• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Input Metode (Method) dalam Pelaksanaan Surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal

METODE PENELITIAN

DBD: - Pedoman

1. Data Petugas Surveilans DBD Daftar Nominatif Kepegawaian tahun

5.1. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

5.1.1. Evaluasi Input Sistem Surveilans Demam Berdarah Dengue di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal

5.1.1.5. Evaluasi Input Metode (Method) dalam Pelaksanaan Surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal

Evaluasi metode dalam pelaksanaan surveilans DBD meliputi evaluasi terhadap ketersediaan pedoman evaluasi surveilans DBD dan evaluasi terhadap ketersediaan SOP surveilans DBD.

5.1.1.5.1.Ketersediaan Pedoman Evaluasi Surveilans DBD

Evaluasi program kesehatan merupakan serangkaian prosedur untuk menilai suatu program kesehatan dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan surveilans DBD dengan pedoman pelaksanaan surveilans DBD. Berdasarkan penelitian, pedoman evaluasi dalam bentuk peraturan yang meliputi: KMK RI Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu dan KMK RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan masih tersedia. Walaupun peraturan tersebut telah tersedia tetapi tidak lagi menjadi acuan utama evaluasi surveilans DBD. Sedangkan pedoman evaluasi surveilans DBD yang berupa pedoman seperti: Modul pengendalian DBD tahun 2011 masih tersedia dan tetap digunakan menjadi acuan evaluasi surveilans DBD. Selain dengan menggunakan pedoman tersebut, kegiatan evaluasi surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal juga dilakukan malalui rapat-rapat koordinasi. Menurut Direktorat KGM Bappenas (2006), pedoman dalam evaluasi surveilans dibagi dalam 2 bentuk yaitu dalam bentuk pedoman dan peraturan. Dalam bentuk pedoman meliputi: Buku PEP Depkes RI 2003, Modul Pengendalian DBD 2011, buku Penyelidikan dan Penangulangan KLB (Pedoman epidemiologi penyakit) Dirjen PP dan PL 2007, Prosedur Tetap Penanggulangan KLB & Bencana Provinsi Jawa Tengah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2006. Sedangkan dalam bentuk peraturan meliputi: KMK RI Nomor

1479/MENKES/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu dan KMK RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketersediaan pedoman evaluasi surveilans DBD sudah sesuai. Secara rinci perbandingan antara ketersediaan pedoman evaluasi surveilans DBD dapat dilihat pada Tabel 5.11 di bawah ini:

Tabel 5.11. Matrik Perbandingan antara Tataran Ideal Ketersediaan Pedoman Evaluasi Surveilans dengan Kenyataan di Tempat Penelitian

Tataran Ideal Pedoman Evaluasi Surveilans P2DBD Kenyataan di Tempat Penelitian Kesesuaian Menurut Bappenas (2006) pedoman dalam evaluasi surveilans terbagi dalam 2 bentuk yaitu dalam bentuk: - pedoman

- peraturan

a. Pedoman evaluasi yang tersedia terdiri dari peraturan yang meliputi: pedoman Modul pengendalian DBD tahun 2011. b. Di samping itu, kegiatan evaluasi surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal juga dilakukan malalui rapat-rapat koordinasi.

Sudah sesuai karena sudah tersedia pedoman evaluasi surveilans DBD yang meliputi: pedoman dan peraturan tetapi semua yang menjadi pedoman tersebut

belum tentu

digunakan.

5.1.1.5.2.Ketersediaan SOP Surveilans DBD

Pedoman yang bersifat teknis di lapangan diwujudkan dalam bentuk SOP. Keberadaan SOP penting untuk panduan petugas. Penyusunan SOP kegiatan surveilans dilakukan berdasarkan pedoman dan peraturan. Berdasarkan hasil penelitian, SOP yang digunakan untuk program surveilans DBD di Dinas

Kesehatan Kabupaten Tegal terdiri dari: Modul Pengendalian DBD tahun 2011 dan SPO Program P2DBD No. kode 440 terbitan 2014 oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal. SOP surveilans DBD yang digunakan di program P2DBD disusun berdasarkan modul pengendalian DBD tahun 2011. Peraturan terkait pedoman penyelenggaraan surveilans epidemiologi tahun 2003 sudah jarang digunakan. Pemegang program P2DBD beralasan sudah ada pedoman surveilans yang lebih baru. Menurut Bappenas (2006) pedoman yang bersifat teknis di lapangan diwujudkan dalam bentuk SOP yang disusun berdasarkan peraturan dan pedoman. Peraturan yang digunakan meliputi: KMK RI Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu dan KMK RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan (Dirjen PP dan PL, 2011). Sedangkan pedoman yang digunakan meliputi: Buku PEP Depkes RI 2003, Modul Pengendalian DBD 2011, Penyelidikan dan Penangulangan KLB (Pedoman epidemiologi penyakit) Dirjen PP dan PL 2007, Prosedur Tetap Penanggulangan KLB & Bencana Provinsi Jawa Tengah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2006. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2012) menyatakan bahwa SOP atau prosedur kerja adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan dapat dipakai sebagai pedoman oleh para pelaksana dalam pengambilan keputusan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketersediaan SOP surveilans DBD sudah sesuai. Secara rinci perbandingan antara tataran ideal ketersediaan SOP surveilans DBD dapat diketahui pada Tabel 5.12 di bawah ini: Tabel 5.12. Matrik Perbandingan antara Tataran Ideal Ketersediaan SOP

Surveilans dengan Kenyataan di Tempat Penelitian Tataran Ideal SOP

Surveilans DBD

Kenyataan di Tempat Penelitian

Kesesuaian

Pedoman yang bersifat teknis di lapangan diwujudkan dalam bentuk SOP yang disusun berdasarkan peraturan dan pedoman (Bappenas, 2006)

a. SOP yang digunakan untuk program surveilans DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal terdiri dari: - Modul Pengendalian DBD tahun 2011 dan - SPO Program P2DBD No. kode 440 terbitan 2014 oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal.

Sudah sesuai karena sudah menggunakan SOP sebagai pedoman pelakasanaan surveilans di program P2DBD

5.2. HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN 5.2.1. Hambatan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa hambatan yang mempengaruhi kelancaran penelitian baik sebelum, setelah, maupun saat penelitian berlangsung. Hambatan-hambatan tersebut antara lain : 1. Ada 1 informan utama yang sulit ditemui dikarenakan informan tersebut

sedang bertugas di luar kota sehingga peneliti harus menunggu sampai informan tersebut kembali ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal.

2. Dalam menanggapi setiap pertanyaan yang diajukan peneliti, sebagian informan kurang begitu paham memahami maksud dari pertanyaan yang diajukan, sehingga peneliti perlu menjelaskan kembali maksud dari pertanyaan tersebut.

3. Dalam waktu satu hari, peneliti hanya bisa melakukan wawancara dengan 1 informan utama saja dikarenakan 3 informan utama tidak berada di tempat yang sama pada hari yang sama.