• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS

B. Evaluasi Masukan (Input Evaluation)

should be done?)8 menurut Eko Putro Widyoko seperti yang dikutip oleh Dewi Silvia, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: 1) Sumber Daya Manusia, 2) Saran dan Prasarana, 3) Dana dan Anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. c. Evaluasi proses (process evaluation). Evaluasi proses berusaha untuk

mencari jawaban atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (Is it being done?)9 pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki.

d. Evaluasi produk (product evaluation). Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Did it succed? Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.10

8

Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 93.

9

Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 94.

10

karena model ini lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya karena objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks, masukan, proses dan hasil.

4. Tujuan dan Manfaat Evaluasi Program

Tujuan dari kegiatan evaluasi program yaitu untuk mengetahui pencapaiantujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena seseorang yang ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya perlu memperjelas dirinya dengan apa tujuan program yang akan di evaluasi.

Menurut Isbandi Rukminto, mengutip pendapat Feurstein sekalipun tidak secara langsung menyebut sebagai tujuan dari pelaksanaan evaluasi, namun dia mengatakan ada sepuluh alasan, mengapa suatu evaluasi perlu dilakukan11, yaitu:

1. Untuk melihat apa yang sudah dicapai

2. Melihat kemajuan dikaitkan dengan tujuan program 3. Agar tercapai manajemen yang lebih baik

4. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan, untuk memperkuat program

5. Melihat perbedaan yang sudah terjadi setelah diterapkan suatu program

11

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyrakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), h.187-188.

7. Untuk merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik

8. Melindungi pihak lain agara tidak terjebak dalam kesalahan yang sama atau mengajak pihak lain untuk melaksanakan metode yang serupa bila metode tersebut telah terbukti berhasil dengan baik

9. Agar memberikan dampak yang lebih luas, dan

10.Memberi kesempatan untuk mendapat masukan dari masyarakat.

Dalam organisasi pendidikan, evaluasi program dapat disamaartikan dengan kegiatan supervisi. Secara singkat, supervisi diartikan sebagai upaya mengadakan peninjauan untuk memberikan pembinaan maka evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat.Evaluasi program sangat erat sekali hubungan dengan kebijakan, karena program adalah rangkaian kegiatan sebagai realisasi dari suatu kebijakan. Apabila suatu program tidak dievaluasi maka tidak dapat diketahui bagaimana dan seberapa tinggi kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat terlaksana. Informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi sangat berguna bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program. Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan,12yaitu:

12

Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa Dan Praktisi Pendidikan, Edisi Kedua, Cet. 4,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 22.

tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

2. Merevisi Program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).

3. Melanjutkan Program, karena pelaksanaan program menunjukan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

4. Menyebarluaskan Program (Melaksanankan Program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.

B. Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah mengembangkan diri keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan pada intinya membahas tentang bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan keinginan mereka. Pemberdayaan juga dapat diartikan suatu proses yang relatif terus berjalan untuk meningkatkan kepada perubahan.13

13

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyrakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), h.32-33.

berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk sesuatu atau kemampuan untuk bertindak.14

Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial: yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas kehidupannya.15 Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan dengan sasarannya adalah masyarakat yang terpinggirkan. Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat guna menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu diatasi.16

14

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Cet. Ke-4.

15

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h.59.

16

Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto, Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspekif Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta CV, 2012), h.61.

Dalam konteks pekerjaan sosial menurut Edi Suharto pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan (empowerment setting) :

a. Pendekatan Mikro. Adalah pemberdayaan yang dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).

b. Pendekatan Mezzo. Adalah pemberdayaan yang dilakukan kepada sekelompok klien, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi, pendidikan, pelatihan dan dinamika kelompok. Biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

c. Pendekatan Makro. Adalah pendekatan yang disebut juga sebagai strategi sistem besar (large system strategy). Karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas, perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, dan manajemen konflik adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memilik kompetensi untuk memahami

situasi-yang tepat untuk bertidak.17

3. Tahapan Pemberdayaan

Menurut Isbandi Rukminto Adi (2003) tahapan pemberdayaan yang baik adalah sebagai berikut :

a. Tahapan persiapan (Enggagment)

Pada tahap ini ada dua tahap yang harus dikerjakan yaitu pertama, menyiapkan petugas atau tenaga pemberdaya masyarakat yang bisa juga dilakukan oleh community worker, hal ini diperlukan untuk menyamakan persepsi antar anggota tim mengenai pendekatan apa yang akan dipilih, penyiapan petugas lebih diperlukan lagi bila dalam proses pemberdayaan masyarakat tenaga yang dipilih memiliki latar belakang antar satu sama yang lain seperti: pendidikan, agama, suku dan strata. Kedua, menyiapkan lapangan yang pada dasarnya diusahakan dilakukan secara non direktif.

b. Tahapan pengkajian (Assessment)

Tahap pengkajian dapat dilakukan secara individu melalui tokoh-tokoh masyarakat, tetapi juga dapat melalui kelompok-kelompok dan masyarakat. Dalam hal ini petugas harus berusaha mengidentifikasi masalah kebutuhan yang dirasakan dan juga sumber daya yang dimiliki klien atau lebih tepatnya jika menggunakan teori SWOT dengan melihat kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman.

17

Tahap ini petugas sebagai agen perubah secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara menghadapinya. Dalam konteks ini masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dilakukan.

d. Tahapan pemformulasian rencana aksi

Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok untuk memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis.

e. Tahapan pelaksanaan program atau kegiatan

Dalam upaya pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan.

f. Tahapan evaluasi

Sebagai proses pengawasan proses dari warga dan petugas terhadap program pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga.

g. Tahapan terminasi

Tahap pemutusan secara formal dengan komunitas sasaran diharapkan petugas tidak meninggalkan komunitas secara tiba-tiba walau proyek harus segera berhenti. Petugas harus tetap melakukan kontak walau tidak rutin. Kemudian secara perlahan mengurangi kontak dengan komunitas sasaran.18

18

Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial, (Jakarta:FISIP UI Press, 2004), h.56.

4. Tujuan dan Manfaat Pemberdayaan

Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan.19

a. Pemungkinan. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.

b. Penguatan. Memperkuat kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuhkembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian mereka.

c. Perlindungan. Melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskrminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

d. Penyokongan. Memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus bisa menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

19

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, h.54-55

keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan yang sama.

Salah satu manfaat besar dari pemberdayaan adalah memungkinkan perkembangan dan penggunaan bakat dan/atau kemampuan terpendam dalam setiap individu.20

20

http://id.scribd.com/doc/67984298/pengertian-pemberdayaan, artikel diakes pada 31 Maret 2016, pukul 14.30 WIB.

38

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kelurahan Kramat Pela Jakarta Selatan 1. Keadaan Geografi dan Demografi Kelurahan Kramat Pela

Dalam struktural kewilayahan, desa/kelurahan merupakan suatu kesatuan administratif terkecil yang menempati tempat paling bawah dalam pemerintahan nasional. Salah satu kelurahan yang berada dalam wilayah administratif pemerintah daerah DKI Jakarta adalah kelurahan Kramat Pela, kelurahan ini berada di kotamadya Jakarta Selatan, kecamatan Kebayoran Baru.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Kelurahan merupakan wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten dan Kota Administrasi dalam melaksanakan Pelayanan Masyarakat di wilayahnya.1

Pengertian sebagaimana diatas mengandung maksud bahwa Kelurahan tidak lagi merupakan wilayah administrasi pemerintahan tetapi sudah menjadi perangkat yang tugas dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat di wilayahnya denan kewenangan yang diatur dengan peraturan perundang undangan. Untuk kelurahan di Provinsi DKI Jakarta diberikan kewenangan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 147 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.

1 Laporan Kasie Pemerintahan Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2015, h. 1

Sepuluh Kelurahan yang ada di Kecamatan Kebayoran Baru termasuk dalam Wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan dan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 Tahun 1989 Wilayah Kelurahan Kramat Pela dengan batas-batas sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Kyai Maja dan Kelurahan Gunung; sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Panglima Polim dan Kelurahan Melawai; sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Pela, Kelurahan Gandaria Utara dan Kelurahan Pulo; sebelah Barat berbatasan dengan Kali Grogol dan Wilayah Kecamatan Kebayoran Lama.2

Luas wilayah Kelurahan Kramat Pela 123,80 Ha yang dibagi habis ke dalam 10 Rukun Warga (RW) yang terdiri dari 82 Rukun Tetangga (RT) dengan kepadatan penduduk 7 jiwa/km2. Jumlah penduduk sampai dengan akhir Januari 2016 tercatat sebanyak 15.989 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 8.202 jiwa dan perempuan sebanyak 7.787 jiwa yang terhimpun menjadi 8.481 KK. Terdapat pula Warna Negara Asing sebanyak 11 jiwa.3

2. Keadaan Sosial Keagamaan Masyarakat Kelurahan Kramat Pela

Masyarakat Kelurahan Kramat Pela terdiri berbagai macam suku, ras dan agama. Dengan keanekaragaman tersebut masyarakat hidup dalam keadaan aman dan tentram dan saling menghormati serta menghargai

2

Laporan Bulanan Kasie Pemerintahan Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Januari 2016, h. 1

3 Laporan Bulanan Kasie Pemerintahan Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Januari 2016, h. 1

adanya konflik yang besar antara masyarakat di Kelurahan Kramat Pela. Di bawah ini jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut oleh masyarakat Kelurahan Kramat Pela:

Table 3.1

Data jumlah penganut agama di Kelurahan Kramat Pela

No. Agama Jumlah

1. Islam 14.213 Jiwa 2. Protestan 852 Jiwa 3. Katolik 819 Jiwa 4. Hindu 24 Jiwa 5. Budha 81 Jiwa Jumlah 15.989 Jiwa

Dari data diatas terlihat masyarakat Kelurahan Kramat Pela mayoritas beragama Islam. Adapun fasilitas atau sarana ibadah yang terdapat di Kelurahan Kramat Pela adalah sebagai berikut: Masjid sebanyak 8 buah, Mushola 9 buah dan Gereja sebanyak 2 buah. Sedangkan Vihara, Pura dan Kelenteng tidak ada di Kelurahan ini.

3. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Kelurahan Kramat Pela

Masyarakat Kelurahan Kramat Pela terdiri dari stratifikasi sosial ekonomi yang berbeda-beda. Di bawah ini gambaran stratifikasi sosial ekonomi masyarakat Kramat Pela dilihat dari mata pencahariannya:

Data jumlah penduduk Kramat Pela dilihat dari mata pencahariannya

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1. Karyawan 3.683 jiwa

2. Pegawai Negri Sipil 918 jiwa

3. TNI/Polri 23 jiwa

4. Pedagang 3.392 jiwa

5. Wiraswasta 1.666 jiwa

6. Lain-lain 366 jiwa

Jumlah 10.048 jiwa

Dari data diatas diketahui bahwa masyarakat Kelurahan Kramat Pela yang bekerja sebagai karyawan berjumlah 3.683 jiwa, yang mencari nafkah dengan berdagang berjumlah 3.392 jiwa, yang menjadi anggota TNI/Polri berjumlah 23 jiwa, yang berwiraswasta berjumlah 1.666 jiwa dan yang menjadi Pegawai Negeri Sipil berjumlah 918 jiwa sedangkan yang bekerja pada sektor lainnya seperti ojek motor, kuli bangunan dan bidang jasa lainnya berjumlah 366 jiwa.

4. Keadaan Sosial Pendidikan Masyarakat Kramat Pela

Kondisi sosial pendidikan masyarakat Kelurahan Kramat Pela dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang diperoleh masyarakat tersebut. Di bawah ini klasifikasi tingkat pendidikan di wilayah Kelurahan Kramat Pela:

Status Pendidikan Penduduk Kelurahan Kramat Pela

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Tamat SD/MI 2.066 jiwa

2. Tamat SLTP/Sederajat 2.117 jiwa

3. Tamat SMU/Sederajat 4.021 jiwa

4. Tamat Akademi/Universitas 1.604 jiwa

Jumlah 9.808 jiwa

Dari data diatas dapat diketahui tingkat pendidikan yang diperoleh masyarakat Kelurahan Kramat Pela yang tamat Sekolah Dasar atau Sederajat sebanyak 2.066 jiwa sedangkan masyarakat yang tamat sampai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Sederajat sebanyak 2.117 jiwa, adapun masyarakat tamat Sekolah Menengah Umum (SMU) atau Sederajat sebanyak 4.021 jiwa dan masyarakat yang menyelesaikan studinya sampai tingkat akademi, universitas dan perguruan tinggi sebanyak 1.604 jiwa.

Adapun sarana pendidikan yang ada di wilayah Kelurahan Kramat Pela adalah sebagai berikut:

Sarana Pendidikan di Kelurahan Kramat Pela

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. TK/TPA/PAUD 4 2. Sekolah Dasar 16 3. SLTP 2 4. SLTA 5 5. Perguruan Tinggi 1 Jumlah 28

Dari data diatas dapat diketahui bahwa di Kelurahan Kramat Pela terdapat 4 unit sarana pendidikan tingkat TK/TPA/PAUD, 16 unit SD/MI, 2 unit SLTP, 5 unit SLTA dan 1 unit Perguruan Tinggi yaitu UHAMKA.

B. Gambaran Umum Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Kranat Pela Jakarta Selatan

1. Latar Belakang Berdirinya PPMK

Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pemberdayaan (empowering), Pemerintah Propinsi DKI Jakarta memandang perlu untuk memberikan bantuan masyarakat dengan pendekatan "Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)" melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). Program tersebut bersifat strategis karena dalam kegiatan

perkembangan masyarakat di masa mendatang.

Program PPMK ini merupakan dana bantuan langsung kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan Dwibina sebagai model pendekatan dalam pemberdayaan dan pembangunan masyarakat RW di kelurahan, yaitu meliputi Bina Sosial dan Fisik Lingkungan. Alokasi dari kedua pendekatan ini akan dilihat dari prioritas kebutuhan dasar masyarakat masing-masing RW di kelurahan melalui hasil identifikasi bersama-sama masyarakat dan fasilitator Kelurahan yang korelasinya terwujud dalam penggunaan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).

Bantuan kepada masyarakat ini diberikan dalam bentuk dana yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang diusulkan, dilaksanakan dan diawasi oleh masyarakat itu sendiri. Dana tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan serta pengembangan sumberdaya manusia dalam penguatan kelembagaan yang disalurkan kepada kelompok-kelompok Masyarakat Pemanfaat (KOMAT) di RW-RW melalui kelembagaan Lembaga Musyawarah Kelurahan dan KPPM (Kelompok Peduli Pemberdayaan Masyarakat).

PPMK pertama kali digulirkan pada tahun 2001 di 25 Kelurahan se DKI Jakarta sebagai Pilot Projeck/Proyek Percontohan. Sehubungan dengan banjir besar di Jakarta, Premprov. DKI mengeluarkan PPMK pasca banjir tahun 2002 kemudian dilanjutkan dengan PPMK 2003 sampai sekarang.

Pelasanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) beasaskan4 :

a. Keadilan, yang berarti bermanfaat secara proporsional kepada seluruh masyarakat di Kelurahan;

b. Kejujuran, yang berarti kegiatan dilaksanakan dengan hati nurani yang tulus dan ikhlas demi kepentingan masyarakat ;

c. Kemitraan, yang berarti lerciptanya kerja sama anlara unsur berdasarkan kesetaraan antar pihak yang terkait dengan kegiatan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK;

d. Kesederhanaan, yang berarti seluruh proses kegiatan yang diselenggarakan melalui prosedur yang sederhana, mudah, cepat, dan tepat serta tertib administrasi; dan

e. Kesetaraan, berpartisipasi, yang berarti memberikan kesempatan yang sama dalam pelaksanaan kegiatan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK kepada masyarakat tanpa membedakan ras, agama, suku, jenis kelamin, golongan dan kelompok.

4

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 81 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Bina Fisik dan Bina Sosial Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Bab II Bagian Kesatu Pasal 2.

mempunyai prinsip sebagai berikut5:

a. Demokrasi, yang berarti pengambilan keputusan pengelolaan kegialan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK melalui musyawarah unluk mufakat;

b. Partisipasi, yang berarti seluruh unsur pengelola dan masyarakat ikut aklif dalam pelaksanaan kegialan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK;

c. Transparan, yang berarti pemberian dan penyebarluasan informasi pengelolaan kegiatan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK kepada masyarakal dan unsur yang terkail;

d. Akunlabel, yang berarti seluruh kegialan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK harus dapal dipertanggungjawabkan secara adminislrasi leknis dan fisik;

e. Priorilas, yang berarti pelaksanaan kegialan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK didasarkan pada kebutuhan yang sifatnya sangat mendesak dan/atau pada wilayah RW kumuh;

f. Desenlralisasi, yang berarti memberikan kepercayaan kepada masyarakat Kelurahan dalam pengelolaan pembangunan wilayah Kelurahannya melalui lembaga masyarakat;

g. Kesinambungan, yang berarti hasil kegialan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK dapat dilestarikan dan ditumbuhkembangkan oleh masyarakat sendiri melalui lembaga masyarakat;

5

tersedia; dan

i. Efektif, yang berarti hasil program sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

3. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran dari pelaksanaan PPMK ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 81 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Bina Fisik dan Bina Sosial Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) pasal 4 dan 5 adalah sebagai berikut:

(1) Untuk meningkatkan partisipasi, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakat Kelurahan melalui pendekatan dwibina, meliputi:

a. Bina Fisik Lingkungan; dan b. Bina Sosial

(2) Bina Fisik Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Terwujudnya sarana dan prasarana Iingkungan berskala mikro yang memadai;

b. Terwujudnya kemandirian dan kepedulian masyarakat untuk memperbaiki dan menata Iingkungannya; dan

c. Terwujudnya swadaya dan gotong royong masyarakat dalam penataan dan perbaikan ling kungan.

(3) Bina Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mempunyai tujuan sebagai berikut :

b. Meningkatnya peran serta lembaga kemasyarakatan dalam menghimpun dan mengembangkan kemampuan masyarakat; dan c. Meningkatnya kesetiakawanan sosial, kepedulian sosial dan kerja

sama antar unsur masyarakat.

Kemudian yang menjadi sasaran dari PPMK ini antara lain:

(1) Sasaran umum pelaksanaan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK kepada masyarakat RW, masyarakat Kelurahan, dan lingkungannya.

(2) Sasaran khusus pelaksanaan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial PPMK adalah :

a. Bina Fisik Lingkungan

1) prasarana dan sarana mikro yang tidak layak atau rusak; dan 2) prasarana dan sarana mikro yang belum ada dan sangat dibutuhkan masyarakat.

b. Bina Sosial

1) anggota masyarakat yang kurang terampil; 2) lembaga masyarakat yang kurang berdaya; dan 3) anggota masyarakat yang terkena musibah bencana

Struktur Organisasi

Pelaksana Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Bina Fisik Lingkungan dan Bina Sosial

Kelurahan Kramat Pela Tahun Anggaran 2015 Syamsul Ma’arif Ketua LMK Endang Roesdhi Ketua TPKK Mungin, SH Sekretaris TPKK Fakhrurrohman Bendahara TPKK Santoso Setyo W Anggota TPKK Bidang

Bina Fisik Lingkugan

Heru Hirawan Anggota TPKK Bidang

Bina Sosial

Kelompok Peduli Pemberdayaan Masyarakat (KPPM) RW.01 s.d RW.010 Kelurahan Kramat Pela

50

Pada bab ini peneliti akan menjabarkan tentang hasil temuan lapangan dan analisis mengenai Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Kramat Pela. Pada penelitian ini peneliti mewawancarai lima orang informan yang terdiri dari dua orang infroman utama dan tiga orang informan pendukung.

Informan utama yang menjadi subjek utama dalam penelitian ini adalah Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) Kelurahan Kramat Pela dan Anggota Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) Kelurahan Kramat Pela.

Dokumen terkait