• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitas Minyak Goreng Dengan Menggunakan Metode Taguchi Quality Loss Function dan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) PT. Permata Hijau Palm Oleo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kualitas Minyak Goreng Dengan Menggunakan Metode Taguchi Quality Loss Function dan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) PT. Permata Hijau Palm Oleo"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

DAFTAR PUSTAKA

Besterfield, Dale H. 2004. Quality Control.7th Edition. Pearson Prentice Hall:

New Jersey.

Cristian, C. 2012. The Application of Taguchi’s Quality Loss Concept to

Dimensional Precision and ISO Fits. University of Brasov: England.

Gaspersz, Vincent. 2002. Total Quality Management. PT.

GramediaPustakaUtama: Jakarta.

Pande, Peter. 2002. The Six Sigma Way. Penerbit Andi: Yogyakarta

Sinulingga, Sukaria.2013. Metode Penelitian Edisi 3. USU Press: Medan.

Taguchi, G. 2004. Taguchi's Quality Engineering Handbook.John Wiley & Sons,

Inc: New Jersey.

Trafialek, Joanna. 2014. Application of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

For Audit of HACCP System. Warsaw University of Life Sciences:

(14)

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Kualitas

Sekarang ini, peningkatan kualitas dan upaya penekanan biaya

produksi-operasional merupakan masalah penting di keseluruhan lini proses industrialisasi,

baik itu di industri manufaktur (produk berupa barang) maupun non-manufaktur

(produk berupa jasa pelayanan). Hal itu disebabkan pelanggan dewasa ini semakin

memberikan perhatian besar kepada kualitas produk sesuai dengan ekspektasinya.

Secara ilmiah ada beberapa definisi mengenai kualitas itu sendiri, antara

lain:

a. Kualitas adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari karakteristik,

derajat, atau nilai-nilai dari suatu keunggulan

b. Kualitas adalah totalitas karakteristik dari berbagai entitas yang memberikan

segenap kemampuannya pada nilai-nilai kebutuhan serta nilai-nilai kepuasan

(ISO 8402).

c. Kualitas adalah mengerjakan dengan cara yang benar, dan setiap saat berpikir

dengan cara yang benar

Dan, berikut ini adalah beberapa pendekatan kualitas (Rao, et.al., 1996):

a. Transcendent approach, kualitas adalah pencapaian standar tertinggi

dibandingkan dengan yang buruk.

b. Product base approach, fitur-fitur atau atribut spesifik sebuah produk adalah

(15)

c. User base approach, kualitas dilihat dari segi kesesuaian penggunanya.

d. Manufacturing base approach, kualitas adalah kesesuaian dengan standar

yang telah dibuat.

e. Value base approach, kualitas adalah tingkat mutu istimewa pada harga yang

dapat diterima

Hal yang penting untuk dipikirkan dalam upaya pencapaian kesempurnaan

produk adalah masalah-masalah yang ada dalam segenap aktivitas penciptaan

produk yang melebihi dari apa yang menjadi ekspektasi dari pelanggan. Pada

prinsipnya, apabila produk telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen,

maka dapat diartikan bahwa produk tersebut telah mencapai nilai-nilai kualitas

yang baik.

3.2. Variasi

Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem industri sehingga

menimbulkan perbedaan dalam kualitas produk yang dihasilkan.Variasi

merupakan faktor utama dalam permasalahan kualitas. Prinsip-prinsip dasar yang

mendasari konsep variasi, adalah: Tidak ada dua benda yang secara identiksama

persis, walaupun demikianvariasi dapat ditekan seminimal mungkin. Variasi

sebuah produk atau proses dapat diukur. Banyak hal-hal yang kelihatannya sama,

tetapi sesungguhnya tidak. Sekecil apa pun variasi yang terjadi dapat diukur. Hasil

pengukuran ini bahkan sangat penting apabila variasi yang terjadi mempengaruhi

fungsi komponen lain yang sedang diproduksi. Hasil individual tidak dapat

(16)

dilakukan dalam memutuskan segala sesuatu tidakboleh dibuat dengan hanya

memeriksa satu atau dua benda saja.Sekelompok benda membentuk pola dengan

karakteristik yang terbatas. Jika benda-benda yang identik dari sebuah proses

diukur dimensi-dimensi tertentunya dengan hati-hati, maka akan muncul suatu

pola tertentu. Untuk mengetahui kemampuan suatu proses, pola ini harus

dianalisa.

Pada dasarnya terdapat dua jenis penyebab terjadinya variasi, yaitu:

a. Variasi penyebab umum (common cause variation), penyebab variasi ini

adalah hal-hal yang sulit dihindari dan sudah melekat pada proses, seperti

variasi bahan baku, kondisi temperatur ruang yang berubah-ubah, getaran

ruangan, ketidakstabilan peralatan, dan sebagainya.

b. Variasi penyebab khusus (special cause variation), penyebab variasi ini

timbul di luar sistem, dan bisa dihindari, seperti pergantian material yang

menyebabkan terjadinya variasi yang besar pada kualitas material, temperatur

proses, atau kecepatan peralatan yang tidak sesuai, kesalahan operator,

kerusakan peralatan, dan sebagainya. Ada banyak sekali penyebab khusus

variasi dalam sebuah manufaktur.

Jika proses berada dalam kondisi stabil, maka variasi yang terjadi adalah

variasi yang timbul akibat penyebab umum saja. Jika penyebab ini dapat

diidentifikasi dengan ditekan seminimal mungkin maka variasi akan berkurang.

Variasi tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikurangi dengan mereduksi

kontribusi dari tiap penyebab.Pengendalian variasi dilakukan berdasarkan

(17)

penyebab khusus, dan memprediksi hasil berikutnya.Variasi yang terjadi akibat

penyebab khusus terlebih dahulu dihilangkan sebelum menghilangkan variasi

penyebab khusus sebagai usaha untuk melakukan perbaikan secara kontinu.

3.3. Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses mendeskripsikan kemampuan proses untuk

memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan

pelanggan. Prinsip-prinsip dasar dari kapabilitas proses adalah sebagai berikut:

a. Aktualisasi rata-rata kinerja proses harus sebanding dengan level kinerja ideal

atau nilai target.

b. Tebaran kinerja proses harus relatif lebih kecil dari batasan tebaran spesifikasi.

Kapabilitas proses sering dinyatakan dengan indeks kapabilitas proses,

yang merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menggambarkan hubungan

antara variabilitas proses dan batasan tebaran spesifikasi.Indeks kapabilitas proses

C

p, adalah persamaan gambaran dari harga rasio tebaran spesifikasi atau tebaran

proses terhadap 6 standar deviasi (6σ). Secara matematis, indeks kapabilitas

proses C

p dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut:

dimana ,

USL : Upper specification limit

LSL : Lower specification limit

(18)

Persyaratan asumsi penggunaan formula ini adalah bahwa distribusi proses

harus berdistribusi normal dan nilai rata-rata proses (X) harus tepat sama dengan

nilai target (T), yang berarti nilai X proses harus tepat berada di tengah interval

nilai USL dan LSL. Perlu dicatat bahwa nilai C

p dan kapabilitas proses itu

dihitung menggunakan kapabilitas proses 3 sigma sebagai referensi. Misalnya,

jika pengendalian kapabilitas proses yang diinginkan adalah pada tingkat 4,5

sigma, maka nilai C

p harus sama dengan 4,5/3 = 1,50. Berdasarkan konsep ini,

kita dapat menentukan berbagai nilai C

p pada kapabilitas sigma tertentu. Maka

daripada itu, kapabilitas 6 sigma dicapai ketika C

p = 2,0 dan hanya mengandung

3,4 DPMO.Rekapitulasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Indeks Kapabilitas Proses dan Pencapaian Nilai Sigma

Cp Nilai

Sigma

Defects Per Million

Opportunity

Cost Of Poor

Quality Efektifitas

0,33 1σ

691.462

(sangat tidak kompetitif)

Tidak dapat

dihitung 30,85%

0,67 2σ

208.538

(rata-rata industri Indonesia)

Tidak dapat

dihitung 69,146%

1,00 3σ 66.807 25-40% nilai

penjualan 93,739%

1,33 4σ 6.210 (rata-rata industri USA) 15-25% nilai

penjualan 99,379%

(19)

penjualan

2,00 6σ 3,4 (industri kelas dunia) < 1% nilai

penjualan 99,99966%

3.4. Taguchi’s QualityLoss Function1

Sebuah produk dijual jenis produk dan harganya.Jenis barang

berhubungan dengan fungsi produk dan ukuran pasar.Kualitas produk

berhubungan dengan kerugian dan ukuran pasar.Kualitas sering diartikan sebagai

kesesuaian dengan spesifikasi. Bagaimanapun, Taguchi menujukkan sisi lain dari

kualitas yang berhubungan dengan biaya dan kerugian dalam dollar, tidak hanya

untuk pabrik pada saat produksi tetapi juga pada konsumen dan masyarakat secara

kesuluruhan.

Kerugian selalu dianggap sebagai biaya tambahan yang tejadi pada saat

produk dikirim.Setelah itu, masyarakat yang menjadi konsumenlah yang

membayar kerugiaan kualitas. Awalnya, perusahaan akan membayar dalam

bentuk garansi. Setelah periode garansi habis, konsumen akan membayar ongkos

perbaikan produk. Tetapi secara tidak langsung, perusahaan secara mutlak

menerapkan harga sebagai respon terhadap reaksi negatif konsumen dam biaya

yang sulit untuk dihitung seperti ketidakpuasan konsumen, waktu dan uang yang

diberikan konsumen. Akhirnya, reputasi perusahaan akan rusak dan akan

kehilangan pasarnya.

Taguchi (2005) mengartikan kualitas sebagai kerugian yang disebabkan

(20)

oleh produk ke masyarakat mulai pada saat produk dikirim.Tujuan dari quality

loss function adalah evaluasi secara kuantitatif terhadap kerugian yang disebabkan

oleh variasi produk yang terjadi.

Biasanya, inti dari pengendalian kualitas adalah persentase kecacatan dan

penanggulangannya. Jika produk cacat dikirim akan mengakibatkan masalah

kualitas. Jika produk cacat tidak dkirim akan menyebabkan kerugian untuk

perusahaan. Untuk menghindari kerusakan pada reputasi perusahaan, sangat

penting untuk melakukan perkiraan kualitas produk sebelum dikirim.Ketika

produk yang dikirim sesuai dengan spesifikasi, dibutuhkan peramalan tingkat

kualitas dari produk yang tidak cacat.Untuk memenuhi maksud tersebut

digunakan process capability index.Indeks ini dihitung berdasarkan pembagian

toleransi dengan 6σ. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Dan loss function dihitung dengan rumus:

Dimana L adalah kerugian dalam satuan uang ketika karakteristik

kualitas sesuai dengan y, y adalah nilai dari karakteristik kualitas contohnya

panjang, lebar, konsentrasi, dan lain-lain., m adalah nilai target dari y, dan k

adalah konstanta.

Kurva kuadratik dari loss function L(y) adalah minimum pada saat

y = m, peningkatan nilai loss function terjadi ditunjukkan dengan nilai y yang

(21)

Gambar 3.1 Quality Loss Function

Rumus loss function L dapat dikembangkan dalam deret Taylor di

sekitar nilai target m:

Dikarenakan nilai L minimum pada y=m, L’(m)= 0. L(m) selalu

konstan dan ditolak sejak akibatnya adalah untuk menaikkan atau

menurunkan nilai L(y) secara uniform di semua nilai y. oleh karena itu,

pendekatan rumus berikut dapat digunakan:

Kenyataannya, setiap karakteristik kualitas dimana ada beberapa fungsi

yang secara unik menjelaskan hubungan antara economicloss dan penyimpangan

karakteristik kualitas dari nilai targetnya.Waktu dan sumber daya dibutuhkan

untuk memperoleh sebuah hubungan untuk setiap karakteristik kualtias yang

mewakili investasi yang layak.Taguchi menemukan bahwa kurva kuadratik dari

(22)

kerugian akibat deviasi karakteristik kualitas dari nilai targetnya.

Untuk produk dengan nilai target m, dari sudut pandang konsumen, ±Δ0

menggambarkan deviasi yang mana kegagalan fungsional produk atau

komponen. Ketika produk yang dihasilkan berada pada karakteristik kualitas

ekstrim m + Δ0 atau m - Δ0, penanggulangan harus dilakukan terhadap rata-rata

konsumen. Biaya penanggulangan ini disebut A0, kemudian qualityloss function

adalah:

Dimana

Nilai k konstan untuk satu karakteristik kualitas dan nilai target m

secara jelas ditampilkan pada Gambar 3.2 berikut

(23)

3.4.1. Klasifikasi Karakteristik Kualitas

Terdapat tiga karakteristik kualitas yaitu (Taguchi:2005):

1. Nominal-the-Best (N-type)

Nominal-the-best adalah tipe dimana terdapat target nyata yang ingin

dicapai. Terdapat batas bawah dan batas atas dari spesifikasi.Contohnya

ketebalan komponen, panjang part, nilai arus keluar pada resistor yang

diberikan tegangan tertentu. Nilai L dirumuskan sebagai berikut:

2. Smaller-the-Better (S-type)

Tipe ini adalah tipe yang digunakan untuk hasil yang diharapkan minimum

dimana target yang ideal adalah nol. Contohnya penggunaan komponen,

kebisingan, jumlah polusi udara. Semua yang dicontohkan adalah sesuatu

yang tidak diinginkan.Di tipe ini, data non-negatif dimasukkan. Untuk tipe

ini, fungsi menjadi:

3. Larger-the-Better (L-type)

Tipe ini digunakan untuk hasil yang diharapkan maksimum, target

idealnya tak terhingga. Contohnya kekuatan material dan efisiensi bahan

(24)

3.5. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) 3.5.1. Pengenalan FMEA

FMEA pertama kali dikembangkan oleh NASA pada tahun 1960-an. Pada

awalnya, implementasi FMEA seringkali dilakukan oleh industri

manufakturotomotif dalam mengukur dan mengindikasi kemungkinan

potensi-potensi cacat pada tahap perancangan suatu produk guna untuk meningkatkan

kualitas, kehandalan (realibilitas), dan keamanan produknya.

FMEA merupakan teknik analisis yang digunakan sebagai alat untuk

mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengeliminasi kegagalan potensial dari

sistem, desain, dan proses sebelum sampai ke konsumen (Kmenta Sveyen, 2002).

Secara umum FMEA didefinisikan sebagai sebuah teknik yang

mengidentifikasikan 3 hal, yaitu:

a. Penyebab kegagalan yang potensial dari proses atau produk selama siklus

hidupnya.

b. Efek dari kegagalan tersebut.

c. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi proses atau produk.

FMEA merupakan tool dalam menganalisis kehandalan (realibility) dan

penyebab kegagalan, untuk mencapai persyaratan kehandalan dan keamanan

produk, dengan memberikan informasi dasar mengenai prediksi kehandalan,

(25)

Ada beberapa tipe FMEA, 3 diantaranya lebih sering digunakan

dibandingkan yang lainnya. Tipe-tipe FMEA tersebut adalah:

a. FMEA Sistem, berfokus pada moda kegagalan yang berhubungan dengan

fungsi sistem yang disebabkan oleh defisiensi (kelemahan) desain, termasuk di

dalamnya interaksi sistem dengan sistem lain dan interaksi antarelemen

sistem.

b. FMEA Desain, berfokus pada defisiensi desain.

c. FMEA Proses, berfokus pada potensi moda kegagalan yang disebabkan oleh

defisiensi proses manufaktur dan perakitan.

Penggunaan FMEA dapat memberikan manfaat secara langsung sampai ke

tingkat dasar bagi perusahaan (Ford Motor Company, 1992), dengan:

a. Meningkatkan kualitas, kehandalan, dan keamanan produk.

b. Meningkatkan citra dan daya perusahaan.

c. Membantu meningkatkan kepuasan pelanggan.

d. Mengurangi waktu dan biaya pengembangan produk.

3.5.2. Implementasi FMEA

Tahapan pelaksanaan FMEA dibagi dalam tiga fase kritis.Fase pertama

adalah untuk menentukan bentuk kesalahan potensial.Fase kedua adalah untuk

menganalisis data untuk ketepatan, deteksi, dan peringkat keparahan. Dan, fase

(26)

proses pengendalian. Secara ringkas, analisis yang dilakukan itu adalah sebagai

berikut:

a. Process function/requirement

Suatu proses dapat memiliki lebih dari satu fungsi. Fungsi dapat digolongkan

menjadi dua kategori, yaitu fungsi primer dan fungsi sekunder. Fungsi primer

adalah fungsi utama yang diinginkan dari suatu proses. Fungsi ini antara lain

meliputi kecepatan proses, output, dan kualitas hasil proses. Sedangkan,

fungsi sekunder adalah fungsi tambahan yang diharapkan ketika fungsi primer

telah dipenuhi. Fungsi sekunder antara lain meliputi: faktor keamanan,

kenyamanan,dan ekonomi.

b. Potential failure mode

Kegagalan adalah ketidakmampuan sistem dari suatu produk atau proses untuk

menjalankan fungsinya sesuai dengan standar kinerja yang diinginkan

pemakai. Moda kegagalan adalah kejadian yang menyebabkan suatu

kegagalan fungsi. Moda kegagalan proses adalah penyebab suatu komponen

ditolak karena karakteristik komponen yang tidak sesuai dengan spesifikasi

teknisnya.

c. Potential effect(s) of failure

Efek kegagalan adalah akibat yang terjadi jika moda kegagalan muncul. Efek

kegagalan dapat terjadi pada (Ford Motor Co.,1992):

1. Pengguna berikutnya.

2. Pengguna hilir (proses perakitan atau proses pelayanan).

(27)

4. Produk operasional.

5. Keamanan operator.

6. Pemenuhan peraturan pemerintah.

7. Mesin atau peralatan.

d. Severity

Severity merupakan pembobotan tingkat keseriusan/derajat keparahan dari

efek kegagalan potensial pada komponen, sub-sistem, sistem, atau konsumen,

jika kegagalan terjadi.Nilai ranking severity untuk FMEA Proses ditunjukkan

dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan

Severity Rank Kriteria

None 1 Dapat terlihat oleh operator (Proses). Mungkin/tidak terlihat

oleh user (Produk).

Very

Slight 2

Tidak ada efek kegagalan pada proses berikutnya (Proses).

Efek kegagalan dapat diabaikan (Produk).

Slight 3 User mungkin dapat memperhatikan efek kegagalan, namun efek tersebut sangat kecil (Proses dan Produk).

Minor 4

Proses lokal selanjutnya mungkin akan kena dampak

(Proses). User akan mengalami efek negatif yang minor

(Produk).

Moderate 5 Dampak akan terasa sepanjang proses selanjutnya (Produk).

Performansi produk yang rendah, user kecewa (Produk)

Severe 6

Gangguan terhadap proses selanjutnya (Proses). Produk

akan mengalami degradasi seiring berjalannya waktu, user

kecewa (Produk).

High

Severity 7

Downtime yang signifikan (Proses). Performansi produk

(28)

Very High

Severity 8

Downtime yang signifikan dan dampak finansial yang besar

(Proses). Produk tak dapat dioperasikan namun masih aman,

user sangat kecewa (Produk).

Tabel 3.2. Penilaian Severity FMEA yang Disarankan (Lanjutan)

Severity Rank Kriteria

Extreme

Severity 9

Kegagalan berujung dampak yang berbahaya sangat

mungkin terjadi. Keselamatan dan peraturan menjadi

perhatian (Proses dan Produk).

Maximum

Severity 10

Kegagalan berujung dampak yang berbahaya dapat

dipastikan akan terjadi (Proses). Keselamatan dan peraturan

terlanggar (Produk).

e. Potential cause(s)/mechanism(s) of failure

Untuk mencapai sistem yang handal, diperlukan pemahaman dari pihak design

engineer mengenai penyebab kegagalan, sehingga penelusuran defisiensi dan

ketidaksesuaian dalam sistem dapat mengenali penyebab dan mengambil

tindakan korektif sehingga pencapaian kehandalan sistem yang tinggi dapat

diraih. Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya

kegagalan, antara lain:

1. Defisiensi dalam desain, kegiatan, dan usaha engineering serta perubahan

dalam desain, upgrading komponen, dan kriteria desain yang tidak cukup.

2. Defisiensi material.

3. Kesalahan dalam perakitan.

4. Kondisi kerja yang tidak layak.

5. Pemeliharaan yang tidak memadai.

(29)

Occurrence merupakan seberapa sering suatu penyebab kegagalan dapat

terjadi.Nilai ranking dari Occurrence ditunjukkan dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Penilaian Occurrence FMEA yang Disarankan

Occurrence Rank Kriteria

Extremely Unlikely 1 Kegagalan sangat jarang terjadi

Remote Likelihood 2 Kegagalan jarang terjadi

Very Low Likelihood 3 Kegagalan sangat sedikit terjadi

Low Likelihood 4 Kegagalan sedikit terjadi

Moderately Low

Likelihood 5 Kegagalan kadang-kadang terjadi

Medium Likelihood 6 Kegagalan yang terjadi secara moderat

Moderately High

Likelihood 7 Kegagalan yang lumayan banyak terjadi

High Likelihood 8 Kegagalan yang banyak terjadi

Very High Likelihood 9 Kegagalan yang sangat banyak terjadi

Extremely Likely 10 Kegagalan yang hampir dapat dipastikan akan terjadi

g. Current control

Current control mendeskripsikan tindakan pengendalian yang dapat ataupun

telah dilakukan pada saat ini.

h. Detection

Detection merupakan suatu pembobotan kemungkinan bahwa current process

control yang diusulkan akan mampu mendeteksi moda kegagalan potensial

sebelum bagian atau komponen meninggalkan area operasi manufaktur atau

lokasi perakitan. Nilai ranking deteksi untuk FMEA Proses ditunjukkan dalam

(30)
[image:30.595.118.501.194.636.2]

Tabel 3.4. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan

Detection Rank Kriteria

Extremely Likely 1 Kontrol dapat dipastikan akan mendeteksi kegagalan.

Very High

Likelihood 2

Kontrol memiliki peluang yang tinggi untuk

mendeteksi kegagalan.

High Likelihood 3 Kontrol memililki efektifitas yang tinggi untuk mendeteksi kegagalan

Moderately High

Likelihood 4

Kontrol memililki efektifitas lumayan tinggi untuk

mendeteksi kegagalan

Medium

Likelihood 5

Kontrol memililki efektifitas menengah untuk

mendeteksi kegagalan

Moderately Low

Likelihood 6

Kontrol memililki efektifitas lumayan rendah untuk

mendeteksi kegagalan

Low Likelihood 7 Kontrol memililki efektifitas rendah untuk mendeteksi kegagalan

Very Low

Likelihood 8

Kontrol memililki efektifitas yang sangat rendah

untuk mendeteksi kegagalan

Remote

Likelihood 9

Kontrol memiliki peluang yang sangat kecil untuk

mendeteksi kegagalan.

Extremely

Unlikely 10

Kontrol dapat dipastikan tidak akan mendeteksi

(31)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Permata Hijau Palm Oleo Medan yang

terletak di Jalan Belawan Raya No. 99s, Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan

Medan Belawan, Kota Medan Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada

bulan 11 Mei 2015 sampai 11 Juni 2015 .

4.2. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diteliti adalah produk minyak goreng yang

dihasilkan oleh PT. Permata Hijau Palm Oleo.

4.3. Jenis Penelitian2

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, aktual, dan akurat tentang

fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek tertentu. Penelitian ini juga berbentuk action

research yaitu menggunakan metode perbaikan yang mampu diaplikasikan pada

perusahaan.

(32)

4.4. Variabel Penelitian

Varibel penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel Independen, yang merupakan variabel yang mempengaruhi dan

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel akibat.

Variabel independen pada penelitian ini adalah variasi karakteristik

minyak goreng.

2. Variabel Dependen, merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi

variabel akibat dari variabel independen. Variabel dependen pada

penelitian ini adalah loss proses produksi.

4.5. Kerangka Berpikir

Penggunaan konsep Taguchi’s Quality Loss Function dan tools Failure

Mode and Effect Analysis didasarkan pada biaya kerugian atau loss yang dialami

perusahaan selama proses produksi. Hal ini dikarenakan adanya variasi

karakteristik minyak goreng . Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Variasi karakteristik Minyak Goreng

Loss Proses Produksi

Loss Proses Produksi Usulan Metode

Taguchi’s Quality Loss

Function

Metode FMEA

Akar Penyebab Masalah Pengurangan

(33)

Gambar 4.1. Kerangka Berfikir

4.6. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

1. Penelitian diawali dengan memperoleh data dan kondisi serta masalah pada

perusahaan, proses produksi, dan informasi lainnya yang ditunjang dengan

literatur dan teori pendukung metode pemecahan masalah.

2. Selanjutnya adalah pengumpulan data primer yang berupa data aktual

karakteristik minyak goreng dan data proses produksi minyak goreng. Data

sekunder yang berupa data standard karakteristik minyak goreng , dan data

produksi perusahaan.

3. Tahapan berikutnya adalah dilakukan pengolahan data dari data yang

diperoleh dengan konsep Taguchi’s Quality Loss Function dan tools Failure

Mode and Effect Analysis.

4. Selanjutnya adalah dilakukan analisis terhadap pemecahan masalah atau

pengolahan data.

5. Kesimpulan dan diberikan saran pada perusahaan.

(34)

Studi Pendahuluan

·

Karakteristik teknis kritikal

Minyak goreng

aktual dan

ekspektasi

·

Informasi pendukung

Studi Literatur

·

Teori dan Literatur

Taguchi’s

Quality Loss Function

·

Teori dan Literatur

Failure

Mode & Effect Analysis

Kesimpulan dan Saran

Mulai

Pengumpulan Data

Data Primer :

·

Data aktual karakteristik minyak goreng

·

Data proses produksi minyak goreng

Data Sekunder

·

Data standard Karakteristik minyak goreng

ekspektasi

·

Data produksi perusahaan

Pengolahan Data

·

Taguchi’s Quality Loss Function

·

Failure Mode and Effect Analysis

Analisis Pemecahan Masalah

Selesai

[image:34.595.117.512.108.704.2]
(35)

4.7. Pengumpulan Data

[image:35.595.109.519.216.702.2]

Teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Teknik Pengumpulan Data

No Nama Data Jenis Data

Metode Pengambilan Data Sumber Data 1 Data Aktual Karakteristik Minyak Goreng

Primer Observasi langsung

Bagian Produksi 2 Data Standard Karakteristik Minyak Goreng

Sekunder Wawancara

Pimpinan Perusahaan 3 Data Proses Produksi Minyak Goreng

Primer Observasi langsung

Bagian

Produksi

4

Data Produksi

Perusahaan

Sekunder Wawancara

Pimpinan

Perusahaan

5

Data Jumlah

Kecacatan Produk

Primer Observasi langsung

Bagian

(36)

4.8. Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan terbagi dua konsep yaitu:

1. Konsep Taguchi’s Quality Loss Function.

a. Memetakan nilai karakteristik minyak goreng aktual (Xbar-S Chart)

b. Menghitung Process Capability

c. Menghitung Loss proses produksi

d. Menghitung Loss proses produksi usulan

e. Menghitung selisih atau pengurangan Loss proses produksi

2. Konsep Tools Failure Mode and Effect Analysis.

a. Menganalisis nilai Severity, Occurrence, Detection proses produksi

(37)

Mulai Karakteristik Minyak Goreng Perhitungan Nilai Xbar-s Chart

- Nilai Xbar dan nilai s - Nilai UCL dan LCL

Nilai s

Nilai CP

Perhitungan Process Capability (CP)

- Loss per karakteristik - Nilai CP

Perhitungan Loss (biaya) perusahaan Loss (biaya) perusahaan selama 1 tahun Asfandyar S, 2015 Akeem A, 2013 Cristian A, 2012 Suresh R, 2015 Karakteristik yang berhubungan dengan loss perusahaan

Analisis FMEA dengan perhitungan RPN (Risk Priority Number)

Nilai RPN

Nilai RPN

Perhitungan Pareto Chart Risk Priority

Number Kegagalan karakteristik terhadap Loss produksi Selesai M Sulaman, 2015

- Loss per karakteristik Usulan - Nilai CP

Pengurangan Loss (biaya) Perusahaan Loss (biaya) perusahaan selama 1 tahun (usulan) Cristian A, 2012 Karakteristik Bilangan Asam Usulan

Perhitungan Nilai s untuk perbaikan usulan Nilai s Perbaikan Usulan Nilai s Perbaikan Usulan

Perhitungan Process Capability (CP) Perbaikan Usulan Nilai CP Perbaikan Usulan Asfandyar S, 2015 Akeem A, 2013

[image:37.842.120.761.84.333.2]
(38)

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis dilakukan terhadap hasil pengolahan data dengan konsep

Taguchi’s Quality Loss Function dan tools Failure Mode and Effect Analysis.

4.10. Kesimpulan dan Saran

Pengambilan kesimpulan dapat memberikan gambaran secara umum dari

penelitian yang dilakukan. Saran-saran yang diberikan berguna untuk pemberian

saran kepada pihak perusahaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

(39)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

5.1.1. Pengukuran Karakteristik Pengujian Minyak Goreng

Pengukuran karakteristik pengujian minyak goreng pada PT. Permata

Hijau Palm Oleo dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Karakteristik Pengujian Minyak Goreng Karakteristik

Pengujian Minyak Goreng

Warna (kuning)

Bau (%)

Bilangan Asam (PH)

Kadar air (%)

96,7-97,3 0,03-0,07 4,6-5,4 0,4-0,5

Sumber : PT Permata Hijau Palm Oleo

Karakteristik teknis pengujian minyak goreng yang diukur adalah warna

(kuning), bau (%), bilangan asam (PH), dan kadar air (%). Hasil pengukuran

karakteristik pengujian minyak goreng warna aktual dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Hasil Pengukuran Karakteristik Pengujian Minyak Goreng Warna Aktual

Karakteristik Warna (Kuning)

Sub Group Pengukuran

X1 X2 X3 X4 X5

1 97,229 96,654 96,899 96,838 96,750

2 96,924 97,077 97,370 96,805 97,045

3 96,963 97,143 96,926 96,761 96,984

(40)

Tabel 5.2. Hasil Pengukuran Karakteristik Pengujian Minyak Goreng Warna Aktual (Lanjutan)

Karakteristik Warna (Kuning)

Sub Group Pengukuran

X1 X2 X3 X4 X5

5 96,979 97,040 96,959 97,144 97,090

6 96,986 97,071 97,393 96,707 96,762

7 97,005 96,925 97,201 97,211 97,036

8 97,185 97,009 96,920 96,854 97,207

9 97,070 96,967 96,573 97,074 97,020

10 96,832 96,746 97,108 97,261 96,851

11 96,889 96,824 97,175 96,944 97,071

12 96,852 97,145 97,111 97,047 96,716

13 97,516 97,378 97,009 97,083 97,117

14 96,909 97,229 96,963 96,692 96,997

15 97,052 97,061 96,880 97,466 96,831

Sumber : PT Permata Hijau Palm Oleo

Hasil pengukuran karakteristik pengujian minyak goreng bau aktual dapat

[image:40.595.157.467.173.466.2]

dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Karakteristik Pengujian Minyak Goreng Bau Aktual

Karakteristik Bau (%)

Sub Group Pengukuran

X1 X2 X3 X4 X5

1 0,043 0,051 0,057 0,048 0,032

(41)
[image:41.595.156.467.170.510.2]

Tabel 5.3. Hasil Pengukuran Karakteristik Pengujian Minyak Goreng Bau Aktual (Lanjutan)

Karakteristik Bau (%)

Sub Group Pengukuran

X1 X2 X3 X4 X5

3 0,062 0,051 0,064 0,043 0,059

4 0,063 0,049 0,043 0,071 0,050

5 0,032 0,045 0,061 0,048 0,072

6 0,062 0,052 0,060 0,046 0,054

7 0,059 0,037 0,039 0,055 0,033

8 0,048 0,050 0,050 0,034 0,056

9 0,054 0,064 0,056 0,056 0,050

10 0,048 0,039 0,044 0,042 0,027

11 0,049 0,049 0,046 0,067 0,032

12 0,052 0,027 0,031 0,048 0,066

13 0,064 0,044 0,045 0,061 0,077

14 0,055 0,076 0,067 0,046 0,033

15 0,032 0,036 0,055 0,040 0,059

Sumber : PT Permata Hijau Palm Oleo

Hasil pengukuran karakteristik pengujian minyak goreng bilangan asam

(42)
[image:42.595.156.468.173.554.2]

Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Karakteristik Pengujian Minyak Goreng Bilangan Asam Aktual

Karakteristik Bilangan Asam (PH)

Sub Group Pengukuran

X1 X2 X3 X4 X5

1 4,276 4,734 5,107 5,342 5,296

2 4,595 5,068 4,722 5,172 5,197

3 5,008 5,173 4,826 5,135 5,269

4 4,706 4,790 4,909 4,685 5,188

5 4,926 4,915 4,735 5,143 4,887

6 4,650 5,087 4,662 5,182 4,854

7 5,255 4,961 4,742 5,238 5,247

8 5,200 4,950 4,885 4,615 4,563

9 4,717 5,271 4,613 4,982 4,740

10 4,793 5,008 4,756 5,571 4,835

11 5,202 5,047 4,688 4,916 5,269

12 4,851 5,486 5,255 5,336 4,595

13 5,256 5,224 4,745 5,101 4,540

14 5,068 4,768 4,935 4,883 4,824

15 5,066 5,005 4,595 4,494 4,856

Sumber : PT Permata Hijau Palm Oleo

Hasil pengukuran karakteristik pengujian minyak goreng kadar air aktual

(43)
[image:43.595.156.468.170.554.2]

Tabel 5.5. Hasil Pengukuran Karakteristik Pengujian Minyak Goreng Kadar Air Aktual

Karakteristik Kadar Air (%)

Sub Group Pengukuran

X1 X2 X3 X4 X5

1 0,455 0,469 0,454 0,462 0,482

2 0,470 0,448 0,480 0,444 0,436

3 0,421 0,443 0,466 0,480 0,445

4 0,483 0,462 0,431 0,427 0,476

5 0,449 0,481 0,486 0,423 0,444

6 0,451 0,464 0,438 0,441 0,421

7 0,426 0,465 0,419 0,449 0,421

8 0,463 0,451 0,442 0,461 0,437

9 0,433 0,475 0,456 0,463 0,426

10 0,448 0,458 0,456 0,434 0,434

11 0,463 0,453 0,463 0,450 0,468

12 0,446 0,421 0,444 0,419 0,473

13 0,443 0,466 0,465 0,439 0,483

14 0,458 0,455 0,463 0,421 0,440

15 0,442 0,433 0,455 0,443 0,476

Sumber : PT Permata Hijau Palm Oleo

Data produksi perusahaan dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Data Produksi Perusahaan

No. Tahap Data Jumlah

1.

Tahap Bleaching

(Karakteristik Warna)

(44)

Tabel 5.6. Data Produksi Perusahaan (Lanjutan)

No. Tahap Data Jumlah

Bahan Baku Produksi 304 Liter

Mengontrol Panel 30 menit

Jam Kerja 8 jam

Upah Kerja Rp 70.000

Listrik Pabrik dan Kantor 24 Kwh

Listrik Mesin Slurry Tank 3,5 Kwh

2.

Tahap Deadorization

(Karakteristik Bau

atau Bilangan Asam)

Bahan Baku Sebelum Produksi 298 liter

Bahan Baku Produksi 283 Liter

Mengontrol Panel 70 menit

Listrik Pabrik dan Kantor 24 Kwh

Listrik Mesin SHE (Spiral

Heat Exchanger)

2,2 Kwh

Listrik Mesin Deadorize 2,2 Kwh

PHE (Plane Heat Exchanger) 2,2 Kwh

3.

Tahap Fraksinasi

(Karakteristik Kadar

Air)

Bahan Baku Sebelum Produksi 283 liter

Bahan Baku Produksi 275 Liter

Mengontrol Panel 35 menit

Listrik Pabrik dan Kantor 24 Kwh

Listrik Mesin Pemanas 3,5 Kwh

(45)

5.1.2. Identifikasi Proses Produksi, Jenis, dan Jumlah Kegagalan Produk

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan mengenai proses

produksi minyak goreng, dilakukan deskripsi bentuk kegagalan pada setiap fungsi

proses yang dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Fungsi Proses Pembuatan Minyak Goreng

No Fungsi Proses Deskripsi

1. Tahap Degumming Pemanasan CPO (crude palm oil) menjadi

DPO (degummed palm oil).

2. Tahap Bleaching

Pemanasan dengan suhu 120°C dan

penambahan H3PO4 dan CaCO3

3. Tahap Filtrasi

Penyaringan cairan hasil tahap bleaching

menjadi cairan DBPO (degummed bleached

palm oil).

4. Tahap Deodorization

a. Mesin SHE (spiral heat

Exchanger)

Pemanasan cairan DBPO dengan suhu 190°C

b. Mesin Deodorize

Penghilangan zat yang menimbulkan bau

seperti keton dan aldehid dengan pemanasan

pada suhu 250°C dan menghasilkan cairan

RBDPO

c. mesin PHE (plane heat

Exchanger)

Pemanasan cairan RBDPO dengan suhu

(46)

Tabel 5.7. Fungsi Proses Pembuatan Minyak Goreng (Lanjutan)

No Fungsi Proses Deskripsi

5. Tahap Fraksinasi

Pemisahan minyak kedalam dua fraksi yaitu

padat dan cair dengan mencampurkan bahan

MgSO4 dan Na(NH4)SO4 Sumber : PT. Permata Hijau Palm Oleo

Berdasarkan pengamatan pada proses produksi minyak goreng,

diperoleh data jenis kegagalan yang terjadi pada setiap proses produksi minyak

goreng. Jenis kegagalan dalam pembuatan minyak goreng dapat dilihat pada

Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Jenis Kegagalan dalam Pembuatan Minyak Goreng

No Fungsi Proses

Klasifikasi

Produk Baik Produk Gagal

1. Tahap Degumming Pemanasan dengan suhu

tetap

Pemanasan dengan suhu

berubah-ubah

2. Tahap Bleaching

- Persen campuran bahan

tetap

- Pemanasan dengan suhu

yang tetap

- Persen campuran bahan

berubah

- Pemanasan dengan

suhu yang kadang

berubah-ubah

3. Tahap Filtrasi Penyaringan baik Penyaringan tidak baik

4.

Tahap

Deodorization

Pemanasan dengan suhu

tetap

Pemanasan dengan suhu

(47)

Tabel 5.8. Jenis Kegagalan dalam Pembuatan Minyak Goreng (Lanjutan)

No Fungsi Proses

Klasifikasi

Produk Baik Produk Gagal

5. Tahap Fraksinasi

- Persen campuran bahan

tetap

- Pemanasan dengan suhu

tetap

- Persen campuran bahan

berubah

-Pemanasan dengan suhu

berubah

Berdasarkan pengamatan pada proses produksi minyak goreng,

diperoleh jumlah kegagalan pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Data Jumlah Kegagalan

No Fungsi Proses Jumlah Produk Gagal Persentase Kegagalan

1. Tahap Degumming 9 liter / 1000 liter 0,9 %

2. Tahap Bleaching 16 liter / 1000 liter 1,6 %

3. Tahap Filtrasi 7 liter / 1000 liter 0,7 %

4. Tahap Deodorization 15 liter / 1000 liter 1,5 %

5. Tahap Fraksinasi 11 liter / 1000 liter 1,1 %

Rata-rata 1,16 %

Berdasarkan data diatas, rata-rata kegagalan pada proses produksi

berjumlah 1,16% dan melebihi dari tolerasnsi yang ditentukan perusahaan sebesar

10 liter dari 1000 liter per fungsi proses atau dengan rata-rata tingkat kegagalan

(48)

Setelah diperoleh jumlah kegagalan, maka dilakukan proses detection

yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kegagalan yang ada diperusahaan. Data

jumlah kegagalan setelah dilakukan proses detection dapat dilihat pada Tabel

5.10.

Tabel 5.10. Data Jumlah Kegagalan Setelah Dilakukan Proses Detection

No Fungsi Proses Jumlah Produk Gagal Persentase Kegagalan

1. Tahap Degumming 9 liter / 1000 liter 0,9 %

2. Tahap Bleaching 12 liter / 1000 liter 1,2 %

3. Tahap Filtrasi 7 liter / 1000 liter 0,7 %

4. Tahap Deodorization 12 liter / 1000 liter 1,2 %

5. Tahap Fraksinasi 10 liter / 1000 liter 1 %

Rata-rata 1 %

Setelah dilakukan proses detection atau deteksi, pada tahap bleaching,

deodarization, dan fraksinasi yang merupakan proses inti dalam pembuatan

minyak goreng harus dilakukan perbaikan karena pada proses ini dapat

menimbulkan dampak kegagalan yang sangat berpengaruh terhadap penurunan

kualitas minyak goreng yang secara otomatis dapat meningkatkan loss bagi

(49)

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Perhitungan Loss Karakteristik Pengujian Minyak goreng 5.2.1.1. Pembuatan Peta Kontrol – s

Peta kontrol adalah alat yang digunakan untuk melihat apakah suatu

proses berada dalam pengendalian statistik, memperhatikan proses secara

terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil dan hanya mengandung variasi

penyebab umum, serta digunakan sebagai langkah awal perhitungan process

capability. Pada penelitian ini, peta kontrol yang digunakan adalah peta kontrol

– s, karena jumlah sampel yang dipakai adalah 75 (n>10) (Besterfield D, 2000).

5.2.1.1.1. Pembuatan Peta Kontrol – s Karakteristik Warna

Perhitungan dan s untuk subgroup 1 adalah:

= 0.219

Rekapitulasi hasil perhitungan dan s karakteristik warna ditunjukkan

(50)
[image:50.595.116.523.154.567.2]

Tabel 5.11. Hasil Perhitungan dan s Karakteristik Warna Karakteristik Warna

Sub Group Pengukuran Perhitungan

X1 X2 X3 X4 X5 X S

1 97.229 96.654 96.899 96.838 96.750 96.874 0.219

2 96.924 97.077 97.370 96.805 97.045 97.044 0.211

3 96.963 97.143 96.926 96.761 96.984 96.955 0.137

4 97.000 97.188 96.544 97.150 97.103 96.997 0.263

5 96.979 97.040 96.959 97.144 97.090 97.042 0.076

6 96.986 97.071 97.393 96.707 96.762 96.984 0.274

7 97.005 96.925 97.201 97.211 97.036 97.075 0.126

8 97.185 97.009 96.920 96.854 97.207 97.035 0.157

9 97.070 96.967 96.573 97.074 97.020 96.941 0.210

10 96.832 96.746 97.108 97.261 96.851 96.960 0.216

11 96.889 96.824 97.175 96.944 97.071 96.981 0.142

12 96.852 97.145 97.111 97.047 96.716 96.974 0.184

13 97.516 97.378 97.009 97.083 97.117 97.220 0.216

14 96.909 97.229 96.963 96.692 96.997 96.958 0.192

15 97.052 97.061 96.880 97.466 96.831 97.058 0.250

SUM 1455.100 2.873

MEAN 97.007 0.192

UCL = + A3 LCL s = B3

= 97.007 + 1.427 (0.192) = 2.089 (0.192)

= 97.280 = 0.400

LCL = − A3 LCL s = B4

= 97.007 – 1.427 (0.192) = 0 (0.192)

(51)

Hasil pemetaan untuk karakteristik warna dapat dilihat pada Gambar

[image:51.595.100.534.197.488.2]

5.1.

Gambar 5.1. Peta Kontrol Karakteristik Warna

Dari Gambar 5.1, dapat diketahui bahwa semua sampel telah berada

dalam batas kontrol.

5.2.1.1.2. Pembuatan Peta Kontrol – s Karakteristik Bau

Perhitungan dan s untuk subgroup 1 adalah:

15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 97.2 97.0 96.8 Sample S a m p le M e a n _ _ X=97.0066 U C L=97.2744

LC L=96.7388 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 Sample S a m p le S tD e v _ S =0.1876 U C L=0.3920

(52)

Rekapitulasi hasil perhitungan dan s karakteristik bau ditunjukkan

[image:52.595.113.522.396.755.2]

pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12. Hasil Perhitungan dan s Karakteristik Bau Karakteristik Bau

Sub Group Pengukuran Perhitungan

X1 X2 X3 X4 X5 S

1 0.043 0.051 0.057 0.048 0.032 0.046 0.009

2 0.059 0.037 0.036 0.040 0.052 0.045 0.010

3 0.062 0.051 0.064 0.043 0.059 0.056 0.009

4 0.063 0.049 0.043 0.071 0.050 0.055 0.011

5 0.032 0.045 0.061 0.048 0.072 0.052 0.015

6 0.062 0.052 0.060 0.046 0.054 0.055 0.007

7 0.059 0.037 0.039 0.055 0.033 0.044 0.011

8 0.048 0.050 0.050 0.034 0.056 0.048 0.008

9 0.054 0.064 0.056 0.056 0.050 0.056 0.005

10 0.048 0.039 0.044 0.042 0.027 0.040 0.008

11 0.049 0.049 0.046 0.067 0.032 0.049 0.013

12 0.052 0.027 0.031 0.048 0.066 0.045 0.016

13 0.064 0.044 0.045 0.061 0.077 0.058 0.014

(53)

Tabel 5.12. Hasil Perhitungan dan s Karakteristik Bau (Lanjutan) Karakteristik Bau

Sub Group Pengukuran Perhitungan

X1 X2 X3 X4 X5 S

15 0.032 0.036 0.055 0.040 0.059 0.044 0.012

SUM 0.747 0.165

MEAN 0.050 0.011

UCL = + A3 UCL s = B3

= 0.050 + 1,427 (0.011) = 2.089 (0.011)

= 0.066 = 0.023

LCL = − A3 LCL s = B4

= 0.050– 1.427 (0.011) = 0 (0.023)

= 0.034 = 0

(54)
[image:54.595.105.537.115.403.2]

Gambar 5.2. Peta Kontrol Karakteristik Bau

Dari Gambar 5.2, dapat diketahui bahwa semua sampel telah berada dalam

batas kontrol.

5.2.1.1.3. Pembuatan Peta Kontrol – s Karakteristik Bilangan Asam

Perhitungan dan s untuk subgroup 1 adalah:

15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.06 0.05 0.04 0.03 Sample S a m p le M e a n _ _ X=0.04982 U C L=0.06534

LC L=0.03430 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.020 0.015 0.010 0.005 0.000 Sample S a m p le S tD e v _ S =0.01087 U C L=0.02272

(55)

Rekapitulasi hasil perhitungan dan s karakteristik bilangan asam

[image:55.595.115.521.298.719.2]

ditunjukkan pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Hasil Perhitungan dan s Karakteristik Bilangan Asam Karakteristik Bilangan Asam

Sub Group Pengukuran Perhitungan

X1 X2 X3 X4 X5 S

1 4.276 4.734 5.107 5.342 5.296 4.951 0.447

2 4.595 5.068 4.722 5.172 5.197 4.951 0.275

3 5.008 5.173 4.826 5.135 5.269 5.082 0.171

4 4.706 4.790 4.909 4.685 5.188 4.855 0.205

5 4.926 4.915 4.735 5.143 4.887 4.921 0.146

6 4.650 5.087 4.662 5.182 4.854 4.887 0.242

7 5.255 4.961 4.742 5.238 5.247 5.089 0.230

8 5.200 4.950 4.885 4.615 4.563 4.842 0.260

9 4.717 5.271 4.613 4.982 4.740 4.865 0.264

10 4.793 5.008 4.756 5.571 4.835 4.992 0.337

11 5.202 5.047 4.688 4.916 5.269 5.024 0.233

12 4.851 5.486 5.255 5.336 4.595 5.104 0.369

13 5.256 5.224 4.745 5.101 4.540 4.973 0.316

14 5.068 4.768 4.935 4.883 4.824 4.896 0.115

15 5.066 5.005 4.595 4.494 4.856 4.803 0.251

SUM 74.237 3.861

(56)

UCL = + A3 UCL s = B3

= 4.949 + 1.427 (0.257) = 2.089 (0.257)

= 5.316 = 0.538

LCL = − A3 LCL s = B4

= 4.949– 1.427 (0.257) = 0 (0.257)

= 4.582 = 0

[image:56.595.126.433.74.276.2]

Hasil pemetaan untuk karakteristik bilangan asam dapat dilihat pada

Gambar 5.3.

Gambar 5.3. Peta Kontrol Karakteristik Bilangan Asam

Dari Gambar 5.3, dapat diketahui bahwa semua sampel telah berada

dalam batas kontrol.

15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 5.4 5.2 5.0 4.8 4.6 Sample S a m p le M e a n _ _ X=4.9491 U C L=5.3135

LC L=4.5848 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.60 0.45 0.30 0.15 0.00 Sample S a m p le S tD e v _ S =0.2553 U C L=0.5333

[image:56.595.98.530.344.632.2]
(57)

5.2.1.1.4. Pembuatan Peta Kontrol – s Karakteristik Kadar Air

Perhitungan dan s untuk subgroup 1 adalah:

Rekapitulasi hasil pengujian dan s karakteristik kadar air ditunjukkan

[image:57.595.114.523.468.754.2]

pada Tabel 5.14.

Tabel 5.14. Hasil Pengujian dan s Karakteristik Kadar Air Karakteristik Kadar Air

Sub Group Pengukuran Perhitungan

X1 X2 X3 X4 X5 S

1 0.455 0.469 0.454 0.462 0.482 0.464 0.012

2 0.470 0.448 0.480 0.444 0.436 0.456 0.019

3 0.421 0.443 0.466 0.480 0.445 0.451 0.023

4 0.483 0.462 0.431 0.427 0.476 0.456 0.026

5 0.449 0.481 0.486 0.423 0.444 0.457 0.027

6 0.451 0.464 0.438 0.441 0.421 0.443 0.016

7 0.426 0.465 0.419 0.449 0.421 0.436 0.020

8 0.463 0.451 0.442 0.461 0.437 0.451 0.011

9 0.433 0.475 0.456 0.463 0.426 0.450 0.021

10 0.448 0.458 0.456 0.434 0.434 0.446 0.012

(58)

Tabel 5.14. Hasil Pengujian dan s Karakteristik Kadar Air (Lanjutan) Karakteristik Kadar Air

Sub Group Pengukuran Perhitungan

X1 X2 X3 X4 X5 S

12 0.446 0.421 0.444 0.419 0.473 0.440 0.022

13 0.443 0.466 0.465 0.439 0.483 0.459 0.018

14 0.458 0.455 0.463 0.421 0.440 0.447 0.017

15 0.442 0.433 0.455 0.443 0.476 0.450 0.017

SUM 6.766 0.266

MEAN 0.451 0.018

UCL = + A3 UCL s = B3

= 0.451 + 1.427 (0.018) = 2.089 (0.018)

= 0.476 = 0.037

LCL = − A3 LCL s = B4

= 0.451 − 1,427 (0.018) = 0 (0.018)

= 0.426 = 0

Hasil pemetaan untuk karakteristik kadar air dapat dilihat pada Gambar

(59)
[image:59.595.96.526.113.402.2]

Gambar 5.4. Peta Kontrol Karakteristik Kadar Air

Dari Gambar 5.4. dapat diketahui bahwa semua sampel telah berada

dalam batas kontrol.

5.2.1.2. Perhitungan Process Capability

Kapabilitas proses adalah tolak ukur kemampuan suatu proses untuk

menghasilkan suatu produk sesuai dengan kebutuhan/syarat dari konsumen atau

spesifikasi yang diharapkan. Kapabilitas proses dikategorikan menjadi 3, yaitu:

1. Apabila Cp<1, maka proses belum kapabel dalam memenuhi spesifikasi.

2. Apabila 1<Cp<1,33, maka proses cukup kapabel dalam memenuhi spesifikasi.

3. Apabila Cp>1,33, maka proses sangat kapabel dalam memenuhi spesifikasi.

15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.47 0.46 0.45 0.44 0.43 Sample S a m p le M e a n _ _ X=0.45108 U C L=0.47603

LC L=0.42613 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.04 0.03 0.02 0.01 0.00 Sample S a m p le S tD e v _ S =0.01748 U C L=0.03652

(60)

5.2.1.2.1. Perhitungan Process Capability Karakteristik Warna

Perhitungan untuk menentukan nilai process capability karakteristik

warna adalah sebagai berikut:

*untuk jumlah sampel subgroup n=5, C4 = 0,94 (Besterfield, D. 2000)

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Cp dari karakteristik warna =

0.490<1, maka proses belum kapabel. Artinya produk minyak goreng untuk

karakteristik warna belum sesuai spesifikasi yang diinginkan konsumen.

Kapabilitas proses karakteristik warna dapat dilihat pada Gambar 5.5.

97.4 97.2 97.0 96.8 96.6 LSL USL

LS L 96.7

Target *

U S L 97.3 S ample M ean 97.007 S ample N 75 S tD ev (Within) 0.192 S tD ev (O v erall) 0.194898

P rocess D ata

C p 0.52 C P L 0.53 C P U 0.51 C pk 0.51

P p 0.51 P P L 0.53 P P U 0.50 P pk 0.50 C pm * O v erall C apability P otential (Within) C apability

P P M < LS L 53333.33 P P M > U S L 66666.67 P P M Total 120000.00 O bserv ed P erformance

P P M < LS L 54914.93 P P M > U S L 63499.74 P P M Total 118414.67 E xp. Within P erformance

P P M < LS L 57607.17 P P M > U S L 66374.40 P P M Total 123981.57 E xp. O v erall P erformance

Within Ov erall

[image:60.595.115.513.467.728.2]

Process Capability of Karakteristik Warna

(61)

5.2.1.2.2. Perhitungan Process Capability Karakteristik Bau

Perhitungan untuk menentukan nilai process capability karakteristik

bauadalah sebagai berikut:

*untuk jumlah sampel subgroup n=5, C4 = 0,94 (Besterfield, D. 2000)

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Cp dari karakteristik bau =

0.555<1, maka proses belum kapabel. Artinya produk minyak goreng untuk

karakteristik bau belum sesuai spesifikasi yang diinginkan konsumen. Kapabilitas

proses karakteristik bau dapat dilihat pada Gambar 5.6.

0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 LSL USL

LS L 0.03

Target *

U S L 0.07 S ample M ean 0.05 S ample N 75 S tD ev (Within) 0.011 S tD ev (O v erall) 0.0117619

P rocess Data

C p 0.61 C P L 0.61 C P U 0.61 C pk 0.61

P p 0.57 P P L 0.57 P P U 0.57 P pk 0.57 C pm * O v erall C apability P otential (Within) C apability

P P M < LS L 26666.67 P P M > U S L 53333.33 P P M Total 80000.00 O bserv ed P erformance

P P M < LS L 34518.17 P P M > U S L 34518.17 P P M Total 69036.35 E xp. Within P erformance

P P M < LS L 44527.12 P P M > U S L 44527.12 P P M Total 89054.24 E xp. O v erall P erformance

Within Ov erall

[image:61.595.113.511.456.720.2]

Process Capability of Karakteristik Bau

(62)

5.2.1.2.3. Perhitungan Process Capability Karakteristik Bilangan Asam

Perhitungan untuk menentukan nilai process capability karakteristik

bilangan asam adalah sebagai berikut:

*untuk jumlah sampel subgroup n=5, C4 = 0,94 (Besterfield, D. 2000)

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Cp dari karakteristik bilangan

asam = 0.488<1, maka proses belum kapabel. Artinya produk minyak goreng

untuk karakteristik bilangan asam belum sesuai spesifikasi yang diinginkan

konsumen. Kapabilitas proses karakteristik bilangan asam dapat dilihat pada

(63)

5.6 5.4 5.2 5.0 4.8 4.6 4.4 LSL USL

LS L 4.6

Target *

U S L 5.4

S ample M ean 4.949 S ample N 75 S tD ev (Within) 0.257 S tD ev (O v erall) 0.26035

P rocess D ata

C p 0.52 C P L 0.45 C P U 0.58 C pk 0.45

P p 0.51 P P L 0.45 P P U 0.58 P pk 0.45 C pm * O v erall C apability P otential (Within) C apability

P P M < LS L 93333.33 P P M > U S L 26666.67 P P M Total 120000.00 O bserv ed P erformance

P P M < LS L 87235.55 P P M > U S L 39641.30 P P M Total 126876.85 E xp. Within P erformance

P P M < LS L 90041.12 P P M > U S L 41611.70 P P M Total 131652.82 E xp. O v erall P erformance

Within Ov erall

[image:63.595.115.513.115.378.2]

Process Capability of Karakteristik Bilangan Asam

Gambar 5.7 Kapabilitas Proses Karakteristik Bilangan Asam

5.2.1.2.4. Perhitungan ProcessCapability Karakteristik Kadar Air

Perhitungan untuk menentukan nilai process capability karakteristik

kadar air adalah sebagai berikut:

*untuk jumlah sampel subgroup n=5, C4 = 0,94 (Besterfield, D. 2000)

Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Cp dari karakteristik Kadar air

(64)

karakteristik kadar air belum sesuai spesifikasi yang diinginkan konsumen.

Kapabilitas proses karakteristik kadar air dapat dilihat pada Gambar 5.8.

0.495 0.480 0.465 0.450 0.435 0.420 0.405 LSL USL

LS L 0.4

Target *

U S L 0.5

S ample M ean 0.451 S ample N 75 S tD ev (Within) 0.018 S tD ev (O v erall) 0.0183017

P rocess Data

C p 0.93 C P L 0.94 C P U 0.91 C pk 0.91

P p 0.91 P P L 0.93 P P U 0.89 P pk 0.89 C pm * O v erall C apability P otential (Within) C apability

P P M < LS L 0.00 P P M > U S L 0.00 P P M Total 0.00 O bserv ed P erformance

P P M < LS L 2303.27 P P M > U S L 3242.23 P P M Total 5545.49 E xp. Within P erformance

P P M < LS L 2663.01 P P M > U S L 3710.42 P P M Total 6373.43 E xp. O v erall P erformance

Within Ov erall

[image:64.595.115.512.167.437.2]

Process Capability of Karakteristik Kadar Air

Gambar 5.8. Kapabilitas Proses Karakteristik Kadar Air

5.2.1.3. Losses Perusahaan

5.2.1.3.1. Identifikasi Losses Perusahaan

Losses perusahaan adalah biaya tambahan yang harus dikeluarkan

perusahaan selama melakukan proses rework untuk memperbaiki karakterististik

produk yang tidak sesuai seperti yang diharapkan oleh perusahaan.

Proses rework minyak goreng ini terbagi ke dalam 3 bagian besar, yaitu:

1. Tahap Bleaching

Tahap bleaching adalah tahapan yang dilakukan untuk menghilangkan zat

(65)

ini berlangsung selama 60 menit untuk setiap 304 liter dan karakteristik yang

berpengaruh adalah warna.

Tahapan bleaching adalah sebagai berikut :

1. Dipompa menuju dryer dengan kondisi vakum.

2. Dipompa ke reaktor melewati static mixer.

3. Dipanaskan dengan temperatur 120 ºC dan penambahan H3PO4 dan CaCO3

di Slurry Tank menghasilkan Slurry oil.

4. Dialirkan slurry oil menuju bleacher minyak.

Material Balance Tahap Bleaching

Tahap Bleaching

Minyak (304 liter)

Minyak

(320 Liter) Uap (16 liter)

Gambar 5.9. Neraca Bahan Tahap Bleaching

Input = 320 liter minyak

Output = 304 liter minyak dan 16 liter uap

Mesin = Mesin Slurry Tank

Tabel 5.15. Material Balance Tahap Bleaching

Input Jumlah (liter) Output Jumlah (liter)

Minyak 320

- Minyak

- Uap

304

16

Total 320 Total 320

Tahap

(66)

2. Tahap Deadorization

Tahap deadorization adalah untuk menghilangkan komponen-komponen secara

objektif seperti bilangan asam, mono dan digliserida, produk oksidasi. Proses

ini berlangsung selama 170 menit untuk setiap 283 liter dan karakteristik yang

berpengaruh adalah bau dan bilangan asam.

Tahapan Deadorization adalah sebagai berikut :

l. Dialirkan cairan DBPO (degummed bleached palm oil) dari intermediate

tank menuju daerator.

m. Dipompakan DBPO ke SHE (spiral heat exchanger)

n. Dipanaskan dengan temperatur 190ºC

o. Dialirkan menuju ke flash vessel dan turun ke packed column.

p. Selanjutnya minyak dialirkan menuju deodorize.

q. Penghilangan zat-zat yang menimbulkan bau seperti keton, dan aldehid

dengan pemanasan 250ºC.

r. Selanjutnya, DBPO yang sudah hilang baunya dipompakan kembali ke

SHE untuk mengalami pertukaran panas.

s. Dihasilkan minyak dalam bentuk RBDPO (refined bleached palm oil).

t. Selanjutnya cairan RBDPO mengalami pertukaran panas untuk

menghilangkan bilangan asam pada PHE(plane heat exchanger) dengan

pemansan 100ºC.

u. Dialirkan cairan RBDPO menuju PCW (plate cooler water)

(67)

Material Balance Tahap Deadorization

Tahap Deadorization

Minyak (283 liter)

Minyak

(298 Liter) Uap (15 liter)

Gambar 5.10. Neraca Bahan Tahap Deadorization

Input = 298 liter minyak

Output = 283 liter minyak dan 15 liter uap

Mesin = Mesin SHE (Spiral Heat Exchanger), Mesin Deadorize, Mesin

PHE (Plane Heat Exchanger)

Tabel 5.16. Material Balance Tahap Deadorization

Input Jumlah (liter) Output Jumlah (liter)

Minyak 298

- Minyak

- Uap

283

15

Total 298 Total 298

3. Tahap Fraksinasi

Tahap fraksinasi adalah proses untuk untuk memisahkan minyak kedalam dua

fraksi yaitu fraksi liquid atau cair yang disebut olein dan fraksi padat yang

disebut sterin. Proses ini berlangsung selama 30 menit untuk setiap 275 liter

dan karakteristik yang berpengaruh adalah kadar air. Tahap

(68)

Tahapan fraksinasi dapat dilakukan sebagai berikut :

b. Fraksi cair atau basah

Fraksi cair atau basah yaitu dengan melakukan campuran pembasah yang

terdiri dari 30% MgSO4 dan 4,4% Na(NH4)SO4. Hasil proses ini diperoleh

sekitar 65-70% olein (minyak goreng/minyak makan) dan 30 persen

stearin.

b. Fraksi Padat atau kering

Fraksi padat atau kering yaitu dengan pemanasan dengan suhu

120-140ºCuntuk menjernihkan. Hasil proses ini diperoleh FFA (4-5%) dan

RBDPO (94%), sedangkan 1-2% lainnya tidak dapat diketahui.

Material Balance Tahap Fraksinasi

Tahap Fraksinasi

Minyak (275 liter)

Minyak

(283 Liter) Uap (8 liter)

Gambar 5.11. Neraca Bahan Tahap Fraksinasi

Input = 283 liter minyak

Output = 275 liter minyak dan 8 liter uap

Mesin = Mesin SHE (Spiral Heat Exchanger), Mesin Deadorize, Mesin

PHE (Plane Heat Exchanger) Tahap

(69)

Tabel 5.17. Material Balance Tahap Fraksinasi

Input Jumlah (liter) Output Jumlah (liter)

Minyak 298

- Minyak

- Uap

283

15

Total 298 Total 298

Pembagian losses perusahaan untuk biaya produksi dapat

dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Biaya Bahan Baku

2. Biaya tenaga kerja langsung

3. Biaya overhead perusahaan

Perhitungan loss untuk unit cacat yang sesuai pada setiap karakteristik

adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik Warna

a. Biaya Bahan Baku

- Jumlah sebelum produksi 320 liter (1 liter = Rp 4.000)

= Rp 4.000 x 320

= Rp 1.280.000

-Jumlah yang Diproduksi 304 liter = Rp 4.000 x 304

= Rp 1.216.000

Loss biaya bahan baku = Rp 1.280.000 – Rp 1.216.000

(70)

Total loss bahan baku = Rp 64.000 / 304 liter

= Rp 210

b. Penggunaan tenaga kerja langsung

- Mengontrol panel = 30 menit

Penggunaan tenaga kerja langsung = 30 menit

Upah tenaga kerja langsung (menit) = Rp 70.000/8 jam kerja/30 menit

= Rp 291,666/menit

Biaya tenaga kerja langsung = 30 menit × Rp 291,666/menit

= Rp 8.749,980

Loss biaya tenaga kerja langsung = Rp 8.749,980 / 304 liter

= Rp 28

c. Overhead pabrik

-Biaya Listrik

1). Biaya Listrik Pabrik dan Kantor

Pabrik dan Kantor = 24 Kwh

1 Kwh = Rp 1.352

Biaya Listrik Pabrik dan Kantor = 24 kWh x Rp 1.352

= Rp 32.448 / hari

2). Biaya Listrik Mesin Slurry Tank

Mesin Slurry Tank = 3,5 Kwh

Biaya Listrik Mesin Slurry Tank = 3,5 kWh x Rp 1.352

(71)

Total Biaya Listrik = Rp 32.448 + Rp 4.732

= Rp 37.180

Total Loss Biaya Listrik = Rp 37.180 / 27,5 Kwh

= Rp 1.352

Rekapitulasi loss perusahaan yang terjadi setiap adanya kecacatan

karakteristik warna ditunjukkan pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18. Rekapitulasi Loss Perusahaan yang Terjadi untuk Setiap Kecacatan Karakteristik Warna

No. Sumber Loss Loss per unit

1. Penggunaan Bahan baku Rp 210

2. Penggunaan Tenaga Kerja Langsung Rp 28

3. Overhead pabrik Rp 1.352

Total Rp 1.590

2. Karakteristik Bau atau Bilangan asam

a. Biaya Bahan Baku

- Jumlah minyak sebelum produksi 298 liter (1 liter = Rp 4.000)

= Rp 4.000 x 298

= Rp 1.192.000

-Jumlah yang Diproduksi 283 liter = Rp 4.000 x 283

= Rp 1.132.000

Loss biaya bahan baku = Rp 1.192.000 – Rp 1.132.000

(72)

Total loss bahan baku = Rp 60.000 / 283 liter

= Rp 212

b. Penggunaan tenaga kerja langsung

- Mengontrol panel = 70 menit

Penggunaan tenaga kerja langsung = 70 menit

Upah tenaga kerja langsung (menit) = Rp 70.000/8 jam kerja/70 menit

= Rp 125/menit

Biaya tenaga kerja langsung = 70 menit × Rp 125/menit

= Rp 8.750

Loss biaya tenaga kerja langsung = Rp 8.750/ 283 liter

= Rp 31

d. Overhead pabrik

-Biaya Listrik

1). Biaya Listrik Pabrik dan Kantor

Pabrik dan Kantor = 24 Kwh

1 Kwh =Rp 1.352

Biaya Listrik Pabrik dan Kantor = 24 kWh x Rp 1.352

= Rp

Gambar

Tabel 3.4. Penilaian Detection FMEA yang Disarankan
Gambar 4.2. Flow Chart Penelitian
Tabel 4.1. Teknik Pengumpulan Data
Gambar 4.3. Flowchart Pengolahan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Morawa Electric Transbuana, dengan judul penelitian “Rencana Perbaikan Proses dengan Pendekatan Lean Manufacturing dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) pada PT.

Melalui hasil perhitungan menggunakan konsep Taguchi’s Quality Loss Function, diketahui bahwa hal ini bahkan mengakibatkan loss of quality sebesar Rp.3.892.240 per bulan kepada

Dimana FMEA suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasikan sumber-sumber

Melalui hasil perhitungan menggunakan konsep Taguchi’s Quality Loss Function, diketahui bahwa hal ini bahkan mengakibatkan loss of quality sebesar Rp.3.892.240 per bulan kepada

Loss Function, kemudian perancangan perbaikan proses untuk menurunkan variasi yang terjadi dengan menggunakan tools Failure Mode Effect Analysis.. Bab VI Analisis

Analisis Kegagalan pada Bearing Block Clinker Cooler PT Semen Baturaja Pabrik 2 Menggunakan Failure Mode and Effect Analysis Method FMEA melalui kajian pustaka dan investigasi

Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah pengendalian kualitas dengan Statistical Quality Control SQC dan usulan perbaikan dengan Failure Mode and Effect Analysis