• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Pengembangan komunitas petani kelapa di Kecamatan Kahayan Kuala pada tahun 2001 melalui Dinas Kehutanan pemerintah meluncurkan program reboisasi lahan kritis untuk ditanami bibit kelapa baru, sasaranya adalah lahan kritis akibat berhentinya proyek sejuta hektar pada masa orde baru.

Kecamatan Kahayan Kuala menjadi sebagai salah satu kecamatan yang termasuk kedalam program reboisasi mengingat lahan kritis yang ada di Kecamatan Kahayan Kuala dapat menjadi upaya kepemilikan usaha produktif bagi masa depan generasi yang akan datang juga disamping itu usaha dari pemerintah dalam program reboisasi ini dapat menghindari luasnya lahan gambut yang dapat menjadi sumber musibah kebakaran yang lebih luas lagi di Kalimantan Tengah.

Berdasarkan data dari Balai Pengelolaan DAS Kahayan, maka luas lahan kritis di wilayah Kabupaten Pulang Pisau pada kawasan Hutan Produksi mencapai Luas 89.120,47 Ha dan pada kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonvesi mencapai luas 292.430,96 Ha sehingga luas keseluruhan kawasan Prioritas I mencapai luas 381.551, 43 Ha.

Dengan asumsi kemampuan dana yang disediakan untuk kegiatan Rehabilitasi hanya dengan cakupan luas 1000 Ha/tahun, maka upaya rehabilitasi akan memerlukan waktu kurang lebih 381 tahun, suatu situasi yang sangat memprihatinkan.

Salah satu faktor kunci keberhasilan kegiatan penghijauan adalah terletak pada kelompok tani dan anggotanya yang secara langsung diberi peran dan tanggung jawab melaksanakan kegitan tersebut. Agar proses recruiting calon petani (CP) dan calon lahan (CL), maka diperlukan adanya mekanisme yang jelas, transparan, akuntanbilitas serta efektif dan efisien.

Untuk memenuhi program yang diadakan pemerintah untuk petani kelapa yang ada di Kalimantan Tengah melalui Dinas Perkebunan memfasilitasi dibentuknya kelembagaan bagi petani kelapa di Kecamatan Kahayan Kuala maka dibangunlah APKI sebagai wadah mengorganisasi petani dalam menerima program

dan wadah untuk bermusyawarah menyelesaikan masalah internal petani dan masalah dengan internal yang dirasakan oleh petani .

Program reboisasi dapat dilaksanakan dan berhasil sampai sekarang karena bibit yang ditanam benar-benar hasil pilihan petani mengingat program yang direncanakan benar-benar hasilnya dapat dinikmati dan untuk kepentingan petani masa akan datang, maka petani benar-benar merawat bibit kelapa tersebut dan sampai sekarang petani yang mendapat bantuan program bangga menceritakan pertumbuhan kelapa hasil dari program sangat membantu petani .

Lemahnya organisasi APKI baik dari segi pengetahuan tentang perkebunan dan produktifitas dengan teknologi baru dan informasi menjadikan APKI kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat petani, untuk ikut menjadi anggota dalam APKI karena program kerja juga belum jelas, untuk itu Ketua APKI mencoba untuk meyakinkan masyarakat petani kelapa melalui bantuan program baru yang sifatnya lebih produktif yaitu Program Pengolahan Lanjutan Kelapa (Proses pengolahan

kelapa menjadi VCO dan Smoke Oil, dan pengolahan limbah sabut) yang bekerja

sama dengan instansi terkait dari dinas yang ada di Kabupaten Pulang Pisau.

Deskripsi Kegiatan Pemberdayaan Petani dan Agrobisnis

Kabupaten Pulang Pisau memiliki potensi perkebunan kelapa milik rakyat seluas 10.298 Ha dengan produksi 16.496,5 ton kopra pertahun (data Dinas Perkebunan Pulang Pisau Tahun 2005). Dari produksi tersebut dirasakan petani kurang menguntungkan karena harga kopra semakin lama semakin menurun akibat harga bahan baku kelapa yang semakin berkurang dan mahal, sehingga produksi kopra ditinggalkan petani, maka oleh Pemerintah Daerah/Pusat memprogramkan pemberdayaan petani pedesaan melalui usaha agribisnis, salah satunya adalah

pengolahan kelapa menjadi VCO, Smoke Oil untuk bahan pengawet ikan dan

pengolahan limbah kulit kelapa menjadi sabut.

Sehingga pemberdayaan sistem agribisnis yang berdaya saing dengan membangun keunggulan kompetitif produk-produk Daerah berdasarkan kompetitif sumber daya alam dan manusia di daerah yang bersangkutan. Berdasarkan fokus

36 program tersebut maka program rencana sumber daya nasional diorientasikan pada upaya mengatasi :

1. Kemiskinan

2. Tenaga Kerja Khususnya di Pedesaan

3. Ketahanan Pangan

4. Pemberdayaan Masyarakat

5. Ekonomi Kerakyatan

6. Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi.

Wujud dan pemberdayaan sistem agribisnis melalui Proyek Pemberdayaan Petani dan Agribisnis di kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau, salah satunya programnya adalah Pengolahan Kelapa menjadi VCO dengan melibatkan Kelompok Petani Pekebun di kecamatan.

Pembiayaan Proyek

Dana penguatan modal kelompok sebesar Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah), dana tersebut dibagi, untuk modal mesin juga modal uang Rp 5.000.000,- untuk masing-masing kelompok, dana tersebut untuk melancarkan pengoperasionalkan usaha kelompok.

Dana pemberdayaan kelompok Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dipergunakan untuk keperluan pembinaan kelompok dengan perincian sebagai berikut :

a. Dana pelatihan pengolahan VCO kewirausahaan dan pembinaan bagi kelompok

tani dianggarkan Rp 64.500.000,- (enam puluh empat juta lima ratus ribu rupiah).

b. Dana operasional petugas lapangan/pendamping dianggarkan sebesar Rp

10.500.000,- (sepuluh juta lima ratus ribu rupiah).

Kecamatan Kahayan Kuala, Kabupaten Pulang Pisau masih tetap dipilih sebagai lokasi program karena potensi sumber daya kelapa sangat menguntungkan petani sehingga dapat memajukan ekonomi lokal apabila sumber daya alam dapat dioptimalkan usaha produksinya. Untuk itu penguatan kelembagaan yang ada menjadi salah satu kunci keberhasilan program. Penduduk Kecamatan Kahayan

Kuala memiliki karakteristik masyarakat dengan pola hidupnya masih tradisional dimana ikatan kekeluargaan masih kuat, persaingan antara warganya belum kuat, toleransi dan sifat gotong royong tinggi. Adalah modal sosial yang perlu dipertahankan dan didayakan dalam wujud usaha bersama petani untuk mencapai kemajuan dan kesuksesan petani.

Pertimbangan lain di kecamatan tersebut memiliki luas areal kebun kelapa 8.353,75 dengan produksi 54.898.424 butir/tahun dan potensi pengolahan 9.121.000 liter.

Adapun nama-nama Kelompok Tani pengolahan VCO dibagi menjadi beberapa kelompok dengan nama sebagai berikut ;

1. Bahaur Hulu 2. Bahaur Tengah 3. Bahaur Hilir 4. Rungun 5. Pesananan 6. Brunai 7. Pudak.

Waktu pelaksanaan proyek terhitung sejak turunnya DIP yaitu bulan Agustus 2005, sehingga pelaksanaan proyek efektif selama 4 (empat) bulan yaitu awal bulan September sampai dengan akhir bulan Desember 2005.

Bagaimana agar cita-cita petani untuk merubah struktur komunitas yang semula berada dalam lapisan paling bawah dapat berubah menjadi lapisan masyarakat yang sejahtera. Salah satu faktor yang dapat dikembangkan adalah penguatan APKI baik dari organisasinya, SDM.dan modal sosialnya dengan harapan program yang ada dan masih akan dijalani dapat berjalan sesuai perencanaan program dan hasilnya dapat dinikmati petani kelapa berkelanjutan.

Tujuan Proyek

Tujuan proyek ini adalah untuk peremajaan kelapa yang berkurang akibat penebangan pohon kelapa untuk diambil kayu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan kayu bagi rumah tangga bisa diatasi dengan reboisasi. Dengan adanya

38 reboisasi petani akan mempunyai pasokan hasil kelapa sehingga hasilnya dapat meningkatkan pendapatan petani. Program reboisasi dapat dilaksanakan dan berhasil sampai sekarang karena bibit yang ditanam benar-benar hasil pilihan petani mengingat program yang direncanakan benar-benar hasilnya dapat dinikmati dan untuk kepentingan petani masa yang akan datang, maka petani benar-benar merawat bibit kelapa tersebut dan sampai sekarang petani petani yang mendapat bantuan program bangga menceritakan pertumbuhan kelapa hasil dari program sangat membantu petani.

Tahapan-Tahapan Persiapan Proyek

1. Menghimpun informasi tentang daerah di Kabupaten Pulang Pisau yang

mempunyai potensi besar tentang produksi kelapa, kesipan petaninya dan berbagai faktor pendukung lainnya.

2. Pembuatan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis serta kelengkapan

administrasi lainnya.

3. Menetapkan petugas pendampin di lapangan untuk membimbing petani dalam hal

pembentukan kelompok, pembuatan proposal, pengelolaan mesin.

Kendala dan Hambatan

Petani kelapa belum siap untuk membuat proposal, pembentukan kelompok, pengelolaan mesin, dikarenakan lemahnya organisasi APKI baik dari segi pengetahuan SDM, teknik produktivitas, dan modal sosial sehingga APKI yang diharapkan dapat mendampingi petani dari petugas penyuluh lapangan tetapi kenyataannya APKI belum siap seperti anggota petani lainnya sehingga petani kurang percaya kepada APKI.

Untuk membangkitkan semangat petani dalam berkebun APKI berusaha bekerja sama dengan instansi terkait seperti Dinas Sosial, Perkebunan, Perdagangan, Industri dan Koperasi untuk menciptakan program baru yaitu agrobisnis kelapa menjadi olahan lanjutan berupa VCO, briket, Smoke Oil.

Evaluasi Program

Pelaksanaan program reboisasi, pengembangan agrobisnis ditinjau dari prinsip pengembangan masyarakat sebagai berikut :

1. Program reboisasi atau penanaman kembali lahan rusak akibat gagalnya proyek sejuta hektar masa pemerintahan orde baru dengan tujuan meningkatkan usaha petani di masa depan melalui peremajaan kelapa tua. Peremajaan lahan rusak dengan penanaman kembali pada prinsipnya dilakukan untuk mengkondisikan agar tanaman selalu pada posisi berproduksi optimal. Namun luas lahan rusak dengan usaha program jauh berbanding sehingga pelaksanaan peremajaan sulit mengejar dengan usaha ekonomi yang diharapkan petani sehingga tidak memungkinkan dapat dinikmati petani karena luas lahan rusak pada tahun 2001 di Indonesia sekitar 400 ribu ha atau 11% dari total areal, sedangkan program peremajaan hanya 1000 ha itupun tidak setiap tahun ada, maka sampai kapan lahan rusak bisa ditanami kembali hal ini terjadi karena keterbatasan dana yang dimiliki negara. Sedangkan kondisi petani sangat memprihatinkan setelah dilanda krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

2. Program usaha agrobisnis, program ini menekankan adanya kelembagaan yang

mampu mengembangkan usaha produksi bagi petani sehingga petani mempunyai kemampuan, keterampilan dari menjual buah kelapa butiran menjadi produsen olahan lanjutan berupa VCO, dan lain-lain. Namun kelembagaan yang ada di Kecamatan sangat lemah kondisinya baik dari segi : (1) SDM petani dari fisik kepemilikan lahan luas tetapi perawatan kurang, sehingga dari segi ekonomi pendapatan petani dari buah kelapa tidak menentu karena harga ditentukan secara monopoli oleh pengelola, dari segi pengetahuan petani hanya sebatas SD sampai SMP, sedikit yang mencapai pendidikan tingkat atas. (2) Teknologi budidaya / benih / bibit. Sebagian besar kelapa yang dikembangkan petani adalah kelapa berumur panjang, karena kelapa berumur pendek bertekonologi hibrid harganya relatif mahal. Pengolahan produksi lanjutan masih menggunakan alat tradisional sehingga mutu hasil rendah jaringan pasar belum luas. Belum adanya mitra kerja yang menjamin kontinuitas tata niaga atau jaringan pasar produk kelapa dan turunannya. Modal sosial lemah karena informasi sering tidak sampai akibat

40 melemahnya rasa kebersamaan adanya persaingan terselubung sehingga

trut/kepercayaan diantara petani kurang terjalin.

Dari keterangan di atas maka pengembangan petani melalui program reboisasi dan usaha agrobisnis belum dapat dirasakan oleh petani secara langsung, namun dari aspek pengembangan petani dapat berhasil dan akan bermanfaat apabila kendala-kendala yang dirasakan petani bisa diatasi untuk itu diperlukan wadah kelembagaan bagi petani yang kuat, baik SDM, teknologi, modal sosial, agar mampu mendorong kemandirian dan keberhasilan.

Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Mata pencaharian mayoritas masyarakat di Kecamatan Kahayan Kuala adalah petani kelapa. Dalam hal ini, sektor lain seperti perdagangan dan jasa, ruang lingkup masih terkait dengan pertanian. Pemerintah melakukan upaya dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui program jangka panjang perkebunan kelapa dengan reboisasi lahan rusak dan program jangka pendek usaha agrobisnis. Melalui program tersebut perekonomian masyarakat diharapkan akan mengalami peningkatan serta menimbulkan multiplayer effect pada sektor-sektor lain.

Hasil pengamatan di lapangan, menunjukkan bahwa program-program tersebut belum efektif dan efisien untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, khususnya pada bidang pertanian.

Pengembangan Kelembagaan, Modal dan Gerakan Sosial

Program reboisasi yang disalurkan pada kelompok-kelompok tani bentukan baru telah mempengaruhi eksistensi kelompok tani yang tumbuh di masyarakat. APKI secara kelembagaan mengalami stagnasi. Demikian juga modal sosial yang terbentuk dalam internal kelompok meskipun pihak eksternal mengalami degradasi. Yang paling memprihatinkan adalah hilangnya rasa tanggungjawab masyarakat terhadap property yang dimiliki oleh swasta maupun pemerintah.

Program usaha agrobisnis secara konseptual mengacu pada prinsip pengembangan masyarakat. Program tersebut disalurkan melalaui lembaga APKI

yang ada di Kecamatan Kahayan Kuala warisan dari Kabupaten Lama yaitu Kuala Kapuas. Setelah adanya pemekaran APKI ikut dalam wilayah Kabupaten baru yaitu Pulang Pisau. Kabupaten baru belum mengerti sepenuhnya dengan keberadaan APKI dan kredibilitas kinerja APKI, penyaluran program lewat ketua APKI tanpa melibatkan petani untuk mendapatkan persetujuannya akibat melemahkan modal sosial yang ada dalam masyarakat, karena masyarakat petani tidak merasa dilibatkan sehingga posisi petani hanya sekedar buruh dalam kegiatan program sedang ketua APKI merasa sebagai bos pengelola yang tidak adil dalam menjalankan program.

Penghentian sepihak program oleh ketua APKI menunjukan kekuasaan ketua APKI dengan kekuatan masyarakat petani tidak berimbang. Program usaha Agrobisnis di anggap sebagai program setengah hati, karena bantuan hanya berupa mesin dan janji pemberian bantuan modal awal kepada petani tidak terealisasi, kontrol dari dinas yang terkait tidak ada, sehingga sulit berkelanjutan karena program hanya dikuasai oleh ketua APKI. Namun dampak positif dari program usaha Agrobisnis adalah terbentuknya Central bisnis di pedesaan meskipun ini juga belum bisa optimal kendalnya oleh lemahnya organisasi APKI sampai sekarang.

Ikhtisar

Program Reboisasi sebenarnya bermaksud mengembangkan ekonomi jangka panjang petani, namun petani sangat mengharapkan program yang sesuai dengan keadaan petani sekarang yaitu program yang dapat meningkatkan kinerja petani dan menambah hasil bagi petani sehingga program yang ada kurang menyentuh dengan kepentingan petani saat ini.

Bantuan pengembangan masyarakat melalui usaha agrobisnis disambut petani dengan antusias, melalui perkenalan program sampai latihan pengolahan lanjutan diikuti petani dengan semangat harapanya petani dapat segera mengolah kelapa butiran menjadi olahan lanjutan yang dapat dijual dipasaran yang lebih luas sehingga pendapatan petani bertambah meningkat, namun apa daya setelah selesai latihan ketrampilan selesai juga program dan tidak berjalan seperti harapan karena informasi tentang keberlanjutan program belum sampai menghasilkan produksi berhenti begitu saja, tidak ada pendamping bagi petani untuk dapat melanjutkan program sehingga harapan petani berhenti begitu saja alasanya dinas terkait sibuk

42 belum sempat mendampingi petani sampai program benar-benar dapat dimanfaatkan petani. Petani sudah mengerti dengan teknik produksi kelapa tetapi kemana petani harus menjual belum ada akses bagi petani untuk memasarkan karena pasar yang ada di desa hanya membeli kopra dan kelapa butiran, sedangkan untuk menjual hasil produksi berupa VCO belum ada jejaring pasar, jadi program untuk siapa.

Gambaran APKI secara umum menjelaskan bagaimana sejarah, maksud, tujuan, dan peranan APKI guna memberdayakan petani kelapa yang selama ini selalu diposisikan sebagai pemasok bahan baku kepada pengusaha pengolah produksi kelapa. Pengusaha kelapa belum mempunyai keinginan untuk berlaku adil kepada petani mengingat pengusaha hanya berorientasi semata-mata mencari keuntungan untuk itu diperlukan kelembagaan yang dapat memposisikan petani tidak hanya sebagai pemasok bahan baku saja, tetapi juga dapat menjadi pengusaha, untuk itu lahirlah APKI.

Sejarah APKI

Sejarah berdirinya Asosiasi Petani Kelapa Indonesia. APKI berdiri pada tanggal 28 Oktober 2000 di Palembang, Sumatera Selatan, dan dikukuhkan 30 Juli 2002 di Manado, Sulawesi Utara. Organisasi ini, organisasi tingkat nasional berkedudukan di Ibukota Provinsi dimana ketua dan seketaris APKI berdomisili di Propinsi. APKI unit terkecil berkedudukan di ibu kota kecamatan.

APKI di Kecamatan Kahayan Kuala lahir ketika kecamatan ini masih bergabung dengan kabupaten lama yaitu Kuala Kapuas tahun 2002 sebelum pemekaran wilayah dimana Kecamatan Kahayan Kuala sekarang menjadi wilayah kabupaten baru dengan nama Pulang Pisau. Bagaimana kecamatan ini bisa tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Indonesia hal ini karena latar belakang penduduk di kecamatan ini 90 % penduduknya bemata pencaharian sebagai petani perkebunan kelapa dan memerlukan wadah yang dapat mengorganisir kepentingan petani untuk dapat lebih produktif dalam pengembangan usaha petani dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan petani.Sesuai dengan AD/ART dalam APKI yang berusaha meningkatkan posisi tawar petani kelapa maka lahirlah Asosiasi Petani Kelapa di Kecamatan ini.

44

Tujuan

Adapun tujuan penyusunan pedoman penumbuhan dan pengembangan Kelembagaan Asosiasi petani perkebunan kelapa adalah:

1. Memberdayakan Petani Kelapa melalui suatu wadah organisasi 2. Meningkatkan harkat, martabat dan kesejahteraan petani kelapa 3. Membentuk pola kemitraan bisnis yang sinergis dan berkualitas

Fungsi

Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) berfungsi sebagai berikut: 1. Sebagai wadah berhimpun seluruh petani kelapa.

2. Wahana perjuangan penyalur aspirasi dan kominikasi timbal balik antara sesama petani kelapa dan organisasi seprofesi yang lain.

3. Wadah penggerak dan pengarah peran serta petani kelapa.

4. Wadah pembina an dan pengembangan kegiatan-kegiatan petani kelapa.

Tugas pokok

Dalam rangka pencapai tujuan dan fungsi yang dimaksud, Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) tugas pokoknya adalah:

1. Mengembangkan, meningkatkan serta memperkokoh organisasi.

2. Memperjuangkan perlindungan hak dan kepentingan petani kelapa. 3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani kelapa.

4. Menggerakan semangat kewirausahaan dan gotong- royong petani kelapa. 5. Meningkatkan kerjasama / kemitraan dengan pihak lain yang menguntungkan.

Peranan APKI

Peranan APKI adalah sebgai wadah berhimpun petani untuk menyalurkan aspirasi petani, memahami persoalan yang mengganggu pengembangan usahanya dan mencari upaya pemecahanya serta untuk memperkuat posisi tawar petani terhadap stakeholder perkebunan lainya.

Sasaran dan Manfaat

Sasaran dari kegiatan penumbuhan dan pengembangan asosiasi petani kelapa adalah :

1. Terwujudnya asosiasi petani perkebunan yang tangguh sehingga mampu

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi

2. Menjadi mitra pemerintah dalam stra tegi yang berkaitan dengan produksi, mutu dan pemasaran.

Adapun manfaat yang diharapkan dari kegiatan penumbuhan dan pengembangan APKI :

1. Dapat mendukung pembangunan perkebunan kelapa.

2. Mempertangguh daya saing melalui produksi yang bermutu dan efisiensi.

Tugas Pengurus Kelompok APKI

1. Mengidentifikasi kebutuhan masalah lapangan dan kebutuhan latihan guna

menentukan materi pelatihan teknis kewirausahaan agar dapat mmencapai sasaran yang dibutuhkan dilapangan. Hal ini tidak terlaksana di desa ini karena kepengurusan hanya bersifat semu hanya ketua yang aktif mengingat pengalaman anggota dalam kepengurusan yang dipilih bersifat tidak terbuka tidak melibatkan anggota lain yang lebih berpotensi dalam kepengurusan APKI, hal ini terjadi karena dominasi ketua APKI dalam segala bidang usaha tersebut diatas.

2. Membuat proposal kelayakan usaha. Penyusunan proposal di desa ini juga hanya dikerjakan oleh ketua sehingga ketika FGD petani sebagai anggota menanyakan tentang proposal yang hanya dibuat oleh ketua, hal ini mendapat jawaban dari

ketua ”kalau ingin mendapat bantuan silahkan bagi anggota petani untuk

membuat proposal“ hal ini terjadi karena keterbatasan SDM dalam kepengurusan APKI di kecamatan ini.

3. Membuat Rencana Usaha bagi anggota, pengurus APKI di kecamatan ini sudah

mendapat bantuan sesuai dengan proposal bantuan yang dibuat oleh ketua, tetapi rencana usaha tidak dapat berjalan dengan baik karena belum adanya kerjasama yang partisipatif dari seluruh stakeholder yang ada hal ini terjadi kurang adanya kontrol dari instansi terkait untuk mendampingi petani sampai program benar-

46 benar berkelanjutan, petani belum bisa mandiri karena faktor,lemahnya SDM, Pemanfaatan Teknologi Modern dan kerjasama diantara mereka yang sangat tidak adil karena usaha yang dijalankan hanya memposisikan petani sebagai buruh oleh ketua APKI.

Ruang Lingkup

Pada dasarnya asosiasi tumbuh dari hasil kesepakatan petani yang dilakukan melalui musyawarah, bukan atas tekanan pihak tertentu. Penekanan dalam bentuk apapun harus dihindari karena akan berdampak pada tidak adanya rasa kebersamaan (sense of togetherness). Di sisi lain, kebersamaan dan keterlibatan anggota secara penuh dalam setiap langkah dan pengambilan keputusan, sangat mendukung keberhasilan asosiasi.

Asosiasi harus dibentuk karena petani memang merasa perlu mendirikan asosiasi komoditi perkebunan serta menginginkan perubahan dan kemajuan yang nyata dibidang yang selama ini ditekuni. Selanjutnya asosiasi dikembangkan dan diberdayakan sesuai kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat.

Asosiasi harus didasari oleh kemandirian sedangkan dukungan sifatnya hanya pelengkap/penyempurna. Oleh karena itu, posisi Pemerintah sebagai fasilitator, dinamisator adalah tepat dalam pengembangan organisasi asosiasi petani.

Kriteria

Agar asosiasi petani mampu menjawab permasalahan yang dihadapi anggotanya dan mampu hidup pada masa mendatang, maka kriteria yang diperlukan antara lain :

1. Bersifat fleksibel

2. Membangun networking dan sharing.

3. Mendukung perubahan perilaku dalam hal ketrampilan, pengetahuan dan sikap. 4. Orientasi pada peningkatan kapabilitas.

Langkah – langkah Pembentukan dan Pengembangan Asosiasi Petani Komoditi Perkebunan

Untuk penumbuhan asosiasi petani komoditi, langkah yang ditempuh adalah : 1. Sosialisasi tentang peranan dan manfaat asosiasi komoditi perkebunan.

2. Musyawarah petani untuk menyepakati pembentukan asosiasi petani.

3. Menyusun struktur organisasi dan penetapan personil kepengurusan asosiasi. 4. Pengukuran aosiasi petani komoditi perkebunan oleh pejabat yang berwenang.

Sesuai dengan pendekatan bottom up, maka penumbuhan perlu dilaksanakan

dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Pusat.

Asosiasi dapat berkembang dan berhasil bila para petani sebagai anggota memiliki keyakinan yang kuat untuk mewujudkan tujuan organisasi serta kebersamaan dan tekad yang bulat untuk mengubah nasib dan citra diri.

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan