• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara berkala melalui metode yang tepat Pada hakekatnya, evaluasi diyakini sangat

berperan dalam upaya peningkatan kualitas operasional suatu program dan

berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan diseluruh strata

organisasi. Dengan menyusun, mendesain evaluasi yang baik dan menganalisi

hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat member gambaran tentang

bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang

ada, efektifitas biaya dan arah produktif potensial masa depan. Dengan

menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi dapat

membantu menata seperangkat prioritas, mengarahkan alokasi sumber dana,

memfasilitasi modifikasi, penajaman struktur program dan aktifitas sertamemberi

sinyal akan kebijakan penataan ulang personil dan sumber daya yang dimiliki. Di

samping itu, evaluasi dapat dimanfaatkan untuk menilai meningkatkan kualitas

serta kebijakan program. (Hasugian, 2013)

21

Masalah utama dalam evaluasi adalah bahwa agen penyuluhan sering

melihatnya sebagai sebuah ancaman, terutama jika mereka kurang percaya diri

atau tidak yakin akan penilaian atasannya terhadap tugas mereka. Ini dapat

menjadi masalah terutama pada budaya dimana kritik dapat menyebabkan

kehilangan muka dan tidak bias dilihat sebagai cara yang positif untuk membantu

agar penyuluh memperbaiki tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi agen

penyuluhan untuk tidak ragu – ragu terhadap penilaian tugasnya, dan berbicara

penuh dengan keyakinan untuk diperolehnya masukan yang baik ( Van den Bad

dan Hawkins, 1999 ).

Beberapa evaluasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode

ilmu – ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan.Untuk

itu perlu dikembangkan metodologi yang lebih sedehana, sesuai dan kurang

menyita waktu. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan

sebagai dasar pengambilan keputusan walaupun biasanya keputusan juga

didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan oleh banyak sumber informasi, dan

tidak dari satu sumber saja. Evaluasi dapat melengkapi basis informasi sehingga

menyebabkan terjadinya perubahan bertahap dalam rencana ( van den ban &

Hawkins, 1999 ).

Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi,

efektifitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan

kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyususnan program dan

pengambilan keputusan dimasa depan. Dan monitoring dilaksanakan agar proyek

dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan

balik bagi pengelola proyek, menyempurnakan rencana operasional proyek, dan

22

mengambil tindakan yang korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan

hambatan (Sinar Tani, 2001 ).

Gambaran Umum SRAK OU 2007-2017

Berawal dari kondisi orangutan yang sangat memprihatinkan, telah

mendorong para peneliti, pelaku konservasi, pemerintah, dan pemangku

kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjamin

keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan masyarakatnya.

Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi berdasarkan kondisi

terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian Populasi dan

Habitat (Population Habitat and Viability Analysis) di Jakarta pada 2004,

kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara,

pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan Barat pada Oktober 2005,

serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir menyertakan pula

pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri

perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan

pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara berbagai pihak dengan latar

belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah menghasilkan

serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk

melestarikan orangutan (Forina, 2013.)

Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan

Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) bekerjasama dengan Asosiasi

Peneliti dan Ahli Primata Indonesia (APAPI), serta didukung oleh Orangutan

23

Conservation Services Program (OCSP)- USAID, telah mensintesis semua butir

rekomendasi dari pertemuan Berastagi dan Pontianakdan Samarinda melalui

pembahasan diskusi kelompok terfokus (FGD) di Jakarta 6 Novermber 2007,

FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di

Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21November 2007 ke dalam

suatu Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan

strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai pihak yang berperan

serta menghasilkanseluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses

yang terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target

konservasi sejak rekomendasi aksi dicanangkan, selain sebagai upaya

memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian proses

ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan

semua pihak, sehingga dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan

dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya akan menjadi lebih baik dari

saat ini (Forina, 2013)

Visi SRAK OU 2007-2017

Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui

kemitraan para pihak.

Maksud SRAK OU 2007-2017

Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun

sebagai upaya merumuskan kesepakatan para pihak ke dalam serangkaian

rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi

orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

Tujuan dan Sasaran SRAK OU 2007-2017

24

Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan

adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas kegiatan

konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak

mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di

alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin

dicapai sampai tahun 2017 adalah :

1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat

dipertahankan atau dalam kondisi stabil.

2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat

diselesaikan pada 2015.

3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan

kalimantan pada habitat alamnya meningkat

4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan

menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan

dan sumberdaya alam.

5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan

orangutan di alam meningkat

Wilayah Kerja SRAK OUS

Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi

Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling

selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat

daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi

orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan

25

Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Data ukuran

populasi orangutan di berbagai blok habitat di Sumatera beserta sebarannya

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah (sumber: Wich, dkk draft).

Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera (2004)

No. Unit Habitat Perkiraan Jumlah Orangutan

Blok Habitat Hutan

Primer (km2) Habitat Orangutan (km2) 1. Seulawah 43 Seulawah 103 85

2. Aceh Tengah Barat 103 Beutung (Aceh Barat) Inge

1297 352

261 10

3. Aceh Tengah Timur 337 Bandar-Serajadi 2117 555

4. Leuser Barat 2508 Kluet Highland (Aceh Barat Daya) G. Leuser Barat

Rawa Kluet

G. Leuser / Demiri Timur Mamas-Bengkung 1209 1261 125 358 1727 934 594 125 273 621

5. Sidiangkat 134 Puncak Sidiangkat / Bukit Ardan 303 186

6. Leuser Timur 1052 Tamiang

Kapi dan Hulu Lesten Lawe Sigala-gala Sikundur-Langkat 1056 592 680 1352 375 220 198 674

7. Rawa Tripa 280 Rawa Tripa (Babahrot) 140 140

8. Trumon-Singkil 1500 Rawa Trumon-Singkil 725 725

9. Rawa Singkil Timur 160 Rawa Singkil Timur 80 80

10. Batang Toru Barat 400 Batang Toru Barat 600 600

11. Sarulla Timur 150 Sarulla Timur 375 375

Total 6667 14452 7031

Dari data yang disajikan pada tabel di atas dapatlah diketahui bahwa

populasi orangutan terbesar terdapat di wilayah habitat Leuser Barat dengan

perkiraan jumlah individu orangutan sebanyak 2508 individu, dan untuk wilayah

habitat dengan jumlah individu orangutan terkecil terdapat di Seulawah dengan

hanya sekitar 43 individu. (Wich, 2004)

26

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan sekitarnya, yaitu meliputi;

Medan kota, Medan Maimun, Medan Denai, Medan Amplas, dan Medan Area.

Dengan pertimbangan bahwa semua pemangku kepentinganterkait

pelaksanaanStrategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia

2007 – 2017 untuk orangutan sumatera berada di kawasan kota Medan. Waktu

pelaksanaan penelitian Juli-September 2014.

Alat dan Bahan

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk menulis,

kamera digital utuk dokumentasi, perangkat komputer untuk mengolah data.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar monitoring dan

evaluasi indikator kesuksesan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan

Indonesia 2007-2017

27

Metode pengambilan sampel adalah secara purposive. Dimana yang akan

menjadi sample penelitian adalah pihak-pihak terkait pelaksanaan program SRAK

2007-2017.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data

primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada

respondenuntukmengetahui bagaimana pelaksanaan program-program Strategi

dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017

berjalan, serta capaian dari program-program yang telah dilaksanakan.

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :

a.

Karakteristik responden yang digunakan untuk validitas dan reliabilitas

sumber data, berupa : umur, suku, agama, pendidikan.

b.

Evaluasi pencapaian program sesuai dengan indikator yang ditetapkan

dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)

Orangutan Indonesia 2007 – 2017.

c.

Faktor-faktor pendukung dan penghambatpelaksanaan programyang

diketahui dari para pemangku kepentingan.

Analisis Data

Analisis Medan Kekuatan(Force Field Analysis)

Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis medan

kekuatan (force field analysis), yaitu metode untuk menganalisis kekuatan/ faktor

yang mempengaruhi suatu perubahan (misal : implementasi kebijakan),

mengetahui sumber kekuatannya, dan memahami apa yang bisa kita lakukan

28

terhadap faktor-faktor kekuatan tersebut (Lewin, 1951). Adapun tahapan yang

dilakukan dalam melakukan analisis medan keuatan adalah sebagai berikut,

1.

Tentukan program yang akan dianalisis

2.

Menetukan bidang perubahan yang akan dibahas. Bidang perubahan ini

dapat ditulis sebagai sasaran kebijakan yang diinginkan atau tujuan.

3.

Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis

dalam kolom di sebelah kiri (mendorong perubahan ke depan),

4.

Sementara semua kekuatan penentang munculnya perubahan ditulis dalam

kolom di sebelah kanan (penghambat perubahan).

5.

Kekuatan pendorong dan penghambat ini kemudian diberi skor sesuai

dengan ‘magnitude’ masing2, mulaidari skor satu (lemah) hingga skor

lima (kuat). Skor yang diperoleh bisa jadi tidak seimbang dimasing-

masing sisi.

6.

Menetapkan tindakan yang dapat dilakukan menghadapi kekuatan-

kekuatan tersebut. Dampak paling signifikan akan dipeoleh dengan cara

meningkatkan kekuatan pendukung yang lemah sementara mengurangi

kekuatan penghambat yang kuat.

7.

Dalam upaya mempengaruhi kebijakan sasaran utamanya adalah

menemukan cara untuk mengurangi kekuatan-kekuatan penghambat

sekaligus mencari peluang untuk mendapat keuntungan dari kekuatan-

kekuatan pendorong.

29

Gambar 1. Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysisis)

Skala Likert

Untuk keperluan analisis ini, pengolahan data yang diperoleh dilakukan

dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap program yang dilaksanakan

menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2004; 84), skala Likert dapat

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel

yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel

dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat terukur. Komponen-

komponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang

kemudian dijawab oleh responden atau oleh peneliti berdasarkan kondisi

responden. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert

mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan

analisis secara kuantitatif, maka jawaban yang diperoleh dari kuesioner akan

diberikan bobot penilaian berdasarkan skala Likert seperti terlihat pada tabel 3

dibawah ini, yaitu :

Tabel 3.Pembobotan Skala Likert

PencapaianProgram

Bobot

30

Baik

4

Cukup

3

Buruk

2

Sangat Buruk

1

Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisis secara

kualitatif. Analisis data secara kulitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan

impelementasi program selama tahun 2008-2014 yang kemudian disajikan dalam

bentuk tabel.

Batasan Penelitian

Untuk menghindari kesalahan pengertian dan definisi yang berbeda – beda

dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa hal

yang berkaitan dengan isi laporan guna memberikan batasan – batasan terhadap

setiap variable yang diteliti.

1.

Monitoring adalah kegiatan untuk memastikan dan mengendalikan

keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah

ditetapkan.

2.

Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan

secara berkala melalui metode yang tepat.

3.

Evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait adalah evaluasi yang

dilakukan untuk melihat apakah lembaga-lembaga yang terkait dengan

Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia

31

2007 – 2017 untuk orangutan sumatera (Pongoabelii) melaksanakan

fungsinya sesuai dengan kondisi dan porsinya.

Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian

ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut.

1.

Daerah penelitian adalah kota Medan.

2.

Dalam penelitian ini yang dimonitoring dan dievaluasi adalah

pelaksanaan program-program serta indikator keberhasilan yang

terdapat pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)

Orangutan Indonesia 2007 – 2017.

3.

Sampel dalam penelitian ini adalah kepala para pemangku kepentingan

yang tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi

(SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017.

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi SRAK OU 2007-2014

Sesuai dengan panduan nasional, strategi dan rencana aksi konservasi

orangutan memiliki rentang waktu selama sepuluh tahun, yaitu terhitung dari

tahun 2008 hingga tahun 2017. Hingga sekarang (2014) sudah lebih dari setengah

periode berjalan. Oleh karena itu sebagian besar program-program aksi yang

direncanakan seharusnya sudah terlaksana, mengingat sebagian besar program

memiliki rentang kerja dari 2008-2014, dan hanya sebagian kecil program yang

direncanakan tahun 2015-2017.

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan data impelementasi kerja yang

dihimpun dari stakeholder yang bertanggungjawab atas program aksi yang

direncanakan. Sebagian besar data diperoleh dari Forum Komunikasi Stakeholder

Orangutan Sumatera (FOKUS) yang mewadahi stakeholder dalam program aksi

SRAK OUS. Data kinerja dari seluruh stakeholder yang dihimpun kemudian di

sesuaikan dengan indikator kesuksesan yang terdapat dalam panduan nasional

untuk menilai apakah program aksi yang dilaksanakan sesuai dengan panduan

nasional sekaligus mengukur tingkat pencapaian program aksi.

Berdasarkan data kinerja yang dihimpun, seluruhnya berjumlah 230

program aksi yang telah dilaksanakan oleh stakeholder orangutan sumatera. Data

kineja yang dihimpun tersebut kemudian dilakukan monitoring sesuai sasaran

nasional dan dievaluasi tingkat keberhasilannya berdasarkan indikator yang telah

ditetapkan, dan hasilnya dijabarkan pada tabel 4. berikut

33

Tabel 4. Evaluasi Pelaksanaan Program Aksi SRAK OUS 2008-2014

NO. Kategori ∑ Program ∑ Indikator Capaian Total

Skala Likert Persentase (%)

1 22 33 4 55 1 2 3 4 5

1 Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya (A1)

8 18 4 3 3 4 4 22,22% 16,67% 16,67% 22,22% 22,22% 100%

2 Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan (A2)

10 27 11 5 3 7 1 40,74% 18,52% 11,11% 25,93% 3.70% 100%

3 Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan (A3)

8 24 2 6 15 1 8,33% - 25,00% 62,50% 4,17 100%

4 Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan koservasi daerah berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan kearifan masyarakat (B1)

7 11 1 3 3 2 2 9.08% 27,27 27,27 18,19 18,19 100%

5 Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan (B2)

12 23 16 1 2 3 1 69,57% 4,35% 8,69% 13,04% 4,35% 100%

6 Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia (C1)

6 13 4 1 1 3 4 30,77% 7,69% 7,69% 23,08% 30,77% 100%

7 Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat (C2)

6 12 3 - 2 4 3 25.00 - 16,67% 33.33 25.00 100%

8 Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia (C3)

3 9 6 - 1 1 1 66,67% - 11,11% 11,11% 11,11% 100%

9 Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia (D1)

9 20 10 1 4 2 3 50,00% 5,00% 20,00% 10,00% 15,00% 100%

10 Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, LSM, serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan (E1)

5 7 3 - 3 1 - 42,86% - 42,86% 14,28% - 100%

Total 74 164 60 14 28 42 20 36,59% 8,54% 17,07% 25,61% 12,19% 100%

34

Dari 74 program aksi dan 164 indikator keberhasilan program yang terdapat

dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Nasional,

keseluruhannya terbagi dalam 10 (sepuluh) kategori aksi utama, yaitu strategi

peningkatan konservasi insitu, strategi mengembangkan konservasi eksitu, strategi

meningkatkan penelitian, strategi pengembangan kawasan konservasi, Strategi

implementasi dan penyempurnaan perundangan, strategi meningkatkan kemitraan,

strategi pemberdayaan masyarakat, strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi,

strategi meningkatkan penyadartahuan, dan strategi pendanaan

1.

Strategi Peningkatan Konservasi Insitu

Pada kategori aksi ini terdapat 8 (delapan) program aksi dengan 18 (delapan

belas) indikator keberhasilan. Berdasarkan skala Likert, program aksi yang dievaluasi

yang memiliki penilaian Baik dan Sangat Baik yaitu masing-masing sebanyak 4

indikator, yaitu keduanya sebesar 44,44%. Ditambah dengan 3 indikator program yang

bernilai Cukup sebesar 16,67%, sehingga bila dijumlahkan secara keseluruhan indikator

aksi yang bernilai Cukup sampai dengan Sangat Baik berjumlah 61,11 %. Dari data

tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan telah berjalan

dengan baik dan cukup dapat memenuhi indikator keberhasilan program.

2.

Strategi Mengembangkan Konservasi Eksitu

Kategori strategi mengembangkan konservasi eksitu merupakan kategori aksi

dengan jumlah program aksi terbanyak kedua setelah strategi implementasi dan

penyempurnaan perundangan, yaitu sebanyak 10 (sepuluh) program aksi. Tapi

dibandingkan dengan kategori aksi yang lain, kategori ini memiliki jumlah indikator

evaluasi program terbanyak, yaitu sebanyak 27 (dua puluh tujuh) indikator keberhasilan.

Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, program aksi yang dievaluasi

berdasarkan indikator yang ditetapkan mendapatkan penelian Sangat Buruk pada 11

indikator sebesar 40,74%, dan Buruk sebanyak 5 indikator sebesar 18,52%. Dari data

35

yang disajikan dapat diketahui bahwa lebih dari 50% indikator evaluasi bernilai tidak

memuaskan karena tidak sesuai dengan indikator pencapaian.

3.

Strategi Meningkatkan Penelitian

Rencana aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 8 (delapan) program.

Namun dari segi jumlah indikator evaluasi merupakan kategori aksi dengan indikator

terbanyak kedua setelah strategi mengembangkan konservasi insitu, yaitu memiliki

indikator evaluasi sebanyak 24 (dua puluh empat) indikator.

Kategori aksi ini juga merupakan kategori dengan penilaian evaluasi

impelementasi program yang paling baik, dengan 6 indikator dengan nilai Cukup pada

skala Likert sebesar 25%, 15 indikator dengan nilai Baik sebesar 62,50%, dan 1 indikator

dengan penilaian Sangat Baik sebesar 4,17%.

4.

Strategi Pengembangan Kawasan Konservasi

Pada kategori aksi strategi pengembangan kawasan konservasi ini terdapat 7

(tujuh) program aksi dengan 11 (sebelas) indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian

menggunakan skala Likert, persentase paling tinggi yaitu pada evaluasi bernilai Buruk

sebanyak 3 indikator aksi, dan Cukup sebanyak 3 indikator aksi, yaitu masing-masing

sebesar 27,27%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi program aksi pada

kategori ini berjalan tidak begitu baik, karena walau semua program aksi dapat

dilaksanakan tapi tidak mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan.

5.

Strategi Implementasi dan Penyempurnaan Perundangan

Kategori strategi implementasi dan penyempurnaan perundangan merupakan

kategori aksi dengan jumlah program aksi terbanyak, yaitu sebanyak 12 (dua belas)

program aksi. Sedangkan untuk indikator evaluasi program aksi berjumlah 23 (dua puluh

tiga) indikator keberhasilan. Namun untuk evaluasi berdasarkan skala Likert, kategori ini

juga merupakan kategori aksi dengan kondisi impelementasi program terburuk.

Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, kategori aksi ini merupakan

kategori aksi dengan penilaian Sangat Buruk tertinggi, yaitu sejumlah 16 indikator

36

sebesar 69,57%. Sedangkan untuk indikator aksi dengan predikat Buruk sejumlah 1

indikator evaluasi sebesar 4,35%. Sehingga apabila dijumlah antara indikator aksi dengan

predikat Sangat Buruk dan Buruk yaitu sebesar 73,92%. Dan hanya 26,08% dari

keseluruhan indikator keberhasilan dengan predikat Cukup, Baik, dan Sangat Baik.

6.

Strategi Meningkatkan Kemitraan

Rencana aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 6 (enam) program, dan

indikator evaluasi program berjumlah 13 (tiga belas) indikator.

Bedasarkan evaluasi indikator keberhasilan menggunakan skala Likert, pada

kategori ini memiliki penilaian Sangat Baik tertinggi dibandingkan kategori aksi lainnya,

yaitu 4 indikator evaluasi bernilai sangat baik sebesar 30,77%. Hal ini menunjukkan

bahwa kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan

masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia telah

berjalan dengan baik. Walaupun demikian masih ada beberapa indikator keberhasilan

program yang masih belum tercapai.

7.

Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pada kategori aksi ini terdapat 6 (enam) program aksi dengan 12 (dua belas)

indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian menggunakan skala Likert, tidak ada

indikator evaluasi program yang bernilai Buruk, namun ada 3 indikator yang berpredikat

Sangat Buruk sebesar 25%. Sedangkan untuk indikator aksi yang berpredikat Cukup,

Baik, dan Sangat Baik, seluruhnya berjumlah 9 indikator sebesar 75% Sehingga dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar program dilaksanakan telah berjalan dengan baik dan

dapat memenuhi indikator keberhasilan program.

8.

Strategi Penguatan Komitmen Pelaksana Konservasi

Kategori strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi merupakan kategori

aksi dengan jumlah program aksi paling sedikit, yaitu hanya memiliki 3 (tiga) program

aksi. Sedangkan untuk indikator evaluasi program aksi berjumlah 9 (indikator) indikator

37

keberhasilan. Ini sekaligus menunjukkan bahwa masalah komitmen belum menjadi

perhatian utama dalam strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Nasional.

Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, pada kategori aksi ini sebanyak

6 indikator aksi memiliki penilaian Sangat Buruk, yaitu sebesar 66,66%. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan tidak mencapai indikator

keberhasilan yang ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjalanan

implementasi program aksi pada kategori penguatan komitmen adalah sangat buruk.

9.

Strategi Meningkatkan Penyadartahuan

Program aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 9 (sembilan) program,

dan memiliki 20 (dua puluh) indikator evaluasi program.

Bedasarkan evaluasi indikator keberhasilan menggunakan skala Likert, 10

indikator keberhasilan program berpredikat Sangat Buruk, dan 1 indikator dengan

predikat Buruk. Sisanya hanya 4 indikator dengan predikat Cukup, 2 indikator dengan

predikat Baik, dan 3 indikator dengan predikat Sangat Baik. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para

pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya

konservasi orangutan Sumatera telah berjalan cukup baik, walau masih banyak indikator

keberhasilan program yang tidak tercapai.

10.

Strategi Pendanaan

Pada kategori strategi pendanaan ini terdapat 5 (lima) program aksi, dan dengan

jumlah indikator evaluasi program paling sedikit dibandingkan kategori aksi lainnya,

yaitu hanya memiliki 7 (tujuh) indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian

menggunakan skala Likert, 3 indikator evaluasi program memiliki penilaian Sangat

Buruk; 3 indikator evaluasi program memiliki penilaian Cukup; dan hanya 1 indikator

dengan penilaian Baik. Tidak ada indikator evaluasi yang berpredikat sangat baik.

Bahkan hingga saat ini masih ada program kerja yang masih belum dapat dilaksanakan,