasi yang akan diintervensi, terutama pada kawasan permukiman pengembang untuk ditingkatkan layanan sarana prasarana permukimannya.

Upaya tindak lanjut atas hambatan/permasalahan:

- Melakukan percepatan proses serah terima fasum / fasos perumahan oleh pengembang.

4. Nilai SAKIP

Salah satu indikator tata kelola pemerintahan yang baik adalah evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Meski menunjukkan peningkatan tingkat akuntabilitas kinerja selama kurun waktu empat tahun terakhir, namun perwujudan level akuntabilitas kinerja sangat baik tetap menjadi prioritas Pemerintah Kota untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan Pemerintah Kota.

Indikator Kinerja Nilai SAKIP ini didukung oleh program: 1. Program Penataan Administrasi Kependudukan;

2. Program Peningkatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi; 3. Program Komunikasi dan Publikasi Masyarakat;

4. Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa; 5. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan;

6. Program Perbaikan Sistem Administrasi Kearsipan;

7. Program Penyelamatan dan Pelestarian Dokumen/ Arsip Daerah; 8. Program Perencanaan Pembangunan Daerah;

9. Program Penataan Peraturan Perundang-Undangan; 10. Program Penataan Daerah Otonom;

11. Program Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah;

12. Program Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah;

13. Program Peningkatan Pelayanan Kedinasan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

14. Program Peningkatan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah; 15. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran;

16. Program Pengelolaan Sarana dan Prasarana Aparatur; 17. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur;

18. Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah.

Data Nilai SAKIP 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Tabel 3.8 Nilai SAKIP

TAHUN 2012 2013 2014 2015 2016 NILAI SAKIP 47,71 (C) 52,34 (CC) 57,48 (CC) 60,20 (B) 63,08 (B) Sumber : Bagian Organisasi, 2017

Target Nilai Indikator KinerjaNilai SAKIP Tahun 2016 adalah B dan terealisasi dengan nilai B sehingga capaian kinerjanya adalah 100%.

Nilai SAKIP Kota Surabaya Tahun 2016 mengalami kenaikan dibanding nilai SAKIP tahun 2015 dari 60,20 menjadi 63,08. Capaian indikator kinerja Nilai SAKIP ini disebabkan Pemerintah Kota telah melakukan reviu atas perencanaan kinerja yang berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surabaya Tahun 2010-2015.

5. Rata-Rata Nilai Kepuasan Masyarakat

Hasil Survey Kepuasan Masyarakat (SKM) menjadi salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan Pemerintah Kota Surabaya dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang dilaksanakan setiap tahun. Meskipun trend angka SKM untuk tiga periode terakhir menunjukkan peningkatan, namun upaya menjaga atau meningkatan kualitas pelayanan publik tetap harus menjadi prioritas bagi Pemerintah Kota.

Indikator Kinerja Rata-Rata Nilai Kepuasan Masyarakat ini didukung oleh program:

1. Program Penataan Administrasi Kependudukan;

2. Program Peningkatan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi; 3. Program Komunikasi dan Publikasi Masyarakat;

4. Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa; 5. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan;

6. Program Perbaikan Sistem Administrasi Kearsipan;

7. Program Penyelamatan dan Pelestarian Dokumen/ Arsip Daerah; 8. Program Perencanaan Pembangunan Daerah;

9. Program Penataan Peraturan Perundang-Undangan; 10. Program Penataan Daerah Otonom;

11. Program Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah;

12. Program Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah;

13. Program Peningkatan Pelayanan Kedinasan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

14. Program Peningkatan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah; 15. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran;

16. Program Pengelolaan Sarana dan Prasarana Aparatur; 17. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur;

18. Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah.

Data Rata-Rata Nilai Kepuasan Masyarakat 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Tabel 3.9 Rata-Rata Nilai Kepuasan Masyarakat

TAHUN 2012 2013 2014 2015 2016

NILAI RATA-RATA SKM 77,53 77,60 77,13 78,29 82,67

Sumber : Bagian Organisasi, 2017

Target Nilai Indikator Kinerja Rata-Rata Nilai Kepuasan Masyarakat Tahun 2016 adalah sebesar 73 dan terealisasi sebesar 82,67 sehingga capaian kinerjanya adalah 113,24%. Pengukuran nilai kepuasan masyarakat ini diperoleh dari hasil survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan Pemerintah Kota Surabaya.

Meskipun target pada indikator kinerja rata-rata Nilai Kepuasan Masyarakat tercapai namun ada beberapa permasalahan antara lain:

1. Program Penataan Administrasi Kependudukan belum sepenuhnya berhasil karena rendahnya kesadaran masyarakat untuk segera mengajukan permohonan pembuatan akta kelahiran dan kematian. Terbukti sebanyak 54,77% atau 13.490 pemohon akta kematian terlambat, dan sebanyak 47,40% atau 27.965 pemohon akta kelahiran terlambat, di antaranya sebanyak 277 pemohon terlambat melebihi tahun 2016.

2. Belum maksimalnya pencapaian sasaran Meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan sumber penerimaan daerah secara efektif dan efisien karena:

a. Persentase kontribusi pajak terhadap PAD, disebabkan karena kenaikan pendapatan asli daerah lebih tinggi daripada kenaikan pajak daerah. b. Persentase kontribusi bagi hasil BUMD terhadap PAD, disebabkan

karena tidak tercapainya target pendapatan yang dibebankan untuk PD Rumah Potong Hewan pada tahun 2016, yaitu sebesar Rp 65.840.580,- Adapun permasalahan yang menyebabkan tidak tercapainya target pendapatan PD Rumah Potong Hewan secara umum disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1) Trend penurunan besaran ekuitas sejak tahun 2014

2) Tingkat utilisasi aset produksi yang belum optimal diikuti jumlah beban tetap (fixedcost) atas penyusutan aset tidak lancar yang tinggi 3) Belum optimalnya penggalian sumber-sumber pendapatan baru oleh

4) Potensi piutang macet yang masih cukup tinggi dan belum dapat dihapuskan dari pembukuan perusahaan

3. Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah dengan indikator Persentase Dokumen keuangan yang selesai tepat waktu belum tercapai maksimal disebabkan karena dalam proses penyusunan dokumen keuangan melibatkan pihak eksternal Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) dan Pemerintah Kota Surabaya sehingga terdapat potensi lamanya waktu yang diperlukan untuk hal tersebut.

4. Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah dengan indikator Rata-rata pertumbuhan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah belum maksimal disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Adanya penyesuaian dana perimbangan berdasarkan Permenkeu Nomor 249/PMK.07/2015 dan 162/PMK.07/2016;

b. Petunjuk teknis DAK yang belum jelas mempengaruhi penyerapan belanja DAK;

c. Adanya penyesuaian lain-lain pendapatan yang sah berdasarkan SK Gubernur Jawa Timur Nomor 188/790/KPTS/013/2016 dan 188/116/KPTS/013/2017;

d. Petunjuk teknis Bantuan Keuangan dari Provinsi untuk pelaksanaan kegiatan belum lengkap sehingga terdapat SKPD yang tidak dapat melaksanakan kegiatan maka bantuan keuangan tersebut belum dapat direalisasikan.

Upaya tindak lanjut atas hambatan/permasalahan:

1. Solusi terhadap permasalahan pada Urusan Wajib Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil adalah untuk meningkatkan ketepatan waktu pengurusan akta, perlu diadakan publikasi dan sosialisasi yang inovatif lewat berbagai media, selain tetap menerapkan denda bagi pemohon yang terlambat.

2. Solusi dari indikator sasaran Meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan sumber penerimaan daerah secara efektif dan efisienyakni:

a. Persentase kontribusi pajak terhadap PAD terdapat solusi Penerapan pajak online sebagai upaya intensifikasi pajak daerah.

b. Persentase kontribusi bagi hasil BUMD terhadap PAD terdapat solusi Mendorong PD. Rumah Potong Hewan (RPH) untuk:

1) Mengoptimalkan utilisasi aset produksi dan menekan fixed cost atas penyusutan aset tidak lancer;

2) Mengoptimalkan penggalian sumber-sumber pendapatan baru; 3) Menekan piutang macet.

3. Solusi indikator Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah yakni Persentase Dokumen keuangan yang selesai tepat waktu adalah BPKPD memperbaiki koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat, untuk menentukan metode yang efektif dalam proses penyusunan dokumen keuangan, sehingga pihak-pihak eksternal dapat berkontribusi terhadap percepatan penyusunan dokumen.

4. Solusi indikator Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah yakni Rata-rata pertumbuhan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah adalah Melakukan koordinasi secara intensif dengan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi terkait penerimaan dana perimbangan dan sumber-sumber penerimaan dari sektor lain-lain pendapatan daerah yang sah.

6. Indeks Ketimpangan Wilayah

Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan SDA dan perbedaan kondisi geografi yang terdapat pada masing-masing wilayah.Ukuran ketimpangan wilayah ini menggunakan metode Wiiliamson Index yang menganalisa PDRB

Dokumen terkait