• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. POTENSI PEMANFAATAN BIOETANOL

6. Evaluasi

1. Buatlah Bagan / Skema Proses Pembuatan Bio-ethanol secara berurutan samp[ai menghasilkan Bio-ethanol !!

I Kunci Jawaban !!

BAGAN / SKEMA DASAR PEMBUATAN BIOETANOL

&

21 ZAT PATI / UBI KAYU

H ( C6 H10 O5 ) Air tawar Enzymes GLUKOSA N C6 H12 O6 Ragi Urea , NPK BIOETANOL C2 H5 O H CO2 Panas H /EX - 1 H /EX - 2 BIOETANOL 85 – 95 % Fermentasi Sacharifikasi Hydrolisis Evaporator Condenser Distilator Parutan Limbah

II LANGKAH KERJA TAHAPAN PROSES PEMBUATAN BIOETANOL

SKALA UKM 8/25/2013 3

(1) Cuci ,Kupas

Parut

(3) Sacharifikasi

Cooking 60°

(2) Hydrolisis

Cooking 90°

(5) Fermentasi (6) Evaporator

(7) Distilator Unit

Bioetanol 95 %

(8) Condenser

(Pendingin AirTawar)

(4) Persiapan

Fermentasi

Limbah

(1) Cuci ,Kupas

Parut

(2) Hydrolisis

Cooking 90° (3) Sacharifikasi

Cooking 60°

(5) Fermentasi (6) Evaporator

(7) Distilator Unit

Bioetanol 95 %

(8) Condenser

(Pendingin AirTawar)

(4) Persiapan

Fermentasi

Limbah

(1) Cuci ,Kupas

Parut

(2) Hydrolisis

Cooking 90°

23 7. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Nama :... Asal Sekolah :...

Pekerjaan :Praktek Pembuatan Bio-ethanol

ASPEK YANG

DIUKUR KRITERIA PENILAIAN L/BL REKOMENDASI

Persiapan Peralatan Bahan Proses pengolahan Penccucian Pengupasan Pemarutan Pengeringan Proses Hydrolis Sacharifikasi Fermentasi Destilkasi Laporan Hasil Pengujian Langkah kerja dan hasil pengujian Tanggal selesai, Penilai

24 B. Peraturan dan Pembiayaan Produksi Bioetanol

1. Deskripsi Materi

Bab ini mengulas mengenai peraturan cukai bioetanol, estimasi pembiayaan produksi bioetanol, dan industri pendukung produksi bioetanol.

2. Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari bab ini peserta diklat mampu  memahami peraturan cukai mengenai bioetanol

 memahami perhitungan pembiayaan pengolah bioetanol 3. Uraian Materi

a. Peraturan Bioetanol

Harga minyak yang mahal jangan hanya dilihat sebagai ancaman, melainkan juga peluang. Peluang ini bisa menyadarkan seluruh komponen masyarakat Indonesia bahwa ketergantungan pada BBM adalah sangat berbahaya dan kita punya kesempatan besar untuk mengkonversi BBM ke biofuel. Tanah Indonesia yang subur merupakan aset untuk membangun kemandirian sumber energi terbarukan. AS dan Eropa juga Jepang dan Cina saat ini tengah bahu membahu mengganti ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Pemerintah Indonesia juga sudah berpikir jauh ke sana dan langsung mengimplementasikannya ke dalam sistem kerja yang terencana dan terpadu untuk menyongsong kemandirian energi ramah lingkungan ini. AS, misalnya, sudah mulai melaksanakan program untuk menyongsong program tahun 2017, di mana 20 persen bahan bakarnya berasal dari tanaman. Ini artinya, setiap hari di tahun 2017, AS akan membutuhkan lebih dari 8 juta barel biofue. Program ini jelas sangat raksasa dan AS sudah bertekad melaksanakannya.

Pertumbuhan industri bahan bakar nabati di Indonesia saat ini nyaris jalan di tempat. Padahal pemerintah telah memberikan dorongan perkembangan industri bahan bakar nabati ini melalui Permen ESDM No 32/2008 tentang Mandatory Bahan Bakar Nabati. Esensi peraturan Menteri ESDM adalah kewajiban bagi campuran bahan bakar nabati dengan persentase tertentu bagi sektor transportasi mulai 2009.

25 Dalam peraturan tersebut disebutkan untuk sektor transportasi maka premium harus dicampur dengan 3% bioetanol, sedangkan solar untuk industri harus dicampur dengan biodiesel 2,5%, dan transportasi solar harus dicampur dengan biodiesel 1%.

Bioetanol merupakan produk yang memiliki utilitas yang tinggi, karena dapat digunakan pada berbagai industri yang berbeda. Bisa digunakan untuk bahan-baku industri kimia, kosmetik, pharmasi, dan tentunya substitusi BBM. Minyak tanah dan Gas adalah sasaran paling strategis dari pemasaran bioetanol. Konversi minyak tanah ke gas membutuhkan biaya substitusi (termasuk kompensasi distribusi) yang memberatkan konsumen didaerah pinggiran kota dan pedesaaan. Harga kompor gas jauh lebih mahal dibanding kompor etanol. Resiko salah penggunaan kompor gas dan tabung elpiji jauh lebih besar dibanding kompor etanol.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai. Sedangkan dasar hukum mengenai cukai adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai;

2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, Dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol;

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.011/2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;

5. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-43/BC/2009 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau;

6. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P - 22/BC/2010 tentang Tata Cara Pemungutan Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.

26 Cukai dikenakan terhadap Barang Kena Cukai yang terdiri dari:

a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;

b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol;

c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.

Barang kena cukai adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik, yang :

1. konsumsinya perlu dikendalikan, 2. peredarannya perlu diawasi,

3. pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup,

4. atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan

Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan di atas sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Tidak menutup kemungkinan perubahan jenis Barang Kena Cukai.

Regulasi Pemerintah

Kewenangan setingkat Gubernur untuk izin operasional kapasitas produksi diatas 5.000 ton/tahun s/d 10.000 ton/tahun.

Kewenangan setingkat Bupati/Walikota, untuk izin operasional kapasitas produksi hingga 5.000 ton/tahun.

Setiap daerah Propinsi/Kabupaten-Kota wajib memanfaatkan penggunaan bioetanol hingga 15% dari kuota BBM didaerahnya.

Penggunaan untuk kendaraan otomotif maksimal 10% dari kuota nasional, dalam

bentuk campuran.

27

Indikasi harga disesuaikan dengan mekanisme pasar, atau dibawah BBM Non Subsidi

Peluang distribusi secara mandiri (independent).

Peluang eksport bioetanol

Berdasarkan data, tarif jenis Etil Alkohol (EA) per liter untuk semua jenis golongan dalam negeri dan luar negeri Rp 20 ribu. Konsentrat mengandung EA Tarif per liter semua golongan, dalam negeri maupun impor Rp 100 ribu. Lebih terincinya bisa dilihat di lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 62/PMK.011/2010 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol, Dan Konsentrat Yang Mengandung Etil Alkohol

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMR

62/PMK.011/2010

TENTANG TARIF CUKAI ETIL

ALKOHOL, MINUMAN YANG

MENGANDUNG ETIL

ALKOHOL, DAN KONSENTRAT YANG

MENGANDUNG ETIL ALKOHOL

I ETIL ALKOHOL ATAU ETANOL.

GOLONGAN KADAR ETIL ALKOHOL

TARIF CUKAI (PER LITER)

PRODUKSI DALAM

NEGERI IMPOR

Dari semua jenis etil alkohol, kadar, dan

golongan Rp 20.000,00 Rp 20.000,00

II MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL.

GOLONGAN KADAR ETIL

ALKOHOL

TARIF CUKAI (PER LITER)

PRODUKSI DALAM NEGERI IMPOR A Sampai dengan 5 % Rp 11.000,00 Rp 11.000,00 B Lebih dari 5 % sampai dengan 20 % Rp 40.000,00 Rp 40.000,00 C Lebih dari 20 % Rp 75.000,00 Rp 130.000,00

28 III KONSENTRAT YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL.

GOLONGAN KADAR ETIL ALKOHOL

TARIF CUKAI (PER LITER)

PRODUKSI DALAM

NEGERI IMPOR

Dari semua jenis konsentrat, kadar, dan golongan, sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan Minuman Yang Mengandung Etil Alkohol

Rp 100.000,00 Rp 100.000,00

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 17 Maret 2010 MENTERI KEUANGAN,

SRI MULYANI INDRAWATI

Mencermati PP di atas, tegas bahwa semua produsen bioetanol, bahkan industri rumahan wajib membayar cukai EA. Demikian juga penjualannya, bila lebih dari 30 liter/ hari. Apakah artinya aturan ini menghambat penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) ? Apakah pemerintah tidak care terhadap kebutuhan BBN-bioetanol, khususnya produk UMKM ? Bayangkan bea cukainya aja Rp 20.000 per liter, maka akan dijual berapa harga bio-etanol? Apakah masyarakat mampu membeli dan produsen bioetanol mampu menjalankan usahanya ?

Ternyata pemerintah cukup perhatian terhadap BBN berbasis bioetanol. Bila di atas telah kita membahas, barang (baca: EA) TIDAK DIPUNGUT CUKAI maka ada ketentuan PEMBEBASAN CUKAI. Ketentuan EA yang dibebaskan dari cukai diatur, sesuai :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Cukai;

Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor P-13/BC/2007 tentang Tata Cara Pemberian Pembebasan Cukai Etil Alkohol;

Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor P-14/BC/2007 tentang Tata Cara

Pencampuran dan Perusakan Etil Alkohol yang mendapat Pembebasan Cukai Dalam ketentuan di atas, EA dapat bebas cukai antara lain bila digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan

29 merupakan barang kena cukai (PermenKeu No. 47/2007 bab II, bagian satu, pasal 2). Artinya bioetanol yang akan digunakan sebagai BBN karena hanya sebagai bahan baku dalam pembuatan Biopremium dan Biopertamax, maka bebas cukai.

Selain itu di Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2008, di pasal 3 tertulis :

Dikecualikan dari kewajiban untuk memiliki NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diberikan kepada

b. Orang yang membuat minuman mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan, apabila:

1. dibuat oleh rakyat Indonesia;

2. pembuatannya dilakukan secara sederhana;

3. produksi tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter setiap hari; dan 4. tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran;

b. Pembiayaan Produksi Bioetanol

Bisnis bioetanol pada basis industri rakyat (UKM) dan peran subtitusi bioetanol rasanya perlu untuk ditempatkan pada pemahaman yang lebih sederhana, ekonomis dan strategis. Memahami bahwa terdapat pasar potensial yang sangat lebar dan terbuka pada segmentasi bawah - sebagai calon konsumen yang sangat membutuhkan solusi atas keterbatasan BBM dan Gas akan sangat membantu dalam menyusun perencanaan bisnis industri rakyat bioetanol. Bahwa sejauh ini, setidaknya untuk sementara waktu, segmentasi menengah-atas adalah kelompok konsumen yang banyak menikmati subsidi BBM dan tidak terlalu dipusingkan dengan issue krisis BBM ataupun Gas, sehingga barangkali belum sepenuhnya ideal untuk menjadi target

end-user pada saat ini. Demikian pula pasar institusi seperti industri menengah-atas

maupun institusi pemerintahan.

Pada sisi aktifitas operasional, memproduksi bioetanol berkadar 75%, jauh lebih mudah dilakukan yaitu melalui proses destilasi dengan nilai investasi yang relatif terjangkau tetapi sudah sangat layak digunakan untuk kompor etanol. Memasak dengan kompor etanol menggunakan 1 (satu) liter bioetanol berkadar 75% sudah setara dengan 3 (tiga) liter minyak tanah. Dengan indikator perbandingan ini, penetapan harga jual bioetanol dalam hitungan per-liter dapat lebih disesuaikan. Bilamana 20% (saja) dari populasi masyarakat di tingkat kabupaten sebagai konsumennya, putaran omzet per-bulan dari bisnis bioetanol sudah “lumayan menguntungkan” danfisible.

30 Masalahnya, banyak calon pebisnis bioetanol cenderung mengesamping aspek investasi pasar dan kurang berperan sebagai pemasar. Fokus senantiasa terarah pada aktifitas penjualan dalam batasan yang cenderung sempit, Beli – Jual – Untung !

Padahal, bisnis mempunyai dimensi ilmu pengetahuan dan seni yang menyatu secara alamiah. Bila setiap aktifitas bisnis begitu mudah untuk "dilakoni", tidaklah heran jika peminatnya begitu cepat bertambah banyak. Konsekuensinya juga logis, keuntungan akan senantiasa bergerak turun. Banyak pebisnis papan-atas hanya kita kenal ketika mereka sukses. Sangat sedikit yang mengenal mereka ketika sedang berusaha membangun bisnisnya, bahkan tidak jarang hingga bertahun-tahun lamanya.

Banyak pakar manajement bisnis mengisyarakatkan bahwa PROFIT tidak lagi didapat dari sekedar hitung keuangan rugi-laba, tetapi berangkat dari seberapa efektif perbedaan dan nilai services yang bisa dirasakan oleh konsumen. Banyak studi kasus telah membuktinya. Sekedar ilustrasi, "bukan siapa yang lebih dulu start, tetapi siapa yang lebih dulu finish. Bukan siapa yang lebih besar, tetapi siapa yang lebih smart.

Industri Etanol mempunyai prospek yang sangat bagus di Indonesia, karena kebutuhan etanol di Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak diimbangi dengan kapasitas produksi industri etanol di Indonesia, yang hanya berjumlah sekitar 9 industri. Akan tetapi, saat ini banyak produsen yang menghasilkan bioetanol dengan kemurnian di bawah 95%. Sebetulnya bioetanol berkadar kemurnian 95% masih layak dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Hanya saja, dengan kadar kemurnian itu perlu penambahan zat antikorosif pada tangki bahan bakar agar tidak menimbulkan karat. Karena penggunaan bahan bakar alternatif ini menjadi salah satu pilihan yang diharapkan dapat memenuhi permintaan kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat, maka perlu dikembangkan etanol dengan kadar yang lebih tinggi lagi yaitu 99,6%.

Pengembangan bioetanol oleh pemerintah sebagai alternatif premium ditujukan dalam upaya menghemat impor premium hingga 2,25 juta kilo liter senilai US $ 1,35 miliar dan impor methyl tertiary buthyl ether (MTBE) senilai US $ 23,14 miliar. Selain itu dapat menyerap 3,6 juta tenaga kerja kebun dan 2.280 tenaga kerja terampil setingkat SMK hingga sarjana.

Apalagi di tahun 2010 bioetanol dapat mensubstitusi 10 % konsumsi bensin maka akan dibutuhkan bioetanol sebanyak 2,25 juta kiloliter, dengan asumsi konsumsi bensin 22,5 juta kiloliter. Untuk itu perlu dibangun 114 unit pabrik dengan kapasitas masing-masing 60 kiloliter atau 38 unit pabrik dengan kapasitas 180 kiloliter. Di tahun 2005 konsumsi

31 premium 16,5 juta kiloliter, maka porsi bioetanol 10% yaitu 1,65 juta kiloliter dengan nilai nominal Rp 8,25 triliun (Pertamina membeli bioetanol Rp 5.000/liter). Untuk dibutuhkan 600 ribu ha lahan singkong (ubi kayu) yang menghasikan 15 juta ton ubi kayu dengan biaya produksi budi daya sebesar 2,1 triliun rupiah (Kardiman, 2006). Produsen bioetanol dibedakan atas:

1. skala kecil (rumah tangga), bila berproduksi maksimal 10 kiloliter/hari 2. skala menengah, bila berproduksi maksimal 100 kiloliter/hari

3. skala besar, bila berproduksi maksimal 1000 kiloliter/hari

saat ini volume produksi skala kecil (rumah tangga) beragam dari 30 liter hingga 2000 liter.Perijinan pabrik Bioetanol skala rumahan ( Home Industri ) s/d kapasitas : 1000 Ltr /hari :

- Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan ( SPPL). - Rekomendasi Lingkungan dari BAPELDADA.

- Surat Ijin Tempat Usaha ( SITU )

- Surat ijin Usaha Perdagangan ( SIUP ) Kecil. - Tanda Daftar Industri ( TDI )..

- Tanda Daftar Perusahaan ( TDP)

Ijin dapat dilakukan oleh Perusahaan atau Perorangan, pengurusan perijinan hanya di PEMKAB/PEMKOT.

Keuntungan finansial dalam usaha bioetanol skala kecil berbahan baku ubi kayu (gunawan, 2007) dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Bioetanol yang diproduksi 2.100 liter/bulan dengan nilai jual Rp 10.000/liter, maka nilai penjualan 21 juta/bulan

2. Biaya produksi 1 liter bioetanol berbahan baku ubi kayu Rp 3.900 3. Laba bersih yang diperoleh sebesar Rp 12.810.000/bulan

Indonesia berpotensi sebagai produsen bioetanol terbesar di dunia. Menurut Dr Ir Arief Yudiarto, periset di Balai Besar Teknologi Pati, ada 3 kelompok tanaman sumber bioetanol: tanaman mengandung pati, bergula, dan serat selulosa. 'Seluruhnya ada di Indonesia,' ujarnya.

Singkong tanaman itu adaptif di berbagai daerah. Itulah sebabnya singkong menjadi salah satu pilihan bahan baku. Kerabat euphorbia itu salah satu sumber pati. Rata-rata kadar pati singkong 28,5%. Untuk menghasilkan seliter bietanol perlu 6,5 kg singkong. Berikut analisis usaha produksi bioetanol dari singkong dari PT Panca Jaya Raharja dan B2TP BPPT

32 Tabel 1. Analisis pembiayaan produksi bioetanol

No Jenis Biaya Jumlah Harga Satuan Total

Biaya investasi

1 Mesin pengolah bioetanol 1 paket Rp

150.000.000/paket

Rp 150.000.000

2 Zeolit local 2 X 47 kg Rp 1..500/kg Rp 141.000

Total biaya investasi Rp 150.141.000

Biaya produksi

1 Bahan baku singkong 455 kg Rp 300/kg Rp 136.500

2 Enzim alfa amilase 135 g Rp 71.000/kg Rp 9.585

3 Enzim beta amilase 81 g Rp 77.000/kg Rp 6.237

4 Ragi 310 g Rp 75.000/kg Rp 23.250

5 Urea 161 g Rp 2.000/kg Rp 322

6 NPK 80 g Rp 3.500/kg Rp 280

7 Biomassa 2 m3 Rp 10.000/m3 Rp 20.000

10 Tenaga kerja operator 3 orang Rp 20.000/orang/hari Rp 60.000

11 Biaya penyusutan mesin Rp41.096 /hari Rp 41.096

12 Biaya penyusutan zeolit lokal Rp 141

Total biaya produksi perhari Rp 323.911

Biaya produksi per liter Rp 4.627,3

Pendapatan perhari Rp 385.000

Laba perhari Rp 61.089

R/C ratio 1,19%

Net B/C ratio 19%

Asumsi:

 Lahan yang digunakan untuk produksi adalah milik sendiri, bukan sewa.  Umur ekonomis mesin produksi bioetanol 10 tahun.

 Umur ekonomis zeolit lokal 500 kali pemakaian setara 500 hari.  Jam kerja produksi 8 jam/hari.

 Harga jual bioetanol berkadar 99% Rp5.500 per liter.  Tingkat suku bunga Bank Indonesia saat perhitungan 8%.

 Kapasitas produksi 70 liter per hari.  Bioetanol yang dihasilkan berkadar 99%

Dari analisis di atas dapat disimpulkan, dengan tingkat keuntungan 19%, produksi bioetanol berbahan baku singkong layak diusahakan karena lebih menguntungkan daripada menyimpan dana di bank dengan tingkat bunga Bank Indonesia per 6

33 Desember 2007 sebesar 8%. Investasi yang ditanamkan untung usaha produksi bioetanol kembali setelah 6 tahun 9 bulan.

Bisa saja petani memproses singkong menjadi etanol dengan kadar 10 – 15%. Mungkin petani bisa meningkatkanny dengan destilasi sederhana menjadi sekitar 35%. Ethanol dengan kadar ini kemudian diserahkan ke pengepul/koperasi. Koperasi lah yang akan membuat ethanol kadar 35% menjadi 99.5%. Dari sini kemudian di jual ke pertamina/pengusaha yang akan mengolahnya dengan bensin menjadi E10 atau E5. Petani bisa dibina oleh koperasi dengan memberikan bantuan modal untuk membeli singkong, peralatan sederhana, dan enzym yang digunakan untuk membuat etanol ini. Dengan cara ini petani bisa dirangsang untuk memproduksi etanol dengan skala yang kecil dan mereka mendapatkan tingkat keuntungan yang wajar. Kalau digambarkan mungkin seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3. alur bisnis bioetanol skala UKM

Selain itu perlu juga dibuat semacam regulasi/perda atau apapun namanya yang menjamin kelangsunga usaha ini. Kalau perlu juga mengandung bank yang akan mendukung di sisi permodalannya.

Sejalan dengan gambar di atas adalah strategi pengembangan industri yang diyakini mampu secara kolektif meningkatkan efisiensi dan daya saing yang berkelanjutan adalah pendekatan klaster industri. Konsep klaster banyak diperkenalkan oleh Porter (1998) yang melihat klaster industri sebagai sekumpulan perusahaan dan institusi yang terkait pada bidang tertentu yang secara geografis berdekatan,

Koperasi

Petani Petani

Petani Petani Petani

Etanol 10 – 15% Etanol 99,5 %

34 bekerjasama karena kesamaan dan saling memerlukan. Untuk industri BBN bioetanol, selama ini UKM bioetanol menjalankan usahanya secara mandiri. Namun sebenarnya UKM bioetanol di Jawa Timur tersebut telah memiliki perangkat untuk pembentukan klaster. Artinya sebenarnya dari sisi pasokan dan sisi permintaan telah kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan distribusi bioetanol.

Hanya perlu dukungan pemerintah untuk kembali menata agar tercipta kerjasama dan kolaborasi antara industri inti UKM BBN dengan industri pendukungnya. Jika kolaborasi antar UKM bisa tercapai, didukung oleh keikutsertaan stakeholder nya untuk mendukung industri BBN, juga sumbangsih institusi pendidikan dan penelitian yang mengawal peningkatan kualitas industri BBN, tentu UKM tidak akan kesulitan lagi untuk menjadi supllier Pertamina, serta pengembangan pasar lain. Sekali lagi, dengan konsistensi kebijakan Pemerintah.

Tabel 2. Segmentasi Bioetanol No Grade

Bioetanol

Harga

Jual /Liter Manfaat Pemakai

1. Kadar 20 – 40%

Rp. 2.500 Digunakan untuk saos rokok dan campuran minuman, parfum dan deodorasi

Pabrikan rokok, makanan, minuman, pembersih lantai & farfum (spalding, Gatsby dll)

2. Kadar 60–70%

Rp. 4.500 Subsitusi minyak tanah 1 liter untuk diatas 3 jam

Masyarakat pemilik kompor BAHENOL (Bahan Hemat Etanol)skala rumah tangga 3. Kadar

80%

Rp. 8.000 Sterilisasi di Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Reparasi Elektro & Bahan baku Obat

Paramedis & Pabrik obat, farmasi dan Jamu

4. Kadar 90% keatas

Rp. 15.000 Perdagangan umum di toko-toko kimia atau PBF (Pabrik Besar Farmasi) seperti PT. Brataco perdagangan ekspor

Masyarakat Luas Luar Negeri

Mutu bioetanol sebagai bahan bakar cukup ketat yang mensyaratkan kadar etanol lebih dari 99% serta beberapa parameter lainnya. Hal ini berhubungan manfaatnya sebagai

35 pengganti bahan bakar. Standar ini menetapkan persyaratan mutu dan metode uji bioetanol terdenaturasi untuk gasohol dan hanya berlaku untuk bioetanol yang akan digunakan sebagai bahan bakar motor bensin, yaitu sebagai komponen campuran bahan bakar bensin pada kendaraan bermotor atau motor lainnya. Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari bahan nabati atau biomassa lainnya, sedangkan gasohol (kependekan dari gasoline-alcohol) adalah campuran (blending) antara bensin dengan Fuel Grade Ethanol (FGE). Bahan bakar bioetanol harus bebas dari endapan dan zat terlarut secara visual sehingga terlihat jernih dan terang pada suhu kamar.

Spesifikasi standar bioetanol terdenaturasi untuk gasohol disajikan pada tabel di bawah ini sesuai keputusan Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi No. 722/10/DJE/2013 tentang standar mutu (spesifikasi) bahan bakar nabati (Biofuel) jenis bioetanol sebagai bahan bakar lain yang dipasarkan di dalam negeri

Tabel 3. Spesifikasi standar bioetanol terdenaturasi untuk gasohol

No. Sifat Unit, Min/Maks Spesifikasi

1 Kadar etanol %-v, min 99.5 (sebelum denaturasi)

94.0 (setelah denaturasi)

2 Kadar metanol Mg/l, maks 300

3 Kadar air %-v, maks 1

4 Kadar denaturan %-v, min 2

%-v, maks 5

5 Kadar tembaga (cu) Mg/kg, maks 0.1

6 Keasamaan sebagai CH3COOH

Mg/l, maks 30

7 Tampakan Jernih dan terang, tidak ada

endapan dan kotoran 8 Kadar ion klorida (Cl) Mg/l, maks 40

9 Kandungan belerang (S) Mg/l, maks 50 10 Kadar getah (gum), dicuci Mg/100 ml, maks 5.0

11 pH 6.5-9.0

Selanjutnya, produk harus dikemas dalam wadah tertutup yang tidak bereaksi terhadap isi, dan aman selama pengangkutan dan penyimpanan.

Darnpak penggunaan etanol sebagai bahan bakar

1. Sosial / tenaga kerja : karena terbuat dari tanaman, industri etanol dapat membuka lapangan kerja dibidang pertanian. Satu pabrik etanol berkapasitas 50 juta liter per tahun membutuhkan bahan baku yang berasal dari 20.000 hektar lahan. Jika tenaga kerja per hektar 2 orang, maka dapat diserap 20.000 orang tenaga kerja, atau 100.000 jiwa termasuk keluarga.

36 2. Ekonomi : substitusi BBM dengan etanol dapat menurunkan subsidi impor BBM.

lmpor premium mencapai 30% dari total konsumsi. 3. Lingkungan :

 Pengurangan penggunaan BBM 10% pada pemakaian Gasohol E-10 dapat

Dokumen terkait