• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ezki Tri Rezeki Widianti : Pengurus Organisasi AJI (Aliansi Jurnalis Independen)

1. Sejak kapan AJI tidak mengakui pekerja infotainment sebagai seorang jurnalis?

Yah sejak kapannya, sejak ada infotainment kali ya. Saya tidak tahu pasti kalau tahunnya, tapi artinya sejak infotainment rame, terus mulai meramaikan, apakah itu produk jurnalistik atau enggak? Setelah itu (infotainment) ramai, terus kita lihat, kita pelajari dan ternyata itu bukan produk jurnalistik. Jadi yang bekerja disitu juga tidak bisa disebut sebagai seorang jurnalis.

2. Apa alasan AJI tidak mengakui dan menerima pekerja infotainment sebagai seorang jurnalis?

Karena produknya tidak ada hubungannya dengan kepentingan umum. Kalau jurnalis itu, produk jurnalistik yang didalamnya jurnalis indonesia itu, harus demi kepentingan kepentingan umum. Kepentingan umum itu isinya berkaitan dengan keuangan publik, keuangan negara, dan hukum pidana, misalnya terus, kebijakan-kebijakan publik. Di infotainment enggak ada itu, dimana ada kepentingan publiknya? Enggak ada! Itu urusan pribadi orang.

3. Apa yang harus dimiliki oleh pekerja infotainment agar informasi yang ditayangkan menyangkut kepentingan umum dan tidak mengganggu hak-hak narasumber?

Kalau saya enggak tahu ya infotainment. Tapi kalau saya sih lebih senang misalnya memakai menjadi produk hiburan, artinya misalnya membedah buku, disitu kan ada ininya ya, ketika preview film, launching

film, itu infotainment tetap saja yang ditanya orang kapan kawin, kapan cerai, kapan punya anak kan? Bukan filmnya, memang tidak ada hubungannya dengan apa yang diinginkan, produknya. Artinya kalau launching film, harusnya yang dibedah kan filmnya, iya kan? Misalnya film A, ini film A tentang apa? Oh tentang percintaan. Apa knowledge buat publiknya? Dimana? Misalnya, harus apalah namanya gitu, saya enggak tahu. Terus sutradaranya siapa? Soundtracknya yang buat bagaimana prosesnya? Pembuatan film prosesnya seperti apa? Itu enggak pernah dibedah oleh infotainment. Orang artisnya ada disitu yang ditanya kapan kawin, kapan cerai, pacarnya siapa? Gitu kan! Nah itu yang membuat dia (infotainment) tidak menjadi produk jurnalistik. Jadi kalau dia (infotainment) ingin menjadi produk jurnalistik, yang ada kepentingan umumnya. Apakah ada demi kepentingan umum, siapa pacar namanya siapa? Siapa kawin sama siapa? Kan enggak ada urusannya kita, itu kan privat.

4. Bagaimana dengan pendapat PWI yang menyatakan Pekerja infotainment adalah seorang jurnalis dan infotainment merupakan produk jurnalistik?

Kalau kita sih terserah saja ya, itu kan setiap organisasi mempunyai kebijakannya sendiri-sendiri. Tapi kalau AJI jelas kalau didalamnya tidak ada kepentingan umum. Walaupun katanya proses pencarian informasinya sama dengan wartawan lain, artinya menggali dan segala macam. Kamu sekarang kan wawancara saya, terus apakah kamu bisa dibilang seorang jurnalis? Kan ga bisa. Tapi kan sama, kamu cari data dulu, wawancara, nanti jadi tulisan dan segala macam. Menurut kita sih

kalu di AJI, boleh saja proses sama, tapi kan outputnya berbeda. Kalau kita jelas harus ada dan itu ada di Undang-Undang Pers, demi kepentingan umum. Kalau enggak salah ada itu di pasal 6 Undang-Undang Pers.

5. Menurut anda, Apa perbedaan pekerja infotainment dengan wartawan news?

Lihatnya di program. Program mereka kan program berita, jadi kalau ada 1 atau 2 yang hiburan, tapi programnya dia program berita. Kebanyakan demi kepentingan umumnya.

Lalu bagaimana dengan program berita yang memasukkan unsur berita tentang artis didalamnya? Misalnya Seputar Indonesia atau Liputan 6?

Kalau kita lihat seputar Indonesia, yang tadi kamu kasih contoh, itu kan demi kepentingan umum. Ada uang negara yang dikorupsi, iya kan? Ada masalah-masalah pidana, ada masalah-masalah kebijakan publik, kebijakan pemerintah, disela-sela itu, misalnya apa? Ariel dipersidangan, Ariel itu dipersidangan bukan lagi hiburan, itu sudah masuk pidana. Hukum pidana itu sudah masuk kepentingan umum, karena publik mendapatkan pelajaran dari situ. Jadi harus dibedakan, Ariel pacaran sama Luna Maya, dengan Ariel ketika ada di persidangan, itu demi kepentingan umum. Tapi ketika disidang dia pacarnya siapa, ibunya siapa, bapaknya siapa? Itu enggak ada urusan sebenarnya. Adiknya siapa itu enggak ada urusannya, karena dia manusia dewasa yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri.

6. Bagaimana mengenai fatwa yang pernah dikeluarkan MUI (Majelis Ulama Indonesia), yang mengharamkan tayangan infotainment?

MUI itu ormas yang independen. Jadi mereka menganalisa, mengkaji dengan cara mereka. Saya enggak tahu bagaimana ya prosesnya sampai mereka mengeluarkan fatwa haram. AJI sih tidak dapat berkomentar apa-apa, karena masyarakat itu boleh saja membuat, itu kan organisasi masyarakat ya, Ormas, boleh saja mempunyai pendapat seperti itu. Tapi kalau di KPI, enggak ada urusannya dengan haram halal, kita kan pakainya aturan. Jadi kalau ada kelompok Ormas yang mengatakan itu halal, itu haram, itu gibah dan segala macam, itu haknya mereka. KPI sendiri kan punya aturan mana yang boleh dan mana yang tidak.

7. Bagaimana dengan Kasus Luna Maya yang waktu itu menulis dan menjelekkan pekerja infotainment melalui status jejaring sosial?

Apakah anda mendukung atau membenarkan pernyataan dari Luna Maya?

ee...itu ekspresi orang ya, ketika dia kesal dan segala macam. Kalau kita sih waktu itu AJI berpikirnya kalau harusnya teman-teman infotainment introspeksi. Kenapa sampai ada yang mengatakan seperti itu? Mungkin disisi yang satu, okelah itu kata-katanya kasar, harusnya tidak seperti itu, bisa saja. Kalau saya bisa saja mengatakan tidak kasar seperti itu. Nah kalau di sisi yang lainnya juga, kebetulan AJI kan bertanya kepada Luna Maya waktu itu, kenapa sih? Lalu Luna Maya menjelaskan gitu loh, bahwa dia sudah mengatakan tidak mau di wawancara. Terus dia lagi menggendong anaknya Ariel, kameranya sampai kena kepala anaknya dan segala macam. Jadi, ya ekspresi yang sangat manusiawi ya menurut

saya. Terlepas dari kata-katanya kasar atau tidak memang harus ditelitisi, bisa saja kata-katanya tidak seperti itu. Tapi lain sisi orang-orang infotainment juga harus mengerti. Kalau mereka merasa mengatakan mereka adalah jurnalis, di Undang-Undang pers itu ada kok “tidak boleh memaksa narasumber berbicara”. Kan narasumber mempunyai hak tolak untuk tidak berbicara. Iya kan? Narasumber mempunyai hak tolak, jadi ketika narasumber mengatakan tidak, ya tidak. Kita harus hormati gitu loh. Ini sampai dia (Luna Maya) turun, sampai eskalator, diikutin dan segala macam. Nah itu dia yang saya bilang, kepentingan publiknya apa Luna Maya menggendong anak Ariel? Enggak ada.

8. Seberapa penting sebuah Kode Etik itu untuk seorang Jurnalis? Alasannya?

Ya penting banget, harus dong. Kita kerja apapun itu harus pakai dasar. Dasarnya apa, Undang-Undang, aturan dan etika segala macam. Kalau kita kerja enggak ada etikanya, kita kerja ga pakai dasar. Undang-Undang pers kalau jurnalis ya, enggak pakai etika itu ada di Kode Etik, mau jadi apa? Yaa harus memang, harus pakai dasar, penting. Apa yang boleh, apa yang tidak boleh? Nah, kalau jurnalis tidak beretika, gimana ya cara nulisnya nanti? Saya juga bingung tuh.

Apakah semua jurnalis mengetahui tentang Kode Etik tersebut? Kalau mengetahui sih enggak, saya lupa. Saya ada risetnya di dewan pers, hanya beberapa persen yang tahu Kode Etik. Saya beberapa ngasih training, saya tanya “tahu enggak Kode Etik?” banyak yang tidak tahu, banyak yang tidak baca. Karena saya tidak tahu ya dikantornya ada SOP atau tidak buku putih. Kalu dulu ya di kantor-kantor saya, ada buku

putih. Apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak? Nah setau saya, kebanyakan yang sekarang tidak tahu soal itu.

Lalu bagaimana seorang jurnalis menjalankan pekerjaannya jika tidak mengetahui Kode Etik tersebut?

Coba kamu bikin content analisi, hasilnya seperti apa? Berantakan kan! Contohnya tadi pagi (25 mei 2011) saya nonton infotainment, Arumi Bachsin jumpa pers sama ibunya, dia (Arumi) minta maaf sama ibunya sambil mencium, lalu apa yang dikatakan orang infotainment? “Ulang lagi donk, ulang, cium lagi”. Itu kan sudah rekayasa, sudah rekontruksi. Jadi di Kode Etik kita enggak boleh. Kalau mau, ditulis rekontruksi gitu. Kalau enggak, ditulis aja rekontruksi. Wartawan itu apa sih? Fakta kan, bukan rekayasa. Itu udah rekayasa, itu kan terjadi sehari-hari. Ketika narasumber sudah bilang ”no comment”, masih saja kameranya itu loh sampai nempel di pipi. Ingat kasusnya Ariel yng di Polda, yang kameranya di patahin? Itu kan saya tanya sama Ariel, karena untuk kebutuhan AJI ya, kenapa gitu loh? Itu karena kameranya nempel di pipi. Anda bayangkan kalau wartawan berprilaku seperti itu, tiba-tiba ada yang jahat, Ariel di apa-apakan gimana? Siapa yang mau tanggung jawab? Semua mengaku wartawan kan disitu, pertama. Kedua, sopan enggak kalau kamu diginiin di pipi ada kamera? (sambil dipraktekan).

Bagaimana jika keadaan atau posisinya dalam kedaan terdesak atau terdorong oleh orang lain?

Tapi kejadiannya tidak seperti itu, kejadiannya memang dia ingin memburu dari Ariel. Kalau kedorong dari belakang sih lain masalahnya ya. Nah itu yang saya bilang tadi, karena itu tidak beretika. Kayak yang

memburu Ariel juga, yang katanya kakinya terlindas mobil. Kenapa dia tidak menuntut? Karena dia salah, posisinya menghalangi mobil orang. Jadi etika itu sangat-sangat penting untuk diketahui. Dan narasumber itu lebih terbuka kalau kita punya etika, ngomong baik-baik. Saya 20 tahun jadi wartawan, saya belum pernah dipersoalkan soal etika. Kalau mereka saya nanya mereka tersinggung dan segala macam,ada. Tapi kalau soal etika, enggak.

Namun, apabila pekerja infotainment itu sudah minta maaf kepada yang bersangkutan, bagaimana?

Oh...itu sangat manusiawi juga dan itu harusnya tidak terjadi dari awal dong. Ketika dari awal dia sudah bilang “saya tidak mau diwawancara”, harusnya ya sudah. Ini kan dikejar terus. Dan waktu kameranya kena kepala anaknya, minta maaf itu kan waktu proses ketika mendesak. Kan dari awal sudah bilang “saya tidak mau”, tapi terus dikejar, sampai kepentok. Nah, ketika pertama kali bilang “saya tidak mau diwawancara”, itu yang harus dihormati. Bukan persoalan si pekerja Infotainment itu minta maaf, terus masalah selesai. Enggak donk! Hak narasumber dari awal. Kalau dia (pekerja infotainment) merasa mengakui sebagai jurnalis, hak narasumber dari awal untuk bilang tidak mau diwawancara. Itu yang harus dihormati, gitu loh. Jangan melakukan kesalahan, terus minta maaf, lalu dianggap sudah beretika, tidak. Tapi ketika yang pertama kali itu. Terkadang si artis dan infotainment ini saling membutuhkan, lalu mengapa ketika ada masalah artis tersebut enggak untuk menjelaskan kepada infotainment?

Makanya wartawannya itu harus punya integritas dong! Kalau dia mengaku wartawan, ya harus integritas. Jadi saling membutuhkannya itu, yang saling membutuhkan untuk kepentingan publik, informasi yang dibutuhkan kepentingan publik. Kalau lagi senang, sama-sama, ya karena wartawannya enggak punya integritas. Harus punya integritas, harus punya yang namanya kriteria narasumber apa? Yang bakalan jadi output kriterianya apa?

9. Menurut anda, apa yang dimaksud infotainment secara keseluruhan? Soal cara, soal proses, bisa saja. Tapi outputnya, outputnya demi kepentingan publik atau enggak? Kalau buat kami di AJI, kehidupan artis tuh bukan demi kepentingan publik. Misalnya Briptu Norman ya, itu bisa dimasukkan ke dalam berita. Karena dia seorang polisi, aparat negara, itu dia bisa. Tapi kalau si A dan si B yang pacaran sama artis, bukan tidak boleh masuk TV, boleh saja, silahkan saja. Tapi kalau mau dikatakan produk jurnalistik, AJI tetap menolak. Infotainment itu sangat privat, sangat pribadi.

10. Lalu bagaimana tanggapan anda mengenai infotainment yang kini menjadi tayangan non faktual?

Bukan non faktual sebenarnya, tetap faktual, karena faktanya tetap ada. Misalnya, KD menikah dengan Raul Lemos kan faktanya ada. Tapi itu bukan produk atau non jurnalistik lah.

Apakah artinya infotainment perlu penelusuran LSF sebelum ditayangkan?

11. Adakah perbedaan AJI dengan organisasi kewartawanan lainnya?

Saya enggak tahu organisasi wartawan yang lain melihat infotainment. Tapi kalau AJI sih jelas bahwa memang outputnya bukan output produk jurnalistik, dan kita bilangnya pekerja infotainment bukan wartawan infotainment. Kalau mereka dianggap oleh organisasi lainnya adalah wartawan sudah jadi anggota, boleh saja, karena itu hak warga negara. 12. Jika dilihat, respon masyarakat terhadap infotainment sangat tinggi. Ini

terlihat seringnya infotainment muncul di televisi. Tanggapan anda? Pernah riset enggak? Enggak ada kalau mau tahu. Emm...bulan Juli 2010 yang paling tinggi juga infotainment, sampai ribuan. Itu pengaduannya meminta infotainment untuk ditutup ke KPI. Kita juga enggak pernah riset ya, itu dari pengaduan. Setiap ketemu orang, pasti kita (KPI) ditanyai itu (infotainment), “kok didiamin saja sih KPI itu infotainment?”. Mungkin riset yang mana? Enggak ada riset tentang itu. Saya juga enggak bilang publik enggak suka, ada saja dong yang suka, bisa saja ya. Tapi apa iya dala sehari, begitu banyaknya infotainment? Lebih penting mana Krisdayanti hamil sama Raul Lemos dengan Nazarrudin yang bawa uang negara milyaran? Enggak kan. Tapi bukan berarti tidak boleh artinya ada infotainment. Kita tidak pernah mau menutup infotainment, karena itu boleh saja masuk televisi. Tapi kita tidak bisa bilang itu produk jurnalistik. Kalau kamu (peneliti) riset ke televisi-televisi, juga tidak masuk ke dalam struktur redaksi, masuknya ke programming. Programming itu adalah produk-produk yang non news, sinetron, acara musik-musik, itu masuknya ke programming. Nah, infotainment masuk kesitu, televisi pun

memasukkannya bukan di jurnalistik. Beberapa stasiun pun tidak memasukkan itu kedalam produk jurnalistik.

13. Bagaimana dengan Rating dan Share menunjukkan acara infotainment merupakan salah satu tayangan atau acara favorit?

Boleh saja, silahkan saja. Kita pertanyakan juga dong people meter dan segala macam. Tapi ya silahkan saja kalau itu menjadi ukurannya. Tapi buat kami di AJI tetap, ukurannya adalah soal-soal kepentingan publik tadi.

Jadi kesimpulannya adalah AJI tetap tidak mengakui pekerja infotainment sebagai jurnalis dan infotainment sebagai produk jurnalistik dikarenakan tidak ada kepentingan umum atau publik yang terkandung di dalamnya.

Dokumen terkait