berperan dalam upaya peningkatan kualitas operasional suatu program dan
berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan diseluruh strata
organisasi. Dengan menyusun, mendesain evaluasi yang baik dan menganalisi
hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat member gambaran tentang
bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang
ada, efektifitas biaya dan arah produktif potensial masa depan. Dengan
menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi dapat
membantu menata seperangkat prioritas, mengarahkan alokasi sumber dana,
memfasilitasi modifikasi, penajaman struktur program dan aktifitas sertamemberi
sinyal akan kebijakan penataan ulang personil dan sumber daya yang dimiliki. Di
samping itu, evaluasi dapat dimanfaatkan untuk menilai meningkatkan kualitas
serta kebijakan program. (Hasugian, 2013)
21
Masalah utama dalam evaluasi adalah bahwa agen penyuluhan sering
melihatnya sebagai sebuah ancaman, terutama jika mereka kurang percaya diri
atau tidak yakin akan penilaian atasannya terhadap tugas mereka. Ini dapat
menjadi masalah terutama pada budaya dimana kritik dapat menyebabkan
kehilangan muka dan tidak bias dilihat sebagai cara yang positif untuk membantu
agar penyuluh memperbaiki tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi agen
penyuluhan untuk tidak ragu – ragu terhadap penilaian tugasnya, dan berbicara
penuh dengan keyakinan untuk diperolehnya masukan yang baik ( Van den Bad
dan Hawkins, 1999 ).
Beberapa evaluasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode
ilmu – ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan.Untuk
itu perlu dikembangkan metodologi yang lebih sedehana, sesuai dan kurang
menyita waktu. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan
sebagai dasar pengambilan keputusan walaupun biasanya keputusan juga
didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan oleh banyak sumber informasi, dan
tidak dari satu sumber saja. Evaluasi dapat melengkapi basis informasi sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan bertahap dalam rencana ( van den ban &
Hawkins, 1999 ).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi,
efektifitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan
kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyususnan program dan
pengambilan keputusan dimasa depan. Dan monitoring dilaksanakan agar proyek
dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan
balik bagi pengelola proyek, menyempurnakan rencana operasional proyek, dan
22
mengambil tindakan yang korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan
hambatan (Sinar Tani, 2001 ).
Gambaran Umum SRAK OU 2007-2017
Berawal dari kondisi orangutan yang sangat memprihatinkan, telah
mendorong para peneliti, pelaku konservasi, pemerintah, dan pemangku
kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjamin
keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan masyarakatnya.
Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi berdasarkan kondisi
terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian Populasi dan
Habitat (Population Habitat and Viability Analysis) di Jakarta pada 2004,
kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara,
pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan Barat pada Oktober 2005,
serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir menyertakan pula
pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri
perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan
pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara berbagai pihak dengan latar
belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah menghasilkan
serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk
melestarikan orangutan (Forina, 2013.)
Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) bekerjasama dengan Asosiasi
Peneliti dan Ahli Primata Indonesia (APAPI), serta didukung oleh Orangutan
23
Conservation Services Program (OCSP)- USAID, telah mensintesis semua butir
rekomendasi dari pertemuan Berastagi dan Pontianakdan Samarinda melalui
pembahasan diskusi kelompok terfokus (FGD) di Jakarta 6 Novermber 2007,
FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di
Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21November 2007 ke dalam
suatu Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan
strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai pihak yang berperan
serta menghasilkanseluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses
yang terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target
konservasi sejak rekomendasi aksi dicanangkan, selain sebagai upaya
memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian proses
ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan
semua pihak, sehingga dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan
dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya akan menjadi lebih baik dari
saat ini (Forina, 2013)
Visi SRAK OU 2007-2017
Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui
kemitraan para pihak.
Maksud SRAK OU 2007-2017
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun
sebagai upaya merumuskan kesepakatan para pihak ke dalam serangkaian
rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi
orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
Tujuan dan Sasaran SRAK OU 2007-2017
24
Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan
adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas kegiatan
konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak
mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di
alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin
dicapai sampai tahun 2017 adalah :
1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat
dipertahankan atau dalam kondisi stabil.
2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat
diselesaikan pada 2015.
3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan
kalimantan pada habitat alamnya meningkat
4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan
menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan
dan sumberdaya alam.
5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan
orangutan di alam meningkat
Wilayah Kerja SRAK OUS
Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi
Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling
selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat
daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi
orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan
25
Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Data ukuran
populasi orangutan di berbagai blok habitat di Sumatera beserta sebarannya
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah (sumber: Wich, dkk draft).
Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera (2004)
No. Unit Habitat Perkiraan Jumlah Orangutan
Blok Habitat Hutan
Primer (km2) Habitat Orangutan (km2) 1. Seulawah 43 Seulawah 103 85
2. Aceh Tengah Barat 103 Beutung (Aceh Barat) Inge
1297 352
261 10
3. Aceh Tengah Timur 337 Bandar-Serajadi 2117 555
4. Leuser Barat 2508 Kluet Highland (Aceh Barat Daya) G. Leuser Barat
Rawa Kluet
G. Leuser / Demiri Timur Mamas-Bengkung 1209 1261 125 358 1727 934 594 125 273 621
5. Sidiangkat 134 Puncak Sidiangkat / Bukit Ardan 303 186
6. Leuser Timur 1052 Tamiang
Kapi dan Hulu Lesten Lawe Sigala-gala Sikundur-Langkat 1056 592 680 1352 375 220 198 674
7. Rawa Tripa 280 Rawa Tripa (Babahrot) 140 140
8. Trumon-Singkil 1500 Rawa Trumon-Singkil 725 725
9. Rawa Singkil Timur 160 Rawa Singkil Timur 80 80
10. Batang Toru Barat 400 Batang Toru Barat 600 600
11. Sarulla Timur 150 Sarulla Timur 375 375
Total 6667 14452 7031
Dari data yang disajikan pada tabel di atas dapatlah diketahui bahwa
populasi orangutan terbesar terdapat di wilayah habitat Leuser Barat dengan
perkiraan jumlah individu orangutan sebanyak 2508 individu, dan untuk wilayah
habitat dengan jumlah individu orangutan terkecil terdapat di Seulawah dengan
hanya sekitar 43 individu. (Wich, 2004)
26
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan sekitarnya, yaitu meliputi;
Medan kota, Medan Maimun, Medan Denai, Medan Amplas, dan Medan Area.
Dengan pertimbangan bahwa semua pemangku kepentinganterkait
pelaksanaanStrategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia
2007 – 2017 untuk orangutan sumatera berada di kawasan kota Medan. Waktu
pelaksanaan penelitian Juli-September 2014.
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk menulis,
kamera digital utuk dokumentasi, perangkat komputer untuk mengolah data.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar monitoring dan
evaluasi indikator kesuksesan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017
27
Metode pengambilan sampel adalah secara purposive. Dimana yang akan
menjadi sample penelitian adalah pihak-pihak terkait pelaksanaan program SRAK
2007-2017.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada
respondenuntukmengetahui bagaimana pelaksanaan program-program Strategi
dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017
berjalan, serta capaian dari program-program yang telah dilaksanakan.
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :
a.
Karakteristik responden yang digunakan untuk validitas dan reliabilitas
sumber data, berupa : umur, suku, agama, pendidikan.
b.
Evaluasi pencapaian program sesuai dengan indikator yang ditetapkan
dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)
Orangutan Indonesia 2007 – 2017.
c.
Faktor-faktor pendukung dan penghambatpelaksanaan programyang
diketahui dari para pemangku kepentingan.
Analisis Data
Analisis Medan Kekuatan(Force Field Analysis)
Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis medan
kekuatan (force field analysis), yaitu metode untuk menganalisis kekuatan/ faktor
yang mempengaruhi suatu perubahan (misal : implementasi kebijakan),
mengetahui sumber kekuatannya, dan memahami apa yang bisa kita lakukan
28
terhadap faktor-faktor kekuatan tersebut (Lewin, 1951). Adapun tahapan yang
dilakukan dalam melakukan analisis medan keuatan adalah sebagai berikut,
1.
Tentukan program yang akan dianalisis
2.
Menetukan bidang perubahan yang akan dibahas. Bidang perubahan ini
dapat ditulis sebagai sasaran kebijakan yang diinginkan atau tujuan.
3.
Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis
dalam kolom di sebelah kiri (mendorong perubahan ke depan),
4.
Sementara semua kekuatan penentang munculnya perubahan ditulis dalam
kolom di sebelah kanan (penghambat perubahan).
5.
Kekuatan pendorong dan penghambat ini kemudian diberi skor sesuai
dengan ‘magnitude’ masing2, mulaidari skor satu (lemah) hingga skor
lima (kuat). Skor yang diperoleh bisa jadi tidak seimbang dimasing-
masing sisi.
6.
Menetapkan tindakan yang dapat dilakukan menghadapi kekuatan-
kekuatan tersebut. Dampak paling signifikan akan dipeoleh dengan cara
meningkatkan kekuatan pendukung yang lemah sementara mengurangi
kekuatan penghambat yang kuat.
7.
Dalam upaya mempengaruhi kebijakan sasaran utamanya adalah
menemukan cara untuk mengurangi kekuatan-kekuatan penghambat
sekaligus mencari peluang untuk mendapat keuntungan dari kekuatan-
kekuatan pendorong.
29
Gambar 1. Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysisis)
Skala Likert
Untuk keperluan analisis ini, pengolahan data yang diperoleh dilakukan
dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap program yang dilaksanakan
menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2004; 84), skala Likert dapat
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel
dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat terukur. Komponen-
komponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang
kemudian dijawab oleh responden atau oleh peneliti berdasarkan kondisi
responden. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan
analisis secara kuantitatif, maka jawaban yang diperoleh dari kuesioner akan
diberikan bobot penilaian berdasarkan skala Likert seperti terlihat pada tabel 3
dibawah ini, yaitu :
Tabel 3.Pembobotan Skala Likert
PencapaianProgram
Bobot
30
Baik
4
Cukup
3
Buruk
2
Sangat Buruk
1
Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisis secara
kualitatif. Analisis data secara kulitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan
impelementasi program selama tahun 2008-2014 yang kemudian disajikan dalam
bentuk tabel.
Batasan Penelitian
Untuk menghindari kesalahan pengertian dan definisi yang berbeda – beda
dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa hal
yang berkaitan dengan isi laporan guna memberikan batasan – batasan terhadap
setiap variable yang diteliti.
1.
Monitoring adalah kegiatan untuk memastikan dan mengendalikan
keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah
ditetapkan.
2.
Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan
secara berkala melalui metode yang tepat.
3.
Evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait adalah evaluasi yang
dilakukan untuk melihat apakah lembaga-lembaga yang terkait dengan
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Orangutan Indonesia
31
2007 – 2017 untuk orangutan sumatera (Pongoabelii) melaksanakan
fungsinya sesuai dengan kondisi dan porsinya.
Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian
ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut.
1.
Daerah penelitian adalah kota Medan.
2.
Dalam penelitian ini yang dimonitoring dan dievaluasi adalah
pelaksanaan program-program serta indikator keberhasilan yang
terdapat pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK)
Orangutan Indonesia 2007 – 2017.
3.
Sampel dalam penelitian ini adalah kepala para pemangku kepentingan
yang tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
(SRAK) Orangutan Indonesia 2007 – 2017.
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi SRAK OU 2007-2014
Sesuai dengan panduan nasional, strategi dan rencana aksi konservasi
orangutan memiliki rentang waktu selama sepuluh tahun, yaitu terhitung dari
tahun 2008 hingga tahun 2017. Hingga sekarang (2014) sudah lebih dari setengah
periode berjalan. Oleh karena itu sebagian besar program-program aksi yang
direncanakan seharusnya sudah terlaksana, mengingat sebagian besar program
memiliki rentang kerja dari 2008-2014, dan hanya sebagian kecil program yang
direncanakan tahun 2015-2017.
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan data impelementasi kerja yang
dihimpun dari stakeholder yang bertanggungjawab atas program aksi yang
direncanakan. Sebagian besar data diperoleh dari Forum Komunikasi Stakeholder
Orangutan Sumatera (FOKUS) yang mewadahi stakeholder dalam program aksi
SRAK OUS. Data kinerja dari seluruh stakeholder yang dihimpun kemudian di
sesuaikan dengan indikator kesuksesan yang terdapat dalam panduan nasional
untuk menilai apakah program aksi yang dilaksanakan sesuai dengan panduan
nasional sekaligus mengukur tingkat pencapaian program aksi.
Berdasarkan data kinerja yang dihimpun, seluruhnya berjumlah 230
program aksi yang telah dilaksanakan oleh stakeholder orangutan sumatera. Data
kineja yang dihimpun tersebut kemudian dilakukan monitoring sesuai sasaran
nasional dan dievaluasi tingkat keberhasilannya berdasarkan indikator yang telah
ditetapkan, dan hasilnya dijabarkan pada tabel 4. berikut
33
Tabel 4. Evaluasi Pelaksanaan Program Aksi SRAK OUS 2008-2014
NO. Kategori ∑ Program ∑ Indikator Capaian Total
Skala Likert Persentase (%)
1 22 33 4 55 1 2 3 4 5
1 Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya (A1)
8 18 4 3 3 4 4 22,22% 16,67% 16,67% 22,22% 22,22% 100%
2 Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan (A2)
10 27 11 5 3 7 1 40,74% 18,52% 11,11% 25,93% 3.70% 100%
3 Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan (A3)
8 24 2 6 15 1 8,33% - 25,00% 62,50% 4,17 100%
4 Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan koservasi daerah berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan kearifan masyarakat (B1)
7 11 1 3 3 2 2 9.08% 27,27 27,27 18,19 18,19 100%
5 Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan (B2)
12 23 16 1 2 3 1 69,57% 4,35% 8,69% 13,04% 4,35% 100%
6 Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia (C1)
6 13 4 1 1 3 4 30,77% 7,69% 7,69% 23,08% 30,77% 100%
7 Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat (C2)
6 12 3 - 2 4 3 25.00 - 16,67% 33.33 25.00 100%
8 Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia (C3)
3 9 6 - 1 1 1 66,67% - 11,11% 11,11% 11,11% 100%
9 Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia (D1)
9 20 10 1 4 2 3 50,00% 5,00% 20,00% 10,00% 15,00% 100%
10 Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, LSM, serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan (E1)
5 7 3 - 3 1 - 42,86% - 42,86% 14,28% - 100%
Total 74 164 60 14 28 42 20 36,59% 8,54% 17,07% 25,61% 12,19% 100%