• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

4.4 Hasil Uji Aktivitas Hepatoprotektif

4.4.1 Evaluasi Histopatologi

Pengamatan histopatologi dilakukan pada sediaan organ hati tikus di bawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 10 x 10.

Tabel 4.3 Hasil histopatologi hati tikus berdasarkan kerusakan hepatosit

Kelompok

Jenis kerusakan hepatosit

Radang Degenerasi Hidropik Nekrosis

KN - - -

Kneg +++ - +++

Dosis 25 mg/kg BB +++ - ++

Dosis 50 mg/kg BB - ++ -

Dosis 125 mg/kg BB - + -

Keterangan : Kontrol normal (KN); Kontrol negatif (KNeg) Keterangan tingkat keparahan:

(-) : Normal (+) : Ringan (++) : Sedang (+++) : Parah

Berdasarkan Tabel 4.3, dapat dijelaskan bahwa kelompok kontrol normal menunjukkan gambaran histologi yang yang normal yaitu dengan menunjukkan hepatosit tersusun radial dalam lobulus hati. Lempeng-lempeng berjalan dari perifer lobulus menuju ke bagian tengahnya dan membentuk suatu labirin dan struktur yang menyerupai busa. Celah antara lempeng-lempeng ini mengandung sinusoid-sinusoid kapiler, dinamakan sinusoid hati. Sinusoid merupakan pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri atas satu lapisan endotel yang tidak kontinyu (Junqueira dan Corneiro,1998).

Gambar 4.1 Histologi hati tikus putih kontrol normal yang menunjukkan hepatosit tersusun radial (10 x 10)

Keterangan Gambar : A (Sinusoid yang membatasi antara lempeng lempeng hepatosit); B (Vena sentral); C (Hepatosit yang tersusun

secara radial) B C B A  A  B C A  B C Inti sel (Hepatosit ) normal (10x40)

Kelompok kontrol negatif (Gambar 4.2) memiliki derajat perubahan gambaran histologi yang terberat dengan kelompok perlakuan lainnya. Kerusakan hati yang terjadi dikarenakan induksi parasetamol dosis toksik yang diberikan. Hasil metabolisme parasetamol membentuk senyawa NAPQI, yang pada dosis toksik menyebabkan kadar GSH dalam sel hati berkurang sehingga terjadi cedera pada sel-sel hati (Mayes, 2008).

Perubahan struktur hepar akibat obat yang dapat tampak pada pemeriksaan mikroskopis antara lain radang, degenerasi, dan nekrosis. Adanya radang menunjukan reaksi pertahanan tubuh melawan berbagai zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh, di mana pada mikroskop tampak kumpulan sel-sel fagosit. Degenerasi terjadi karena adanya gangguan membran sel sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma, menimbulkan vakuola-vakuola kecil sampai besar. Terjadi akumulasi cairan karena sel yang sakit tidak dapat menyingkirkan cairan yang masuk. Sampai akhirnya terjadi nekrosis yaitu kematian sel atau jaringan pada organisme hidup. Inti sel yang mati dapat terlihat lebih kecil, kromatin dan serabut retikuler menjadi berlipat-lipat. Inti menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat hancur bersegmen-segmen (karioeksis) dan kemudian sel menjadi eosinofilik (kariolisis). Sel hati yang mengalami nekrosis dapat meliputi daerah yang luas atau kecil (Underwood, 1994).

A  B  Inti sel mengalami nekrosis (10x40)

Gambar 4.2 Histologi hati tikus putih kelompok kontrol negatif yang menunjukkan hepatosit nekrosis

Keterangan Gambar: A (Hepatosit yang mengalami kerusakan menunjukkan inti menjadi lebih padat yang hancur dan bersegmen); B (Vena sentral)

Kelompok hewan yang diberikan ekstrak etanol daun afrika dosis 25 mg/kg bb (Gambar 4.3), terlihat bahwa sel hati mengalami peradangan dan sel hati yang nekrosis. Pada kelompok ini, gambaran histologi hati menunjukkan gambaran histologi yang lebih berat dibanding dengan kelompok 50 mg/kg bb dan kelompok 125 mg/kg bb. Hal ini dikarenakan, ekstrak etanol daun afrika dosis 25

A 

A  B

mg/kg bb tidak mampu menangkal radikal bebas (NAPQI) yang dihasilkan oleh parasetamol dosis toksik yang menyebabkan terjadinya kerusakan hati.

Gambar 4.3 Histologi hati tikus yang diberikan ekstrak etanol daun Afrika 25 mg/kg bb dan parasetamol 2000 mg/kg bb (10x10)

Keterangan Gambar: A (Inti yang lebih padat); B (Inti yang bersegmen dan lisis); C (Vena sentral)

A  B A  B  C A  B  Inti sel mengalami nekrosis (10x40)

Kelompok hewan yang diberikan ekstrak etanol daun afrika 50 mg/kg bb (Gambar 4.4), terlihat bahwa hati mengalami kerusakan yaitu menunjukkan degenerasi pada membran plasma (hepatosit tersusun radial dan berpusat pada vena sentral tetapi mengalami pembengkakan). Degenerasi yang terjadi yaitu degenerasi hidropik, hal ini terjadi karena adanya gangguan membran sel sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma, menimbulkan vakuola-vakuola kecil sampai besar. Terjadi akumulasi cairan karena sel yang sakit tidak dapat menyingkirkan cairan yang masuk.

C  C B A Inti sel mengalami degenerasi hidropik (10x40) 

Gambar 4.4 Histologi hati tikus yang diberikan ekstrak etanol daun Afrika 50 mg/kg bb dan parasetamol 2000 mg/kg bb (10x10)

Keterangan Gambar: A (Arteri hepatika); B (Vena sentral); C (Inti sel yang mengalami degenerasi hidropik sehingga terlihat hepatosit

yang membengkak).

Kelompok hewan yang diberikan ekstrak etanol daun Afika dosis 125 mg/kg bb menunjukkan kerusakan hati yang paling ringan tetapi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol normal, dimana sebagian hepatosit mengalami degenerasi hidropik tetapi tetap tersusun radial yang berpusat pada vena sentral dan terdapat beberapa hepatosit yang masih normal (dengan sedikit sinusoid). Hal ini menunjukkan adanya ekstrak etanol daun Afrika dosis 125 mg/ kg bb memiliki peranan untuk mencegah terbentuknya NAPQI dalam jumlah yang lebih besar, sehingga mencegah terjadinya hepatotoksisitas (Apriliana, 2010)

A B  C D C B

Gambar 4.5 Histologi hati tikus yang diberikan ekstrak etanol daun Afrika 125 mg/kg bb dan diinduksi parasetamol dosis 2000 mg/kg bb (10x10) Keterangan Gambar: A (Hepatosit normal); B (Inti sel yang mengalami degenerasi hidropik); C (Vena sentral); D (Sinusoid)

Hati merupakan tempat metabolisme utama parasetamol. Di dalam hati, 60% dikonjugasikan dengan asam glukuronat, 35% asam sulfat, dan 3% sistein; yang akhirnya menghasilkan konjugat yang larut dalam air serta diekskresi bersama urin. Jalur konjugasi (terutama glukuronidasi dan sulfasi) tidak dapat digunakan lagi ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan sebagian

B 

D  B C 

kecil akan beralih ke jalur sitokrom P450 (CYP2E1) (Defendi dan Tucker, 2009; Goodman dan Gilman, 2008).

Metabolisme melalui sitokrom P450 membuat parasetamol mengalami N-hidroksilasi membentuk senyawa antara, N-acetyl-para-benzoquinoneimine (NAPQI), yang sangat elektrofilik dan reaktif. Pada keadaan normal, senyawa antara ini dieliminasi melalui konjugasi dengan Glutathion Sulfur Hidroksil (GSH) yang berikatan dengan gugus sulfahidril dan kemudian dimetabolisme lebih lanjut menjadi suatu asam merkapturat yang selanjutnya diekskresi ke dalam urin. Ketika terjadi overdosis, kadar GSH dalam sel hati menjadi sangat berkurang yang berakibat kerentanan sel-sel hati terhadap cedera oleh oksidan dan juga memungkinkan NAPQI berikatan secara kovalen pada makromolekul sel, yang menyebabkan disfungsi berbagai sistem enzim (Goodman dan Gilman, 2008).

Rangkaian metabolisme parasetamol ini dapat menyebabkan efek merugikan. Pengurangan GSH secara tidak langsung dapat menimbulkan terjadinya stres oksidatif akibat penurunan proteksi antioksidan endogen (antioksidan enzimatik), yang juga dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan suatu proses autokatalisis yang mengakibatkan kematian sel. Produk akhir peroksidasi lipid di dalam tubuh adalah malondialdehid (MDA) yang dapat menyebabkan kematian sel akibat proses oksidasi berlebihan dalam membran sel (Mayes, 2008).

Kerusakan hepar akibat bahan kimia (obat) ditandai dengan lesi awal yaitu lesi biokimiawi, yang memberikan rangkaian perubahan fungsi dan struktur. Perubahan struktur hepar akibat obat yang dapat tampak pada pemeriksaan

mikroskopis antara lain radang, fibrosis, degenerasi dan nekrosis (Underwood, 1994)..

1. Radang, reaksi pertahanan tubuh melawan berbagai zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Dengan mikroskop tampak kumpulan sel – sel fagosit berupa monosit dan polimorfonuklear

2. Fibrosis terjadi apabila kerusakan sel tanpa disertai regenerasi sel yang cukup. Kerusakan hepar secara makroskopis kemungkinan dapat berupa atrofi atau hipertrofi, tergantung kerusakan mikroskopis.

3. Degenerasi dapat terjadi pada inti maupun sitoplasma. Degenerasi pada sitoplasma misalnya:

a. Perlemakan, ditandai dengan adanya penimbunan lemak dalam parenkim hepar, dapat berupa bercak, zonal atau merata. Pada pengecatan inti terlihat terdesak ke tepi, rongga sel terlihat kosong diakibatkan butir lemak yang larut pada saat pemrosesan.

b. Degenerasi hidropik, terjadi karena adanya gangguan membran sel sehingga cairan masuk ke dalam sitoplasma, menimbulkan vakuola-vakuola kecil sampai besar. Terjadi akumulasi cairan karena sel yang sakit tidak dapat menyingkirkan cairan yang masuk.

c. Degenerasi hialin, termasuk degenerasi yang berat. Terjadi akumulasi material protein diantara jaringan ikat.

d. Degenerasi amiloid, yaitu penimbunan amiloid pada celah disse, sering terjadi akibat amiloidosis primer ataupun sekunder.

e. Vakuolisasi, inti tampak membesar dan bergelembung, serta kromatinnya jarang, dan tidak eosinofilik.

4. Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada organime hidup. Inti sel yang mati dapat terlihat lebih kecil, kromatin dan serabut retikuler menjadi berlipat-lipat. Inti menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat hancur bersegmen-segmen (karioreksis) dan kemudian sel menjadi eosinofilik (kariolisis). Sel hepar yang mengalami nekrosis dapat meliputi daerah yang luas atau daerah yang kecil (Underwood, 1994).

Daun afrika memiliki efek terapi yang secara luas dikenal sebagai obat tradisional dan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi daun afrika sudah dijadikan bahan dasar dalam suatu obat (Iwakolun, et al., 2006). Daun afrika mengandung saponin, glikosida streoid, tanin, steroid, seskuiterpen, lakton, dan flavonoid yang berupa amygdalin (Akah dan Okafor, 1992). Pada peneliti sebelumnya disebutkan bahwa ekstrak air daun afrika memiliki aktivitas hepatoprotektif disebabkan adanya amygdalin (Ramathan, et al., 1992). Pada penelitian yang telah dilakukan, ekstrak etanol daun afrika dapat menghambat kerusakan pada hati yang diinduksi parasetamol. Oleh karena itu, ekstrak etanol daun afrika efektif sebagai hepatoprotektor terhadap tikus yang diinduksi dengan parasetamol dosis toksik.

BAB V

Dokumen terkait