• Tidak ada hasil yang ditemukan

Param eter

EVALUASI KERAGAAN GALUR PADA EKOSISTEM DATARAN TINGG

ABSTRAK

Penampilan suatu tanaman ditentukan oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi genotipe dan lingkungan. Faktor genetik diwariskan dari generasi ke generasi sehingga faktor ini menjadi perhatian utama para pemulia tanaman. Tujuan percobaan ini untuk memperoleh informasi tentang respon galur padi sawah hasil seleksi terhadap cekaman suhu rendah dan memperoleh galur harapan unggul padi sawah untuk diujicoba lebih lanjut di dataran tinggi. Percobaan dirancang dalam pola Rancangan Acak Kelompok (3 ulangan) dengan ketinggian tempat yang berbeda yaitu Rantepao (750 m dpl.) dan Sesean (1500 m dpl.). Material genetik yang digunakan dalam percobaan ini adalah 30 galur padi F6 dan

2 genotipe pembanding. Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat keragaman yang besar pada sejumlah galur yang diuji pada dua level ketinggian tempat. Interaksi genotipe dan lingkungan tidak berpengaruh terhadap semua karakter yang diuji. Galur-galur yang diseleksi mempunyai keragaan yang lebih baik dibandingkan dengan genotipe pembanding. Galur-galur hasil seleksi dari Toraja memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur-galur hasil seleksi dari Bogor. Berdasarkan seleksi terhadap produksi terpilih 6 galur harapan PTB dataran tinggi yaitu IPB115-E-51-1, IPB117-E-RP-2-1, IPB115-E-53-1, IPB117-E-RP-3-1, IPB117-E-RP-10-1 dan IPB117-E-RP-6-1. Berdasarkan indeks seleksi terboboti terpilih 4 galur harapan yaitu IPB115-E-52-1, IPB116-E- 8-1, IPB117-E-RP-5-1 dan IPB116-E-RP-33-1.

Kata kunci : galur harapan, interaksi genotipe dan lingkungan, indeks seleksi.

ABSTRACT

Crop performance is determined by its genetic factors, environmental factors and genetic-environmental interactions. Genetic factors are inherited from generation to generation, so that these factors become the main point of interest to the breeders. The objectives of this study were to obtain information on responses of lowland rice to low temperature stress condition and to obtain promising lines of lowland rice. Experiment was designed in Completely Randomized Block Design (3 replications) at two different altitudes (Rantepao with 750 m above sea level and Sesean with 1500 m above sea level). Genetic materials used in this experiment were 30 lines of F6 and 2 control genotypes. The result showed that there were high variances at two levels of altitudes. Genotype-environmental interactions had no significant effect on all characters. Genotypes selected from non target location were different from genotypes selected at target location. Selection based on yield gave 6 promising highland specific lines i.e IPB115-E- 51-1, IPB115-E-RP-2-1, IPB115-E-53-1, IPB117-E-RP-3-1, IPB117-E-RP-10-1 and IPB117-E-RP-6-1. Selection based on weightedly standardized selection index gave 4 promising highland specific lines i.e IPB115-E-52-1, IPB116-E-8-1, IPB117-E-RP-5-1 and IPB116-E-RP-33-1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penampilan suatu tanaman ditentukan oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi genotipe dan lingkungan (Roy 2000). Faktor genetik diwariskan dari generasi ke generasi sehingga faktor ini menjadi perhatian utama para pemulia tanaman. Interaksi genotipe dan lingkungan juga penting bagi pemulia tanaman (Baihaki 2000). Adanya interaksi genotipe dan lingkungan ditandai dengan tanggapan varietas untuk sesuatu sifat seperti hasil dan komponen hasil yang berbeda-beda di setiap lingkungan. Dengan adanya interaksi genotipe dan lingkungan, maka urutan relatif suatu varietas akan berubah dari tempat ke tempat dan dari musim ke musim. Jika tidak terdapat interaksi genotipe dan lingkungan, suatu kultivar padi atau tanaman serealia lainnya akan dapat tumbuh dan berproduksi dengan sama baiknya di berbagai tempat atau lingkungan pertumbuhannya. Pada kondisi demikian, maka varietas atau galur bersifat stabil. Varietas yang stabil sangat penting untuk mengurangi resiko akibat perubahan lingkungan yang sukar diramalkan seperti kesuburan tanah, perubahan cuaca yang menyolok serta serangan hama dan penyakit.

Pentingnya interaksi genotipe dan lingkungan dapat dilihat pada distribusi varietas baru pada berbagai lokasi dan perbaikan manajemen untuk meningkatkan hasil dan membandingkan hasil antara varietas lokal dan varietas baru dalam suatu percobaan tunggal (Mattjik 2005). Analisis interaksi genotipe dan lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mendukung program seleksi terhadap sifat toleransi cekaman lingkungan ataupun cekaman terhadap hama dan penyakit.

Analisis interaksi genotipe dan lingkungan telah dilakukan oleh beberapa peneliti pemuliaan tanaman pada berbagai tanaman budidaya, namun pemahaman yang terinci mengenai interaksi genotipe tanaman padi sawah dengan kondisi lingkungan bercekaman suhu rendah, masing belum banyak dipublikasikan. Informasi tentang interaksi genotipe dan lingkungan dapat dipakai sebagai pedoman seleksi untuk sifat toleransi terhadap cekaman suhu rendah di dataran tinggi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang respon galur padi sawah hasil seleksi terhadap ketinggian tempat yang berbeda dan memperoleh galur harapan unggul padi sawah spesifik untuk ekosistem dataran tinggi.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu Rantepao (ketinggian tempat 750 m dpl.) dan Sesean (1500 m dpl.). Data iklim untuk kedua lokasi pengujian disajikan pada Lampiran 5. Penelitian berlangsung pada bulan Februari 2008 hingga Juli 2008.

Metode penelitian

Material genetik yang digunakan dalam percobaan ini adalah 30 galur padi F6 hasil seleksi berdasarkan produksi dan berdasarkan indeks seleksi dan 2

genotipe pembanding yaitu Pulu’ Mandoti dan Fatmawati. Kode galur yang diuji disajikan dalam Tabel 22 dan deskripsi karakter morfologi (Lampiran 4).

Percobaan dirancang dalam pola Rancangan Acak Kelompok (3 ulangan) dengan ketinggian tempat yang berbeda yaitu Rantepao (750 m dpl.) dan Sesean (1500 m dpl.).

Benih galur F6 terpilih disemai di Rantepao secara terpisah untuk

menghindari pencampuran antar galur. Setelah bibit berumur 21-25 hari setelah semai, kemudian dipindahtanamkan ke areal pertanaman di Rantepao dan Sesean. Ukuran plot 4 x 2 m (8 m2)dengan jarak tanam 20 x 20 cm dan jarak antara tiap plot 40 cm. Jumlah bibit per lubang adalah 1 – 3 disesuaikan dengan banyaknya bibit yang tersedia untuk setiap galur.

Dosis pupuk yang digunakan yaitu 3 ton/ha pupuk organik, 110 kg/ha Urea, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCl. Pupuk TSP dan urea diberikan pada saat tanaman berumur 1 minggu dan pupuk KCl diberikan pada umur 30 hari sesudah tanam. Adapun cara pemberian adalah dengan menaburkan pupuk di sekitar

barisan tanaman. Untuk keperluan pengendalian hama tikus dan burung, dipakai teknologi tradisional bertenaga air yang disebut tongkaran.

Pada umur 4 minggu setelah tanam, dilakukan penyiangan pertama dan penyiangan kedua pada umur 8 minggu setelah tanam. Panen dilakukan pada saat matang, sesuai dengan galur yang diuji, yang ditandai dengan menguningnya butir gabah termasuk butir-butir gabah yang terletak pada bagian pangkal malai.

Tabel 22 Kode galur yang diuji

Kode galur Tetua

IPB115-E- 51-1 Fatmawati dan Lambau

IPB115-E- 52-1 Fatmawati dan Lambau

IPB115-E- 53-1 Fatmawati dan Lambau

IPB115-E-RP-2-1 Fatmawati dan Lambau IPB115-E-RP-6-1 Fatmawati dan Lambau

IPB116-E- 2-1 Fatmawati dan Pinjan

IPB116-E- 6-1 Fatmawati dan Pinjan

IPB116-E- 8-1 Fatmawati dan Pinjan

IPB116-E-RP-21-1 Fatmawati dan Pinjan IPB116-E-RP-33-1 Fatmawati dan Pinjan

IPB117-E-16-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-1-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-10-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-11-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-12-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-16-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-2-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-22-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-3-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-35-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-36-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-4-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-48-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-5-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-6-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti IPB117-E-RP-7-1 Fatmawati dan Pulu’ Mandoti

IPB149-E-6-1 Sintanur dan Lambau

IPB149-E-10-1 Sintanur dan Lambau

IPB149-E-18-1 Sintanur dan Lambau

Karakter yang diamati adalah :

1. Umur panen dihitung jumlah hari sejak semai hingga panen 2. Panjang malai diukur mulai dari leher hingga ujung malai

3. Jumlah malai per rumpun dihitung jumlah malai yang terbentuk per rumpun

4. Bobot 100 butir gabah bernas ditimbang 100 butir gabah pada kadar air 14%.

5. Persentase gabah bernas per malai dihitung jumlah biji bernas kemudian dibandingkan dengan jumlah biji pada malai dikalikan 100%.

6. Uji aroma menggunakan metode organoleptik dengan prosedur sebagai berikut : 100 g beras dari masing-masing genotipe dikukus hingga matang, kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk kecil. Nasi yang telah matang tersebut diberikan kepada 10 orang panelis untuk pengamatan aroma. Skor aroma ditentukan berdasarkan panduan sistem karakterisasi tanaman padi (DEPTAN 2003) sebagai berikut :

Kode Keterangan 0 1 2 Tidak wangi Sedikit wangi Wangi 7. Produksi gabah/ ha pada kadar air 14%.

Model rancangan yang digunakan yaitu model umum Rancangan Kelompok Teracak :

Yij = µ + αi +βj+ εijk Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan dari ulangan ke-i, genotipe ke-j dan lokasi ke-k µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh populasi ke-i

βj = pengaruh ulangan ke-j

Untuk mengetahui pengaruh lokasi penelitian, maka dilakukan analisis gabungan di tiap lokasi percobaan. Model linear Rancangan Acak Kelompok dengan pola gabungan adalah sebagai berikut (Gomez dan Gomez 1985):

Yij = µ + Lk +βi/k+ Gj+ (LG)kj + εijk Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan dari ulangan ke-i, genotipe ke-j dan lokasi ke-k µ = nilai rataan umum

Lk = pengaruh lokasi ke-k

βi/k =pengaruh ulangan ke-i dalam lokasi ke k Gj = pengaruh genotipe ke-j

(LG)kj = pengaruh interaksi lokasi ke-k dan genotipe ke-j

εijk= pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i, ulangan ke-j dan lokasi ke-k

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan prosedur sebagai berikut :

1. Analisis ragam gabungan. Model analisis ragam disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Analisis ragam gabungan

SK dF MS E(MS) Kelompok (r) Genotipe (g) Lokasi G X L Galat (r-1) (g-1) (l-1) (g-1)(l-1) gl(r-1) MSr MSg MSl MSgxl MSe σe2+ rσ2GL +rlσ2G σe2+ rgσ2L σe2+rσ2GL σe2 Total rgl-1

2. Uji F-ortogonal kontras. Kontras yang diuji terdiri atas 14 kontras ber-db tunggal yaitu : (1) Genotipe pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti) vs semua galur, (2) Galur seleksi Bogor vs galur seleksi Toraja, (3) Genotipe pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti) vs famili galur IPB117, (4) Genotipe pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti) vs famili galur IPB115, (5) Genotipe pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti) vs famili galur IPB149, (6) Genotipe pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti) vs famili galur IPB116, (7) famili galur IPB117 vs famili galur IPB115, (8) famili galur IPB117 vs famili galur IPB116, (9) famili galur IPB116 vs famili galur IPB115, (10) famili galur IPB117 vs famili galur IPB149, (11) famili galur

IPB117R vs famili galur IPB117B, (12) famili galur IPB115R vs famili galur IPB115B, (13) famili galur IPB116R vs famili galur IPB116B, dan (14) famili galur IPB149R vs famili galur IPB149B. Koefisien kontras disajikan pada Lampiran 6.

3. Pendugaan heritabilitas

Pendugaan heritabilitas arti luas dihitung berdasarkan analisis varians menurut metode yang dikemukakan oleh Singh dan Chaudhary (1979).

h2 = 2 100% 2 × p g σ σ h2S = 2 100% 2 × S S p g σ σ h2R = 2 100% 2 × R R p g σ σ h2gab = 2 100% 2 × gab gab p g σ σ σ2 g = ragam genotipik σ2 p = ragam fenotipik

4. Koefisien karagaman genotipik KVG = ⎟×100% ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ X g

g = akar kuadrat ragam genotipik x= nilai tengah contoh

5. Untuk memperoleh informasi tentang hubungan genetik antara lingkungan seleksi, digunakan koefisien korelasi genetik dengan rumus :

hx hy rG Rx CRx =

rG = koefisien korelasi genetik

CRx = korelasi respon seleksi pada lokasi Sesean dan lokasi Rantepao. Rx = respon seleksi langsung pada lokasi Sesean

hy = akar dari heritabilitas karakter A pada lingkungan Rantepao hx = akar dari heritabilitas karakter A pada lingkungan Sesean

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Lingkungan Seleksi

Analisis ragam gabungan dari kedua lokasi menunjukkan bahwa terdapat keragaman yang besar pada sejumlah galur yang diuji; lokasi berpengaruh sangat nyata terhadap umur panen, persentase gabah bernas per malai dan produksi GKG. Sementara itu interaksi genotipe dan lingkungan tidak berpengaruh nyata terhadap semua karakter yang diuji (Tabel 24).

Tabel 24 Analisis ragam gabungan antara lokasi Sesean dan Rantepao

Sumber keragaman Karakter seleksi Umur panen % gabah bernas Panjang malai Jumlah malai Bobot 1000 butir Produksi GKG Lokasi 10061.42** 2947.23** 3121.74** 4.84 tn 1216.62** 34.24 ** Galur 69.42** 122.95** 23.50** 237.21** 21.16** 12.01** Interaksi 8.07 tn 4.48 tn 4.12 tn 3.95 tn 1.63 tn 0.21 tn Galat 7.72 6.91 3.35 5.67 2.06 0.12

tn =tidak nyata, P>0.05; **=nyata P<0.01.

Hasil ini menunjukkan bahwa umur panen, bobot 1000 butir, persentase gabah bernas, panjang malai dan produksi GKG sangat dipengaruhi oleh lokasi dan genotipe, sedangkan jumlah malai per rumpun hanya dipengaruhi oleh galur. Berdasarkan sumbangan keragaman yang diberikan oleh masing-masing sumber keragaman terlihat bahwa pengaruh lokasi merupakan penyumbang terbesar, kemudian disusul oleh genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan. Sementara itu, jumlah malai per rumpun hanya dipengaruhi oleh genotipe. Jika dilihat dari besarnya sumbangan keragaman, ternyata pengaruh genotipe merupakan penyumbang terbesar kemudian disusul oleh lokasi dan interaksi genotipe dan lingkungan.

Dengan melihat keragaman genetiknya saja, sangat sulit untuk mempelajari suatu karakter. Untuk itu, diperlukan parameter genetik lain, yaitu heritabilitas dan kemajuan genetik. Fehr (1987) menyatakan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektifitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya.

Penentuan lingkungan tumbuh yang cocok untuk seleksi suatu karakter dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai-nilai parameter genetik di setiap lingkungan. Penentuan lingkungan tumbuh yang cocok untuk seleksi berdasarkan nilai heritabilitas tertinggi, dapat menimbulkan bias, karena heritabilitas tidak menggambarkan kemajuan genetik yang sebenarnya dari karakter yang bersangkutan. Karena itu perlu dilakukan identifikasi di salah satu lingkungan yang mendekati kondisi seleksi di lingkungan gabungan. Bila nilai perbandingan heritabilitas antara satu lingkungan dengan lingkungan gabungan mendekati satu, maka lingkungan tersebut paling sesuai untuk seleksi karakter yang bersangkutan (Baihaki 2000).

Tabel 25 menunjukkan bahwa semua karakter yang diuji pada kedua lokasi memberikan proporsi nilai heritabilitas yang mendekati satu, sehingga seleksi berdasarkan karakter umur panen, jumlah malai, bobot 1000 butir, persentase gabah bernas, panjang malai dan produksi GKG dapat dilakukan sama baiknya di kedua lokasi pengujian. Nilai heritabilitas tidak memberikan gambaran kemajuan genetik yang sebenarnya mengenai yang diharapkan terjadi pada bahan genetik, tetapi dapat memberikan petunjuk sederhana tentang besar kecilnya pengaruh faktor genetik dan lingkungan terhadap suatu populasi (Dudley dan Moll 1969). Fehr (1987) menyatakan bahwa jika nilai heritabilitas dipadukan dengan nilai kemajuan genetik dari seleksi akan lebih bermanfaat dalam meramalkan hasil akhir program seleksi.

Tabel 25 Pendugaan heritabilitas dan heritabilitas gabungan untuk berbagai karakter seleksi di lokasi Sesean dan Rantepao

Karakter

h2

h2 gab h2S/h2gab h2R/h2 gab Sesean Rantepao

Umur panen 0.742 0.817 0.566 1.31 1.44

Jumlah malai 0.933 0.938 0.884 1.06 1.06

Bobot 1000 butir 0.562 0.911 0.63 0.89 1.45

Persentase gabah bernas 0.846 0.907 0.764 1.11 1.19

Panjang malai 0.985 0.992 0.929 1.06 1.07

Keragaman Genetik

Uji F-kontras ortogonal (Tabel 26) menunjukkan bahwa untuk lokasi Sesean, rata-rata umur panen, jumlah malai, bobot 1000 butir dan persentase gabah bernas semua genotipe yang diuji tidak berbeda nyata dengan genotipe pembanding, sedangkan untuk karakter panjang malai dan produksi GKG genotipe yang diuji melebihi genotipe pembanding. Untuk lokasi Rantepao, rata- rata jumlah malai, bobot 1000 butir, persentase gabah bernas dan panjang malai semua genotipe yang diuji tidak berbeda nyata dengan genotipe pembanding, sedangkan karakter umur panen dan produksi GKG genotipe yang diuji melebihi produksi GKG pada genotipe pembanding.

Tabel 26 Uji kontras ortogonal antara varietas pembanding dengan semua galur pada lokasi Sesean dan Rantepao

Karakter seleksi Sesean (1500 m dpl.) Rantepao (750 m dpl.)

KT Rata-rata KT Rata-rata P S P S Umur panen 4.86 tn 139.0 125.6 353.60 ** 137.0 116.2 Jumlah malai 0.37 tn 7.7 13.4 0.90 tn 12.3 13.6 Bobot 1000 butir 2.56 tn 27.5 30.7 0.13 tn 30.0 27.0 Persentase gabah bernas 14.25 tn 73.8 73.0 16.74 tn 79.9 79.0 Panjang malai 15.51 ** 29.3 26.9 0.69 tn 31.7 32.1 Produksi GKG 0.65 ** 2.5 3.3 0.91 ** 2.8 3.7

Keterangan : tn =tidak nyata, **=nyata pada taraf 1%, P=pembanding, S= semua galur

Apabila galur diuji pada lingkungan bercekaman suhu rendah, ternyata umurnya relatif sama dengan genotipe pembanding namun jika diuji di lingkungan dengan intensitas cekaman yang lebih rendah umur galur yang diuji relatif lebih genjah dibandingkan dengan genotipe pembanding.

Uji kontras ortogonal (Tabel 27) menunjukkan bahwa umur panen, jumlah malai, bobot 1000 butir, persentase gabah bernas, panjang malai dan produksi GKG galur-galur hasil seleksi dari Toraja berbeda nyata dibandingkan dengan galur-galur hasil seleksi dari Bogor pada kedua lokasi pengujian. Galur-galur hasil seleksi dari Toraja menunjukkan umur yang lebih genjah dibandingkan dengan galur-galur hasil seleksi dari Bogor dengan perbedaan umur 3-4 hari untuk kedua lokasi pengujian. Galur-galur hasil seleksi dari Bogor menghasilkan malai

yang lebih banyak dan lebih panjang serta bobot 1000 butir yang lebih besar tetapi umur panen lebih panjang, persentase gabah bernas lebih rendah serta produksi GKG yang lebih rendah, untuk galur-galur yang diuji di Sesean maupun di Rantepao. Hasil ini menunjukkan bahwa galur hasil seleksi dari lokasi target lebih baik dibandingkan dengan galur-galur hasil seleksi dari lokasi non target. Produksi GKG yang lebih tinggi pada galur-galur hasil seleksi dari lokasi target terutama disebabkan umur panen yang lebih cepat dan persentase gabah bernas yang lebih tinggi. Dengan demikian, karakter utama yang menentukan hasil GKG adalah umur tanaman dan persentase gabah bernas.

Tabel 27 Uji kontras ortogonal antara galur hasil seleksi dari Bogor dengan Toraja pada lokasi Sesean dan Rantepao

Karakter seleksi Sesean (1500 m dpl.) Rantepao (750 m dpl.) KT Rata-rata KT Rata-rata B T B T Umur panen 635796.23 ** 127.6 124.5 545456.03 ** 118.6 114.9 Jumlah malai 8910.23 ** 16.0 12.3 9272.03 ** 20.2 10.2 Bobot 1000 butir 29763.43 ** 28.1 26.5 38756.01 ** 32.3 29.9 Persentase gabah bernas 200161.25 ** 63.9 77.6 238249.58 ** 71.6 82.7 Panjang malai 29454.14 ** 27.7 26.5 42033.61 ** 33.4 31.4 Produksi GKG 425.57 ** 3.3 3.6 562.10 ** 3.8 3.7 Keterangan : tn =tidak nyata, **=nyata pada taraf 1%, B= Bogor, T= Toraja

Hasil uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa karakter jumlah malai, panjang malai dan produksi GKG famili galur IPB 117 berbeda nyata dengan genotipe pembanding pada lokasi pengujian Sesean, sedangkan untuk lokasi pengujian Rantepao, karakter umur panen dan produksi GKG berbeda nyata dengan genotipe pembanding. Keragaan karakter lainnya relatif sama dengan genotipe pembanding (Tabel 28).

Pada umumnya keragaan famili galur IPB 117 lebih baik dibandingkan dengan genotipe pembanding. Produksi GKG yang lebih tinggi pada galur IPB 117 terutama disebabkan umur yang lebih genjah, jumlah malai yang lebih banyak dan lebih panjang.

Tabel 28 Uji kontras ortogonal antara genotipe pembanding dengan famili galur IPB 117 pada lokasi Sesean dan Rantepao

Karakter seleksi Sesean (1500 m dpl.) Rantepao (750 m dpl.)

KT Rata-rata KT Rata-rata P IPB117 P IPB117 Umur panen 1.35 tn 139.0 124.3 251.77 ** 137.0 114.6 Jumlah malai 12.36 * 7.7 10.6 3.73 tn 12.3 10.7 Bobot 1000 butir 1.71 tn 27.5 26.4 0.02 tn 30.0 29.9 Persentase gabah bernas 21.45 tn 73.8 77.7 11.66 tn 79.9 82.7 Panjang malai 10.79 * 29.3 26.6 0.03 tn 31.7 31.6 Produksi GKG 0.15 * 2.5 3.5 1.72 ** 2.8 3.9

Keterangan : tn =tidak nyata, *=nyata pada taraf 5%, **=nyata pada taraf 1%, P= pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti)

Hasil uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa karakter umur panen, jumlah malai, persentase gabah bernas dan produksi GKG famili galur IPB 115 berbeda nyata dengan genotipe pembanding pada lokasi pengujian Sesean, sedangkan untuk lokasi pengujian Rantepao, karakter-karakter yang diuji berbeda nyata dengan genotipe pembanding, kecuali karakter panjang malai relatif sama (Tabel 29).

Tabel 29 Uji kontras ortogonal antara genotipe pembanding dengan famili galur IPB 115 pada lokasi Sesean dan Rantepao

Karakter seleksi Sesean (1500 m dpl.) Rantepao (750 m dpl.)

KT Rata-rata KT Rata-rata P IPB115 P IPB115 Umur panen 8.45 * 139.0 125.9 149.42 ** 137.0 117.1 Jumlah malai 30.42 ** 7.7 20.1 39.20 ** 12.3 17.9 Bobot 1000 butir 0.64 tn 27.5 28.2 3.68 * 30.0 31.7 Persentase gabah bernas 113.03 ** 73.8 64.3 88.67 * 79.9 71.4 Panjang malai 0.45 tn 29.3 28.7 6.05 tn 31.7 33.9 Produksi GKG 0.15 * 2.5 3.5 1.93 ** 2.8 4.1

Keterangan : tn =tidak nyata, *=nyata pada taraf 5%, **=nyata pada taraf 1%, P= pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti)

Keragaan famili galur IPB 115 lebih baik dari genotipe pembanding. Produksi GKG galur-galur IPB 115, 1 ton/ha lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe pembanding. Produksi GKG yang lebih tinggi terutama disebabkan

umur panen yang lebih genjah, jumlah malai yang lebih banyak, bobot 1000 butir yang lebih tinggi dan persentase gabah bernas yang lebih tinggi.

Hasil uji kontras ortogonal menunjukkan bahwa karakter umur panen dan jumlah malai famili galur IPB 149 berbeda nyata dengan genotipe pembanding pada lokasi pengujian Sesean, sedangkan untuk lokasi pengujian Rantepao, karakter umur panen dan jumlah malai berbeda nyata dengan genotipe pembanding. Keragaan karakter lainnya relatif sama dengan genotipe pembanding. Produksi GKG famili galur IPB 149 relatif sama dengan produksi GKG genotipe pembanding namun demikian, umur famili galur IPB 149 lebih genjah dan jumlah malai yang lebih banyak (Tabel 30).

Tabel 30 Uji kontras ortogonal antara genotipe pembanding dengan famili galur IPB 149 pada lokasi Sesean dan Rantepao

Karakter seleksi Sesean (1500 m dpl.) Rantepao (750 m dpl.)

KT Rata-rata KT Rata-rata P IPB149 P IPB149 Umur panen 19.20 ** 139.0 127.3 134.41 ** 137.0 117.4 Jumlah malai 10.80 * 7.7 16.1 39.68 ** 12.3 18.1 Bobot 1000 butir 0.40 tn 27.5 28.0 3.32 tn 30.0 31.7 Persentase gabah bernas 9.01 tn 73.8 71.1 4.83 tn 79.9 77.9 Panjang malai 5.63 tn 29.3 27.2 1.93 tn 31.7 33.0 Produksi GKG 0.36 tn 2.5 2.6 0.10 tn 2.8 3.1

Keterangan : tn =tidak nyata, *=nyata pada taraf 5%, **=nyata pada taraf 1%, P= pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti)

Hasil uji kontras ortogonal (Tabel 31) menunjukkan bahwa karakter umur panen, persentase gabah bernas, panjang malai dan produksi GKG famili galur IPB 116 berbeda nyata dengan genotipe pembanding pada lokasi pengujian Sesean, sedangkan untuk lokasi pengujian Rantepao, karakter umur panen dan produksi GKG berbeda nyata dengan genotipe pembanding.

Keragaan karakter lainnya relatif sama dengan genotipe pembanding. Produksi GKG yang lebih tinggi pada famili galur IPB 116 dibandingkan dengan genotipe pembanding disebabkan umur panen yang lebih genjah dan malai yang lebih panjang sekalipun persentase gabah bernas relatif lebih rendah.

Tabel 31 Uji kontras ortogonal antara genotipe pembanding dengan famili galur IPB 116 pada lokasi Sesean dan Rantepao

Karakter seleksi Sesean (1500 m dpl.) Rantepao (750 m dpl.)

KT Rata-rata KT Rata-rata P IPB116 P IPB116 Umur panen 24.20 ** 139.0 127.7 99.76 ** 137.0 119.1 Jumlah malai 3.47 tn 7.7 15.110.6 6.81 tn 12.3 14.7 Bobot 1000 butir 0.18 tn 27.5 27.1 2.71 tn 30.0 31.5 Persentase gabah bernas 36.76 * 73.8 68.4 22.36 tn 79.9 75.6 Panjang malai 12.80 * 29.3 26.1 0.56 tn 31.7 31.1 Produksi GKG 0.12 * 2.5 2.8 0.28 ** 2.8 3.3

Keterangan : tn =tidak nyata, *=nyata pada taraf 5%, **=nyata pada taraf 1%, P= pembanding (Fatmawati dan Pulu’ Mandoti)

Hasil uji kontras ortogonal (Tabel 32) menunjukkan bahwa karakter umur panen, jumlah malai, bobot 1000 butir, persentase gabah bernas dan panjang malai famili galur IPB 117 berbeda nyata dengan famili galur IPB 115 pada lokasi pengujian Sesean dan Rantepao, sedangkan produksi GKG famili galur IPB 117 dan famili galur IPB 115 tidak berbeda nyata.

Tabel 32 Uji kontras ortogonal antara famili galur IPB 117 dengan famili galur

Dokumen terkait