• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI HASIL PENYEMENAN 1. CBL (cement bond log)

Dalam dokumen Bab II Teknik Pemboran (Halaman 33-68)

untuk mengetahui sifat ikatan cement, apakah semen tersebut mampu mengisolasi atau mencegah aliran dari fluida didaerah penyemenan dan mampu secara mekanik membantu casing di dalam lubang bor.

Sifat ikatan daripada semen atau “ bonding “ dapat dibedakan menjadi dua:

4.8.2. Shear bond

adalah sifat ikatan daripada semen yang secara mekanik membantu pipa casing didalam lubang bor. Shear bond ini ditentukan dengan ukuran tekanan yang menyebabkan casing bergerak didalam sarung semen (sheath of cement ) yang mengikatnya.

4.8.3. Hydraulic Bond

Adalah sifat atau kemampuan ikatan semen untuk menghalangi / mencegah aliran dari fluida didaerah penyemenan

4.9. Alat – alat penyemenan

Peralatan Diatas Permukaan ( Surface Equipment ) 4.9.1. Cementing unit

a. Mixer :

yang umum dipakai adalah jet mixer, sedangkan yang lain adalah recirculating system. Pada jet mixer ini dipertemukan dua aliran yaitu bubur semen dan air.

b. Pompa semen :

dipakai untuk mengontrol rate dan tekanan. Jenis pompa yang dipakai dapat duplex double acting piston pump atau single acting triplex plunger pump.

c. Engine ( motor penggerak ): mempunyai fungsi untuk menggerakkan pompa.

d. Hopper :

mempunyai fungsi utama untuk mengatur aliran dari semen kering agar merata.

e. Water tank :

berfungsi untuk tempat menampung atau menyimpan air yang diperlukan untuk proses penyemenan.

4.9.2. Alat – alat di Bawah Permukaan ( Subsurface Equipment ): a) Casing Shoe ( sepatu casing )

Dipasang pada ujung bawah casing dimana mempunyai fungsi umum sebagai guide.

Ada beberapa macam shoe yaitu :

 Plain guide shoe

Digunakan untuk mengarahkan casing kedalam lubang bor terutama untuk formasi yang mudah runtuh

 Float shoe

disamping berfungsi sebagai guide juga dapat mencegah aliran balik dari luar casing karena float shoe dilengkapi dengan klep penahan tekanan balik.  Pemakaian float shoe mempunyai keuntungan

-keuntungan :

 Merupakan klep yang efisien, mencegah tekanan aliran balik, mencegah blow-out melalui casing pada saat diturunkan.

 Pada waktu masuk casing, terjadi aliran lumpur diannulus, seolah – olah merupakan suatu sirkulasi, sedangkan sirkulasi adalah penting sebelum penyemenan.

b) Collar

Collar adalah suatu sok penahan yang dipasang beberapa meter diatas shoe. Fungsi umumnya adalah menahan bottom plug dan top plug.

Collar mempunyai beberapa macam, yaitu :  Float collar :

mempunyai fungsi yang pada umunya sama dengan  float shoe.

 Baffle collar with hole :

akan membantu sebagai pemberhentian cementing plug dan akan mengurangi kontaminasi semen disekitar casing dan shoe.

c) Centralizer

Mempunyai fungsi untuk menempatkan casing tepat ditengah – tengah lubang bor agar disekeliling dinding casing mempunyai jarak yang sama kedinding lubang bor.

d) Scratcher

Mempunyai fungsi untuk membersihkan mudcake sehingga akan memperbaiki ikatan semen baik pada casing maupun pada formasi.

4.9.3. Stage Cementing Tools ( Peralatan penyemenan bertingkat ): 1. ECP ( External casing packer )

Adalah packer yang mengembang diluar casing menutup annulus casing dan lubang bor.

a) Flexible flug, berfungsi sebagai bottom plug.

Fungsi bottom flug adalah mencegah kontaminasi antara bubur semen dengan lumpur yang ada di dalam sumur serta membuat mud film didalam casing.

Gambar 6. Bottom flug.

b) Trip plug, Berfungsi untuk membuka stage sementing collar.

c) Shut off plug/Top plug

Fungsi shut off plug adalah sebagai pemisah bubur semen dengan lumpur pendorong membersihkan sisa-sisa semen yang tertinggal didalam

casing.

5. Hole problem

5.1. Ketidakstabilan dinding sumur pemboran

Usaha memelihara kestabilan lubang bor sewaktu pemboran menembus formasi shale, akan dipersulit dengan adanya masalah yang ditimbulkan oleh sifat-sifat shale tersebut (shale problem), dalam hal ini terutama masalah clay swelling didalamnya. Clay swelling bersama dengan sifat-sifat shale yang lainnya (dispersi dan lain- lainnya) menimbulkan masalah yang bervariasi yang dilukiskan sebagai sloughing shale, heaving shale, running shale, gas bearing shale dan pressure shale, pada umumnya secara geografis terbatas pada daerah geologi yang berumur lebih tua dari Recent. Mud making shale atau shale yang dapat menghidrate adalah jenis yang dapat menimbulkan pembesaran lubang bor bila terjadi interaksi secara kimia dengan fluida pemboran, ini terjadi bila didalamnya terkandung bentonitic shale yang sedikit atau dapat menghidrat seperti seperti illite, chlorit atau caolinitic secara kimiawi hanya sedikit dipengaruhi oleh lumpur pemboran.

Semua masalah shale yang dapat menimbulkan ketidakstabilan lubang bor di atas adalah disebabkan oleh faktor fisika, kimia atau mekanis atau gabungan dari faktor-faktor tersebut. Yang sering terjadi adalah gabungan dari dua atau tiga faktor bersama-sama. Dalam hubungannya dengan swelling (interaksi antara fluida pemboran dalam hal ini adalah filtrat air dengan clay yang swelling ), faktor kimia sangat menonjol, dan yang paling umum terjadi pada formasi shale yang mengandung kimia clay yang menghidrat (mineral non morillonite misalnya bentonit), dimana formasi akan menghidrat filtrat lumpur sehingga terjadi swelling diikuti gugurnya formasi ke dalam lubang bor.

Seperti telah kita ketahui pada bab sebelumnya, bahwa clay yang mengalami swelling, pada batas tertentu akan mengalami dispersi. Terdispersinya clay (yang terdistribusi dalam formasi shale) dalam lumpur pemboran, secara

tidak terkendali akan menaikkan kadar padatan dalam lumpur dengan densitas yang rendah, sedangkan viscositasnya meningkat, sehingga akan memperbesar kehilangan tekanan (pressure loss), dan ini akan mengakibatkan turunnya laju pemboran.

Pada saat sedimentasi air terjebak dalam formasi shale akan mengalami hidrasi, dengan demikian proses kompaksi tidak berlangsung secara normal, tidak semua air yang terperas dialirkan melalui media yang porous, melainkan sebagian masih terjebak diantara butiran-butiran dalam tubuh formasi, sehingga tekanan pori-pori dalam tubuh formasi shale tersebut masih tetap tinggi, bahkan bila ada gas terlarut masih tetap tinggi, bahkan bila gas terlarut dalam pori-pori tersebut maka tekanannya akan mendekati tekanan overburden.

5.2. formation damage

Terjadinya invasi mud filtrat ke dalam formasi produktif yang mengandung clay (formasi shale atau formasi dirty sands dengan kandungan claynya lebih tinggi) akan mengakibatkan terjadinya hidrasi air filtrat oleh clay sehingga terjadi pembengkakan (swelling) dari partikel-partikel clay tersebut. Keadaan tersebut mengakibatkan well bore damage (formation damage), yaitu pengurangan permeabilitas dari formasi produktif disebabkan berubahnya sifat-sifat fisik batuan reservoir karena swelling tadi di daerah formasi produktif.

5.2.1. Perubahan Pada Sifat-Sifat Fisik Batuan Reservoir

Pembentukan mud cake yang tipis dan kuat dengan permeabilitas yang rendah pada dinding lubang bor, adalah merupakan salah satu fungsi lumpur pemboran yang penting. Pembentukan mud cake yang terlalu tebal pada dinding lubang bor akan mempersempit ruang gerak bahkan terjepitnya drill string. Tetapi dalam hal ini akan ditekankan pada pengaruh invasi mud filtratnya terhadap sifat-sifat (batuan) reservoir terutama :

a. Porositas batuan

Seperti telah kita ketahui bahwa formasi mempunyai permeabilitas dan lumpur pemboran memiliki sifat filtration loss, maka terjadi invasi mud filtrat, dimana fasa cair dari lumpur akan tersaring masuk ke dalam formasi yang permeabel di sekitar lubang bor tadi, sedangkan padatan lumpur (mud solids) tertinggal dan akan membentuk mud cake pada dinding lubang sumur bor. Sketsa dari invasi mud filtrat ke dalam formasi permeabel ini dapat kita lihat pada (Gambar 9).

Gambar 9. Invasi mud filtrat ke dalam formasi melalui dinding sumur yang permeabel.

Apabila mud filtratnya adalah air (dari water base mud) dan formasinya mengandung clay yang menghidrate (formasi shale atau formasi dirty sands), maka akan terjadi hidrasi dan swelling (pembengkakan) dari partikel clay tadi sehingga menyebabkan berkurangnya ruang pori-pori mula-mula dari batuan reservoir,

Dengan mengecilnya pori-pori batuan tadi maka akan mengakibatkan mengecilnya porositas batuan tersebut.

b. Saturasi, permeabilitas, tekanan kapiler dan sifat kebasahan batuan. Seperti telah dibicarakan diatas, bahwa dengan terjadinya swelling clay di dalam formasi, maka akan terjadi penyumbatan ruang pori-pori batuan dalam formasi tersebut, sehingga akan menyebabkan terhambatnya aliran fluida melalui media berpori tadi.

Pada umumnya untuk suatu lapangan dengan formasi sand stone dalam suatu lapisan, sering didapatkan hubungan yang linier antara log permeabilitas dan porositas seperti, pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan permabilitas dengan porositas batuan.

Adanya material clay yang expandable dalam batuan reservoir dapat memperkecil porositas batuan tersebut. Dari hubungan di atas dapat dilihat bahwa dengan mengecilnya porositas maka permeabilitas akan turun, dan ini tidak dikehendaki, sebab dengan mengecilnya permeabilitas efektif minyak maka produktivitasnya akan turun.

Saturasi fluida dalam media berpori adalah persentase volume fluida tersebut terhadap volume ruang pori-pori. Adanya material clay yang menghidrat "irreducible water saturation". Saturasi air yang terikat oleh material clay ini merupakan karakteristik formasi shaly sands. Keadaan tersebut dapat ditunjukkan dalam (Gambar 11).

Persentase air yang terikat tadi sebesar dari ruang pori-pori sehingga bila dijumlahkan dengan Swi (ireducible water saturation) mula-mula menjadi total non movable water saturation (Swnm) sebesar :

  wi h wnm

S

S

clean sand

Gambar 11. Hidrasi air oleh partikel clay pada formasi shaly sands.

Dengan terpengaruhnya harga saturasi oleh adanya hidrasi clay, maka "Performance" saturasi terhadap aliran fluida juga akan berubah. Terjadinya clay swelling juga akan mempengaruhi tekanan kapiler, dimana pembengkakan partikel clay yang memperkecil jari-jari ruang pori-pori mengakibatkan turunnya permeabilitas. Dengan demikian tekanan kapiler akan meningkat, karena hubungannya berbanding terbalik dengan jari-jari ruang pori-pori sehingga akan menghambat pergerakan fluida yang terkandung di dalam media berpori tersebut.

Secara tidak langsung, terjadinya clay swelling di dalam formasi juga akan mempengaruhi sifat kebasahan (wettability) batuan, karena hubungannya merupakan fungsi dari tekanan kapiler dan permeabilitas batuan tadi.

Kedalaman invasi mud filtrat ke dalam formasi telah dibicarakan dalam bab sebelumnya (mengenai filtration dinamik), tetapi selain itu jarak invasi mud filtrat dapat diketahui secara kualitatif dari porositas formasi. Porositas yang kecil pada suatu tempat menunjukkan jarak invasi mud filtrat ke dalam formasi tersebut. Gambar 12 menunjukan distribusi fluida secara kualitatif setelah terjadi invasi mud filtrat di sekitar lubang bor.

Gambar 12. Distribusi radial fluida di sekitar lubang bor sesudah invasi mud filtrat.

Luas daerah invasi mud filtrat di sekitar lubang bor tergantung dari karakteristik filtrasi lumpur, tekanan differensial antara formasi dengan lubang bor (tekanan hidrostatik), lama kontak lumpur pemboran dengan dinding lubang bor serta karakteristik batuan dalam formasi. Gambar 13 menunjukan kondisi di sekitar lubang bor sesudah terjadinya invasi mud filtrat ke dalam formasi.

5.2.2. Skin Effect

Pada pembahasan sebelumnya telah kita ketahui bahwa akibat adanya invasi mud filtrat ke dalam formasi dapat menimbulkan kerusakan dalam formasi tersebut. Kedalam invasi tersebut akan menentukan luas daerah formasi yang mengalami damage ini relatif tipis (hanya di sekitar lubang bor) dibandingkan dengan luas keseluruhan formasi (sehingga dengan alasan ini maka formation damage disebut juga sebagai skin effect).

Hidrasi filtrat lumpur (air) oleh mineral clay yang terdistribusi di dalam formasi (sehingga terjadi swelling) adalah salah satu sebab terjadinya skin effect. Sebab lain adalah karena adanya invasi mud solids ke dalam formasi. Tetapi pada hakekatnya skin effect ini disebabkan oleh adanya invasi liquid sendiri ke dalam formasi, selain dapat menimbulkan terjadinya swelling akibat lain yang erat hubungannya dengan terjadinya skin effect adalah:

1. Terbentuknya endapan garam, parafin (wax) yang menimbulkan akibat yang sama dengan akibat adanya invasi solids ke dalam formasi. 2. Terbentuknya emulsi dengan fluida formasi yang ada sehingga

mengakibatkan kenaikan viskositas sistem fluida keseluruhan, dan ini dapat menimbulkan "Capillary blocking".

Invasi keseluruhan filtrat juga dapat mempengaruhi (mengubah) resistivity formasi sesuai dengan jarak invasinya (mempengaruhi kurva electric logging).

5.2.3. Penyebab lost circulation dan cara penanggulangannya

Sebagaimana diketahui lost circulation adalah hilangnya semua atau sebagian lumpur dalam sirkulasinya dan masuk ke formasi. Berdasarkan keadaan ini lost circulation dapat dibagi dua, yaitu:

 Partial Lost  Total Lost

Partial Lost adalah bila lumpur yang hilang hanya sebagian saja, dan masih ada lumpur yang mengalir ke permukaan. Sedangkan total lost adalah hilangnya seluruh lumpur dan masuk kedalam formasi. Adanya lost dapat diketahui dari flow sensor, dan berkurangnya jumlah lumpur dalam mud pit. 5.2.3.1. Penyebab Lost Circulation

Penyebab lost circulation adalah adanya celah terbuka yang cukup besar di dalam lubang bor, yang memungkinkan lumpur untuk mengalir kedalam formasi, dan tekanan didalam lubang lebih besar dari tekanan formasi.

5.2.3.1.1. Formasi Natural Yang Dapat Menyebabkan Lost

Walau formasi yang menyebabkan lost circulation tidak diketahui secara nyata, namun dapat dipastikan bahwa formasi tersebut mesti berisi lubang pori yang lebih besar dari ukuran partikel lumpur. Hal ini ditunjukkan dalam banyak kasus bahwa phase solid dari lumpur tidak akan masuk ke pori dari formasi yang terdiri dari clay, shale, dan sand dengan permeabilitas normal.

Formasi yang mempunyai formasi alami cukup besar untuk mengalirkan lumpur adalah:

a. Coarse dan Gravel yang mempunyai variasi permeabilitas Studi menunjukkan bahwa formasi memerlukan permeabilitas yang tinggi untuk dimasuki lumpur. Permeabilitas yang tinggi

ini dapat terjadi pada shallow sand dan lapisan gravel. Hal ini dapat terjadi karena tekanan overburden atau berat rig.

Gambar 14. Course dan gravel sebagai zona lost. b. Breksiasi

Breksiasi terjadi karena adanya earth stress yang menghasilkan rekahan. Rekahan yang terjadi dapat menyebabkan lost circulation. Gambar 5.12 menunjukkan rekahan yang ditimbulkan oleh breksiasi.

Gambar 15. Dimensi rekahan akibat breaksi.

c. Cavernous atau vugular formation

Pada prinsipnya zone cavernous atau vugular terjadi pada formasi limestone. Pada formasi limestone, vugs dihasilkan oleh

aliran yang kontinu dari air alami, yang menghancurkan bagian dari matriks batuan menjadi encer dan larut. Ketika formasi ini ditembus, lumpur akan hilang ke formasi dengan cepat. Sedangkan cavernous dapat terjadi karena pendinginan magma (Gambar 13)

Gambar 16. Cavernous dan vugs sebagai zona lost.

d.. Cracked dan fracture

Lost Circulation dapat juga terjadi pada sumur yang tidak mengandung zona coarse yang permeabel atau formasi yang cavernous. Loss seperti ini mungkin terjadi karena adanya cracked atau fracture yang dapat terjadi secara alami, atau adanya tekanan hidrostatik lumpur yang terlalu besar (Gambar 14).

Gambar 17. Fracture horizontal sebagai zona lost.

Selain itu, lost circulation dapat terjadi pada depleted zone. Depleted sand sangat potensial untuk terjadinya lost. Formasi produksi dalam lapangan yang sama dapat menyebabkan tekanan subnormal akibat produksi dari fluida formasi. Akibatnya lapisan sand menjadi rekah dan akan dimasuki lumpur. Kasus seperti ini sering dijumpai pada pemboran sumur pengembangan, dimana tekanan formasi telah turun akibat sumur-sumur yang telah ada sudah lama berproduksi (Gambar 18).

Gambar 18. Depleted zones

Selain karena adanya formasi natural yang dapat menyebabkan lost, lost circulation dapat juga terjadi karena kesalahan yang dilakukan pada saat opersi pemboran yang berkaitan dengan tekanan, misalnya:

a. Memasang intermediate casing pada tempat yang salah

Jika casing dipasang di atas zona transisi antara zona yang bertekanan normal dengan zona yang bertekanan tidak normal, maka diperlukan lumpur yang berat untuk mengimbangi tekanan yang abnormal. Lumpur yang berat ini dapat memecahkan formasi.

b. Pelanggaran downhole pressure

Pelanggaran downhole pressure yang sering dilakukan adalah: o Mengangkat atau menurunkan pipa yang terlalu cepat. o Pipe whipping

o Sloughing shale

o Peningkatan tekanan pompa yang terlalu cepat. o Lumpur yang terlalu berat.

5.2.3.2. Penanggulangan Lost Circulation

Lost circulation dapat menimbulkan beberapa masalah dan kerugian, misalnya:

 Hilangnya lumpur.  Bahaya terjepitnya pipa.  Formation demage.  Kehilangan waktu.

 Tidak diperolehnya cutting untuk sample log.

 Penurunan permukaan lumpur dapat menyebabkan blowout pada formasi berikutnya.

Untuk menghindari masalah-masalah yang timbul akibat terjadinya lost circulation, maka lost circulation harus dicegah atau ditanggulangi bila sudah terjadi. Beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menanggulangi lost circulation adalah:

5.2.3.2.1. Mengurangi tekanan pompa

Terjadinya lost circulation dapat diketahui dari flow sensor, atau berkurangnya lumpur di mud pit. Bila berat lumpur normal dan tekanan abnormal bukanlah faktor penyebab, langkah pertama dan paling mudah dilakukan adalah mengatur tekanan pompa dan berat lumpur.

Tekanan sirkulasi lumpur berkisar antara 900 psi sampai 3000 psi. Fungsi dari tekanan ini adalah untuk menanggulangi kehilangan tekanan selama pengaliran lumpur. Tekanan total pada dasar lubang adalah besarnya tekanan permukaan ditambah dengan tekanan tekanan kolom lumpur, dan dikurangi dengan kehilangan tekanan untuk mensirkulasikan lumpur dalam pipa bor dari permukaan sampai dasar. Pada saat lost circulation terjadi, semakin besar perbedaan tekanan, semakin banyak lumpur yang hilang. Untuk itu bila lost

circulation terjadi, tekanan pompa harus dikurangi sebesar mungkin tanpa mengurangi laju sirkulasi lumpur. Karena pengurangan tekanan ini akan mengurangi differensial pressure antara lumpur dan fluida formasi.

5.2.3.2.2. Mengurangi berat lumpur

Salah satu fungsi lumpur pemboran adalah untuk mengimbangi tekanan formasi. Semakin besar berat lumpur, semakin besar differensial pressure antara kolom lumpur dan formasi. Lumpur yang terlalu berat dapat menyebabkan pecahnya formasi. Jika lost circulation terjadi pada zona yang normal, laju aliran yang hilang adalah fungsi differensial pressure. Pengurangan berat lumpur akan mengurangi differensial pressure antara lumpur dan fluida formasi, sehingga aliran lumpur yang hilang akan menurun.

5.2. 3.2.3. Menaikkan Viskositas dan Gel Strength

Pada shallow depth, lost circulation umumnya disebabkan oleh formasi yang porous yang terdiri dari coarse, gravel atau cavernous. Peningkatan viskositas dan gel strength akan membantu memecahkan masalah ini. Ketika lost terjadi, pola aliran fluida pada lubang bor tidak diketahui. Jika formasi yang porous terdiri dari lapisan sand, gravel, cavernous dalam sebuah permukaan horizontal yang datar sebagai hasil pengangkatan dari tekanan overburden, pola alirannya adalah radial. Jika porositas berupa fractures, atau formasi dipecahkan pada bidang vertikal, pola alirannya adalah numerous channels. Dalam kasus ini pola aliran adalah antara aliran radial dan tubular. 5.2.3.2.4. Mengurangi Tekanan Surge Lubang Bor

Tekanan surge dihasilkan dari penurunan pipa kedalam lubang bor yang terlalu cepat. Kondisi ini dapat memecahkan formasi. Untuk itu drill string mesti diturunkan dengan lambat untuk mengurangi tekanan surge yang dapat memecahkan formasi.

5.2.3.2.5. Sealing Agent

Bila beberapa metode yang diuraikan sebelumnya gagal untuk me-ngatasi lost, biasanya ditambahkan Lost Circulation Material (LCM), bahan pengurang kehilangan lumpur.

Ada tiga cara additive LCM untuk mengatasi masalah lost circulation, yaitu:

1. Menjaga agar tidak terjadi rekahan akibat penyemenan. Dalam hal ini tekanan hidrostatik harus kecil. LCM jenis ini antara lain adalah extenders.

2. Mengatasi lost circulation dengan menempatkan material yang mampu menahan hilangnya semen/sumur. Material ini antara lain granular, flake dan fibrous.

3. Kombinasi dari kedua cara diatas. 5.2.3.2.6. Cement plug

Penggunaan semen untuk mengatasi hilang lumpur terutama didaerah yang banyak mengandung gerowong (vuggy) sebagaimana terdapat pada formasi karbonat merupakan langkah terakhir dimana hilang lumpur yang terjadi sudah tidak dapat diatasi dengan lumpur.

Cement plug adalah material (semen) yang dipompa ke dalam zone yang porous, dengan harapan bahwa material akan menutup pori dengan membentuk plastik yang kuat atau solid. Cement plug biasanya tidak cukup hanya dilakukan sekali, tetapi harus berkali-kali. Sebenarnya Cement plug sangat efektif untuk menutup ruang pori. Hanya saja penggunaan cement plug ini menimbulkan kendala karena semen lebih keras dari formasi, yang tentunya akan menurunkan laju penembusan.

Semen yang akan digunakan pada sumur-sumur minyak biasanya ditambahkan suatu aditif untuk mendapatkan karakteristik

semen yang sesuai de ngan kebutuhan. Berikut ini adalah jenis-jenis aditif yang biasanya digunakan:

a. Accelerator

Thickening time bubur semen (cement slurry) portland tergantung pada temperatur dan tekanan, sesuai dengan kekuatan tekanan (compressive strength) dari semen tersebut, yang juga tergantung pada temperatur dan tekanan. Suatu saat additive accelerator dapat ditambahkan untuk mempercepat tercapainya thickening time sehingga semen mempunyai kekuatan tekan yang mampu menahan beban uji sebesar 500 psi.

b. Retarder

Retarder adalah zat kimia yang digunakan untuk memperlambat setting semen (kebalikan dari accelerator), yang diperlukan untuk mendapatkan waktu yang cukup dalam penempatan semen. Retarder yang tersedia dipasaran antar lain : salt (D44), lignosulfonate dan turunannya (D13, D81, D800, dan D801, turunan sellulosa (D8), dan polyhydroxy organik acid dan sugar additive (D25, D109).

c. Dispersant

Dispersant biasanya digunakan untuk mengontrol rheologi bubur semen agar pada pemompaan yang rendah menghasilkan aliran turbulen. Hal ini diperlukan untuk mengangkat sisa-sisa lumpur yang masih terdapat dalam kolom annulus. Selain itu dispersant juga dapat menurunkan kadar air dalam semen, sehingga akan menaikkan kekuatan semen tersebut.

d. Extenders

Extenders digunakan untuk menurunkan densitas bubur semen, sehingga tekanan hidrostatik dasar sumur relatif lebih kecil selama penyemenan.

e. Zat Pemberat

Zat pemberat digunakan untuk menjaga tekanan hidrostatik, agar tekanan pori yang tinggi dapat diimbangi. Pada kondisi demikian biasanya berat lumpur yang digunakan berkisar antara 18 - 18,5 lb/gal.

5.2.3.2.6.1. Penyemenan Multi Stage

Penyemenan banyak tahap diperlukan untuk menghindari hilangnya semen ke dalam formasi Karbonate yang

Dalam dokumen Bab II Teknik Pemboran (Halaman 33-68)

Dokumen terkait