· Failure Mode and Effect Analysis Analisis Pemecahan Masalah
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.2.3. Failure Mode and Effect Analysis
FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai resiko-resiko yang berhubungan dengan potensi kegagalan serta prioritas langkah perbaikan.FMEA merupakan suatu prosedur terstruktur yang mengidentifikasi dan mencegah
sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode).Mode kegagalan merupakan
semua yang termasuk dalam kecacatan dan kondisi di luar batas spesifikasi. Tahap-tahap dalam proses FMEA adalah sebagai berikut:
1. Penentuan Jenis Kegagalan Potensial
Jenis kegagalan potensial pada produksi minyak goreng berhubungan dengan
loss perusahaan adalah kecacatan pada minyak goreng yaitu pada karakteristik kadar air, karakteristik bau, karakteristik bilangan asam dan karakteristik warna.
2. Penentuan Efek yang Ditimbulkan oleh Kegagalan
Efek kegagalan ditentukan melalui wawancara terhadap bagian kepala
Tabel 5.27. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan
Severity Rank Kriteria
None 1 Dapat terlihat oleh operator (Proses). Mungkin/tidak terlihat
oleh user (Produk).
Very
Slight 2
Tidak ada efek kegagalan pada proses berikutnya (Proses). Efek kegagalan dapat diabaikan (Produk).
Slight 3 User mungkin dapat memperhatikan efek kegagalan, namun efek tersebut sangat kecil (Proses dan Produk).
Minor 4
Proses lokal selanjutnya mungkin akan kena dampak
(Proses). User akan mengalami efek negatif yang minor
(Produk).
Moderate 5 Dampak akan terasa sepanjang proses selanjutnya (Produk).
Performansi produk yang rendah, user kecewa (Produk)
Severe 6
Gangguan terhadap proses selanjutnya (Proses). Produk
akan mengalami degradasi seiring berjalannya waktu, user
kecewa (Produk).
High
Severity 7
Downtime yang signifikan (Proses). Performansi produk
terkena efek yang parah, user sangat kecewa (Produk).
Very High Severity 8
Downtime yang signifikan dan dampak finansial yang besar (Proses). Konsumen akan merasakan penurunan kualitas yang berada diluar batas toleransi
Extreme
Severity 9
Kegagalan berujung dampak yang berbahaya sangat mungkin terjadi. Keselamatan dan peraturan menjadi perhatian (Proses dan Produk).
Maximum
Severity 10
Kegagalan berujung dampak yang berbahaya dapat
dipastikan akan terjadi (Proses). Keselamatan dan peraturan terlanggar (Produk).
Efek yang ditimbulkan oleh setiap kegagalan tersebut adalah dampak finansial yang negatif pada perusahaan. Berdasarkan hal yang ditimbulkan tersebut nilai
3. Penentuan Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi
dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control, dengan
menggunakan acuan Tabel 5.28.
Tabel 5.28. Penilaian Occurrence FMEA yang Disarankan
Occurrence Rank Kriteria
Extremely Unlikely 1 Kegagalan sangat jarang terjadi
Remote Likelihood 2 Kegagalan jarang terjadi
Very Low Likelihood 3 Kegagalan sangat sedikit terjadi
Low Likelihood 4 Kegagalan sedikit terjadi
Moderately Low
Likelihood 5 Kegagalan kadang-kadang terjadi
Medium Likelihood 6 Kegagalan yang terjadi secara moderat
Moderately High
Likelihood 7 Kegagalan yang lumayan banyak terjadi
High Likelihood 8 Kegagalan yang banyak terjadi
Very High Likelihood 9 Kegagalan yang sangat banyak terjadi
Extremely Likely 10 Kegagalan yang hampir dapat dipastikan akan terjadi
Penyebab kegagalan pada produk minyak goreng pada karakteristik kadar air adalah sebagai berikut:
a. Kadar persen bahan campuran pembasah sedikit terjadi perubahan.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
controldiketahui adanya pengaruh kadar persen bahan campuran pembasah terhadap hasil produk minyak goreng, hal ini sedikit terjadi perubahan,
yaitu 10 dalam 1000 liter proses produksi.Berdasarkan hal tersebut, nilai
occurrence diberikan nilai 7.
b. Suhu pemanasan pada mesin pemanas yang berubah-ubah.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini kadang kadang terjadi, yaitu 11 dalam 1000 liter proses
produksi.Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 8.
Penyebab kegagalan karakteristik pada bau dan karakteristik pada bilangan asam adalah sebagai berikut:
a. Suhu mesin SHE (spiral heat exchanger) yang berubah-ubah.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini kadang kadang terjadi, yaitu 7 dalam 1000 liter proses
produksi. Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 7.
b. Suhu mesin deodorize yang berubah-ubah
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini sering terjadi, yaitu 5 dalam 1000 liter proses produksi.
Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 6.
c. Suhu mesin PHEyang berubah-ubah
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini sering terjadi, yaitu 10 dalam 1000 liter proses produksi.
Penyebab kegagalan pada produk minyak goreng pada karakteristik warna adalah sebagai berikut:
a. Kadar persen bahan campuran kadang-kadang terjadi perubahan.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control diketahui adanya pengaruh kadar persen bahan campuran terhadap hasil produk minyak goreng, hal ini kadang-kadang terjadi perubahan, yaitu 5 dalam 1000 liter proses produksi.Berdasarkan hal tersebut, nilai
occurrence diberikan nilai 6.
b. Suhu pemanasan pada mesin slurry tank yang berubah-ubah.
Berdasarkan hasil diskusi dengan kepala produksi dan kepala quality
control, hal ini kadang kadang terjadi, yaitu 7 dalam 1000 kali pada proses
produksi.Berdasarkan hal tersebut, nilai occurrence diberikan nilai 7.
4. Identifikasi kontrol proses yang ada untuk mencegah dan mendeteksi
penyebab kegagalan yang ada, dengan menggunakan acuan Tabel 5.29.
Tabel 5.29. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan
Detection Rank Kriteria
Extremely Likely 1 Kontrol dapat dipastikan akan mendeteksi kegagalan.
Very High
Likelihood 2
Kontrol memiliki peluang yang tinggi untuk mendeteksi kegagalan.
High Likelihood 3 Kontrol memililki efektifitas yang tinggi untuk mendeteksi kegagalan
Moderately High
Likelihood 4
Kontrol memililki efektifitas lumayan tinggi untuk mendeteksi kegagalan
Tabel 5.29. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan (Lanjutan)
Detection Rank Kriteria
Medium
Likelihood 5
Kontrol memililki efektifitas menengah untuk mendeteksi kegagalan
Moderately Low
Likelihood 6
Kontrol memililki efektifitas lumayan rendah untuk mendeteksi kegagalan
Low Likelihood 7 Kontrol memililki efektifitas rendah untuk mendeteksi kegagalan
Very Low
Likelihood 8
Kontrol memililki efektifitas yang sangat rendah untuk mendeteksi kegagalan
Remote
Likelihood 9
Kontrol memiliki peluang yang sangat kecil untuk mendeteksi kegagalan.
Extremely
Unlikely 10
Kontrol dapat dipastikan tidak akan mendeteksi kegagalan.
Kontrol proses yang ada diidentifikasi dengan cara pengamatan dan diskusi
dengan bagian kepala produksi dan kepala quality control.
a. Terjadi kesalahan saat melakukan campuran bahan pembasahMgSO4 dan
Na(NH4)SO4.
Menurut kepala produksi dan kepala quality control berdasarkan hasil
yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki keefektifan lumayan tinggi dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai
detection diberikan nilai 7.
b. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
pemanas.
mendeteksi kesalahan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai
detection diberikan nilai 8.
c. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
SHE (spiral heat exchanger).
Menurut kepala produksi dan kepala quality control, operator memiliki
tugas yang bersamaan pada proses produksi sehingga inspeksi dilakaukan secara tidak berkala. Cara ini memiliki efektifitas lumayan rendah untuk
mendeteksi kegagalan..Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan
nilai 7.
d. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
deodorize.
Menurut kepala produksi dan kepala quality control, operator memiliki
tugas yang bersamaan pada proses produksi sehingga inspeksi dilakukan secara tidak berkala. Cara ini memiliki efektifitas lumayan rendah untuk
mendeteksi kegagalan..Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan
nilai 6.
e. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
PHE (plane heat exchanger).
Menurut kepala produksi dan kepala quality control, operator memiliki
tugas yang bersamaan pada proses produksi sehingga inspeksi dilakaukan secara tidak berkala. Cara ini memiliki efektifitas lumayan rendah untuk
mendeteksi kegagalan..Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan
f. Tidak dilakukan proses inspeksi oleh operator secara berkala pada mesin
slurry tank.
Menurut kepala produksi dan kepala quality control, operator memiliki
tugas yang bersamaan pada proses produksi sehingga inspeksi dilakukan secara tidak berkala. Cara ini memiliki efektifitas lumayan rendah untuk
mendeteksi kegagalan..Berdasarkan hal tersebut, nilai detection diberikan
nilai 6.
g. Terjadi kesalahan saat melakukan campuran bahan H3PO4 dan CaCO3.
Menurut kepala produksi dan kepala quality control berdasarkan hasil
yang telah dicapai selama ini, cara ini memiliki keefektifan lumayan tinggi dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, nilai
detection diberikan nilai 7.
5. Perhitungan Risk Priority Number (RPN).
Risk priortiy number adalah nilai yang merepresentasikan nilai severity,
occuerence dan detection.
1. Karakteristik kadar air (tahap fraksinasi) a. Bahan Campuran kadar air
RPN = Severity x Occurence x Detection =8 x 7 x 7
= 392
b. Suhu Pemanas kadar air
= 8 x 8 x 8 = 512
2. Karakteristik bau atau bilangan asam (tahap deodorization)
a. Suhu mesin SHE
RPN = Severity x Occurence x Detection =8 x 7 x 7
= 392
b. Suhu mesin deodorize
RPN = Severity x Occurence x Detection = 8 x 6 x 6
= 288 c. Suhu mesin PHE
RPN = Severity x Occurence x Detection = 8 x 7 x 7
3. Karakteristik warna (tahap bleaching) a. Bahan Campuran warna
RPN = Severity x Occurence x Detection = 8 x 6 x 6
= 288
b. Suhu mesin slurry tank warna
RPN = Severity x Occurence x Detection = 8 x 7 x 7
= 392
Hasil rekapitulasi proses FMEA dan perhitungan risk priority number
Hasil rekapitulasi proses FMEA dan perhitungan risk priority numberditunjukkan pada Tabel 5.30.
Tabel 5.30. Failure Mode and Effect Analysis
No Jenis Kegagalan Potensial
Efek yang Ditimbulkan oleh
Kegagalan S
Penentuan Penyebab
Kegagalan O Kontrol Proses D RPN
1.
Kecacatan karakteristik kadar air (tahap
fraksinasi)
Konsumen merasakan penurunan kualitas yang berada diluar batas
toleransi
8
Kadar persen bahan campuran pembasah sedikit terjadi perubahan
7
Terjadi kesalahan
saat melakukan
campuran bahan
pembasah MgSO4
dan Na(NH4)SO4.
7 392
Suhu mesin pemanas
yang berubah-ubah 8
Tidak dilakukan
proses inspeksi oleh
operator secara
berkala pada mesin pemanas.
Tabel 5.30. Failure Mode and Effect Analysis (Lanjutan) No Jenis Kegagalan
Potensial
Efek yang Ditimbulkan oleh
Kegagalan S
Penentuan Penyebab
Kegagalan O Kontrol Proses D RPN
2. Kecacatan karakteristik bau dan bilangan asam (tahap deodorization)
Konsumen merasakan penurunan kualitas yang berada diluar batas
toleransi
8
Suhu mesin SHE (spiral
heat exchanger) yang berubah-ubah
7
Tidak dilakukan
proses inspeksi oleh
operator secara
berkala pada mesin
SHE (spiral heat
exchanger).
7 392
Suhu mesin deodorize
yang berubah-ubah 6
Tidak dilakukan proses inspeksi oleh
operator secara berkala pada mesin
deodorize
6 288
Suhu mesin PHE (Plane Heat Exchanger)yang
berubah-ubah
7
Tidak dilakukan proses inspeksi oleh
operator secara berkala pada mesin
PHE
Tabel 5.30. Failure Mode and Effect Analysis (Lanjutan) No Jenis Kegagalan
Potensial
Efek yang Ditimbulkan oleh
Kegagalan S
Penentuan Penyebab
Kegagalan O Kontrol Proses D RPN
3.
Kecacatan karakteristik warna (tahap
bleaching)
Konsumen merasakan penurunan kualitas yang berada diluar batas
toleransi
8
Kadar persen bahan campuran kadang-kadang terjadi perubahan. 6 Terjadi kesalahan saat melakukan campuran bahan H3PO4 dan CaCO3 6 288
Suhu pemanasan pada
mesin slurry tank yang
berubah-ubah
7
Tidak dilakukan proses inspeksi oleh
operator secara berkala pada mesin
slurry tank
Berdasarkan FMEA yang telah diberikan pembobotan nilai, selanjutnya dilakukan pengurutan nilai berdasarkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah.
Urutan nilai risk priority number dapat dilihat pada Tabel 5.31.
Tabel 5.31. Urutan nilai Risk Priority Number
No. Deskripsi Proses Mode Kegagalan RPN
1.
Tahap
Deodorization
(karakteristik bil. asam dan bau)
Suhu Mesin PHE yang berubah-ubah 512 2. Tahap Fraksinasi (karakteristik kadar air)
Suhu mesin pemanas yang berubah-ubah 512 3. Tahap Fraksinasi (karakteristik kadar air)
Kadar persen bahan campuran pembasah sedikit terjadi
perubahan
392
4.
Tahap Bleaching
(karakteristik warna)
Suhu pemanasan pada mesin
slurry tank yang berubah-ubah
392
5.
Tahap
Deodorization
(karakteristik bil. asam dan bau)
Suhu mesin SHE (spiral heat
exchanger) yang berubah-ubah
Tabel 5.31. Urutan nilai Risk Priority Number (Lanjutan)
No. Deskripsi Proses Mode Kegagalan RPN
6.
Tahap
Deodorization
(karakteristik bil. asam dan bau)
Suhu mesin deodorize yang
berubah-ubah
288
7.
Tahap Bleaching
(karakteristik warna)
Kadar persen bahan campuran kadang-kadang terjadi
perubahan
288
6. Pareto Chart Risk Priority Number.
Pembuatan Pareto Chart digunakan untuk menentukan kegagalan yang akan
dibuat rancangan perbaikannya. Perhitungan nilai persentase kumulatif RPN ditunjukkan pada Tabel 5.32.
Tabel 5.32. Perhitungan Persentase Kumulatif RPN Kegagalan RPN RPN Kumulatif Persentase Kumulatif RPN 1 512 1024 31,1 % 2 512 1536 46,7 % 3 392 1928 58,6 % 4 392 2320 70,5 % 5 392 2712 82,4 % 6 288 3000 91,2 % 7 288 3288 100 %
BAB VI